• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PELAKSANAAN KOORDINASI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK DENGAN KEJAKSAAN PROSES PENUNTUTAN PERADILAN PIDANA ANAK YANG GAGAL DIVERSI DI LPKA KELAS II BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PELAKSANAAN KOORDINASI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK DENGAN KEJAKSAAN PROSES PENUNTUTAN PERADILAN PIDANA ANAK YANG GAGAL DIVERSI DI LPKA KELAS II BANDAR LAMPUNG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276

Open Access at : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

1136

PELAKSANAAN KOORDINASI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK DENGAN KEJAKSAAN PROSES PENUNTUTAN PERADILAN PIDANA ANAK YANG GAGAL DIVERSI DI LPKA KELAS II BANDAR LAMPUNG

Regita Devania, Mitro Subroto Politeknik Ilmu Pemasyarakatan E-mail: subrotomitro07@gmail.com

Info Artikel Abstract Masuk: 1 Desember 2022

Diterima: 15 Januari 2023 Terbit: 1 Februari 2023 Keywords:

Diversion, Prison, Prosecutor

Diversion is a legal effort that is applied in Indonesia to be another alternative in the process of criminalizing cases of children. Diversion is a transfer of the juvenile criminal justice process to achieve restorative justice by conducting deliberation with both parties. However, not all of these diversion efforts can run as they should. There are also many diversions that fail to reach an agreement.

Therefore, the authors use the Case Study research method at the Class II Children's Special Guidance Institute in Bandar Lampung in order to find out how the public prosecutor's office coordinates with the institution in an effort to deal with failed Child Diversion. The research method used to determine the efforts made based on what has happened. With that, the author can clearly know the flow of the implementation of Diversion and how to handle Children in Conflict with the Law (ABH) who fail to Diversion. The results of this study indicate that the authority of the public prosecutor against the prosecution of juvenile criminal justice in diversion is mandatory for diversion. If the diversion fails or does not reach an agreement, the trial will continue and the child will continue to carry out his sentence at the Child Special Guidance Institution or Correctional Center. Equality of perception on the parties involved in the implementation of diversion is indeed necessary, namely imprisonment is not the only punishment that can be carried out on children.

(2)

1137

Abstrak Kata kunci:

Diversi, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Penuntut Umum

Corresponding Author :

Regita Devania, e-mail :

Diversi merupakan suatu upaya hukum yang diberlakukan di Indonesia untuk menjadi alternatif lain dalam proses pemidanaan pekara anak. Diversi adalah suatu pengalihan proses peradilan pidana anak untuk mencapai keadilan restoratif dengan cara melakukan musyawarah dengan kedua belah pihak. Namun, tidak semua upaya diversi ini dapat berjalan sesuai dengan semestinya. Banyak pula diversi yang gagal mencapai kesepakatan. Maka dari itu, penulis menggunakan metode penelitian Studi Kasus di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas Ii Bandar Lampung guna untuk mengetahui bagaimana koordinasi kejaksaan penuntut umum dengan Lembaga tersebut dalam upaya penanganan Diversi Anak yang gagal. Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui upaya yang dilakukan dengan berdasarkan apa yang sudah terjadi.

Dengan hal itu penulis dapat mengetahui jelas alur pelaksanaan Diversi dan bagaimana penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang gagal Diversi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kewenangan penuntut umum terhadap penuntutan Peradilan Pidana Anak dalam Diversi adalah wajib melakukan diversi. Jika diversi itu gagal atau tidak mencapai kesepakatan maka persidangan tetap dilanjutkan dan Anak tetap menjalankan pidananya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak ataupun Balai Pemasyarakatan. Persamaan persepsi pada pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan diversi memang diperlukan yaitu penjara bukan satu-satunya hukuman yang dapat dilakukan kepada Anak.

@Copyright 2023.

PENDAHULUAN

Anak adalah generasi yang akan meneruskan estafet perjuangan bangsa di masa yang akan datang. Anak mempunyai harapan yang panjang untuk dapat berkostribusi membangun negeri. Karena itu, perlindungan dan perhatian terhadap hak-hak anak harus selalu diperhatikan. Anak mempunyai karakter dan sifat tersendiri (spesifik) yang berbeda dengan orang dewasa, dan merupakan salah satu kelompok beresiko yang haknya tidak diperhatikan. Oleh karena itu hak-hak anak menjadi penting untuk diprioritaskan.

Dihadapan hukum positif Indonesia (ius constitutum/ ius operatum) anak sering kali dimaknai sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person under age), orang yang usianya masih berada dibawah (minderjarig heid/inferiority) atau sering juga disebut sebagai anak yang berada di bawah pengawasan orang tua (minderjarige under voordij). Konklusi substansinya, ternyata hukum positif Indonesia tidak mengenanal unifikasi hukum bersifat baku, imperatif dan berlaku

(3)

1138 secara universal keseragaman terminologis teknis yuridis pengertian anak serta tidak menentukan kriteria batasan umur bagi seorang anak.

Dalam hal hukum pidana, batas usia anak identik dengan batas usia pertanggungjawaban pidana anak yang dapat diajukan ke pengadilan pidana anak. Saat ini peraturan perundang- undangan tentang peradilan pidana anak diatur dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak (selanjutnya disebut UU SPPA). Batasan usia anak kemudian diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (3) UU SPPA yang menetapkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak di bawah 12 (dua belas) tahun tetapi belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Setiap perkara yang terjadi pada anak, penegak hukum wajib selalu memperhatikan kondisi anak baik itu secara fisik maupun psikologis. Karena itu penanganan kasus pidana anak tentu berbeda dengan penanganan kasus terhadap orang dewasa, penanganan terhadap anak tersebut bersifat khusus karena juga diatur dalam peraturan tersendiri. Dalam proses penanganan kasus anak, tentu masih ada sebagian orang yang kurang paham sehingga terkadang menimbulkan berbagai prespektif penilaian, bahkan lebih fatal lagi jika terjadi kesalahan dalam penilaian penanganan seperti mendapat perlakuan khusus dan ada yang merasa anak tidak dapat dipidana walaupun sebenarnya tidak sejauh itu, hanya saja proses pengurusannya diatur secara khusus.

Ketika terjadi suatu kasus pidana pada anak, ada beberapa pihak yang terlibat dalam perkara ini seperti penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, pembimbing kemasyarakatan sebagai pejabat fungsional yang melaksanakan tugas dalam hal penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan kepada anak di dalam maupun di luar proses hukum. Dalam melakukan proses hukum disetiap tingkatan pemeriksaan wajib melakukan pendekatan restorative justice yaitu menyelesaikan perkara dengan melibatkan pelaku, korban, dan pihak- pihak yang terkait untuk menyelesaikan perkara dengan adil dan menekankan pada pemulihan seperti keadaan semula bukan pembalasan.

Melalui pendekatan restorative justice maka dapat diupayakan untuk dilakukan Diversi. Diversi itu sendiri dalam penyelesaian tindak pidana anak diatur dalam pasal 1 ayat (6) UU SPPA, diversi memiliki tujuan untuk:

1. Mencapai perdamaian anatara korban dan anak

2. Menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan.

3. Menghindarkan anak dari dari perampasan kemerdekaan.

4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi.

5. Dan menanamkan rasa tanggung jawab pada anak.

Diversi dengan tegas harus dilakukan disetiap tingkatan. Apabila diversi tidak dilakukan dalam salah satu jenjang pemeriksaan, maka dalam pasal 95 UU SPPA memberikan ancaman sanksi administratif bagi pejabat yang melanggar upaya diversi. Menurut undang-undang maka sanksi pidana diberikan kepada Penyidik, Penuntut Umum , dan Hakim yang dengan sengaja melanggar tugasnya dalam melakukan diversi yang diatur dalam Pasal 96 UU SPPA dengan ancaman pidana

(4)

1139 penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000, (dua ratus juta rupiah).

Dalam UU SPPA, diversi dapat dilakukan pada tingkat penuntutan kejaksaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 7 dan Pasal 42 UU SPPA.

Setelah jaksa menerima berkas dari kepolisian, penuntut umum harus memperhatikan berkas kepolisian dan hasil penelitian dari kemasyarakatan yang dilakukan oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak, serta hambatan-hambatan yang menghambat proses diversi di tingkat penyidikan. Apabila pelaku dan korban menyetujui diversi maka Penuntut Umum, Pembimbing

Kemasyarakatan, danLembaga Pembinaan Khusus Anak memulai proses musyawarah untuk menyelesaikan perkara dengan melibatkan pihak- pihak yang berkepentingan, dimana proses musyawarah berlangsung selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak mulai diversi.

Disaat proses penuntutatan pidana anak di kejaksaan, badan pemasyarakatan yaitu Lembaga Pembinaan Khusus Anak sesuai hukum. No. 11 Tahun 2012 wajib berperan lebih besar dalam penanganan anak. Sebagaimana diatur dalam UU no. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak ayat 24, PK BAPAS menyelenggarakan tugas dan fungsi LITMAS, yaitu pembinaan, pengawasan dan pendampingan. Sehingga badan pemsyarakatan sangat menentukan proses terjadinya diversi dalam perkara anak ini.

Koordinasi dan komunikasi yang baik antara Pembimbing Kemasyarakatan melalui Lembaga Pembinaan Khusus Anak dengan jaksa penuntut umum pada tahap penuntutan harus berjalan dengan baik dan memiliki visi yang sama, yaitu terjadinya diversi. Karena upaya dilakukannya diversi terkadang memiliki beberapa hambatan, seperti pemahaman yang belum mendalam terhadap isi dari Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dan Pemahaman masyarakat dan aparat penegak hukum lainnya terhadap Diversi masih kurang sehingga diversi gagal diterapkan.

Dari permasalahan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat topik

“Pelaksanaan Koordinasi Lembaga Pembinaan Khusus Anak Dengan Kejaksaan Proses Penuntutan Peradilan Pidana Anak yang Gagal Diversi di LPKA Kelas IIA Bandar Lampung”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas dan topik yang diambil, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan jaksa penuntut umum dalam upaya dilakukannya Diversi pidana anak?

2. Apa yang dilakukan Lembaga Pembinaan Khusus Anak dengan jaksa penuntut umum saat proses Diversi pidana anak pada LPKA Kelas IIA Bandar Lampung gagal terjadi?

(5)

1140 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan Metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan dan studi kasus berdasarkan kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung.

Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui upaya yang dilakukan dengan berdasarkan apa yang sudah terjadi dan juga dengan hal itu penulis dapat mengetahui jelas alur pelaksanaan Diversi dan bagaimana penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang gagal Diversi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagaimana pelaksanaan kewenangan jaksa penuntut umum dalam upaya dilakukannya Diversi pidana anak?

Sistem Peradilan Pidana Terpadu adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem penegakan hukum. Kejaksaan sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana memiliki kewenangan di bidang penuntutan dan memegang peranan yang sangat penting dalam proses penegakan hukum. Hukum pidana adalah suatu upaya terakhir yang ditempuh bilamana tidak ada upaya lain untuk menyelesaikan perkara. Perbuatan pidana dapat dibuka kembali dengan delik aduan yang baru ataupun bisa juga perkara yang lama dibuka kembali dengan

mengesampingkan Penetapan Diversi yang pernah dilakukan mengingat diversi merupakan tahap dimana belum pernah dilakukan pemeriksaan pokok perkara di tingkat pengadilan. Disinilah hubungan jaksa dan diversi, diversi wajib dilaksanakan jika berkaitan dengan tujuan dari hukum pidana anak adalah menyembuhkan kembali keadaan kejiwaan anak yang terguncang akibat perbuatan pidana yang telah dilakukannya. Tujuan pidana tidak semata-mata untuk menghukum Anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) tetapi untuk membina dan menyadarkan kembali anak yang berkonflik dengan hukum agar dapat kembali di masyarakat dengan baik. Banyak cara yang dapat dilakukan yaitu dalam di proses melalui pidana maupun dengan cara di luar hukum (Diversi).

1. Diversi

Diversi adalah suatu upaya peradilan pidana diluar pengadilan untuk mencapai keadilan restoratif dengan cara melakukan musyawarah dengan kedua belah pihak. Di versi dilakukan dengan melibatkan dengan banyak pihak dalah satunya yaitu Penuntut Umum.

2. Penuntut Umum

Penuntut Umum ialah seorang jaksa yang diberi kan kewenangan untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan ketetapan hakim. Penuntut Umum berwenang un tuk melakukan penuntutan ter hadap siapa yang didakwa. Ter dakwa yang melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara kepada pen gadilan yang berwenang menga dilinya. Untuk mencapai keadilan restoratif bagi Anak yang berhadapan dengan Hukum (ABH) maupun Anak Korban sebelum beralih pada tahap penuntutan maka Jaksa penuntut umum wajib mengupayakan Diversi.

(6)

1141 Ketentuan Pasal 14 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan Penuntut Umum mempunyai wewenang yaitu:

a) Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan penyidik dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.

b) Memberikan perpanjangan penahanan, melaksanakan penambahan atau penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkara dilimpahkan oleh penyidik.

c) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidik dari penyidik atau penyidik pembantu.

d) Membuat surat dakwaan

e) Melimpah perkara ke pengadilan.

f) Melakukan penuntutan

g) Menutup perkara demi kepentingan hukum.

h) Melaksanakan penetapan hakim

i) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara yang disidangkan serta dengan surat pemanggilan, baik terhadap terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.

j) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggungjawabnya sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang.

Apa yang dilakukan Lembaga Pembinaan Khusus Anak dengan jaksa penuntut umum saat proses Diversi pidana Anak di LPKA Bandar Lampung gagal terjadi?

Diversi merupakan suatu upaya pengalihan proses peradilan pidana Anak untuk keadilan rastoratif bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) maupun Anak Korban. Diversi wajib dilakukan oleh Jaksa penuntut umum sebelum beralih ke tahap penuntutan, jaksa penuntut umum wajib melakukan Diversi terhadap Anak. Diversi tidak selalu berhasil atau dapat mencapai kesepakatan bersama maupun kesepakatan yang tidak dilakukan dengan semestinya.

Dalam undang-undang hanya mengisyaratkan bahwa jika telah dilakukan diversi tetapi gagal dalam pengertian lain tidak tercapai kata sepakat, pekara Anak dilanjutkan ke tahap persidangan. Penanganan perkara peradilan pidana anak tentunya beda dengan penanganan perkara terhadap usia dewasa.

Penanganan terhadap anak diatur dalam peraturan tersendiri. Pemahaman terhadap proses penanganan perkara anak tentunya masih ada kalangan masyarakat yang belum mengerti, sehingga kadang memunculkan banyak penilaian, bahkan yang lebih fatal lagi apabila terjadi salah penilaian bahwa penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) mendapatkan perlakuan istimewa dan

(7)

1142 ada juga yang menganggap anak tidak dapat dihukum, padahal hanya proses penanganannya saja yang diatur secara khusus.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana telah mengatur tentang diversi yang berfungsi agar anak yang berhadapan dengan hukum tidak terstigmatisasi akibat proses peradilan yang harus dijalaninya. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana yang menyatakan proses diversi wajib memperhatikan penghindaran stigma negatif Menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan. Hasil kesepakatan diversi tersebut disampaikan oleh atasan pejabat yang bertanggungjawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.

Diversi yang gagal akan dituangkan penyidik dengan membuat Berita Acara Diversi dan wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke penuntut umum dengan melampirkan Berita Acara Diversi dan laporan Penelitian Masyarakat dari petugas Balai Pemasyarakatan.

Dengan tidak adanya kesepakatan tersebut maka jaksa wajib melakukan proses diversi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengatur bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. Jaksa penuntut umum wajib memperhatikan berkas perkara dari kepolisian dan hasil penelitian masyarakat yang telah dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan serta kendala yang menghambat proses diversi pada tingkat penyidikan. Semua tindakan- tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, baik dalam proses pra penuntutan maupun penuntutan sesungguhnya dilakukan atas dasar keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penegakan hukum demi keadilan tersebut tentu juga mencakup adil bagi terdakwa, adil bagi masyarakat yang terkena dampak akibat perbuatan terdakwa, dan adil di mata hukum, dengan begitu dengan sendirinya apa yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam rangka penegakan hukum adalah untuk mencapai tujuan hukum yakni kepastian hukum, menjembatani rasa keadilan dan kemanfaatan hukum bagi para pencari keadilan.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Kewenangan penuntut umum terhadap penuntutan Peradilan Pidana Anak dalam Diversi adalah wajib melakukan diversi. Jika diversi itu gagal atau tidak mencapai kesepakatan maka persidangan tetap dilanjutkan dengan semestinya.

2. Diversi dilakukan untuk memberikan keadilan restoratif pada Anak maupun Anak korban yaitu penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan semua pihak yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan

(8)

1143 pembalasan.

3. Anak yang berhadapan dengan Hukum (ABH) yang gagal di versi menjalankan masa pidananya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

Implikasi

Bedasarkan kesimpulan diatas:

1. Dapat diberikan pemahaman yang lebih kepada masyakarat mengenai apa itu Diversi sehingga tidak menimbulkan perpektif atau pun hal negative di masyarakat mengenai penanganan pekara pi dana Anak.

2. diperlukannya kesamaan per pektif antara Aparat Penegak Hukum mengenai Diversi yang berkeadilan restorative yaitu bahwa penjara bukanlah satu- satunya upaya penjatuhan huku man pada Anak. Karena keadilan restorative diharapkan hukum tetap melindungi hak-hak Anak se bagai generasi penerus bangsa dengan cara membimbing dan memperbaiki bukan pembalasan.

DAFTAR PUSTAKA

Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, 2015, Sistem Peradilan Pidana Anak, Yogyakarta, Pustaka Yustisia.

Apong Herlina, 2014, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum, Buku Saku Untuk Polisi, Jakarta, Unicef.

Fultoni Siti Aminah Uli Parulian Sihombing, 2012, Anak Berkonflik dengan Hukum, Jakarta Selatan, The Indonesian Legal Resource Center (ILRC).

http://pt-ambon.go.id/en/berita/artikel- hukum/60-diversi-peradilan-anak.html https: // www.awambicara.id / 2017 / 05

https://www.fianhar.com/2014/10/diver si-dan-restorative-justice- pada.html

Khotibul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Yogyakarta, Pustaka Yustisia.

Koesno Adi, 2009, Kebijakan Kriminal dalam Sistem Peradilan Pidana yang Berorientasi pada Kepentingan Terbaik bagi Anak, Pidato pengukuhan Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang, Malang, Fakultas Hukum Brawijaya Malang.

Lushiana Primasari, 2010, Keadilan Restoratif Dan Pemenuhan Hak Asasi Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum, Solo.

Marliana. 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan Restrorative Justice), Bandung, Refika Aditama.

Marlina, 2010, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan: USU Press.

mitrahukum.org/wp- content/uploads/2012/09/buku- ABH- 01.pdf

Nonot Suryono, 2012, Implementasi Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 Terhadap Anak Konflik Hukum (AKH) dalam Kasus Berita Acara Penolakan Bantuan Hukum disampaikan di Aula Fakultas Hukum Universitas Kartini Surabaya, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Kartini Surabaya.

(9)

1144 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang,2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudens, Jakarta, Sinar Grafika.

Sholeh Soeaidy dan Zulfikar, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : Novindo Pustaka mandiri.

Wagiati Soetodjo, 2007, Hukum Pidana Anak, Bandung, Refika Aditama.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan yang menjadi Objek dalam penelitian ini adalah pengaruh penggunaan mobile banking dan ATM terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah di Bank Riau Kepri

1. Gula tumbu tidak diproduksi sepanjang tahun , tetapi hanya setiap enam bulan sekali. Proses membuat gula perlu waktu yang lama , karena airtebu harus direbus

Begitu juga yang terjadi di Pasar Glodok dan Orion Plaza dengan menjual alat-alat elektronik dan mayoritas pedagangnya adalah orang Tionghoa pada tanggal 14 Mei

Beton dengan komposisi 10% nano abu sekam padi (sebagai pengganti semen 10%) dan tambahan superplasticizer menghasilkan kuat tekan terbesar dibandingkan dengan beton nano

Hasil pengujian dan pengukuran kedalaman penetrasi air pada campuran adukan papercrete terhadap sampel benda uji beton sebanyak 9 buah dengan diameter 7,5 cm

Metode penyelesaian masalah yang dapat digunakan untuk menangani kecacatan produksi per bonel 2,24 tinggi 17 pada PT Panca Graha Pratama adalah : check sheet, diagram pareto,

Jika lanskapnya seragam secara sosial – contohnya jika keseluruhan lanskap dihuni oleh masyarakat tradisional yang hidup berdasarkan subsisten – maka kemungkinan besar

Hasil uji lanjut dengan Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf kepercayaan 5% menunjukkan bahwa pengendalian gulma dengan cara manual (C1) menghasilkan batang induk yang lebih