PENGARUH KONSUMSI ROKOK
TERHADAP UANG SAKU SISWA SMK NEGERI 2 PURBALINGGA
MAKALAH
Disusun oleh Fajar Dwi Pamuji
D1E014026
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
i
PENGARUH KONSUMSI ROKOK
TERHADAP UANG SAKU SISWA SMK NEGERI 2 PURBALINGGA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Dosen Pengampu Mata Kuliah M. Riyanton, S.S., M.Pd.
Disusun oleh Fajar Dwi Pamuji
D1E014026
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
ii
RANCANGAN KARANGAN
A. Tema : Ekonomi.
B. Topik : Konsumsi rokok dan uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga. C. Judul : Pengaruh Konsumsi Rokok Terhadap Uang Saku Siswa SMK
Negeri 2 Purbalingga.
D. Tujuan : Mengetahui pengaruh konsumsi rokok terhadap uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga.
E. Rumusan masalah :
a) Berapa jumlah uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga ?
b) Bagaimana tingkat konsumsi rokok siswa SMK Negeri 2 Purbalingga ?
c) Bagaimana hubungan jumlah uang saku dengan konsumsi rokok siswa SMK Negeri 2 Purbalingga ?
d) Bagaimana pengeluaran rinci uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga sebagai perokok dan bukan perokok ?
F. Aspek yang diteliti :
a) Jumlah uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga. b) Tingkat konsumsi rokok siswa SMK Negeri 2 Purbalingga.
c) Hubungan jumlah uang saku dengan konsumsi rokok siswa SMK Negeri 2 Purbalingga.
iii
G. Metode :
a) Studi pustaka.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul " Pengaruh Konsumsi Rokok Terhadap Uang Saku Siswa SMK Negeri 2 Purbalingga". Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. M. Riyanton, S.S., M.Pd., selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia, yang memberikan dorongan serta masukan kepada penulis.
2. Rekan-rekan kelas, yang banyak memberikan masukan kepada penulis. Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Purwokerto, Desember 2014
1
1. Latar Belakang
Merokok jika dilihat dari beberapa aspek merupakan suatu perbuatan yang merugikan, baik bagi perokok maupun lingkungan sekitarnya. Seperti pendapat Kendal & Hamen (dalam Komasari, 2000) dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia seperti nikotin, CO (Karbon monoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat. Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada dasarnya “membakar uang” apalagi jika hal tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri. Sementara itu Safarino dalam Komasari (2000) menyebutkan jika dilihat dari segi lingkungan sekitar, perokok pasif memiliki risiko lebih berbahaya daripada perokok aktif.
Merokok sudah menjadi gaya hidup di Indonesia saat ini. Ironisnya hal ini sudah terjadi pada remaja tanggung usia belasan. Survei Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik tahun 2001 dan 2004 menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi anak-anak usia 15-19 tahun yang merokok. Tahun 2001 sebesar 12,7%, tahun 2004 meningkat menjadi 17,3%. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey 2006 yang diselenggarakan oleh Badan Kesehatan Dunia terbukti jika 24,5% anak laki-laki dan 2,3% anak perempuan berusia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok, dengan 3,2% dari jumlah tersebut telah berada dalam kondisi ketagihan atau kecanduan (Messwati, 2009).
2
di SMK Negeri 2 Purbalingga perilaku merokok sudah bukan lagi menjadi hal yang aneh, walaupun sebagian besar dilakukan tidak di sekolah. Namun, sebagian siswa berani melakukannya di sekolah dengan cara sembunyi-sembunyi. Bagi siswa perokok hampir seluruhnya memiliki sumber dana atau uang saku dari orang tua. Besarnya uang saku mereka tergantung kemampuan sosial ekonomi masing-masing orang tuanya. Siswa bukan perokok pun memiliki uang saku berasal dari orang tuanya yang jumlahnya tergantung kemampuan sosial ekonomi. Uang saku perokok dan bukan perokok tentunya memiliki perbedaan dari beberapa aspek. Namun, untuk mendapatkan kebenaran di lapangan, perlu adanya penelitian lebih lanjut.
2. Identifikasi Masalah
Siswa perokok di SMK Negeri 2 Purbalingga memiliki jumlah uang saku yang beragam. Apalagi jika dibandingkan dengan siswa bukan perokok. Namun, untuk saat ini belum diketahui seberapa uang saku rata-rata siswa SMK Negeri 2 Purbalingga.
Siswa di SMK Negeri 2 Purbalingga berjumlah tidak kurang dari 1000 siswa. Diantara jumlah tersebut ada sebagian yang merupakan perokok. Namun, belum diketahui tingkat konsumsi rokok siswa di SMK Negeri 2 Purbalingga.
3
Bentuk pengeluaran dari uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga beragam, apalagi jika dibandingkan antara siswa perokok dengan bukan perokok. Hal ini karena kebutuhan masing-masing siswa berbeda. Namun, belum diketahui prosentase pengeluaran siswa secara detail untuk kebetuhannya baik bagi perokok maupun bukan perokok.
3. Rumusan masalah
a) Berapa jumlah uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga ?
b) Bagaimana tingkat konsumsi rokok siswa SMK Negeri 2 Purbalingga ? c) Bagaimana hubungan jumlah uang saku dengan konsumsi rokok siswa
SMK Negeri 2 Purbalingga ?
d) Bagaimana pengeluaran rinci uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga sebagai perokok dan bukan perokok.
4. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi rokok terhadap uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga.
5. Kajian teori
bahan-4
bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbon monoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal & Hammen dalam Komasari, 2000). Rokok menstimulasi penyakit kanker dan berbagai penyakit yang lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis (Kaplan, dkk dalam Komasari, 2000). Bagi ibu hamil, rokok menyebabkan kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, dan mengalami gangguan dalam perkembangan (Davidson & Neale dalam Komasari, 2000). Hasil riset Larson, dkk (dalam Komasari, 2000) menemukan bahwa sensivitas ketajaman penciuman dan pengecapan para perokok berkurang bila dibandingkan dengan nonperokok. Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada dasarnya “membakar uang” apalagi jika hal tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri. Dilihat dari sisi orang disekelilingnya, merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif. Risiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Safarino dalam Komasari, 2000). Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku merokok tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia merupakan kegiatan yang “fenomenal”. Artinya, meskipun sudah diketahui akibat negatif dari merokok
5
Indonesia sudah ada yang mulai merokok pada usia 9 tahun. Smet (dalam Komasari, 2000) mengatakan bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara usia 11-13 tahun dan mereka pada umumnya merokok sebelum usia 18 tahun. Data WHO juga semakin mempertegas bahwa seluruh jumlah perokok yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja (Republika dalam Komasari, 2000). Bahkan hampir 50% perokok di Amerika Serikat termasuk usia remaja (Theodorus dalam Komasari, 2000).
6
siswa terhadap lingkungannya, terbukti bahwa keluarga dan saudara kandung merupakan orang yang paling memberikan pengaruh terbesar kepada siswa, sebagian besar siswa selalu meminta pendapat orang tua atau saudara kandung dalam menentukan pilihan konsumsinya. Demikian pengaruh teman atau sahabat juga mendapatkan porsi yang cukup dalam perilaku konsumsi siswa. Namun ketika ada teman atau sahabat yang memiliki suatu barang baru respon siswa terhadapnya digolongkan kurang.
faktor-7
faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Dalam konteks ini, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok selain disebabkan oleh stres juga disebabkan oleh status sosial ekonomi orang tua secara bersama-sama.
6. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Purbalingga. Sekolah tersebut berada di Jalan Raya Bobotsari km 7, kecamatan Mrebet, kabupaten Purbalingga. SMK Negeri 2 Purbalingga yang memiliki luas sekitar 2 ha terletak di dekat dengan jalan raya dan pemukiman penduduk serta sawah penduduk.
7. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah survei melalui kuesioner dan wawancara. Kuesioner dilakukan kepada siswa SMK Negeri 2 Purbalingga sebanyak 57 responden dari dua kelas yaitu XII ATU 1 dan XII ATU 2. Sementara wawancara dilakukan kepada beberapa sampel dari pengisi kuesioner. Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasional. Variabel yang dikorelasikan dalam penelitian ini adalah konsumsi rokok siswa SMK Negeri 2 Purbalingga sebagai variabel bebas dan uang saku siswa sebagai variabel terikat.
8. Jumlah uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga
8
Sehingga selisih keduanya adalah Rp1.541,54. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa jumlah uang saku rata-rata siswa bukan perokok lebih besar daripada siswa perokok.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa rata-rata jumlah uang saku keseluruhan adalah Rp8.285,48 per hari. Jumlah uang saku terendah adalah Rp2.500,00 per hari. Sedangkan jumlah uang saku siswa tertinggi per hari adalah Rp17.500,00. Jumlah uang saku tersebut dapat dibandingkan dengan penelitian dari Nokadianti (2013) kepada siswa SMK Negeri 5 Madiun dengan hasil sebagian besar siswa mendapat uang saku antara Rp5.000,00-Rp10.000,00 (tingkat sedang) sebanyak 72,3%, sebesar 16,2% mendapat uang saku antara Rp3.000-Rp5.000,00 (tingkat rendah) dan selebihnya mendapat uang saku antara Rp10.000,00-Rp15.000,00 (tingkat tinggi) (11,5%) setiap harinya. Sehingga jumlah uang saku rata-rata siswa SMK Negeri 2 Purbalingga masih berada di tingkat sedang yaitu antara Rp5.000,00-Rp10.000,00 (Rp8.285,48).
9. Tingkat konsumsi rokok siswa
9
diambil rata-rata konsumsi rokok adalah 18% dari uang saku siswa. Jika dikonversi terhadap jumlah uang saku rata-rata siswa perokok maka didapat Rp1.352,65 untuk merokok per hari. Tingkat merokok ini digunakan acuan yaitu 1%-25% (rendah), 26%-50% (sedang), 51%-75% (tinggi) dan 76%-100% (sangat tinggi).
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Rohman (2010) yaitu dari 83 subyek penelitian ditemukan siswa dengan tingkat perilaku merokok sangat tinggi sebanyak 5 siswa 6,02%, tinggi 23 siswa 27,71%, sedang 30 siswa 36,14%, rendah 20 siswa 24,10% dan sangat rendah 5 siswa 6,02%. Perbedaan di sini terletak pada tingkat konsumsi rendah yang dominan di SMK Negeri 2 Purbalingga sebanyak 82%, sedangkan penelitian Rohman (2010) hanya terdapat 6,02%. Selain itu pada penelitian Rohman (2010) terdapat siswa pengonsumsi rokok tingkat sedang sebanyak 36,14% sementara di SMK Negeri 2 Purbalingga hanya 18% siswa.
10. Hubungan tingkat konsumsi rokok dengan jumlah uang saku
10
Kelompok remaja dengan status sosial ekonomi rendah yang menerima uang saku lebih dari 30 dolar dalam 30 hari terakhir merupakan kelompok yang paling besar kemungkinannya untuk merokok. Sehingga, karena tidak terjadi korelasi positif antara jumlah uang saku dengan konsumsi rokok, maka merokok tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga. Walaupun dalam penelitian ini tidak dikaitkan dengan status sosial ekonomi orang tua siswa.
11. Pengeluaran rinci siswa perokok dan bukan perokok
Pengeluaran antara siswa perokok dan bukan perokok memiliki beberapa perbedaan. Bagi perokok memiliki rata-rata pengeluaran untuk selain merokok 82% (Rp6.188,58) dari uang sakunya. Namun, bagi siswa bukan perokok memiliki rata-rata uang saku Rp9.056,25 per hari dan seluruhnya (100%) digunakan untuk jajan dan kebutuhan lain (tidak untuk merokok). Sementara, dari perokok sendiri terdiri dari dua tingkatan. Bagi perokok tingkat sedang memiliki rata-rata pengeluaran untuk merokok Rp2.254,41 atau 30% dari uang saku per hari. Sedangkan siswa perokok tingkat rendah memiliki pengeluaran untuk merokok Rp1.127,21 atau 15 % dari uang saku per hari. Sehingga bagi perokok tingkat sedang hanya memiliki uang saku untuk jajan dan kebutuhan lain Rp5.260,29 per hari atau 70% dari uang saku, sementara tingkat rendah Rp6.387,50 atau 85% dari uang saku per hari.
11
selebihnya untuk kebutuhan lain seperti menabung, keperluan sekolah dan sebagainya. Sementara itu, rata-rata pengeluaran uang saku untuk jajan dan transportasi bagi bukan perokok adalah 54% Rp4.867,73 dari uang saku dan selebihnya untuk kebutuhan lain seperti menabung, keperluan sekolah dan sebagainya.
Pengeluaran selain untuk jajan dan transportasi serta merokok (bagi siswa perokok) adalah untuk memenuhi kebutuhan sekolah, menabung dan kebutuhan lain selain kebutuhan yang telah disebutkan. Namun, antara siswa perokok dengan siswa bukan perokok memiliki kecenderungan masing-masing. Bagi siswa perokok cenderung kurang dalam pengeluaran untuk membeli kebutuhan sekolah. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa hanya 12% siswa perokok memilih menggunakan sisa uang sakunya untuk kebutuhan sekolah. Sedangkan bagi siswa bukan perokok terdapat 30% siswa yang memilih menggunakan sisa uang sakunya untuk kebutuhan sekolah. Bagi perokok rata-rata mengeluarkan uang saku untuk kebutuhan sekolah Rp379,64. Sementara bagi bukan perokok rata-rata mengeluarkan uang saku untuk kebutuhan sekolah Rp1.256,55. Sehingga bagi siswa bukan perokok dalam menggunakan sisa uang saku untuk kebutuhan sekolah lebih tinggi daripada siswa perokok. Sehingga konsumsi rokok berpengaruh terhadap kecenderungan penggunaan sisa uang saku siswa untuk kebutuhan sekolah karena perbedaan signifikan.
12
ditunjukkan dari data bahwa hanya 28% siswa bukan perokok menggunakan sisa uang sakunya untuk ditabung. Sementara itu bagi siswa perokok memiliki kemauan untuk menabung juga cukup rendah, hasil survei menunjukkan bahwa 35% siswa perokok memiliki kemauan untuk menabuang. Bagi perokok rata-rata menyisihkan Rp1.138,91 dari sisa uang sakunya untuk ditabung. Sementara bagi bukan perokok rata-rata menyisihkan Rp1.151,84 dari sisa uang sakunya untuk ditabung. Sehingga kecenderungan konsumsi rokok tidak berpengaruh terhadap pola pengeluaran uang saku siswa dalam menabung karena perbedaan tidak signifikan.
13
12. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi rokok berpengaruh terhadap uang saku siswa dari beberapa aspek. Aspek tersebut diantaranya sebagai berikut : (a) Jumlah uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga rata-rata dalam level
sedang yaitu antara Rp5.000,00-Rp10.000,00 (Rp8.285,48).
(b) Tingkat konsumsi rokok siswa SMK Negeri 2 Purbalingga masih berada di level rendah, yaitu ada 30% siswa merupakan perokok, mereka menghabiskan uang rata-rata 18% dari uang sakunya atau Rp1.352,65 untuk merokok per hari.
(c) Antara jumlah uang saku dengan konsumsi rokok berbanding terbalik atau berkolerasi negatif. Sehingga, merokok tidak mempengaruhi besarnya jumlah uang saku siswa SMK Negeri 2 Purbalingga.
14
13. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Messwati, Elok Dyah. 2009. “Prevalensi Merokok pada Anak Terus Meningkat”. Kompas, 21 Januari. Tersedia pada: <http://kesehatan.kompas.com/read/ 2009/01/21/>.[diakses pada 04 Desember 2014].
Komasari , Dian dan Avin Fadilla Helmi. 2000. “Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja”, Jurnal Psikologi. (online) (1) : 37 – 47. Tersedia pada: <http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/> [diakses pada 24 November 2014].
Rohman , Abdur. 2010. “Hubungan antara Tingkat Stres dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua dengan Perilaku Merokok pada Remaja”. Artikel Ilmiah. (online). Tersedia pada : <http://psikologi.or.id>[Accessed 24 November 2014].