0
METODE PENELITIAN KUALITATIF
ANALISIS TEKS
TUGAS MATA KULIAH
METODOLOGI PENELITIAN KOMUNIKASI II
OLEH KELOMPOK II:
ZATUL FADHLI
157045027
YENI JELITA
157045032
AZWANIL FAKHRI
157045030
MBARDO H. HARAHAP 157045031
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
DAFTAR ISI
Daftar isi ... 1
BAB I PENDAHULUAN ... 2
1. Latar Belakang ... 2
2. Filsafat sebagai Mother of science ... 3
BAB II JENIS-JENIS METODE ANALISIS TEKS DAN BAHASA ... 8
1. Analisis Isi ... 8
2. Analisis Bingkai (Framing Analysis) ... 9
3. Analisis Semiotik ... 12
4. Analisis Konstruksi Sosial Media Massa ... 15
5. Hermeneutik ... 17
6. Analisis Wacana dan Penafsiran Teks ... 18
7. Analisis Wacana Kritis ... 19
BAB III FILSAFAT KOMUNIKASI DALAM METODE PENELITIAN KUALITATIF ANALISIS TEKS ... 22
1. Analisis Isi ... 22
2. Hermeneutik ... 24
3. Analisis Framing ... 25
4. Analisis Semiotik ... 27
5. Analisis Wacana Kritis ... 28
2 BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami
realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang
seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif harus memiliki sifat open minded.
Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik dan benar berarti
telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan realitas sosial
(Koentjoro dalam Herdiansyah, 2014: viii).
Melakukan penelitian kualitatif itu gampang-gampang sukar.
Meskipun demikian, masih banyak salah kaprah dengan penelitian kualitatif
dan bahkan orang melakukan penelitian kualitatif tapi, namun konsep
berpikirnya masih kuantitatif. Prinsip dasar yang membedakan penelitian
kualitatif dengan penelitian kuantitatif adalah terletak pada tujuan
penelitian. Tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk menguji. Untuk itu,
coba perhatikan bunyi hipotesis penelitian apabila diformulasikan dalam
kalimat tanya. Formulasi itu akan berupa kalimat tanya yang berbunyi,
“Apakah”. Sementara itu, tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
memahami atau verstehen. Karena, tujuan penelitiannya adalah memahami.
Untuk itu, kalimat tanyanya pun akan berbunyi, “Mengapa” dan “Bagaimana”. Karena tujuannya memahami, maka haruslah didukung oleh
sumber data yang lengkap dan valid.
Dalam penelitian kualitatif, dikenal ada empat jenis sumber data,
yaitu; subjek, informan, written documents, dan unwritten documents. Written
literature, dapat dimaknai sebagai pengkajian terhadap teks sebagai sumber
data yang tertulis, baik dalam bentuk buku, atau kumpulan-kumpulan
dokumen yang ada.
Burhan Bungin (2008), menyebutkan metode literatur adalah salah
3
penelitian sosial untuk menelusuri data historis. Sedangkan Sugiyono (2005),
menyatakan bahwa literatur merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu
yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang.
Sebelum kita lebih jauh masuk dalam ranah studi teks yang
dimaksudkan dalam makalah ini, ada baiknya kita mencoba membuka lebih
lebar jarak, perbedaan antara kajian lapangan dengan kajian teks dalam
penelitian ilmiah. Secara sempit, hampir semua jenis penelitian memerlukan
studi pustaka, walaupun orang sering membedakan riset kepustakaan/telaah
pustaka (library research / literature review) dan riset lapangan (field research),
keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka atau literatur. Perbedaan
yang utama hanyalah terletak pada tujuan, fungsi dan/ atau kedudukan
studi teks atau telaah kepustakaan dalam masing-masing penelitian itu.
Dalam riset lapangan, penelusuran pustaka terutama dimaksudkan
sebagai langkah awal dalam menyiapkan kerangka penelitian (research design)
guna memperoleh informasi sejenis, memperdalam kajian teoritis atau
mempertajam metodologi. Berbeda dengan riset pustaka atau kajian teks,
penelusuran teks lebih dari pada sekedar melayani fungsi-fungsi yang ada
pada kajian lapangan tadi. Analisis atau kajian teks sekaligus memanfaatkan
sumber kepustakaan tadi untuk memperoleh penelitiannya. Tegasnya,
riset/studi/analisis teks membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan
koleksi kepustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.
Namun demikian, makalah ini tidak akan membahas objek atas
kajian atau analisis teks itu sendiri. Tulisan ini hanya menggali falsafah yang
meliputi epistemologis, ontologis, dan aksiologis yang menjadi dasar kajian
atau analisis teks saja.
2. Filsafat sebagai Mother of Science
Dalam perjalanan sejarah manusia, pemikiran filosofis senantiasa
4
mendasar dalam kehidupan manusia, bahkan merupakan ciri khas manusia.
Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari anugerah akal yang dimiliki oleh
manusia. Pemikiran filosofis meniscayakan kelahiran filsafat sebagai induk
dari semua ilmu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat atau falsafah memiliki
beberapa defenisi, yakni; 1) Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2) Teori yang
mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; dan 3) ilmu yang berintikan
logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.
Zilullah (2013), dalam makalahnya menyebutkan sebagai berikut:
“Pencarian terhadap kebenaran seiring dengan tujuan dari filsafat itu sendiri, yakni
untuk mencari kebenaran yang hakiki. Dengan kata lain, mengetahui segala sesuatu
yang ada sebagaimana adanya (problem ontologis). Kemudian, timbul pertanyaan
setelah mencari “Apa itu kebenaran?” yaitu “Bagaimana kita bisa mendapatkan
pengetahuan yang hakiki itu atau sesuatu yang ada sebagaimana adanya
(kebenaran)? Persoalan ini merupakan problem epistemologis. Selanjutnya, setelah
kita mengetahui kebenaran dan cara untuk mendapatkannya, muncul pertanyaan
untuk apa pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pemikiran selanjutnya berkaitan
dengan pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan pada tataran praktis. Ini disebut
dengan problem aksiologis, artinya apakah ilmu pengetahuan yang didapat itu bisa
diterapkan untuk kemaslahatan umat atau justru sebaliknya, terutama kaitannya
dengan moralitas. Singkatnya, wilayah ontologi bertanya tentang “apa” wilayah epistemologi bertanya tentang “bagaimana” sedangkan, wilayah aksiologi bertanya
tentang “untuk apa”.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu. Ilmu merupakan cabang dari ilmu
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu dalam
telaahannya ingin menjawab beberapa pertanyaan; objek apa yang diteliti,
5
Filsafat ilmu dalam sebuah penelitian analisis teks digunakan untuk
mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang apa yang sudah
dikerjakan, dan bagaimana proses mengerjakannya, bagaimana kaitannya
dengan pola pikir dan kebermanfaatannya bagi manusia yang
diformulasikan dalam aspek epistemologis, ontologis, dan aksiologisnya. Hal
ini menjadi sangat fundamental, sebab inilah pondasi utama ketika kita
melakukan kajian atau analisis suatu objek penelitian. Dikutip dari Ningsih
(2012), ia menjelaskan ketiga aspek tersebut secara lugas dan jelas,
sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
1) Aspek Epistemologis
Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang
pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari
pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Objek epistemologis
adalah pengetahuan sedangkan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan.
Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti
perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin
banyak khasanah kita. Dan pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan
kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu zaman
dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari segi ilmu
teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda
jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang
dan semakin bertambah.
Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi,
silogisme, premis mayor, dan premis minor.
6 Silogisme; silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang
disediakan sekaligus.
Premis Mayor; premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
Premis Minor; premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Contohnya, premis mayor: Semua orang akhirnya akan mati. Premis
minor: Hasan adalah orang.
2) Aspek Ontologis
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang
ada. Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang
telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi
diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam
sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metateori.
Selain Metateori juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi
ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan.
Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungsi untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu
paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini
tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah
kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai
paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham pilihan
bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi
sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk
menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi
7
3) Aspek Aksiologis
Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa
ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek aksiologi ini ada Moral
conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi
suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun, salah satu tanggungjawab
seorang ilmuwan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang
menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan
tersebut. Dan moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah
mulai banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah
tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang
berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan ilmu
apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal. Dan knowledge adalah
keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun
pemahanan dari suatu objek. Ilmu merupakan kumpulan hasil observasi
yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model
8 BAB II
JENIS-JENIS METODE ANALISIS TEKS DAN BAHASA
1. Analisis Isi
Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memerhatikan
konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi
komunikasi (Bungin, 2012: 163).
Dalam penelitian kualitatif, analisis isi ditekankan pada bagaimana
peneliti melihat konteks isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana
peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan
isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Menggunakan metode
analisis isi harus mengamati fenomena komunikasi, dengan merumuskan
dengan tepat apa yang diteliti dan semua tindakan harus didasarkan pada
tujuan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah memilih unit analisis yang akan dikaji,
memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Apabila objek
penelitian berhubungan dengan data-data verbal maka perlu disebutkan
tempat, tanggal dan alat komunikasi yang bersangkutan. Namun, kalau objek
penelitian berhubungan dengan pesan-pesan satu dalam suatu media, perlu
dilakukan identifikasi terhadap pesan dan media yang mengantarkan pesan
itu.
Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi (Krippendorff,
1991:34-37):
1) Analisis Isi Pragmatis; Di mana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali suatu
kata tertentu diucapkan yang dapat mengakibatkan munculnya sikap
suka tehadap suatu produk.
9
a. Analisis penunjukan; Menggambarkan frekuensi seberapa sering
objek tertentu dirujuk.
b. Analisis Penyifatan; Menggambarkan frekuensi seberapa sering
karakterisasi tertentu dirujuk.
c. Analisis pernyataan; Menggambarkan frekuensi seberapa sering
objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus.
3) Analisis Sarana Tanda; Dilakukan untuk mengklasifikasikan isi pesan melalui sifat psikofisik dari tanda, misalnya berapa kali kata cantik
muncul, kata seks muncul.
Secara teknik Analisis isi mencakup upaya-upaya: klasifikasi
lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria
dalam klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat
prediksi.
2. Analisis Bingkai (Framing Analysis)
Teknik analisis bingkai adalah suatu teknik analisis data dengan
melihat dan menemukan frame atau media package yaitu suatu perspektif
untuk melihat sebuah perspektif yang digunakan untuk melakukan
pengamatan, analisis dan interpretasi terhadap sebuah realitas sosial di
masyarakat (Bungin, 2012: 167). Menurut Entman (dalam Sobur, 2004: 172),
bahwa analisis bingkai pada pemberitaan memiliki empat cara, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah,
2. Mengidentifikasi penyebab masalah,
3. Melakukan evaluasi moral,
4. Melakukan saran penanggulangan masalah.
Beberapa model yang dikenal dalam analisis bingkai seperti:
1. Model Pan dan Kosicki
10 Tabel 1. Kerangka Analisis Bingkai Model Pan dan Kosicki (Sobur, 2004: 176)
STRUKTUR PERANGKAT
FRAMING
UNIT YANG DIAMATI
SINTAKSIS
Cara wartawan
menyusun kata
1. Skema berita Headline, lead, latar
informasi, kutipan,
sumber, pernyataan,
penutup
SKRIP
Cara wartawan
mengisahkan kata
2. Kelengkapan berita 5W + 1 H
RETORIS
Cara wartawan
menekankan kata
3. Detail
4. Maksud kalimat,
hubungan
5. Nominalisasi
antarkalimat
6. Koherensi
7. Bentuk kalimat
8. Kata ganti
Paragraf, proposisi
9. Leksikon
10.Grafis
11.Metafora
12.Pengandaian
Kata, idiom,
11 Gambar 1. Analisis Bingkai Model Gamson dan Modigliani (Sobur, 2004: 177)
Analisis Bingkai dengan model lain yang dikembangkan oleh William
A. Gamson dan Andre Modigliani dapat dilihat pada Gambar 1 di atas. Dedy
N. Hidayat, membuat model atau kerangka analisis framing lain yang
diadopsi dari kerangka analisis yang digunakan Gamson dan Modigliani.
Media package terdiri dari Struktur framing devices yang mencakup
metaphors, exemplars, catchphrases, depictions, visual images, menekankan aspek
bagaimana melihat suatu isu dan euphemism. Struktur reasoning devices
menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni roots
(analisis kausal) dan appeals to principle (klaim moral). Secara literal,
metaphors dipahami sebagai cara memindahkan makna dengan merelasikan
dua fakta melalui analogi atau memakai kiasan. Catch phrases, istilah,
CONDENSING SYMBOLS
FRAMING DEVICES REASONING
DEVICES
1. Metaphors
2. Exemplar
3. Catch phrases
4. Depiction
5. Visual images
1. Roots
2. Appeal to
principles
MEDIA PACKAGE
12
bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran
tertentu seperti jargon atau slogan. Exemplars mengemas fakta tertentu secara
mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan
rujukan. Depictions, penggambaran fakta dengan memakai kata,istilah,
kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Visual images,
pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun dan sejenisnya untuk
mengekspresikan kesan, misalnya perhatian dan penolakan,
dibesarkan-dikecilkan, serta pemakaian warna.
3. Analisis Semiotik
Semiotik sebagai suatu model memahami dunia sebagai sistem
hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ”tanda”. Dengan
demikian, semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.
Umberto Eco menyebut tanda sebagai “kebohongan” (Sobur, 1999: 171),
dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya dan bukan
merupakan tanda itu sendiri.
Fokus utama semiotika adalah tanda. Studi tentang tanda dan cara
tanda-tanda itu bekerja dinamakan semiotika. Fiske mengatakan (dalam
Bungin, 2012: 175) bahwa semiotika mempunyai tiga bidang studi utama,
yaitu:
a. Tanda itu sendiri,
b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda,
c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja.
Tanda dan makna memiliki konsep dasar dari semua model makna
dan di mana secara luas memiliki kemiripan. Dalam pada itu, masing-masing
di antaranya memerhatikan tiga unsur yang selalu ada dalam setiap kajian
tentang makna. Ketiga unsur itu adalah; 1) Tanda, 2) Acuan tanda, dan 3)
13
Ada dua belas macam semiotik yang dikenal yaitu (Sobur, 2004: 100):
1) Semiotik analitis; Menganalisis sistem tanda.
2) Semiotik deskriptif; Memerhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang
disaksikan sekarang.
3) Semiotik fauna; Memerhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan
4) Semiotik kultural; Menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.
5) Semiotik naratif; Menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan.
6) Semiotik natural; Menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7) Semiotik normatif; Menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma.
8) Semiotik sosial; Menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang.
9) Semiotik struktural; Menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
10)Semiotik konotasi; Menelaah sistem tanda dengan tidak berpegang pada makna primer, tetapi mendapatkannya melalui makna konotasi.
11) Semiotik ekspansionis; Menggunakan konsep yang terdapat dalam linguistik ditambah dengan konsep yang berlaku dalam psikoanalisis
dan sosiologi dan aliran.
12)Semiotik behavioris; Memanfaatkan pandangan yang berlaku dalam psikologi, membahas bahasa sebagai siklus stimuli, respons yang jika
ditelaah dari segi semiotik adalah persoalan sistem tanda yang
berproses pada pengirim dan penerima.
Ada beberapa langkah-langkah Analisis Semiotika yang sebutkan
14
a. Mencari topik yang menarik perhatian,
b. Buat pertanyaan penelitian yang menarik,
c. Tentukan alasan dari penelitian,
d. Rumuskan penelitian dengan mempertimbangkan tiga langkah
sebelumnya,
e. Tentukan metode pengolahan data,
f. Klasifikasi data: Identifikasi teks
Berikan alasa mengapa teks tersebut dipilih dan perlu diidentifikasi
Tentukan pola semiotik yang umum Tentukan kekhasan wacananya g. Analisis data berdasarkan:
Ideologi, interpretan kelompok, frame work budaya Pragmatis, aspek sosial, komunikatif
Lapis makna, intekstualitas, kaitan dengan tanda lain, hukum yang mengaturnya
Kamus vs Ensiklopedi h. Kesimpulan.
Dalam konteks semiotik komunikasi, penggunaan proses komunikasi
menjadi konteks dominan dalam analisisnya. Dengan demikian, apabila
orang melihat atau mendengar sebuah iklan, maka dia berada dalam proses
komunikasi sebagai berikut (Bovee, Courtland dan Thill dalam Bungin, 2012:
15 Gambar 2. Proses Komunikasi
pesan
4. Analisis Konstruksi Sosial Media Massa
Teori dan pendekatan kontruksi sosial atas realitas terjadi secara
simultan melalui tiga proses sosial, yaitu ekternalisasi, objektivasi dan
internalisasi. Tiga proses ini terjadi diantara individu satu dengan individu
lainnya dalam masyarakat (Berger dan Luckmann dalam Bungin, 2012: 183).
Dari konten kontruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi
sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tahap menyiapkan materi konstruksi
Ini merupakan tugas redaksi media massa. Ada beberapa hal penting
dalam penyiapan materi konstruksi sosial media massa yaitu:
1) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme
2) Keberpihakan semu kepada masyarakat
3) Keberpihakan kepada kepentingan umum.
Feedback
Jika mereka membeli
produk ini, maka mereka
bekerja lebih baik
Beli produk ini kamu akan bekerja
lebih produktif
Jika saya beli produk
ini, maka saya akan
16
b. Tahap Sebaran konstruksi
Dilakukan melalui strategi media massa, konsep konkret strategi.
Sebaran media massa masing-masing media berbeda, namun prinsip
utamanya adalah real-time. Real time media elektronik seketika disiarkan,
seketika itu juga pemberitaan sampai ke pemirsa. Bagi media cetak, real time
terdiri dari konsep hari, minggu atau bulan. Sebaran kontruksi juga dapat
menggunakan varian media lain seperti; media luar ruang, media langsung,
dan media lainnya. Prinsip dasar dari sebaran kontruksi sosial media massa
adalah: Semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca
secepatnya berdasarkan pada agenda media.
c. Tahap Pembentukan Konstruksi
1) Pembentukan Konstruksi Realitas
Tahap ini terdiri dari tahap yang berlangsung secara generik, yaitu: Konstruksi realitas pembenaran; Masyarakat cenderung
membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai sebuah
realitas kebenaran.
Kesediaan dikonstruksi oleh media massa; Sikap generik dari tahap pertama di mana pilihan seseorang untuk menjadi pembaca dan
pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia
pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa.
Sebagai pilihan konsumtif; Dimana seseorang secara habit tergantung pada media massa yang dijadikan kebiasaan hidup yang tak bisa
dilepaskan (ketergantungan).
2) Pembentukan Konstruksi Citra
Pembentukan konstruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh
tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh
media massa ini terbentuk dalam dua model:
17
Model bad news; Cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan citra yang buruk pada objek pemberitaan.
d. Tahap Konfirmasi
Tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa
memberikan argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk
terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Alasan yang sering digunakan
dalam konfirmasi ini seperti:
Kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa.
Kedekatan dengan media massa adalah lifestyle orang modern, menyukai popularitas.
Kehadiran media massa merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses.
5. Metode Hermeneutik
Metode ini berkaitan dengan bahasa atau semua aspek kebahasaan
dalam kehidupan manusia. Secara etimologis kata hermeneutic berasal dari
bahasa Yunani hermeneuein yang berarti menafsirkan. Maka kata hermeneia
secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi
(Sumaryono dalam Bungin, 2012: 189).
Sejak awal kemunculannya, metode ini menunjuk pada ilmu
interpretasi, khususnya prinsip-prinsip eksegeis tekstual, tetapi bidang
hermeneutika telah ditafsirkan sebagai: Teori eksegesis Bibel
Metodologi filologi secara umum Ilmu pemahaman linguistik
Fondasi metodologisgeisteswessenshaften
18
Sistem interpretasi, baik rekolektif maupun iconoclastic yang digunakan manusia untuk meraih makna dibalik mitos dan simbol
(Richard E dalam Bungin, 2012: 190).
Cara kerja sederhana dari hermeneutika adalah bahwa metode ini
melakukan penafsiran terhadap bahasa melalui penafsiran gramatikal dan
psikologis. Gramatikal adalah cara bagaimana orang membahasakan suatu
bahasa di mana ia melakukan pembahasan dan bagaimana ia berbahasa.
Sedangkan penafsiran psikologis adalah apa yang dapat ditangkap dari
makna yang terkandung dalam setiap pembahasan itu.
6. Analisis Wacana dan Penafsiran Teks
Analisis wacana merupakan salah satu cara mempelajari makna pesan
sebagai alternatif lain akibat keterbatasan dari analisis isi. Secara teoritis
memiliki prinsip yang hampir sama dengan beberapa pendekatan
metodologis, seperti analasis struktural, pendekatan dekonstruksionisme,
interaksi simbolis dan hermeneutika, yang semuanya lebih menekankan
pada pengungkapan makna yang tersembunyi.
Sebenarnya, teori wacana dalam tradisi filsafat sudah sangat tua.
Aristoteles pernah membahasnya secara teliti dalam karyanya Interpretatione.
Teori wacana menjadi aktual lagi dalam diskusi filsafat kontemporer dengan
munculnnya strukturalisme yang berpendapat bahwa arti bahasa tidak
tergantung dari maksud pembicara atau pendengar ataupun dari
referensinya pada kenyataan tertentu, arti tergantung pada struktur bahasa
itu sendiri. Yang dimaksud struktur disini ialah jaringan hubungan intern
elemen-elemen terkecil bahasa yang membentuk suatu kesatuan otonom
yang tertutup (Kleden dalam sobur, 2002:47).
Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi apa yang dinamakan
wacana, tidak perlu hanya yang tertulis seperti diterangkan dalam kamus
19
lisan dan wacana tulis. Wacana mencakup tidak hanya percakapan atau
obrolan, tetapi juga pembicaraan di tempat umum, tulisan, serta
upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon (Tarigan dalam
Sobur, 2002:10).
Untuk dapat mengungkapkan makna, perlu dibedakan beberapa
pengertian antara: 1) Terjemah, 2) Tafsir, 3) Ekstrapolasi, dan 4) Pemaknaan.
Menurut Muhadjir (dalam Bungin, 2012: 201), terjemah merupakan upaya
mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan media yang
berbeda; media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu ke bahasa yang
lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran tetap berpegang
pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteksnya agar dapat
dikemukakan konsep atau gagasan lebih jelas. Ekstrapolasi lebih
menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal
dibalik yang tersajikan. Sedangkan memberikan makna merupakan upaya
lebih jauh dari penafsiran, dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi.
Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia.
7. Analisis Wacana Kritis
Karakter utama analisis wacana kritis adalah sebagaimana Eryanto
(dalam Bungin, 2012:206) mengutip Teun A. Van Dijk, Fairclough dan Wodak,
adalah sebagai berikut:
1) Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan, dipadankan sebagai
bentuk interaksi, wacana bukan berada dalam ruang tertutup dan internal.
Wacana adalah sebuah tujuan untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk,
menyangga. Wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan di luar
kesadaran.
2) Konteks
Wacana dipandang sebagai sesuatu yang diproduksi, dimengerti dan
20
harus juga mempertimbagkan siapa yang mengkomunikasikan sesuatu
dengan siapa dan mengapa komunikasi itu dilakukan; dalam jenis khalayak
apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe komunikasi dan
hubungan untuk setiap pihak.
3) Historis
Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana
diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa
menyertakan konteks yang menyertainya. Dengan menempatkan wacana itu
dalam konteks historis tertentu.
4) Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau
apapun yang dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral
tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Setiap kekuasaan laki-laki
dalam wacana mengenai seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit
hitam dalam wacana rasialisme.
5) Ideologi
Eryanto mengatakan (dalam Bungin, 2012: 208), bahwa teori-teori
klasik tentang ideology mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh
kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan
melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strateginya adalah dengan
membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara
taken for granted. Wacana dalam pendekatan ini dipandang sebagai medium
melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan
mongkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi
menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Ideologi
membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang
sama, dapat menghubungkan masalah mereka dan memberikan kontribusi
21
Untuk mengetahui makna yang tersembunyi dalam lambang-lambang
dapat digunakan metode analisis wacana. Adapun salah satu analisis wacana
yang dapat digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Teun A van
Dijk yang dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu: 1) Struktur makro; Merupakan
makna global dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topic dari
suatu teks; 2) Superstruktur; Adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur
dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh; 3) Struktur mikro;
Adalah makna yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat,
proposisi, anak kalimat, para frase yang dipakai dan lain-lain.
Tabel 2. Struktur Wacana Van Dijk
STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI UNIT
ANALISIS
(Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai) Elemen: Skema
Teks
Struktur Mikro SEMANTIK
(Apa arti pendapat yang ingin disampaikan?) Elemen: Latar, detail, ilustrasi, maksud,
pengandaian, penalaran
(Pilihan kata apa yang dipakai?) Elemen: Kata kunci, pemilihan kata
Kata
Struktur Mikro RETORIS
(Dengan cara apa pendapat disampaikan?) Elemen: Gaya, interaksi, ekspresi, metafora,
visual image
Kalimat
22 BAB III
FILSAFAT KOMUNIKASI
DALAM METODE PENELITIAN KUALITATIF ANALISIS TEKS
1. Analisis Isi (Content Analysis)
Menurut Barelson dalam Eriyanto (2011:15), Analisis isi adalah suatu
teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis, dan deskripsi
kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest). Sedangkan menurut
Weber, analisis isi adalah sebuah metode penelitian dengan menggunakan
seperangkat prosedur untuk membuat inferensi yang valid dari teks.
Dilihat dari Ontologi maka analisis isi meneliti tentang simbol-simbol
komunikasi dalam hal ini dapat berupa teks. Analisis isi hanya melihat isi
tampak (manifest) Ada beberapa tujuan analisis isi (Bulaeng, 2004:171):
a. Menggambarkan isi komunikasi
b. Menguji hipotesis karakteristik-karakteristik suatu pesan
c. Membandingkan isi media dengan “dunia nyata”
d. Melalui image suatu kelompok tertentu dan masyarakat
e. Menciptakan titik awal terhadap studi efek media.
Dilihat dari Epistemologisnya analisis isi mengupas suatu teks dengan
objektif dimana penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari
suatu isi apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Penelitian
menghilangkan bias, keberpihakan, atau kecendrungan tertentu dari
peneliti. Hasil dari analisis isi adalah benar-benar mencerminkan isi dari
suatu teks dan bukan akibat dari subjektifitas (keinginan, bias, atau
kecendrungan tertentu) dari peneliti. Untuk mendapatkan hasil yang objektif
ada dua aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu validitas dan
23
Validitas berkaitan dengan apakah analisis isi mengukur apa yang
benar-benar ingin diukur. Sementara reliabilitas berkaitan dengan apakah
analisis isi akan menghasilkan temuan yang sama biarpun dilakukan oleh
orang yang berbeda dan waktu yang berbeda. Misalnya, penelitian mengenai
pilkada di Sumut. Peneliti yang berbeda (satu orang Indonesia dan satu
orang luar) yang meneliti bahan yang sama seharusnya juga menghasilkan
temuan yang sama. Kedua peneliti pastilah mempunyai latar belakang dan
keberpihakan yang berbeda. Biarpun latar belakang berbeda, temuan dari
analisis isi haruslah sama. Hal ini karena analis isi didasarkan pada
penelitian yang objektif dan menghilangkan bias atau kecendrungan
subjektivitas dari peneliti.
Dari segi Aksiologis dapat dilihat bahwa dalam proses analisis secara
moral peneliti akan berusaha untuk keluar dari subjektifitasnya demi
mendapatkan hasil yang objektif. Peneliti berusaha untuk tidak
menempatkan interpretasinya dalam melakukan penelitian ini. Dalam
penelitian ini secara keilmuan teori dianggap bebas dari nilai.
Tahap tahap dalam melakukan analisis isi (Bulaeng, 2004: 172) sebagai
berikut:
1) Merumuskan pertanyaan penelitian atau hipotesis
2) Mendefenisikan populasi yang diteliti
3) Memilih sampel yang sesuai dari populasi
4) Memilih dan menetukan unit analisis
5) Menyusun kategori-kategori isi yang dianalisis
6) Membuat sistem hitungan
7) Melatih para pengkode dan melakukan studi percobaan
8) Mengkode isi menurut defdenisi yang telah ditentukan
9) Menganalsis data yang sudah dikumpulkan
24
2. Hermeneutika
Hermeneutika mengajukan metode pemahaman (verstehen) terhadap
dunia kehidupan. Hermeneutika menegaskan bahwa fenomena khas
manusia adalah bahasa, dan karena itu memahami manusia dapat dimulai
dari bahasa. Kenapa bahasa? Karena bahasa merupakan objektivasi dari
kesadaran manusia akan kenyataan. Melalui bahasa juga manusia memberi
makna. Pandangan filsafat hermeneutika pada aslinya berkisar pada
interpretasi Bibel dan teks sakral yang lain, tetapi sejak akhir abad 19 dan
permulaan abad 20, hermeneutika telah berevolusi dan menjadi berkembang
sebagai metode untuk memahami beragam bahan teks.
Secara ontologi inti dari tradisi hermeneutika adalah konsep dalam
sebuah teks. Gadamer, salah satu tokoh hermeneutika, memperluas aplikasi
hermeneutika itu sendiri ke dalam setiap perilaku manusia, produk, maupun
ekspresi yang dapat diciptakan lainya sebuah teks. Analisis hermeneutik
melibatkan sebuah pertimbangan tentang teks dalam terang pengetahuan
teoritis para periset/ peneliti dan informasi tentang gaya teks, sumber teks,
dan situasi dimana teks itu diproduksi.
Dari tujuan penelitiannya analisis hermeneutik dapat dilihat sebagai
sebuah oposisi dari penjelasan, prediksi dan kontrol sebagai sebuah tujuan
dari analisis sosial. Hermeuneutik menekankan konsep sentral teks dan
berusaha meyakinkan bahwa pelbagai perilaku dan objek-objek yang
terbentuk dalam kehidupan sosial dapat dimaknai sebagai sebuah teks.
Dalam artian teks yang dianalisis dalam studi komunikasi dapat berupa
pidato, acara televisi, pertemuan bisnis, percakapan intim, perilaku
nonverbal atau arsitektur dan dekorasi. Secara epistemologis kemudian
pengembangan siklus hermeneutika sampai pada tahap pemahaman yang
pada intinya merupakan pertukaran kerangka rujukan antara pengamat dan
objek yang diamati (Miller, 2002:49). Dengan demikian secara epistemologis
teks dan perilaku sosial diinterpretasikan dengan menggunakan lensa
25
profesi peneliti tersebut. Nilai-nilai (aksiologi) yang ada dalam diri si peneliti
menjadi lensa pengalaman yang dipakai dalam analisis hermeuneutika.
3. Analisis Framing
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk
membedah cara-cara atau ideologi media saat merekonstruksi fakta. Analisis
ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam
berita agar lebih bermakna. Lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat,
untuk menggiring intepretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata
lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif
atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan
fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta
hendak dibawa kemana berita tersebut (Nugroho dalam Sobur, 2002:162).
Karenanya berita menjadi sesuatu yang legitimate, objektif, wajar, atau tak
terelakkan. Analisis framing cenderung ke paradigma konstruktivis.
Dengan pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda/plural.
Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu
realitas. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil
dari konstruksi sosial maka realitas dapat merupakan realitas subyektif dan
realitas objektif. Realitas subyektif, menyangkut makna, interpretasi, dan
hasil relasi antar individu dengan objek. Sedangkan realitas objektif,
merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal.
Framing menurut Entman (dalam Sobur, 2002:164), memiliki implikasi
penting dalam komunikasi politik. Frames menurutnya menuntut aspek dari
realitas dengan mengabaikan elemen-elemen yang memungkinkan khalayak
memiliki reaksi yang berbeda. Berita dalam pandangan konstruksi sosial,
bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Ia adalah produk
26
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana
media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut:
Tabel 3. Penilaian Media terhadap Paradigma
Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis
Ada fakta yang “riil” yang
diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal.
Media adalah agen konstruksi. Media sebagai agen konstruksi pesan. cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk nerupakan konstruksi atas realitas.
Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput.
Berita bersifat
subyektif/konstruksi atas realitas.
Berita bersifat subyektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa.
Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada diluar proses peliputan berita.
Etika, dan pilihan moral peneliti, menjadi bagian yang integral dalam penelitian.
Nilai, etika, dan pilihan moral bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian.
Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian.
Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.
Khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita.
Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat berita.
27
4. Analisis Semiotik
Komunikasi adalah negosiasi dan pertukaran makna dalam mana
pesan dibangun oleh masyarakat berdasarkan budaya dan realitas, yang
mampu berinteraksi karena menggunakan makna yang mereka bangun dan
mereka pahami bersama untuk menumbuhkan saling pengertian (Sulivan
dalam Purwasito, 2003 :240).
Preminger (dalam Sobur, 2002: 96), Memberi batasan, semiotika
adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena
sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu
mempelajari sistem-sistem, aturan, atura, konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang
disebut dengan tanda. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat
tentang keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebut tanda tersebut
sebagai “kebohongan” (Gottdiener dalam Sobur, 2002:87). Menurut Sausure,
persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-kata
dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap
sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan dianggap revolusioner,
karena hal itu berarti tanda
Roland Barthes dalam Purwasito (2003:239) memberikan penjelasan
bagaimana menganalisis tanda-tanda komunikasi yang disebut semiologi
komunikasi, yaitu mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim
dan penerimanya. Dengan begitu, seorang peneliti menganalisis setiap teks
berdasarkan konteksnya, referensinya dan dapat menggunakan penjelasan
sintaksis (ketatabahasaan) dan analisis semantik (makna tanda-tanda) bahkan
historical event dan objects termasuk teks tertulis. Oleh karena semilogi,
analisis teks, demikian Roland Bartes , berarti menganalisis tentang segala hal
yang berhubungan dengan sistem simbolik dan semantik dari peradaban
28
bahwa bahasa apapun dan bahasa politik bukan kekecualian, terdiri atas
saling pengaruh dan kaya akan lambang-lambang signifikan, baik yang
diskursif maupun yang nondiskursif. Pesan-pesan yang dihasilkan dari hasil
pengaruh itu banyak bentuknya dan berbagai makna, struktur, dan akibat.
Studi tenatang keragaman itu merupakan satu segi dari ilmu semiotik, yaitu
teori umum tentang tanda dan bahasa (Morris dalam Dan Nimmo, 2000:93).
5. Analisis Wacana Kritis
Komunikasi dapat terjadi dengan menggunakan isyarat tunggal
maupun gabungan. Biasanya dalam berkomunikasi melibatkan lebih banyak
lagi daripada sekedar ucapan-ucapan dan aksi aksi.kebanyakan dalam
komunikasi, dari yang biasa samapai yang terperinci, terdiri dari aksi-aksi
kompleks yang membentuk pesan-pesan atau wacana. Adapun studi tentang
struktur pesan disebut analisis wacana (Littlejohn, 2002:76).
Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi apa yang diutamakan
wacana tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis, sebuah pidato pun adalah
wacana juga. Wacana mencakup tidak hanya percakapan atau obrolan, tetapi
juga pembicaraan di tempat umum, tulisan, serta upaya-upaya fomal seperti
laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon (Tarigan dalam Sobur, 2002:10).
Dalam pengertian yang sederhana, wacana berarti cara objek atau ide
diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan
pemahaman tertentu yang tersebar luas (Lull dalam Sobur, 2002:11). Wacana
selalu mengandaikan pembicara/ penulis, apa yang dibicarakan, dan
pendengar/pembaca. Bahasa merupakan mediasi dalam proses ini. Wacana
itu sendiri mencakup empat tujuan penggunaan bahasa, yaitu; 1) Ekspresi
diri; 2) Eksposisi; 3) Sastra; 4) Persuasi (Tarigan dalam Sobur, 2002:11).
Menurut Mills (dalam Sobur, 2002 :11) dengan mengacu pendapat
29
a. Level konseptual teoritis; Wacana diartikan sebagai domain umum dari
semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai
makna dan efek dalam dunia nyata
b. Konteks penggunaannya; Wacana berarti sekumpulan pernyataan yang
dapat dikelompokkkan ke dalam kategori konseptual tertentu
c. Metode penjelasannya; Wacana merupakan suatu praktik yang diatur
untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Dalam analisis wacana tujuan dari penelitian adalah untuk mengkritik
dan transformasi hubungan sosial yang timpang. Realitas dianggap sebagai
kenyataan semu yang telah terbentuk oleh proses kekuatan sosial, politik,
dan ekonomi. Berita ataupun teks adalah hasil dari pertarungan wacana
antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan
pandangan dan ideologi wartawan dan media.
Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat
dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian
kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih,
kompleks dan inheren yang disebut wacana. Dalam upaya menganalisis unit
bahasa yang lebih besar dari kalimat tersebut, analisis wacana tidak terlepas
dari pemakain kaidah berbagai cabang ilmu bahasa, seperti halnya semantik,
sintaksis, morfologi, dan fonologi (Littlejohn dalam Sobur: 48). Lebih lanjut
menurut Littlejohn, ada beberapa unit analisis wacana secara bersama-sama
menggunakan seperangkat perhatian yaitu :
a. Seluruhnya mengenai cara-cara wacana disusun, prinsip yang
digunakan oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami
percakapan atau tipe-tipe pesan lainnya. Ahli analisis wacana melihat
pada pembicaraan nyata dan bentuk-bentuk nonverbal seperti
mendengar dan melihat, dan mereka melakukan studi makna dari
bentuk-bentuk yang teramati di dalam konteks. Beberapa teori melihat
30
koheren. Teori yang lainnya melihat pola bercakap-cakap di antara
orang-orang dalam suatu percakapan.
b. Wacana dipandang sebagai aksi, ia adalah cara melakukan segala hal,
biasanya dengan kata-kata. Ahli analisis wacana berasumsi bahwa
pengguna bahasa mengetahui bukan hanya aturan-atura tata bahasa
kalimat, namun juga aturan-aturan untuk menggunakan unit-unit
yang lebih besar dalam menyelesaikan tujuan-tujuan pragmatik dalam
situasi sosial.
c. Analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang
digunakan oleh komunikator aktual dari perspektif mereka, ia tidak
mempedulikan ciri/sifat psikologis tersembunyi dari fungsi otak,
namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola
dan kita pecahkan
Dari hasil pembahasan tentang erbagai macam jenis Analisis Teks
ternyata dapat diklasifikasikan lewat paradigma yang membangunnya. Tabel
berikut menyajikan pengklasifikasian analisis teks sesuai dengan paradigma
31
Paradigma Paradigma Positivistik Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivis Paradigma Kritis Filsafat Analisis Isi Kuantitatif Hermeneutik (Teks)
Interaksi Simbolik, Fenomenologi
Analisis Framing Analisis Wacana Kritis
Analisis Semiotika
Tujuan Penelitian Eksplanasi, prediksi dan
kontrol
Realitas naif : semesta nyata dan dapat diketahui apa adanya. Realitas diatur oleh hukum-hukum dan
mekanisme alamiah
Realitas sosial yang hadir salam beragam bentuk konstruksi mendatl, berdarakan situasi sosial dan pengalamannya, bersifat lokal dan spesifik, kemudian bentuk dan formatnya bergantung pada orang
32 Tabel 4. Perbedaan Metodologis dalam Analisis Teks Dilihat dari isu filosofisnya
Sumber : Diadaptasi dari Doni Gahral Adian, 2002:160 Aksiologi
(Nilai yang terkandung dan Posisi Peneliti)
Peneliti berperan sebagai disinterested scientis dan netral
Nilai, etika dan pilihan moral harus berada di luar analisis teks
33
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2011. Filsafat Ilmu Komunikasi. Rosda Karya. Bandung
Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Penerbit Andi. Yogyakarta
Bungin, Burhan. 2012. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Kencana. Jakarta
Dan Nimmo. 2000. Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media. Remaja Rosdakarya. Bandung
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. LKIS. Yogyakarta
Gahral Adian, Doni. 2002. Menyoal Objektifitas Ilmu Pengetahuan. Traju. Jakarta
Herdiansyah, Haris. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta
Krippendorff, Klaus. 1991. Analisis Isi; Pengantar Teori dan Metodologi. Rajawali Press. Jakarta
Littlejohn, S.W. 1996. Theories of Human Communication (5th Edition). Wadsworth Publishing Company. USA
Miller, Katherine. 2002. Communication Theories; Perspectives, Processes, and Contexts. McGraw-Hill. New York
Ningsih, Rhesi E. 2012. “Filsafat; Aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Ilmu” (Makalah). Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Malang. Malang
Purwasito, Andrik.2003. Komunikasi Multikultural.UMS Press. Surakarta
Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotika dan Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung
34
Zamroni, Mohammad. 2009. Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis (Edisi Pertama). Graha Ilmu. Yogyakarta
Zilullah, Wa Ode Z. 2013. “Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi Sebagai