• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan Manusia Kajian Ontologi dan E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keberadaan Manusia Kajian Ontologi dan E"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Epistimologi dalam Islam)

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas individu dalam Mata Kuliah

TAFSIR PRNDIDIKAN

Dosen : Dr. Umar Ibrahim, M.Ag

DisusunOleh :

Aceng Fuad Hasim Ikbal (152025117)

PROGRAM PASCA SARJANA

STUDI

KONSENTRASI MANAGEMENT PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-

QUR’AN

(2)

i

Alhamdulillahirabbil’aalamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan terutama nikmat Iman, Islam serta

nikmat sehat waal’afiat sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.

Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda alam yakni Nabi Muhammad Saw. Kepada keluarganya, shahabatnya, dan seluruh

umatnya sampai hari kiamat.

Tidaklah mudah menyusun makalah ini, penulis menyadari itu sepenuhnya. Tidak sedikit kesulitan, hambatan, rintangan, dan cobaan yang penulis alami. Karena dalam penulisan makalah ini diperlukan kesungguhan, ketenangan, ketelatenan, kesabaran, kejernihan hati ketajaman pikiran, serta

kedalaman pengetahuan. Namun berkat do’a, dorongan dan motivasi dari berbagai pihak alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis

(3)

ii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

BAB 1I PEMBAHASAN ... 2

A. Pengertian Keberadaan Manusia (kajian Ontologi dan Epistimologi dalam Islam) ... 2

1. Keberadaan Manusia ... 2

2. Ontologi ... 2

3. Epistimologi ... 6

B. Hakikat Keberadaan Manusia (kajian Ontologi dan Epistimologi dalam Islam) ... 8

1. Keberadaan Manusia dalam Pandangan QS. Al Mu’Minun Ayat 12-14 ... 8

2. Kajian Ontologis dan Epistimologis tentang Keberadaan Manusia ... 9

BAB 1II PENUTUP ... 12

Kesimpulan ... 12

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ada satu fakta yang harus disadari benar: sains dapat mencapai hasil yang dapat diandalkan hanya jika tujuan utamanya adalah penyelidikan tanda-tanda penciptaan di

alam semesta, dan bekerja keras semata-mata untuk mencapai tujuan ini. Sains dapat

mencapai tujuan akhirnya dalam waktu sesingkat mungkin hanya bila ia tunjukan kearah

yang benar, dengan kata lain jika dipandu dengan benar.1

Keberadaan adanya manusia memberikan banyak pertanyaan dalam hakikat alam di

dunia ini. Berbagai pendekatan yang dikaji dalam menemukan hakikat adanya manusia

ini memberikan banyaknya pertanyaan akan adanya Sang Pencipta yang Maha Kekal.

Quran sebagai kitab utama umat Islam tidak diragukan lagi kebenarannya.

Al-Quran juga banyak memberikan informasi-informasi tentang sains dan kajian ilmiah. Banyak penelitian-penelitian yang sejalan dengan informasi yang tertulis di Al Quran.

Salah satunya adalah proses penciptaan manusia.

B. Rumusan Masalah

Sehubunan dengan latar belakang di atas kami merumuskan masalah di dalam

makalah ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian Ontologi dan Epistimologi?

2. Bagaimana adanya manusia dalam pendekatan Ontologi dan Epistimologi?

1

Harun Yahya, al-Qur’an dan Sains; Memahami Metodologi Bimbingan al-Qur’an bagi Sains,

(Bandung: Dzikra, 2007), hlm. 2.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keberadaan Manusia (Kajian Ontologis dan Epistimologis dalam Islam) 1. Keberadaan Manusia

Keberadaan dalam kamus besar Bahasa Indonesia menunjukkan kata benda yang menunjukkan suatu hal yang berada.2 Keberadaan menunjukkan suatu identitas dalam bentuk nyata hal yang kita sadari oleh panca indra yang menhasilkan posisi dalam menentukan arah atau keadaan hal tersebut. Sedangkan manusia yaitu mahluk yang berakal budi (mampu menguasai mahluk lain).3 Yang artinya keberadaan manusia ini yaitu suatu keadaan yang mempunyai tempat pada suatu posisi identitas suatu mahluk sosial yang mempunyai akal dalam mengubah suatu paradigma berpikir untuk merubah arah dan tujuan suatu mahluk dalam suatu komunitas atau lingkungan baik untuk orang lain maupun untuk dirinya sendiri yang menghasilkan suatu perubahan pola pikir akan suatu hal tertentu.

2. Ontologi

Ontologi berasal dari kata yunani, on = being dan logos = logic artinya keberadaan sebagai keberadaan tentang hakikat apa yang dikaji. Persoalan ontologi adalah bagaiman kita menerangkan hakikat dan segala yang ada ? Hakikat adalah realita atau kenyataan yang sebenarnya.4 Jadi, ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat eksistensi segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat, yaitu ada manusia, alam dan kausa prima dalam suatu hubungan dengan yang menyeluruh, teratur, dan tertib

dalam keharmonisan. Dengan demikian, ontologi merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan mengenai hakikat kenyataan, hakikat wujud ini semata-mata berdasarkan atas argumen-argumen logika yang logis dan rasional.5

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

Jeruk, Jakbar: 2016, hal. 122.

5

Dedi Supriyadi, Musthofa Hasan, Filsafat Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hal. 205.

(6)

Beberapa pendapat ahli filsafat tentang ontologi adalah :

a. Usaha untuk menjawab “apa”, merupakan ilmu mengenai esensi benda (Aristoteles).

b. Ontologi membahas tentang yang ada yang tidak terkait dengan satu perwujudan tertentu, bersifat universal dan berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan (Noengmuhadjir)

c. Ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui (Jujun S. Suryasumantri)

d. Ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (A. Dardiri)

e. Ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan akhir dari kenyataan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang tuhan (Sidi Gazalba).

Ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada ; merupakan ultimatum realiti baik yang berbentuk jasmani / konkrit maupun rohani / abstrak.6 Hakikat suatu keberadaan manusia inilah yang menjadikan bahan dalam kajian ini, di mana bagaimana hakikat inti dari seorang manusia yang mempunyai keutamaan

dalam “akal” untuk menggali bermacam-macam potensi yang ada pada dirinya untuk mengubah suatu peradaban yang ada di dunia. Keberadaan sosok manusia inilah yang menjadi nilai dasar suatu kebenaran dari hakikat Sang Pencipta dari apa yang diciptaknnya ke alam dunia ini, terutama sebagai kholifah ke alam dunia ini.

Dalam pemahaman ontologi dapat dikemukakan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:

a. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja,7 suatu fenomena merupakan dampak dari suatu hal yang dasar (satu), yang kenyataan dasar fenomenanya itu merupakan perwujudan dari materi yang mendasar / asal sehingga yang asal itu akan berubah menjadi hal yang berbeda-beda seiring bercampurnya asal dengan suatu keadaan dan waktu

tertentu. Paham ini terbagi atas dua aliran, yaitu:

6

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

Jeruk, Jakbar: 2016, hal. 122-123.

7

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

(7)

1) Aliran Materialisme

Aliran yang menganggap sumber yang asal itu adalah materi bukan rohani, sejalan dengan aliran naturalisme yang berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang lainnya diluar alam tidak ada. Paham ini sering dikaitkan dengan teori atomisme.8 Sesuatu itu merupakan bentukan dari materi yang terlihat oleh panca indra, sehingga keberadaan suatu hal yang ada di muka bumi ini adalah suatu materi / benda yang tersusun dari benda-benda yang ada dan yang terlihat oleh panca indra kita. Peranan dari materi ini merupakan hasil visualisasi terencana oleh alam yang ada pada jagat raya ini.

2) Idealisme

Aliran ini menyatakan hakikat benda adalah ruhani, spirit. Karena nilai ruh lebih tinggi daripada badan dan materi bagi kehidupan manusia. Manusia lebih dapat memhami dirinya daripada dunia luar dirinya. Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang, benda tidak ada yang ada energi itu saja. Materi manurut aliran ini sebetulnya tidak ada oleh sebab itu aliran ini disebut idealisme atau spiritualisme.9 Keberadaan yang terencana oleh suatu alam melukiskan akan suatu kekuatan yang sangat kuat yang memberikan suatu kehidupan pada alam tersebut, pelukisan terjadinya suatu hal pada alam ini lah yang memberikan gambaran bahwasanya ada kekuatan yang sangat besar yang mengatur alam beserta isinya ini, sehingga kejadian alam dalam setiap harinya bukan suatu keteraturan yang nyata dan terus menerus sama kejadiannya. Di sana terlihat jelas akan kekuasaan yang megatur dan memprogram alam sebagai kekuatan yang terbesar yang ada di lingkungan kita. Sehingga, esensi dari adanya alam ini, merupakan gambaran kekuatan yang bersifat immaterial / rohani yang tercerminkan keluar dan diterima oleh panca indra setiap mahluk.

b. Dualisme

Hakikat itu ada dua, menurut aliran dualisme. Yaitu materi dan rohani atau

material dan spiritual, seperti roh dan jasad ada pada diri manusia. Umumnya manusia tidak akan mengalami kesulitan utnuk menerima prinsip dualisme, karena setiap kenyataan lahir dapat segera ditngkap oleh panca indra kita.

8

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

Jeruk, Jakbar: 2016, hal. 123.

9

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

(8)

Sedangkan kenyataan bathin dapat ditangkap oleh akal dan perasaan hidup.10 Paham ini merupakan gabuangan dan yang menjembatani dari konsep sebelumnya terhadap sesuatu yang ada. Bahwasanya sesuatu itu tersusun dari hal yang bersifat materi dan immateri.

c. Pluralisme

Paham yang berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan yaitu segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Yang mana kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur. Substansi yang ada itu terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, api, air dan udara. Dalam paham ini tidak ada kebenaran yang mutlak senantiasa berubah dan dikoreksi oleh pengalam sebelumnya. Dunia adalah

banyak yang bereneka ragam atau pluralis.11 Hakikat utama dari alam tidak lebih merupakan suatu hasil proses dari keempat unsur tersebut.

d. Nihilisme

Yaitu tidak ada sesuatu apapun yang eksis bila sesuatu itu ada dia tidak dapat diketahui. Pengindraan itu bersifat ilusi.12 Hasil dari sebuah pengindraan merupakan bentuk dari pentransformasian data yang terukur dan terimajinasikan akan suatu hal, jika sesuatu hal itu merupakan hasil data yang diterima dari luar, maka sejatinya alam itu adalah suatu data saja yang terimajinasikan pada diri seseorang yang membuahkan emosianal, sensasi dan kepuasan tertentu yang mempunyai durasi dalam merasakan hal tersebut. Sehingga ketika durasi yang telah diterima itu habis, maka emosianal, sensasi dan kepuasan itu akan hilang kembali, yang artinya bahwa pada dasarnya alam yang tervisualisasikan itu merupakan hal yang tidak nyata.

e. Agnostisisme

Paham yang mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Satu-satunya yang ada itu hanyalah manusia, ukuran dia memahami dirinya sendiri, segala perbuatan manusia tanpa tujuan karna tidak ada yang tetap. Manusia tidak boleh mencar dan mengusahakan kegagalan atau keruntuhan. Jadi,

agnotisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi maupun rohani, aliran ini mirip

10

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

Jeruk, Jakbar: 2016, hal. 124.

11

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

Jeruk, Jakbar: 2016, hal. 124.

12

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

(9)

dengan skeptisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. ).13

3. Epistimologi

Epistemologi adalah teori pengetahuan yang berurusan dengan hakikat dan lingkup ilmu pengetahuan, pengandai dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistemologi memberi kekuasaan pada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Manusia perlu mengetahui alam diperlukan observasi, pengukuran, penjelasan dan pembuaktian.

Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya:

a. Metode Induktif

Induksi suatu metode yang menyipulkan pernyataan hasil observasi dalam kesimpulan pernyataan umum.14 Dalam sederhananya penjabaran dalam pengambilan data yang bersifat khusus ke arah penjabaran yang lebih umum. b. Metode Deduktif

Deduksi suatu metode yang menyimpulkan data-data empirik oleh lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtun. Cntohnya jika penawaran besar harga menurun.15 Ini kebalikannya dari metode induktif, yaitu penjabaran yang berawal dari yang bersifat umum kearah penjabaran yang bersifat khusus.

c. Metode Positivisme

Suatu metode adalah segala yang nampak dan segala gejala. Penemuan hukum-hukum persamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal.16 Akal merupakan acuan utama dalam pengambilan kesimpulan terhadap suatu fakta yang telah terjadi.

d. Metode Kontemplatif

Keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan berbeda-beda yang harus dikembangkan oleh akal yang disebut intuisi, yaitu pengetahuan yang datang dari tuhan melelui pencerahan dan

ti

Syahrial Syarbaini. Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana Kebon

(10)

penyinaran.17 Ini menggambarkan keadaan dalam pencarian kesimpulan tidak hanya berasal dari logika semata, tapi lebih adanya bantuan Tuhan dalam menemukan suatu hal dalam pencarian manusia.

e. Metode Dialektis

Mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan. Dalam kehidupan sehari-hari berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Perkembangan ilmu secara epistimologi dapat dilihat secara kronologis yaitu:

- Ilmu dari tidak boleh mencari untuk berubah menjadi ilmu bleh mencari suatu keuntungan, yaitu dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi 9sebelum masehi).

- Abad pertengahan di Barat ilmu dapat membawa perkembangan secara gemilang dan makmur

- Tahap berikutnya ada ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia. Bahkan manusia dikuasai oleh ilmu pengetahuan sendiri.

- Ilmu pengetahuan telah merusak alam yang menyebabkan jurang kaya dan miskin semakin lebar.

- Abad modern munculnya iptek yang menimbulkan krisis, ini merupakan kesalahn epistimologi yang mendasari ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

- Ilmu pengetahuan bertujuan menundukkan alam dan dimanfaatkan semaksimal mungkin.18

Epistimologi kebernaran tidak didasarkan atas proses induksi melainkan berdasarkan pembenaran logis dengan prinsip falsifikasi, yaitu membuktikan adanya

“kesalahan” pada hukum-hukum ilmiah.19 Yang artinya bahwa, sesuatu hal itu merupakan hasil dari suatu pendekatan ilmiah yang memberikan kesimpulan dalam memahami hal tersebut yang bersandar pada kemampuan logika dalam menginterpertasikannya.

(11)

B. Hakikat Keberadaan Manusia (Kajian Ontologis dan Epistimologis dalam Islam) 1. Keberadaan Manusia dalam pandangan QS. Al-Mu'minun Ayat 12-14

Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.20

Di dalam hadits juga disebutkan, Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa,

dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:

ِرْدَق ىَلَع َمَدآ ْوُ نَ ب َءاَجَف ,ِضْرَْلْا ِعْيِمَج ْنِم اَهَضَبَ ق ٍةَضْبَ ق ْنِم َمَدآ َقَلَخ َللها َّنإ

“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari satu genggaman tanah yang

digenggam-Nya dari seluruh permukaan bumi. Kemudian anak-anak Adam datang sesuai dengan kadar warna tanah. Diantara mereka ada merah, putih, hitam, dan perpaduan antara warna-warna tersebut. Ada yang lembut dan ada yang kasar

(keras), ada yang jahat dan ada juga yang baik, atau di antara keduanya”.

20

Mochtar Naim, Kompendium Himpunan Ayat-Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Biologi dan

Kedokteran, Gema Insani Press, Jakarta: 1996, hal 105.

21

(12)

2. Kajian Ontologis dan Epistimologis tentang Keberadaan Manusia

Seperti yang kita ketahui, bahwasanya ontologis merupakan kajian dalam membahas hakikat dari keberadaan ada itu sendiri, yang artinya bahwa keberadaan manusia dalam pandangan Islam itu merupakan bagian dari alam yang dianugrahi akal dalam memaksimalkan kemampuan dalam memanfaatkan alam sekitarnya. Potensi Allah Swt yang telah diberikan kepada diri setiap manusia dalam pemaksimalan pengetahuannya itu yang akan menjadikan hakikat akan manusia itu sendiri sebagai khalifah di muka bumi ini.

Al Quran mengajarkan sebuah kesadaran bahwa pengetahuan merupakan sebuah karunia dari Allah, Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan manusia dan alam

semesta. Karunia ilmu pengetahuan merupakan bagian dari cobaan atau ujian bagi manusia, karena bisa menimbulkan perasaan sombong atau arogansi. Arogansi manusia menjadi salah satu penyebab sebagian manusia tidak lagi melihat adanya Yang Maha Pencipta. Manusia yang sombong tidak dapat melihat pesan-Nya lewat Al-quran, tidak lagi sujud pada Yang Maha Tinggi, Yang Maha Berilmu, antara lain terbukanya sebuah jalan ilmu pengetahuan manusia yang luas, yang tidak diketahui sebelumnya.22

Dalam pandangan-pandangan kajian ontologi yang terbagi dan telah di jabarkan di atas memberi pandangan bahwa keberadaan manusia yang berasal dari tidak ada ke ada yang berdiri sendiri akan hakikat keberadaannya itu tersusun dari materi yang tampak (badan / jasad) dan berupa hal yang gaib (roh) merupakan suatu hal yang akan binasa keberadaannya di alam semesta ini (tidak kekal). Halusinasi pengalaman yang terekam oleh panca indra dan teraktualisasikan oleh anggota badan merupakan suatu komponen utama atas hakikat keberadaan manuisa itu sendiri.

Jadi memahami adanya manusia ke alam bumi dalam kajian ontologi ini menurut penulis hanya sebatas misi yang terprogram atas data yang ia terima dan tanam dalam benaknya semasa ia ada untuk memuasakan hal yang ia percayai keberadaannya, baik itu mempercayai Sang Maha Pencipta maupun hal yang Maha Pencipta cipta pada

manusia itu sendiri yaitu akal dan nafsunya.

Epistimologis dalam kajian Islam terbagi menjadi beberapa bagian yaitu bayani,

irfani dan burhani.

22

Lajnah Pentahsihan Mushaf Al quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Penciptaan

(13)

a. Epistimologi Bayani

Bayani dalam bahsa arab berarti penjelasan (explanation). Artinya asal katanya adalah menyikap dan menjelaskan maksud suatu pembicaraan dengan menggunakan lafadz yang paling baik (komunikatif). Para ahli ushul fiqh memberikan pengertian, bahwa bayan adalah upaya menyingkap dari suatu pembicaraan (kalam) serta menjelaskan secara terinci hal-hal yang tersembunyi dari pembicaraan tersebut kepadapara mukallaf. Artinya bisa disebut juga sebagai upaya mengeluarkan suatu ungkapan dari keraguan menjadi jelas.23 Dalam memberikan dan menyimpulkan suatu konsep keberadaan manusia seutuhnya kita bisa melihat dari kejelasan peran yang ia emban selama hidupnya, yang artinya

bahwa konsep keberadaan manusia secara nyata merupakan dasar dari hakikat ia menjabat sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya.

b. Epistimologi Irfani

Irfani berasal dari kata irfan yang dalam bahasa Arab merupakan bentuk dasar

(masdar) dari kata ‘arafa, yang semakna dengan ma’rifat. Dalam bahasa Arab,

istilah al ‘irfan berbeda dengan kata al ‘alim. Al ‘alim menunjukkan pemerolehan objek pengetahuan (al ma’lumat) melalui transformasi (naql) ataupun rasionalitas

(‘aql), sementara irfan atau ma’rifat berhubungan dengan pengalaman atau

pengetahuan langsung dengan objek pengetahuan.24 Pengetahuan dalam pengambilan peran dalam kehidupan seorang manusia dilihat dari hasil pengamatan akal dia sebagai mahluk yang mempunyai nilai moralitas keimanan terhadap pencapaian akal dalam menanggapi hakikat ia berada sebagai mahluk. Hakekat dari epistemologi Islam adalah pada akal, pengalaman empiris, dan

al-Qur’an. Epistemologi Islam tidak mungkin dapat berjalan tanpa ketiganya secara dialektikal.25 Ketiga unsur inilah yang dapat mendekatkan kita dalam menemukan pertanyaan yang ada, baik yang berurusan dengan hal ihwal manusia maupun yang berkaitan dengan masalah ketuhanan. Walaupun kebenaran dari setiap pertanyaan itu mutlak kebenarannya hanya pada Allah Swt, kita sebagai mahluk hanya bisa berusaha

dalam mendekatkan diri pada kebenaran yang mutlak (Allah Swt).

23

Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori

Pengetahuan, Cet. VI, Belukar, Yogyakarta: 2004, hal.181.

24

Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori

Pengetahuan, Cet. VI, Belukar, Yogyakarta: 2004, hal.197.

25

Asep Kurniawan, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Epistemologi Filsafat

(14)

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Karena itu, kegiatan berpikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu atau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dari bidang pengetahuan.26

26

Asep Kurniawan, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Epistemologi Filsafat

(15)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hakikat adanya manusia dan bagaimana manusia itu mencari hakikat dengan kelogisan logika mereka dalam menemukan setiap hakikatnya, memberikan berbagai pandangan dalam

menginterpretasikan hakikat ia berada sesuai dengan data yang telah ia terima dan dapatkan lalu diolah sebagai reaksi yang teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-harinya dalam memahami dirinya sebagai peran sosial dan peran yang mempunyai nilai rohani terhadap Sang Maha Pencipta.

Hasil dari suatu pengamatan tentang hakikat keberadaan manusia di alam ini, menunjuk suatu kebenaran yang relatif yang harus diintegrasikan dengan pedoman utama manusia dalam melakukan aktifitasnya sebagai seorang manusia dan sebagai seorang hamba.

Penting dalam memahami dirinya sendiri (mahluk) yang tidak perlu kepada sebab lain untuk terjadinya sesuatu terhadap manusia yang berada pada saat ini. Hal terpenting dalam diri setiap mahluk yaitu memahami segala sesuatu yang diberikan oleh yang berkehendak kepadanya itu, merupakan hasil dari suatu kehendak lain yang tidak membutuhkan sebab timbul adanya kehendak itu. keberadaan mahluk mungkin saja bisa ada dan bisa tidak ada, dan Dia sendiri tidak butuh kepada kejadiannya dalam menjadikan suatu mahluk.

(16)

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke. 3, Balai Pustaka, Jakarta: 2007,

Kurniawan, Asep, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Epistemologi Filsafat Islam, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 17 Nomor 1, 2013. Lajnah Pentahsihan Mushaf Al quran Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,

Penciptaan Jagat Raya Dalam Persepektif Alquran dan Sains, Lajnah Pentahsihan Mushaf Al Quran, Cet.1, Jakarta: 2010, hal.

Muslih, Mohammad, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Pengetahuan, Cet. VI, Belukar, Yogyakarta: 2004

Muslih, Mohammad, Filsafat Ilmu: kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Pengetahuan, Cet. VI, Belukar, Yogyakarta: 2004

Naim, Mochtar, Kompendium Himpunan Ayat-Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Biologi dan Kedokteran, Gema Insani Press, Jakarta: 1996,

Nashiruddin Al Albani, Syaikh Muhammad, Shahih Sunan At Tirmidzi. Jilid, hal.2355 Supriyadi, Dedi dan Hasan, Musthofa, Filsafat Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2012. Syarbaini, Syahrial, Filsafat Ilmu dan Logika, Edisi Revisi, Fakultas Psikologi Mercubuana

Kebon Jeruk, Jakbar: 2016.

Yahya, Harun, al-Qur’an dan Sains; Memahami Metodologi Bimbingan al-Qur’an bagi Sains,

Bandung: Dzikra, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika Dasar, 2010

Pada bab ini, kita akan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan diskusi: manfaat diskusi, tugas dan peranan unsur diskusi, cara menyampaikan pendapat, gagasan, sanggahan

Untuk mengetahui pengaruh komite audit terhadap manajemen laba. pada perusahaan manufaktur di Bursa

Pilihan kosakata dalam teks ini menunjukkan relasi makna yang sinonim bernuansa marah seperti dalam kalimat ”Peri Kenanga kesal”, ”Burung Kepodang sangat marah” dan

kepemimpinan yang dikaitkan dengan peran teknologi dan informasi diharapkan dapat menciptakan pemimpin yang unggul kompetitif dalam globalisasi, pemimpin yang bertanggung

Lama perendaman natrium metabisuifit (NazSzOs) memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<O,Ol) terhadap rendemen tepung sukun yang dihasilkan.. Rendemen tertinggi diperoleh

PENGARUH VENUE QUALITY TERHAD AP SPORT TOURIST SATISFACTION OLAHRAGA ICE SKATING D I GARD EN ICE PVJ.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Faktor yang memengaruhi tingkat kepuasan konsumen civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap kantin unit usaha Dharma Wanita UIN Syarif Hidayatullah