Bentuk dan struktur puisi
Bentuk dan struktur puisi sering disebut metode puisi. Bentuk dan stuktur puisi mencakup (1) perwajahan puisi, (2) diksi, (3) pengimajian, (4) Kata kongkret, (5) majas atau bahasa figuratif, dan verifikasi. Semua un sur tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh
1. Perwajahan puisi (Tipografi)
Ciri-ciri yang dapat dilihat secara sepintas dari bentuk puisi adalah perwajahannya. Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata larik dan bait dalam puisi. Pada puisi konvensional, kata-kata diatur dalam deret yang disebut larik atau baris. Setiap satu larik tidak selalu mencerminkan satu pernyataan. Mungkin saja satu pernyataan ditulis dalam satu atau dua larik, bahkan bisa lebih. Larik dalam puisi tidak selalu dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik(.). Kumpulan pernyataan-pernyataan dalam puisi tidak membentuk paragraf, tetapi membentuk bait. Sebuah bait dalam puisi mengandung satu pokok pikiran.
Pengaturan dalam bait-bait sudah berkurang atau sama sekali tidak ada pada puisi moderen atau puisi kontemporer. Bahkan puisi kontemporer tipografinya bisa membentuk suatu gambar. Orang menyebutnya puisi konkret.
Ciri puisi lainnya dari segi perwajahannya adalah halamannya tidak dipenuhi dengan kata-kata seperti halnya prosa. Tepi kanan atau tepi kiri halaman yang memuat puisi belum tentu terisi oleh kata-kata puisi. Perhatikan contoh puisi Dimas Arika Mihardja di bawah ini yang menunjukan bahwa tidak ditulis mulai dari tepi kiri hingga tepi kanan halaman.
PERAMBAH HUTAN
Yang lupa bagaimana mengeja nama-Nya
Pengaturan baris dalam puisi sangat berpengaruh terhadap pemaknaan puisi, karena menentukan kesatuan makna, dan juga berfungsi untuk memunculkan ketaksaan makna (ambiguitas). Perwajahan Puisi bisa me cerm inkan maksud dan jiwa pengarangnya. Tipografi puisi “Hyang?” (sutardji C.B) yang berlubang-lubang, terputus, dan meloncat-loncat
Bab Antara
Kau
Dan Aku
2. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang dengan sedikit kata dapat mengungkapkan banyak hal, kata-kata harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi dan urutan kata. Puisi “Doa” karya Chairil Anwar, salah satu bagiannya tertulis: Biar susah sungguh / mengingat kau penuh seluruh. Dua baris tersebut tidak bisa diganti dengan biar sangat susah / mengingat tuhan dengan sepenuhnya atau dibalik susunannya menjadi susah sungguh biar / penuh seluruh mengingat kau.
Pilihan kata akan mempengaruhi ketepatan makna dan keselarasan bunyi. Dalam puisinya “AKU” karya Chairil Anwar sebelumnya tertulis seperti dibawah ini.
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku tahu tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau
...
Tampaknya Chairil sadar bahwa kata tahu menunjukan kelemahan dan menunjukan sikap pesimis. Kata itu diubahnya pada penerbitan berikutnya menjadi kata mau, sehingga menunjukan sikap kuat dan optimis. Perhatikan kutipan dibawah ini!
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau
...
Pemilihan kata berhubungan erat dengan latar belakang penyair. Semakin luas wawasan penyair, semakin kaya dan berbobot kata-kata yang digunakan. kata dalam puisi tidak hanya sekedar kata-kata yang dihafalkan, tetapi sudah mengandung pandangan pengarang. Penyair yang relegius akan menggunakan kosakata yang berbeda dengan pengarang yang sosialis. Penyair yang berasal dari Yogyakarta akan berbeda dengan yang berasal dari Batak. Pengarang yang dokter akan berbeda dengan pen garang yang guru. Kata dalam puisi juga bisa mengungkapkan perasaan pengarang seperti marah, riang, cemas, khawatir, tegang, atau takut.
Penyair harus cermat memilih kata-kata dalam puisinya. Hal ini juga berkaitan dengan keberadaan bahasa dalam puisi yang kaya akan makna simbolik, bermakna konotatif,m asosiatif dan suggestif. Ada usaha penyair untuk melakukan pengalian, pengurangan, penambahan makna terhadap kata-kata yang telah kita kenal. Ada usaha penyair untuk memberi makna yang asing dari makna kata-kata yang semula sudah biasa kita dengar. Selain itu, bahasa puisi juga mengalami penyimpangan bahasa.
hanya memiliki beberapa penyimpangan saja. Penyimpangan bahasa tersebut adalah sebagai berikut.
1) Penyimpangan leksikal. Kata-kata yang digunakan dalam puisi bmenyimpang dari kata-kata yang digunakan dalam hidup sehari-hari. Penyair memilih kata-kata yang sesuai dengan pengungkapan jiwanya atau kata-kata itu disesuaikan dengan estetika tertentu, misalnya kata mentari, pepintu, cerlang, menyera,’kan.
2) Penyimpangan semantis. Makna dalam puisi tidak menunjuk pada satu makna, namun menunjuk pada makna ganda, makna kata-kata tidak selalu sama dengan makna dalam bahasa sehari-hari. Kata Matahari mungkin bisa bermakna kehangatan cinta, bagi seorang penyair. Bagi penyair lain, matahari bisa bermakna kegersangan, kehidupan, penunjuk waktu dan b ukan seperti kata sehari-hari yang memberi makna sebagai bintang dalam tata surya kita.
3) Penyimpangan fonologis. Untuk kepentingan rima, penyair sering mengadakan
penyimpangan bunyi. Dalam puisi “Perasaan Seni” karya J.E. Tatengkeng, kata menderu diganti dengan menderuh.
4) Penyimpangan morfologis. Penyair sering melanggar kaidah morfologis secara sengaja. Selain untuk keindahan bunyi, hal ini juga dimaksud untuk menunjukan kekhasan,
keindividuan dan kebaruan. Darmanto Jt dalam puisinya “Kisah Karto Tukul dan Saudaranya Atmo mBoten” menggunakan kata-kata; dicandra, takkerasan, dan sepasar. Kata yang hanya digunakan dalam puisinya.
5) Penyimpangan sintaksis. Kata-kata dalam puisi tidak membangun kalimat, tetapi membangun larik atau baris. Larik-larik puisi tidak harus berupa kalimat karena makna yang dikemukakan mungkin lebih luas dari satu kalimat. Penyimpangan sintaksis digunakan untuk mencapai efek estetis dan untuk menekankan maksud. Dalam puisinya yang berjudul” Fragmen”, Chairil Anwar menggunakan aku sudah saksikan, padahal menurut kaidah yang benar aku sudah menyaksikan atau sudah aku disaksikan.
6) Penggunaan dialeg. Untuk mengungkapkan makna yang diinginkan, suasana dan perasaan yang sesuai, penyair sering menggunakan dialek. Bila dialek ini diungkapkan dalam bahasa Indonesia, ada kandungan makna yang hilang. Sebagai con toh, Darmanto Jt. Menggunakan kata ceples, pleg, kepleng-kepleng, den mas, priyagung, atau ngrusuhi atau memberi warna kejawaan dalam puisinya.
7) Penggunaan register. Register adalah ragam bahasa yang digunakan kelompok atau profesi tertentu dalam masyarakat. Penggunaan register bisa menunjukan darimana penyair itu berasal. Darmento Jt. Menggunakan kata-kata status persen, wong lanang, hoong, setan bekasaan, kanioyo.
8) Penyimpangan Historis. Penyimpangan historis berpan penggunaan kata-kata kuno yang sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaannya seperti dimaksudkan untuk mempertinggi nilai estetik.
9) Penyimpan gan grafologis. Dalam menulis kata-kata, kalimat, larik (Baris), penyair sengaja melakukan penyimpangan dari kaidah bahasa yang biasa berlaku. Penyimpangan grafologis adalah penyimpangan sistem tulisan. Misalnya tidak menggunakan huruf besar dan titik. 3. Imaji
Rakyat
... Rakyat ialah kita
Beragam suara di langit tanah tercinta Suara bangsi di rumah berjenjang bertangga Suara kecapi di pegunungan jelita
Suara bonang mengambang di pendapa Suara kecak di muka para
Suara tifa di hutan kebun pala Rakyat ialah suara beraneka
...