• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Framing

Dalam dokumen METODE PENELITIAN KUALITATIF ANALISIS TE (Halaman 26-35)

BAB III FILSAFAT KOMUNIKASI DALAM METODE PENELITIAN KUALITATIF

3. Analisis Framing

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat merekonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna. Lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring intepretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Nugroho dalam Sobur, 2002:162). Karenanya berita menjadi sesuatu yang legitimate, objektif, wajar, atau tak terelakkan. Analisis framing cenderung ke paradigma konstruktivis.

Dengan pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas dapat merupakan realitas subyektif dan realitas objektif. Realitas subyektif, menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antar individu dengan objek. Sedangkan realitas objektif, merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal.

Framing menurut Entman (dalam Sobur, 2002:164), memiliki implikasi penting dalam komunikasi politik. Frames menurutnya menuntut aspek dari realitas dengan mengabaikan elemen-elemen yang memungkinkan khalayak memiliki reaksi yang berbeda. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta.

26

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut:

Tabel 3. Penilaian Media terhadap Paradigma

Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis Fakta/peristiwa adalah hasil

konstruksi.

Fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu.

Ada fakta yang “riil” yang

diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal.

Media adalah agen konstruksi. Media sebagai agen konstruksi pesan.

Media sebagai saluran pesan.

Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanyalah konstruksi dari realitas.

Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk nerupakan konstruksi atas realitas.

Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput.

Berita bersifat

subyektif/konstruksi atas realitas.

Berita bersifat subyektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subyektif.

Berita bersifat oyektif, menyingkirkan opini dan pandangan subyektif dari pembuat berita.

Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas.

Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman

subyektifitas pelaku sosial.

Wartawan sebagai pelapor.

Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita.

Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa.

Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada diluar proses peliputan berita.

Etika, dan pilihan moral peneliti, menjadi bagian yang integral dalam penelitian.

Nilai, etika, dan pilihan moral bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian.

Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian.

Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.

Khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita.

Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat berita.

27

4. Analisis Semiotik

Komunikasi adalah negosiasi dan pertukaran makna dalam mana pesan dibangun oleh masyarakat berdasarkan budaya dan realitas, yang mampu berinteraksi karena menggunakan makna yang mereka bangun dan mereka pahami bersama untuk menumbuhkan saling pengertian (Sulivan

dalam Purwasito, 2003 :240).

Preminger (dalam Sobur, 2002: 96), Memberi batasan, semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan, atura, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan tanda. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebut tanda tersebut

sebagai “kebohongan” (Gottdiener dalam Sobur, 2002:87). Menurut Sausure, persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan dianggap revolusioner, karena hal itu berarti tanda

Roland Barthes dalam Purwasito (2003:239) memberikan penjelasan bagaimana menganalisis tanda-tanda komunikasi yang disebut semiologi komunikasi, yaitu mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerimanya. Dengan begitu, seorang peneliti menganalisis setiap teks berdasarkan konteksnya, referensinya dan dapat menggunakan penjelasan sintaksis (ketatabahasaan) dan analisis semantik (makna tanda-tanda) bahkan

historical event dan objects termasuk teks tertulis. Oleh karena semilogi, analisis teks, demikian Roland Bartes , berarti menganalisis tentang segala hal yang berhubungan dengan sistem simbolik dan semantik dari peradaban manusia seluruhnya. Lebih jelasnya lagi, dari pendapat Charles Morris,

28

bahwa bahasa apapun dan bahasa politik bukan kekecualian, terdiri atas saling pengaruh dan kaya akan lambang-lambang signifikan, baik yang diskursif maupun yang nondiskursif. Pesan-pesan yang dihasilkan dari hasil pengaruh itu banyak bentuknya dan berbagai makna, struktur, dan akibat. Studi tenatang keragaman itu merupakan satu segi dari ilmu semiotik, yaitu teori umum tentang tanda dan bahasa (Morris dalam Dan Nimmo, 2000:93).

5. Analisis Wacana Kritis

Komunikasi dapat terjadi dengan menggunakan isyarat tunggal maupun gabungan. Biasanya dalam berkomunikasi melibatkan lebih banyak lagi daripada sekedar ucapan-ucapan dan aksi aksi.kebanyakan dalam komunikasi, dari yang biasa samapai yang terperinci, terdiri dari aksi-aksi kompleks yang membentuk pesan-pesan atau wacana. Adapun studi tentang struktur pesan disebut analisis wacana (Littlejohn, 2002:76).

Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi apa yang diutamakan wacana tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis, sebuah pidato pun adalah wacana juga. Wacana mencakup tidak hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di tempat umum, tulisan, serta upaya-upaya fomal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon (Tarigan dalam Sobur, 2002:10).

Dalam pengertian yang sederhana, wacana berarti cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas (Lull dalam Sobur, 2002:11). Wacana selalu mengandaikan pembicara/ penulis, apa yang dibicarakan, dan pendengar/pembaca. Bahasa merupakan mediasi dalam proses ini. Wacana itu sendiri mencakup empat tujuan penggunaan bahasa, yaitu; 1) Ekspresi diri; 2) Eksposisi; 3) Sastra; 4) Persuasi (Tarigan dalam Sobur, 2002:11).

Menurut Mills (dalam Sobur, 2002 :11) dengan mengacu pendapat Foucoult, membedakan pengertian wacana menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

29

a. Level konseptual teoritis; Wacana diartikan sebagai domain umum dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan efek dalam dunia nyata

b. Konteks penggunaannya; Wacana berarti sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkkan ke dalam kategori konseptual tertentu

c. Metode penjelasannya; Wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.

Dalam analisis wacana tujuan dari penelitian adalah untuk mengkritik dan transformasi hubungan sosial yang timpang. Realitas dianggap sebagai kenyataan semu yang telah terbentuk oleh proses kekuatan sosial, politik, dan ekonomi. Berita ataupun teks adalah hasil dari pertarungan wacana antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan dan media.

Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih, kompleks dan inheren yang disebut wacana. Dalam upaya menganalisis unit bahasa yang lebih besar dari kalimat tersebut, analisis wacana tidak terlepas dari pemakain kaidah berbagai cabang ilmu bahasa, seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi (Littlejohn dalam Sobur: 48). Lebih lanjut menurut Littlejohn, ada beberapa unit analisis wacana secara bersama-sama menggunakan seperangkat perhatian yaitu :

a. Seluruhnya mengenai cara-cara wacana disusun, prinsip yang digunakan oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami percakapan atau tipe-tipe pesan lainnya. Ahli analisis wacana melihat pada pembicaraan nyata dan bentuk-bentuk nonverbal seperti mendengar dan melihat, dan mereka melakukan studi makna dari bentuk-bentuk yang teramati di dalam konteks. Beberapa teori melihat bagaimana pesan tunggal terstruktur untuk membuat pernyataan

30

koheren. Teori yang lainnya melihat pola bercakap-cakap di antara orang-orang dalam suatu percakapan.

b. Wacana dipandang sebagai aksi, ia adalah cara melakukan segala hal, biasanya dengan kata-kata. Ahli analisis wacana berasumsi bahwa pengguna bahasa mengetahui bukan hanya aturan-atura tata bahasa kalimat, namun juga aturan-aturan untuk menggunakan unit-unit yang lebih besar dalam menyelesaikan tujuan-tujuan pragmatik dalam situasi sosial.

c. Analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang digunakan oleh komunikator aktual dari perspektif mereka, ia tidak mempedulikan ciri/sifat psikologis tersembunyi dari fungsi otak, namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola dan kita pecahkan

Dari hasil pembahasan tentang erbagai macam jenis Analisis Teks ternyata dapat diklasifikasikan lewat paradigma yang membangunnya. Tabel berikut menyajikan pengklasifikasian analisis teks sesuai dengan paradigma dan isu-isu filosofis yang ada didalamnya.

31

Paradigma Paradigma Positivistik Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivis Paradigma Kritis Filsafat Analisis Isi Kuantitatif Hermeneutik (Teks)

Interaksi Simbolik, Fenomenologi

Analisis Framing Analisis Wacana Kritis

Analisis Semiotika

Tujuan Penelitian Eksplanasi, prediksi dan

kontrol

Mencari pemahaman bagaimana kita membentuk dunia pemaknaan melalui interaksi dan bagaimana kita berperilaku terhadap dunia yang kita bentuk itu

Rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku

sosial yang diteliti.

Kritik sosial, Transformasi, emansipasi dan penguatan

sosial

Ontologi

(Realitas/ sifatnya )

Realitas naif : semesta nyata dan dapat diketahui apa adanya. Realitas diatur oleh hukum-hukum dan

mekanisme alamiah

Realitas sosial yang hadir salam beragam bentuk konstruksi mendatl, berdarakan situasi sosial dan pengalamannya, bersifat lokal dan spesifik, kemudian bentuk dan formatnya bergantung pada orang yang menjalaninya

Realitas Subjektif dan Objektif

semesta diketahui itu bersifat spesifik, lokal yang dikonstruksi secara sosial, politik, budaya, ekonomi, etnik dan gender

Realisme Kritis : semesta luar bersifat nyata akan tetapi tidak pernah

seluruhnya diketahui secara sempurna, ada banyak kemungkinan yang dapat diketahui

Epistemologi

(Bagaimana ilmu berkembang dan Cara penelitian)

Objektif Realism

Ada realitas yang real yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal walaupun kebenaran pengetahuan tentang itu mungkin hanya bisa diperoleh secara probabilistik.

Bersifat transaksional dialogis. Sebagai hasil investigasi dan proses sosial. Temuan penelitian merupakan hasil interaksi antara peneliti dengan yang diteliti.

Subyektif; penafsiran bagian tak terpisahkan dari

penelitian teks. Bahkan dasar dari analisis teks.

Bersifat transaksional, dialogis, temuan ilmiah dimuati nilai dan kepentingan

32 Tabel 4. Perbedaan Metodologis dalam Analisis Teks Dilihat dari isu filosofisnya

Sumber : Diadaptasi dari Doni Gahral Adian, 2002:160 Aksiologi

(Nilai yang terkandung dan Posisi Peneliti)

Peneliti berperan sebagai disinterested scientis dan netral

Nilai, etika dan pilihan moral harus berada di luar analisis teks

Peneliti menempatkan diri sebagai pengamat yang mempraktekkan nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Nilai, etika dan pilihan moral adalah lensa yang dipakai untuk menamati fenomena sosial

Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial. Nilai, etika: makna adalah hasil dari proses saling mempengaruhi antara teks dan pembaca. Makna bukan ditransmisikan, tetapi dinegosiasikan.

Peneliti menempatkan diri sebagai aktivis, advokat dan transformative intellectual Nilai, etika, pilihan moral bahkan keberpihakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari analisis.

Metodologis Eksperimental manipulatif,

pembuktian atas hipotesis, kuantitatif

Hermeneutik dan dialektis sebagai hasil interaksi peneliti dengan objek penelitiannya

Reflektif/dialektik; menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti—teks untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif.

Partisipatif mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual dan multilevel analisis yang bisa dilakukan melalui penempatan diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi sosial

33

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2011. Filsafat Ilmu Komunikasi. Rosda Karya. Bandung

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Penerbit Andi. Yogyakarta

Bungin, Burhan. 2012. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Kencana. Jakarta

Dan Nimmo. 2000. Komunikasi Politik : Komunikator, Pesan, dan Media. Remaja Rosdakarya. Bandung

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. LKIS. Yogyakarta

Gahral Adian, Doni. 2002. Menyoal Objektifitas Ilmu Pengetahuan. Traju. Jakarta Herdiansyah, Haris. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu

Sosial. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta

Krippendorff, Klaus. 1991. Analisis Isi; Pengantar Teori dan Metodologi. Rajawali Press. Jakarta

Littlejohn, S.W. 1996. Theories of Human Communication (5th Edition). Wadsworth Publishing Company. USA

Miller, Katherine. 2002. Communication Theories; Perspectives, Processes, and Contexts. McGraw-Hill. New York

Ningsih, Rhesi E. 2012. “Filsafat; Aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Ilmu” (Makalah). Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Malang. Malang

Purwasito, Andrik.2003. Komunikasi Multikultural.UMS Press. Surakarta Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Semiotika dan Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung

34

Zamroni, Mohammad. 2009. Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis (Edisi Pertama). Graha Ilmu. Yogyakarta

Zilullah, Wa Ode Z. 2013. “Ontologi, Aksiologi, dan Epistemologi Sebagai

Landasan Penelaahan Ilmu” (Makalah). Islamic College for Advantages Studies, Universitas Paramadina. Jakarta

Dalam dokumen METODE PENELITIAN KUALITATIF ANALISIS TE (Halaman 26-35)

Dokumen terkait