• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU PENTING DI TENGAH DUNIA SENI RUPA Y

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUKU PENTING DI TENGAH DUNIA SENI RUPA Y"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: mengapa konsep eksperimentasi dan eksplorasi sangat penting dalam seni rupa

(2)

URNA, Jurnal Seni Rupa merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Jurusan Pen-didikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya. URNA berisikan artikel konsep-tual, resume penelitian, dan tinjauan buku. Bertujuan untuk mengembangkan dan mengomunikasikan secara luas perkembangan seni rupa dan pendidikan seni rupa baik yang sifatnya teoretis maupun pragmatis. Terbit dua kali setahun, tiap bulan Juni dan Desember.

Penanggung Jawab : Eko A.B. Oemar

Ketua Penyunting : I Nyoman Lodra

Wakil Ketua Penyunting : Asy Syams Elya Ahmad

Penyunting Ahli : Djuli Djatiprambudi (Universitas Negeri Surabaya) Martadi (Universitas Negeri Surabaya)

Sofyan Salam (Universitas Negeri Makassar)

Tjetjep Rohendi Rohidi (Universitas Negeri Semarang)

Penyunting Pelaksana : Salamun Kaulam

Asidigisianti Surya Patria Muhajir Nadhiputro Marsudi

Sekretaris : Nova Kristiana

Administrasi : Fera Ratyaningrum

Alamat Redaksi:

Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya Gedung T3 Lt. 2, Kampus Lidah Wetan Surabaya 64732

Telp/Fax. 031-7530865 | E-mail: urna.jurnalsenirupa@yahoo.co.id

urna.jurnalsenirupa@gmail.com | Website: htp://www.urna-jurnalsenirupa.org

ISSN 2301–8135

© 2012 Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Surabaya

(3)

ISSN 2301–8135

Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 1–105

d a f t a r i s i

Artikel:

PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS DALAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA Martadi (Universitas Negeri Surabaya)

PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN PRAKTIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL I Nyoman Lodra (Universitas Negeri Surabaya)

NILAI ESTETIKA DALAM KOMODIFIKASI WADAH

DI MASYARAKAT HINDU BALI I Ketut Side Arsa (Institut Seni Indonesia Denpasar)

PROSES APRESIASI DAN KREASI DALAM TRITUNGGAL SENI M. Sattar (Universitas Negeri Surabaya)

PENGGUNAAN UNSUR-UNSUR BUDAYA BALI

DALAM BOG-BOG BALI CARTOON MAGAZINE

I Wayan Swandi (Institut Seni Indonesia Denpasar)

CITRA WANITA DALAM KARYA SENI RUPA Muhajir Nadhiputro (Universitas Negeri Surabaya)

MAKNA SIMBOLIS RAGAM HIAS PENDAPA TERAS CANDI PANATARAN Rustarmadi (Universitas Negeri Surabaya)

1

11

21

30

42

50

(4)

ISSN 2301–8135

Vol. 1, No. 1 (Juni 2012): 1–105

Resume Penelitian:

PERSEPSI GENDER GAMBAR ILUSTRASI

DALAM BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SEKOLAH DASAR KELAS I – III Asidigisianti Surya Patria (Universitas Negeri Surabaya)

PENGEMBANGAN MEDIA DIGITAL KRIYA TOPENG MALANG UNTUK PEMBELAJARAN

SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Marsudi (Universitas Negeri Surabaya)

Tinjauan Buku:

BUKU PENTING DI TENGAH DUNIA SENI RUPA YANG GENTING Djuli Djatiprambudi (Universitas Negeri Surabaya)

76

89

(5)

BUKU PENTING DI TENGAH

DUNIA SENI RUPA YANG GENTING

Djuli Djatiprambudi

Tinjauan Buku:

Mikke Susanto, Diksi Rupa; Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa. Yogyakarta: DictiArt Lab & Djagad Art House. Cetakan I, April 2011, viii + 464 hlm. ISBN 978-602-098860-0-9. Harga: Rp 125.000,- (soft cover).

PUBLIKASI SENI RUPA INDONESIA

Berbagai informasi tentang dunia seni rupa Indonesia yang ditulis dalam berbagai bahasa dan berbagai kepentingan sudah cukup banyak. Dipergunakannya kata “cukup” di sini, karena ke-beradaannya memang belum sebanding dengan perkembangan seni rupa Indonesia yang begitu panjang. Kalau ditarik garis kronologi, sejarah seni rupa Indonesia melintas demikian panjang, sejak zaman batu hingga sekarang. Dari lintasan kronologi sejarah seni rupa ini, kita mengenal budaya visual Nusantara yang amat beragam, baik dalam hal teknik, medium, tata dan makna ungkapan, jenis, dan konteks kulturalnya.

Budaya visual di Indonesia banyak diteliti

dan dipublikasikan oleh para sarjana asing, misalnya, dari Belanda, Perancis, Ame-rika, Canada, Australia, Jepang, dan sebagainya. Para sarjana asing tersebut menulis dengan fokus tertentu, seperti: arsitektur tradisional, batik klasik, tenun, songket, patung tradisional, peralatan upacara adat, seni tato, ornamen, keris, wayang, pakaian adat, hingga pada seni rupa modern maupun kontemporer. Buku-buku yang dihasilkannya, kini menjadi referensi pokok yang banyak digunakan dalam

Djuli Djatiprambudi adalah Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya. e-mail: djulip@yahoo.com

101

Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa

(6)

berbagai penelitian. Maka, jangan heran, kalau kemudian dalam dunia keilmuan seni rupa Indonesia bermunculan nama-nama asing semacam: Haaxman (Belanda), Claire Holt (Amerika), Keneth George (Amerika), Helena Spanjaard (Belanda), De-nys Lombard (Perancis), Jean Coeteau (Perancis), Astri Wright (Canada), Caroline Turner (Australia).

Untunglah dunia seni rupa Indonesia terjadi boom seni rupa. Hikmah dari era boom seni rupa antara lain, banyak buku seni rupa diterbitkan untuk berbagai ke-pentingan. Buku-buku itu berbentuk; katalog pameran, katalog lelang, monograi seniman, kumpulan tulisan kritik seni rupa, dan sebagainya. Di era ini juga ber-munculan sejumlah majalah seni rupa berskala nasional/internasional yang dicetak mewah seperti; majalah Visual Art, majalah ARTI (sudah tidak terbit), dan C-Arts Magazine.

Untuk menggenjot publikasi seni rupa, sebenarnya cukup mudah dilaksana-kan. Setiap perguruan tinggi yang telah meluluskan sarjana, magister, dan doktor bidang ilmu seni rupa, hasil penulisan skripsi, tesis, dan disertasinya, yang dinilai baik, perlu segera diterbitkan menjadi buku. Saya yakin, dalam waktu singkat, publikasi seni rupa akan meningkat signiikan. Tapi, sayang, hasil-hasil penelitian tersebut masih sebatas koleksi perpustakaan perguruan tinggi dengan identitas tidak diterbitkan, karena itu akibatnya tidak mudah diakses.

CATATAN UNTUK “DIKSI RUPA”

Buku “Diksi Rupa” mau tidak mau harus ditempatkan secara khusus di te-ngah dunia perbukuan seni rupa di Indonesia, yang boleh dibilang masih minim. Kehadiran “Diksi Rupa” seperti membuka harapan baru, bahwa telah lahir genera-si peneliti/penulis seni rupa yang demikian intens, serius, dan fokus pada bidang kajiannya.

“Diksi Rupa” harus diletakkan sebagai embrio magnum opus Mikke Susanto dalam konteks publikasi seni rupa di Indonesia. Jelas, buku ini mengesankan sebuah proses kerja yang menguras energi intelektual, dana, tenaga, dan waktu yang begitu panjang. Semua itu dikerjakan dalam diam, terbenam dalam ratusan data, ribuan istilah, ratusan buku, dan itu semua memerlukan kecermatan yang tinggi.

Bayangkan data berikut ini, “Diksi Rupa” semula terbit pertama kali pada tahun 2002, hanya memuat 500 entri. Buku ini dalam waktu dua tahun ludes di pasaran. Pada tahun 2011, buku ini diterbitkan ulang (edisi revisi), tampil dengan 2800 entri. Artinya, selama 9 tahun telah bertambah 2300 entri. Dengan demikian, per tahun rata-rata ada tambahan 255-an entri, dan per bulan rata-rata 21-an entri. Bisa dibayangkan, bila pengumpulan istilah itu per bulan rata-rata 21 entri, hanya dilakukan penulisnya sendiri, ini benar-benar pekerjaan yang luar biasa berat. Sebab, membuat kumpulan istilah semacam ini harus melalui uji validitas sangat tinggi dengan mengkroscek melalui berbagai sumber standar.

(7)

DJULI DJATIPRAMBUDI, Buku Penting… • 103

Tidak diketahui alasannya, mengapa buku yang menyerupai kamus (dictio-nary) ini disebut “Diksi Rupa”. Kata “diksi” menurut KBBI (2001: 264) dijelaskan sebagai berikut: pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharap-kan). Sementara itu, dalam buku Gorys Keraf (2007) bertajuk “Diksi dan Gaya Bahasa”, kata “diksi” terkait erat dengan teori retorika. Kata “diksi” bertalian de-ngan teori pilihan kata yang tepat dalam konteks retorika, misalnya mengenai gaya bahasa dan sebagainya. Bahkan, “diksi” berhubungan langsung dengan kamus, karena kamus sebagai sumber “diksi”.

Atas dasar itu, dapat disimpulkan bahwa penulis sengaja menghindari peng-gunaan kata “kamus”, kerena mungkin penulis tidak berniat membuat “kamus” dalam konteks yang lazim. Tetapi, penulis memulai kerjanya dengan metode “memilih” atau “menyeleksi” sejumlah istilah yang terkait dengan seni rupa atau dunia visual (rupa) secara luas dari berbagai “kamus seni rupa” (edisi bahasa Ing-gris), dan dari sejumlah literatur yang memuat istilah-istilah seni rupa/kebudayaan yang dianggap penting. Hasil pemilihan atau penyeleksian istilah-istilah itulah yang kemudian menjadi kumpulan “diksi rupa”.

Karena disebut “diksi”, maka secara formal buku ini bukanlah berbentuk “ka-mus”. Sebab, kalau merujuk pada istilah “kamus”, maka dalam “kamus” menurut Keraf (2007) berlaku kelaziman sebagai berikut:

Susunan kamus; bagian pendahuluan, isi kamus, bagian pelengkap. •

Pada bagian pendahuluan biasanya berisi; keterangan mengenai abjad dan •

ejaan, keterangan mengenai perbendaharaan kata, keterangan mengenai batasan kata dan keterangan lainnya, tentang susunan dan urutan kata yang diterangkan, tanda-tanda yang dipakai, dan kependekan atau singkatan-singkatan yang dipergunakan. Bahkan, kamus yang lebih lengkap, selain hal tersebut, memuat; pedoman ucapan, catatan penjelasan, kata-kata baru, bah-kan memuat angka tahun yang menginformasibah-kan sejak tahun berapa istilah itu ada dan terbentuk serta dipakai.

Isi kamus; memuat daftar kata/istilah yang disusun menurut urutan abjad. •

Secara terinci di dalamnya memuat; ejaan, suku kata, aksen, kapitalisasi, uca-pan, kelas kata, etimologi, deinisi, sinonim.

Bagian pelengkap

(appendix), biasanya memuat; kata dan frasa asing, tokoh mitologis dan literer, tokoh terkenal dan nama geograis, dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

Karena “Diksi Rupa” sejatinya bukan “Kamus”, di dalamnya hanya dijumpai; keterangan penerbitan, pengantar (lebih tepat kata pengantar), petunjuk teknis dan singkatan, daftar isi, daftar pustaka, detail ilustrasi, biodata singkat penulis. Arti-nya, tampilan “Diksi Rupa” dengan merujuk kelaziman tersebut di atas menjadi tidak terbukti, sekalipun sejumlah kecil kelaziman tersebut ada di “Diksi Rupa”.

(8)

digunakan untuk menguji sejumlah istilah yang dipilih secara acak sebelum me-neliti halaman demi halaman buku ini. Diajukan sejumlah istilah antara lain; prasi, Aksera, Perkumpulan Seni Raden Saleh, lukisan Mangga Pisang Jambu, Sanggar Angin, Sanggar Arti, Galang Kangin, Universitaire Leergang voor de Opleiding van Tekenleraren (Pendidikan tingkat universitas untuk guru gambar), komodiikasi seni, art deco, arte liberales, arte serviles. Ternyata dari sejumlah istilah dan nama kelompok atau gerakan seni rupa tersebut, hanya entri Galang Kangin di halaman 145 yang berhasil ditemukan.

Memang, terasa sekali “Diksi Rupa” ini masih didominasi istilah seni rupa/ kebudayaan dari manca negera. Istilah dan gerakan seni rupa yang banyak ber-taburan di berbagai daerah di Indonesia belum banyak terakomodasi. Tidak salah memang, karena “Diksi Rupa” ini tidak dikhususkan seni rupa Indonesia. Tapi, sejauh bernama masukkan, pada edisi revisi berikutnya, alangkah eloknya kalau penulis lebih memperhatikan istilah lokal dan gerakan atau kelompok seni rupa yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah, seperti; Aksera (Surabaya), Per-kumpulan Seni Raden Saleh (Surabaya), Sanggar Angin (Surabaya), Sanggar Arti (Malang), lukisan Mangga Pisang Jambu (Semarang), dan sebagainya.

Masukan lain yang perlu; (1) Sebaiknya ditambahkan cara mengucapkan yang benar pada tiap entri, khususnya istilah asing yang berasal dari bahasa Perancis, Spanyol, Jerman, Inggris. Bagaimana mengucapkan istilah ini misalnya; trompe l’oeil (Pr), Cercle et Carré (Pr), Chaitya (Skr), art autre (Pr), dan sebagainya; (2) Sebaiknya setiap entri ditulis berdasarkan suku kata, agar kalau terjadi pemenggalan kata da-pat diketahui pemenggalan suku kata yang benar; (3) Perlu dipertimbangkan ada tambahan entri nama-nama tokoh yang menonjol dan berkontribusi dalam sejarah seni rupa (misal; Raden Saleh, Basuki Abdullah, S. Soedjojono, Soekarno, Hendra Gunawan, Sudibyo, Sjafei Sumardja, Sanento Yuliman, Kusnadi, Sudarmadji, dan sebagainya).

MAKNA “DIKSI RUPA”

“Diksi Rupa” dalam konteks dunia seni rupa Indonesia sekarang yang tengah berada dalam tegangan antara nilai lokal dan global, antara local art market dan global art market, antara praktik biennale dan art fair, antara kekuatan wacana institusional dan personal, antara galeri dan lelang, antara monopolar dan unipolar, rasanya memiliki makna besar. Sebab, berbagai tegangan itu, sesungguhnya representasi dari berlangsungnya komodiikasi seni rupa global melalui berbagai infrastrukstur seni.

“Diksi Rupa” berada di luar garis orbit tegangan itu. Keberadaannya lebih di-dorong oleh idealisme penulisnya (Mikke Susanto), baik sebagai dosen di ISI Yog-yakarta dan juga sebagai kurator, yang acap kali bersingungan langsung dengan berbagai tegangan tersebut. Dengan buku ini, seolah-olah Mikke menyatakan diri sebagai intelektual yang mampu berdiri objektif, dengan menelaah berbagai

(9)

DJULI DJATIPRAMBUDI, Buku Penting… • 105

tur dan dokumen, untuk menemukan berbagai kosa seni rupa untuk selanjutnya dapat dipakai untuk memahami seni rupa secara lebih baik.

Dalam konteks komodiikasi seni rupa yang penuh gebyar itu, buku “Diksi Rupa” terasa sekali jauh dari motif komodiikasi. Tetapi, jauh dari itu, yaitu motif edukasi. Keberadaannya sangat membantu siapa saja yang sedang menekuni bi-dang seni rupa, dalam rangka mencari deinisi, pemahaman, atau makna-makna di balik berbagai istilah seni rupa dan gerakan seni rupa.

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan II ( PPL II ) yang dalam jurusan Bimbingan dan Konseling sering disebut dengan Praktik Lapangan Bimbingan dan Konseling (

tepi pantai termasuk salah satu kota yang berbentuk kipas (the fan shaped cities), sehingga kegiatan lalu-lintas pada kota seperti disebutkan di atas memiliki ciri-ciri antara lain

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam mengumpulkan datanya karena untuk mendeskripsikan kesulitan-kesulitan siswa menggunakan kalimat verbal dalam simple

Praktik Pengalaman lapangan (PPL) merupakan suatu kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan materi yang

Kompetensi Inti (KI) pada Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai kopetensi inti kurikulum 2013 pendidikan anak usia

menggeliat macam ni…(sambil mengayakan kembali) semuanya akan menjadi lebih baik.. Orang Tua I : Sungguh

In the midst of the rapid flow of social changes due to modernization, the indigenous community of Kasepuhan Banten Kidul are still able to maintain and

PPL adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Semarang, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh