Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Dulu, jauh sebelum adanya bank, orang-orang masih menyimpan uang di tempat-tempat yang (bisa dibilang) tidak aman, seperti di tas, koper, atau tempat-tempat lainnya. Penyimpanan uang dengan cara seperti itu tentunya sangat rawan dan mudah untuk dicuri. Namun, setelah adanya bank, penyimpanan uang secara skala besar dialihkan ke bank. Dalam praktiknya, bank-bank itu menerapkan sistem yang sedemikian rupa sehingga dari kegiatan perbankan pihak bank bisa memperoleh keuntungan. Sistem yang dimaksud di sini tidak lain adalah sistem bunga (riba).
Sistem bunga tidak akan pernah terpisahkan dari bank-bank konvensional. Sistem tersebut merupakan sistem yang diterapkan oleh dunia barat dan dipelopori pertama kalinya oleh kaum yahudi. Muara dari sistem ini berupa pengambilan hak seseorang dengan cara yang zalim yang disadari atau tidak oleh para nasabah.
Dalam Islam, muamalah/transaksi yang di dalamnya terselip sistem bunga merupakan perbuatan yang hukumnya jelas dan tidak samar, yaitu haram. Keharaman akan riba telah dijelaskan di dalam Al-Quran dan telah diperingati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tertuang dalam hadits-hadits beliau. Salah satu ayat dalam Al-Quran yang bebicara tentang riba adalah Q.S. Ali ‘Imran: 130 yang berbunyi,
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”
Perlu diketahui bahwa di Indonesia, bank-bank konvensional sudah menjamur dan kini ada sekitar 60 lebih bank-bank konvensional yang tersebar di seluruh Indonesia. Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia terpaksa menggunakan jasa bank konvensional karena belum memiliki lembaga yang bebas riba.
Berdirinya bank syariah di Indonesia
Tahun 1991 merupakan tahun awal yang tercatat sebagai tahun berdirinya bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat. Bank ini terbentuk sebagai prakarsa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendirikan bank berbasis syariah di Indonesia. Perbankan syariah adalah perbankan yang sistemnya sesuai dengan syariat Islam dan merupakan bagian dari ekonomi syariah, yang didasarkan pada Al-Qur’an dan hadits-hadits.
Bahkan, segala sesuatu yang berkaitan dengan perbankan syariah di Indonesia diatur dalam UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Perubahan dari UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan).
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang belum pernah dialami pada masa-masa sebelumnya. Akan tetapi, bank syariah pertama di Indonesia (Muamalat) masih bisa bertahan dengan kondisi tersebut, sementara bank-bank konvensional lainnya tak berdaya dalam dekapan krisis. Karena ketahanan terhadap krisis ekonomi yang melanda, bank syariah banyak dilirik oleh masyarakat luas (nasabah). Setelah krisis ekonomi yang melanda, berdirilah bank syariah yang kedua, yaitu BSM. Bahkan, bank-bank konvensional juga sudah banyak yang mendirikan unit usaha syariah sendiri dengan tujuan untuk menarik lebih banyak nasabah. Kemunculan bank-bank syariah di Indonesia seolah menjadi oase penyejuk bagi masyarakat Indonesia yang ingin terlepas dari panasnya dekapan sistem perbankan yang menganut riba.
Sistem yang dijalankan dalam perbankan syariah adalah sistem bagi hasil. Ada bank sebagai lembaga intermediasi (penyaluran), dari nasabah pemilik dana (shahibul mal) dengan nasabah yang membutuhkan dana. Namun, nasabah dana dalam bank syariah diperlakukan sebagai investor dan/atau penitip dana. Dana tersebut disalurkan perbankan syariah kepada nasabah pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal kerja) maupun konsumtif. Dari pembiayaan tersebut, bank syariah akan memperoleh bagi hasil/marjin yang merupakan pendapatan bagi bank syariah. Jadi, nasabah pembiayaan akan membayar pokok+bagi hasil/marjin kepada bank syariah. Pokok akan dikembalikan sepenuhnya kepada nasabah dana, sedangkan bagi hasil/marjin akan dibagihasilkan antara bank syariah dan nasabah dana, sesuai dengan nisbah yang telah disepakati (BSM, 2010).