• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aliran aliran fils. barat Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aliran aliran fils. barat Modern"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Skema Aliran Modern

1

(Rasionalisme – Positivisme)

Comte

1 Berdasarkan buku Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern (Harry Hamersma, 1983) dan Filsafat Modern –dari

Machiavelli sampai Nitzsche- (F. Budi Hardiman, 2007).

Rasionalisme

Empirisme

Descartes, B. Pascal, B. Spinoza, G. Leibniz

T. Hobbes, John Locke, David Hume, G. Berkeley

Kritisisme

Idealisme

Positivisme

J. Fichte, F. Schelling, G. Hegel A. Comte, J. S. Mill, Spencer I. Kant

(2)

Pengertian Aliran-aliran dalam skema:

Rasionalisme : Salah satu aliran dalam flsafat barat yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia

bersumber dari asas-asas apriori (sebelum adanya pengalaman indrawi) akal budi manusi; bukan pengalaman. Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh rasio. Metode kerjanya bersifat deduktf.

Tokoh  Tokoh pelopor aliran ini adalah R. Descartes (1596-1650). Gagasan pokoknya terungkap dalam “Cogito ergo sum”, saya berpikir maka saya ada. Segala sesuatu berasal dari pikiran manusia. Rasio menjadi ttk pangkalnya. Tokoh lain yang menganut aliran ini adalah Baruch de Spinoza (1632-1677). [Ia menyebutkan ada tga taraf pengetahuan yaitu berturut-turut: taraf persepsi indrawi atau imajinasi, taraf refeksi yang mengarah pada prinsip-prinsip, dan taraf intuisi. Dan taraf yang kedua dan ketga itulah yang disebut sebagai pengetahuan sejat. 2] Tokoh lainnya adalah

Gottfried Wilhelm von Leiiniz (1646-1716) [ia mengatakan bahwa

pengetahuan manusia mengenai alam semesta sesungguhnya sudah ada di dalam dirinya sendiri sebagai bawaan dan pengetahuan ini nantany akan dikembangkan oleh pengalaman namun bukan pengalaman yang menjadi sumber pengetahuan3], dan Blaise Pascal (1623-1662)

Empirisme : Ini adalah Salah satu aliran dalam flsafat barat yang bertentangan dengan aliran Rasionalisme. Aliran Empirisme menekankan bahwa sumber dari pengetahuan adalah pengalaman indrawi. Atau dapat dikatakan bahwa ciri dari pengetahuan adalah

aposteriori (setelah melalui pengalaman indrawi), adanya observasi. Rasio bukan sumber pengetahuan, tetapi ia bertugas mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman untuk dijadikan pengetahuan. Metodenya bersifat induktf.

Tokoh  Aliran empirisme dirints oleh T.Hobbes (1588-1679) dan menjadi pentng berkat J.Locke (1632-1704). T. Hoiies berpendapat bahwa Kenyataan terakhir adalah kenyataan inderawi, yaitu kenyataan material yang bisa dialami. Pendapat J. Locke adalah semua pengetahuan berasal dari pengalaman lahiriah (external sensaton) atau dari pengalaman batn. Tokoh lain yang terkait dengan aliran Empirisme adalah David Hume (1711-1776) [ia membuat distngsi antara kesan-kesan yang diperoleh dari pengalaman dan memiliki sifat jelas, hidup, kuat dengan idea-idea yang didasarkan pada rasio dan bersifat kurang jelas, kurang hidup4] dan G. Berkeley (1685-1753).

Kritisisme : Aliran ini merupakan kritk dan sintesis atas dua kecenderungan pokok yang muncul

pada abad itu yaitu aliran Rasionalisme dan Empirisme. Jika kita lihat kembali dan bandingkan antara aliran Rasionalisme dan Empirisme, keduanya memiliki ttk kuat dan

2 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern- dari Machiavelli sampai Nietzsche-, Jakarta (2007), hlm. 49. 3 Berdasarkan diktat Rasionalisme dan Zaman Pencerahan (Simon Petrus L. Tjahjadi, 2010), hlm. 3-4. 4Ibid, hlm. 4.

(3)

ttk lemah. Aliran Kritsisme mulai mengritk masing-masing aliran itu dan mencoba untuk menyintesiskan di antara keduanya sehingga dapat memeroleh cara berflsafat yang baru yang menghasilkan pengetahuan sahih serta akhirnya nant bermula dari aliran ini, akan menjadi pijakan dalam sejarah selanjutnya.5

Tokoh Imanuel Kant ( 1724-1804). Ia berpendapat bahwa pengetahuan menjadi sah karena kerjasama atau dikonstruksikan oleh dua unsur: pengalaman inderawi dan keaktfan akal budi. Akal budi merupakan unsur apriori (yang datang lebih dahulu)dan pengalaman inderawi merupakan unsur aposteriori (yang datang kemudian).

Idealisme : Aliran flsafat barat yang berpendapat bahwa realitas tertnggi itu adalah realitas yang

sungguh-sungguh real yaitu idea dan bukan material. Ide sendiri adalah hal-hal yang dapat dipikirkan dan tdak dapat diindrai. Sangat jelas bahwa Idealisme ini sangat bertentangan dengan aliran materialisme/realisme dan jika kita lihat kembali dari makna katanya, aliran ini lebih merupakan sebuah metafsika daripada epistemologi.

Aliran ini muncul pertama-tama bertolak dari kritsisme Kant. Ada sebuah ke-inkonsistensi flsafat kant mengenai “das Ding an sich” (benda pada dirinya sendiri) sebagai sesuatu yang tdak kita ketahui karena melampaui pengetahuan kita.

Tokoh  J. Fichte (1762-1814). Gagasan pokoknya adalah idealisme subyektf yaitu permulaan segala sesuatu adalah”aku yang menempatkan diri sendiri” atau “yang pertama adalah aku berbuat” . G. Hegel (1770-1831) mengatakan bahwa seluruh kenyataan merupakan satu kejadian besar dan kejadian ini adalah “kejadian roh”. Roh (Geist) dalam Hegel adalah idea namun sifatnya lebih historis jika dibandingkan dengan idea platon. Tokoh lain yang menganut aliran ini adalah F. Schelling (1762-1854).

Positivisme : Aliran flsafat barat modern yang muncul pada abad ke-19 di Prancis yang dirints oleh Aguste Comte. Kata “positf” dalam positvisme lebih menunjuk pada makna ontologis (yaitu ‘ada’). Artnya bahwa sesuatu itu ada karena sifatnya yang faktual. Fakta hanya dibatasi pada hal-hal yang dapat diobservasi secara indrawi (data indrawi). Aliran ini menjadi cikal bakal perkembangan ilmu pengetahuan tentang masyarakat atau sosiologi.

Tokoh Tokoh pelopor aliran ini adalah A. Comte (1789-1857). Ia berpendapat bahwa pengetahuan yang benar hanyalah pengetahuan tentang yang faktual, bisa dibuktkan kebenarannya lewat observasi. Pengetahuan-pengetahuan yang melampaui fakta sepert metafsika, moral, teologi, estetka, dll, tdaklah sahih karena tdak bisa dibuktkan kebenarannya secara nyata, kelihatan. Selain Comte, ada tokoh-tokoh yang menganut aliran ini yaitu J. Mill (1806-1873), Spencer (1820-1903)

(4)

Menurut Sigmund Freud dan Alfred Adler, manusia cenderung kepada Homeostats atau

Heterostatss Bagaimana tanggapan krits anda mengenai itu semuas

SIGMUND FREUD

Menurut Sigmund Freud (1856-1939), manusia cenderung kepada Homeostatis (mencari keseimbangan, tetap). Konsep Freud pada manusia adalah mengenai pencarian keseimbangan karena segala “drive” selalu ada yang mengendalikan. Dalam teori kepribadian Freud yang menekankan besarnya unsur ketaksadaran manusia, ada 3 sistem utama/pelaku utama di dalamnya yaitu ID, EGO, SUPEREGO.

Sedikit memahami tentang ID , EGO, dan SUPEREGO, ID berisi energi psikis, termasuk di dalamnya adalah instng, yang merupakan bawaan sejak lahir. Secara kasar dapat dikatakan bahwa ID ini menggambarkan rangsangan yang sifatnya masih liar (uninhibited impulses) . Di dalam ID ini, proses refleks dan proses primer (berkhayal untuk memenuhi kebutuhan) terjadi dan prinsip kerja dari ID adalah reduksi ketegangan berdasarkan pleasure principle (mengejar apa yang menjadi kesenangan dan cenderung menghindari rasa sakit). Akan tetapi, EGO (dapat dikatakan ratonal Thinking)

bekerja dengan menunda ketegangan sampai ditemukan objek yang sesuai (didasarkan atas reality principle). Proses yang terjadi pada EGO adalah proses sekunder (berpikir realistk dan membuat rencana pemenuhan kebutuhan). Di sinilah yang dinamakan EGO menjadi pengendali dari setap keinginan manusia yang muncul itu. Oleh sebab itu, manusia cenderung untuk mencari keseimbangan dalam dirinya dengan mendasarkan diri pada realita dan bukan hanya pada kesenangan (pleasure) karena adanya pengendali. Selain itu dalam diri manusia, ada SUPEREGO yang berfungsi sebagai pendorong ego untuk menggant tujuan realists dengan moralists, merintangi impuls-impuls ID, mengajarkan kesempurnaan.6

Dengan kata lain dapat dikatakan ketka ada “ID” di situ past ada “EGO” dan dalam setap EGO selalu ditatapkan pada SUPEREGO yang mengajarkan hal-hal moral (baik tdaknya suatu tndakan). Oleh sebab itu, hidup manusia senantasa terarah pada keseimbangan (equilibrium)

ALFRED ADLER

Menurut Alfred Adler (1870-1937), manusia cenderung kepada Heterostats (tnggal dalam suasana konfliktual). Dalam konsepnya, Adler mengatakan bahwa kecenderungan manusia adalah kepada aktualisasi diri. Sebuah aktualisasi diri ini didasarkan pada adanya inferiority complex pada setap manusia. Pada dasarnya, manusia terlahir dengan badan yang lemah dan inferior (contohnya saat

(5)

masih bayi, kita tdak bisa tdak membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini menunjukkan salah satu sisi lemah manusia yang senantasa butuh orang lain).

Inferiority complex pada manusia inilah yang selalu mendorong manusia untuk menuju pada sukses (healthy goals) atau personal superiority (unhealthy goals). Di sini, kita bisa melihat bagaimana hidup manusia itu cenderung dinamis untuk menuju sebuah ttk tertentu dan di dalam kedinamisannya itu, manusia selalu ditantang oleh berbagai macam hal. Maka, kecenderungan adanya konflik dalam diri manusia itu past akan terlihat dan menurut Adler, dengan adanya konflik ini, manusia dapat berkembang.

Tanggapan terhadap kedua teori

Jika kita lihat kembali kedua teori ini, kita, setdaknya saya secara pribadi, melihat beberapa perbedaan di antara keduanya yaitu mengenai sifat perkembangan kepribadian manusia (menurut Freud, sifatnya lebih determinis dan pesimis sedangkan menurut Adler, sifatnya lebih optmis karena adanya pilihan bebas), mengenai unsur yang menyertainya (menurut Freud, unsur ketaksadaran manusia memainkan peran pentng dalam kepribadian manusia sehingga dia menggambarkan kepribadian manusia sepert gunung es (lihat gambar di atas), sedangkan menurut Adler, kepribadian manusia lebih banyak dipengaruhi oleh unsur sadar manusia walaupun tanpa meniadakan unsur ketaksadaran manusia).

Jika kita perhatkan, ada sisi lemah dan sisi kuat di antara dua teori kepribadian manusia ini. Untuk itu, menurutku, manusia tdak bisa digambarkan hanya dengan mendasarkan pada satu teori dan meniadakan teori lain. Mengapaskarena setap manusia unik. Keunikan setap manusia ini juga mempengaruhi gerak setap orang. Artnya bahwa karena manusia itu cenderung dinamis perkembangannya maka perkembangan manusia satu dengan satunya cenderung berbeda. Adanya teori-teori kepribadian sepert di atas past juga muncul karena pengaruh latar belakang pencetus teori-teori tersebut dan beberapa observasi. Namun sekali lagi itu tdak bisa secara mutlak menggambarkan manusia. Manusia terlalu kompleks untuk dirumuskan dalam sebuah teori. Tapi dengan teori-teori yang ada itu, saya secara pribadi bisa belajar untuk memahami manusia secara objektf. Penekanan dari Freud mengenai pentngnya sebuah unsure tak sadar manusia, rasa-rasanya menunjukkan sesuatu yang lain dalam pemikiran modern saat itu yang lebih banyak menekankan unsur rasio. Hal ini menurutku memperkaya gambaran mengenai manusia yang tak hanya terletak pada unsur rasionya saja.

(6)

Periandingan Pandangan Martin Buier dan E. Levinas dalam huiungan antarmanusia

.

Sebelum masuk ke dalam perbandingan pandangan kedua flsuf di atas, ada baiknya jika sekilas kita melihat pandangan kedua flsuf tersebut dalam hubungan antarmanusia.

Martin Buber (1878-1956)

Fokus Pemikiran Martn Buber dan pesan utama flsafatnya ialah struktur dialogal dan antarpersonal manusia.7 Struktur dialogal dan antarpersonal manusia itu dilihatnya sebagai bagian dari visi eksistensial manusia dalam kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa manusia itu tdak dapat pernah lepas dari yang lain dan selalu bersama dengan yang lain. Yang lain di sini adalah baik manusia maupun benda. Ia menolak secara radikal reduksi manusia dalam satu dimensi saja. Maka, hubungan manusia dengan yang lain dapat dirumuskan sebagai hubungan I – Thou (aku dan anda) dan I – It (aku-benda). Kedua hubungan itu merupakan ciri pengalaman dan perjumpaan atau ciri pengetahuan dan dialog.8 Ciri khas masing-masing hubungan tersebut terdapat pada tabel berikut :

Huiungan I-Thou Huiungan I-It timial ialik ( arah) langsung tanpa konsep (huiungan suijek-suijek).

o Huiungan I – Thou menyatukan aku dengan orang lain sehingga aku teriuka pada yang lain dan saling otentik (sifaatnya inklusifa)

o Tidak ada “ruang antara” yang pada awalnya dapat menyeiaikan konfik.

o Huiungan I-It merupakan huiungan yang dilandasi pamrih dan perhitungan untung rugi.

o Huiungan ini ditandai oleh kehendak menguasai dunia

o Huiungan I-It terjadi satu arah dan kausal (huiungan suijek-oijek/tuan-iudak).

o Huiungan iersifaat eksklusifa . Aku tidak memierikan diriku seluruhnya. Aku

(7)

Hubungan keduanya ini saling bergantan artnya hubungan I-It tdak memblokir I-Thou dan juga hubungan I-It harus mendapat maknanya dalam hubungan I-Thou

E. Levinas (1906-1996)

Antropologia E. Levinas dicirikan oleh dua gagasan fundamental yaitu kritk radikalnya terhadap “egologia” yang didasarkan pada “cogito” Descartes dan penegasan akan “yang lain” sebagai yang paling utama.9 Pada gagasan pertama Levinas itu, kita dapat melihat bagaimana pengutamaan “cogito” mencirikan keinginan manusia pada penguasaan akan yang lain (adanya sebuah reduksi realitas pada rasio eksplisit). Artnya di sini, Levinas mulai mengritk tujuan yang ingin dicapai dalam konsep “egologia” yang mendasarkan pada “cogito” Descartes”. Penempatan totalitas pada pusat yang berart mengeliminir perbedaan dan mencabut aspek lain berart mengurangi makna eksistensi dari manusia yang ada di dunia ini bersama dengan yang lain karena menganggap yang lain sebagai sesuatu yang harus sama dengan aku.

Levinas melihat bahwa eksistensi manusia memang selalu terlepas dengan yang lain. Levinas cenderung melihat bahwa “yang lain adalah yang lain “(absolute stranger). Dia berpendapat bahwa ketka berhubungan dengan orang lain, kita harus memperlakukan orang lain sebagaimana yang lain (tdak menempatkannya pada suatu totalitas yang harus sama). Hubungan ini lebih bersifat asimetri (tdak dapat sama atau sejajar). Yang lain tdak bisa diukur oleh diri saya (incommensurable). “yang lain” itu bukan abstraksiku tapi menembus eksistensiku. Dengan kata lain, manusia tdak dapat direduksi menjadi yang lain daripada dirinya sendiri (“infinite”) dan disamaratakan (“totality”). Hal ini terungkap dalam konsepnya mengenai “epifani wajah” yang menyatakan tga hal yaitu: keberlainan diri manusia, pemanisfestasian diri, kehadiran yang hidup.

Dari konsep di atas, kita bisa mengatakan bahwa Levinas lebih melihat adanya kemungkinan dan keinginan manusia berbuat bagi yang lain (“saya diundang untuk berbuat baik dan kehadiran orang lain adalah sebuah undangan untuk berbuat baik”). Int pemikiran Levinas adalah relasiku dengan yang lain adalah tanggung jawabku pada yang lain dan bukan kewajiban mutlak pada yang lain (sesuai norma). Di sini, Levinas tdak hanya mengutamakan hubungan dengan yang lain saja secara eksplisit tetapi juga meletakkan superioritas Anda dalam hubungan dengan Aku (yang lain adalah yang menembus eksistensiku). Kecederungan keinginan ini disebut metaphysical desire. Keinginan ini tdak sama dengan menyatukan orang lain dengan diriku untuk memenuhi kebutuhan yang kurang pada diriku ( desire of desiring others). Saya bukan ancaman bagi yang lain karena saya mereduksinya dan memperlakukanya demi pemenuhan kebutuhan saya sendiri, tetapi saya diundang untuk berbuat baik dengan cintakasih yang kongkret tersebut serta melihat yang lain itu sebagai “yang lain”.

Periedaan Pokok dari Pandangan Martin Buier dan E. Levinas

Dari dua uraian di atas kiranya dapat dikatakan ada beberapa hal fundamental yang membedakan pandangan Martn Buber dan E. Levinas mengenai hubungan antarmanusia. Di bawah ini, saya akan menyarikan perbedaan yang bisa saya lihat dari keterangan di atas.

(8)

Martin Buier E. Levinas

Huiungan antarpersonal (terutama

dalam I-Thou) iersifaat sama atau sejajar (simetris) karena yang lain iukan seiagai ancaman.

Dalam huiungan antarmanusia

Martin Buier melihat iahwa eksistensi manusia tak pernah lepas dari yang lain dan selalu iersama yang lain.

Yang lain di sini adalah iaik manusia

maupun ienda.

Huiungan I – Thou menyatukan aku

dengan orang lain atau saya dengan anda dapat disatukan karena didasari keteriukaan.

Huiungan antarpersonal iersifaat

asimetris (tidak dapat sama atau sejajar) karena yang satu lain daripada yang lain.

Dalam kaitannya dengan huiungan

manusia E. Levinas melihat iahwa eksistensi manusia selalu terlepas dengan yang lain. Levinas cenderung melihat iahwa “yang lain” seiagai yang lain (absolute stranger).

Yang lain adalah menemius

eksistensiku menghadirkan dirinya menampak dengan sinarnya sendiri menghadirkan diri dengan kepasrian yang tak teriantah

Huiungan aku dengan yang lain tidak

(9)

Daftar Pustaka

Hamersma, Harry. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia, 1983

Hardiman, F. Budi. Filsafat Modern- dari Machiavelli sampai Nietzsche-, cetakan ke-2. Jakarta : Gramedia, 2007

Lindzey, Gardner. Personality Theory. Canada: John Wiley & Sons, 1985

Sastrapratedja, M. diktat Filsafat Manusia. STF Driyrakara, 2010

Referensi

Dokumen terkait

Efisiensi pengendapan logam pada proses recovery dengan kombinasi transpor membran cair dan elektroplating juga dipengaruhi oleh senyawa pendekompleksasi yang

Semua cara pengaplikasian dapat digunakan sebagai alternatif, tetapi untuk mempermudah petani metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah menggunakan rendaman dari daun dan

(Teguh Woyono: 2010, 104) Apakah mereka peduli dengan tujuan pendidikan nasional agar peserta didik menjadi manusia yang bertaqwa, memiliki akhlak mulia,

Untuk menguji pengaruh secara bersamaan atau secara simultan dari ketiga variable yaitu motivasi, kompetensi dan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai pada Dinas

Secara umum Pusat Baralek IKGS ini akan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat memenuhi segala keperluan itu, dimulai dari keperluan yang menyediakan toko – toko yang

Dari menu tersebut diharuskan untuk memasukkan Sample ID dari data yang akan diproses oleh program Lifeform, atau tekan [enter] untuk kembali ke Menu Utama. Pada tahapan

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan pentingnya faktor protektif untuk meningkatkan resiliensi pada individu antara lain, penelitian Werner dan Smith (dalam

Penerapan hukum Islam sebagai konstitusi Negara merupakan bentuk dakwah bi al-hal yang member kesempatan kepada non muslim untuk menyaksikan dan