• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kerjasama Antar Siswa dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Siswa Kelas 4 SD Negeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kerjasama Antar Siswa dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Siswa Kelas 4 SD Negeri "

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

6

Matematika, model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together), kerjasama, hasil belajar, dan penelitian tindakan kelas.

2.1.1 Hakikat Matematika

2.1.1.1 Matematika dan Pembelajarannya

Matematika adalah sebagai struktur pelajaran abstrak dan saling berkaitan. Matematika juga merupakan baris ekspresi bagi kebanyakan rumus- rumus ilmiah. Hal- hal yang tidak diketahui ini dapat dicari menggunakan matematika. Sebagai pengetahuan, matematika mempunyai ciri- ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Menurut Soedjadi (2000), yaitu matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif. (Heruman 2008 : 1)

Menurut Ruseffendi (1993), matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa. Pepatah Cina mengatakan, “Saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti”.

(2)

menurut Susanto (2013: 185) matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai pada jenjang perguruan tinggi, bahkam mata pelajaran ini juga diajarkan di taman kanak- kanak (TK) secara informal. Hal ini menunjukkan pentingnya matematika dalam bidang pendidikan dan dalam kehidupan sehari- hari.

Mata pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran di sekolah yang merupakan mata pelajaran dasar di SD selain mata pelajaran lain. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar dalam kehidupan sehari- hari yang berguna untuk memahami dasar – dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dewasa ini. (Depdikbud 1994).

Pembelajaran matematika ditingkat SD, Diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah penemuan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru. Bruner (Heruman 2008 : 4) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. ‘Menemukan’ disini terutama adalah ‘menemukan lagi’ (discovery), atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam pembelajaran ini, guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.

Sepintas konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar (SD) sangatlah sederhana dan mudah, tetapi sebenarnya materi matematika SD memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak boleh dipandang gampang. Diperlukan kecermatan dalam menyajikan konsep-konsep tersebut, agar siswa mampu memahaminya secara benar, sebab kesan dan pandangan yang diterima siswa terhadap suatu konsep di sekolah dasar dapat terus terbawa pada masa-masa selanjutnya (Antonius Cahya Prihandoko, 2006 : 1).

(3)

konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi untuk menuju tahap keterampilan tersebut harus memulai langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika.

1. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu pola piker siswa.

2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

(4)

pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Menurut Johnson (Isjoni 2010 : 15) pembelajaran kooperatif mengandung pengertian bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.

Menurut Davison & Kroll (dalam Asma, 2006:11) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar berbentuk kelompok kecil, sehingga siswa dapat saling berbagi ide dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik mereka. Sedangkan Slavin (2009) berpendapat, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4 - 6 orang dengan struktur kelompok heterogen..

(5)

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Jarolelimek & Parker (Isjoni, 2011:24) mengungkapkan tentang kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif antra lain : a) saling ketergantungan positif, b) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, c) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, d) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, e) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya, dan f) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

(6)

2.1.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat 6 langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran kooperatif, seperti tampak pada tabel berikut (Ibrahim dkk. 2000:10)

Tabel 1

Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2

Menyajikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau dengan bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membeantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

(7)

Fase 5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan Guru mencari cara – cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

NHT (Numbered Heads Together) atau banyak disebut pula dengan penomoran, berpikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran kooperatif. NHT (Numbered Head Together) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Menurut Hamdani (2010:89) menjelaskan bahwa “Numbered Heads Together adalah metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat

suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa”. Menurut Lie(2004: 59) “Numbered Heads Together adalah pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”. Menurut Slavin (dalam Miftahul Huda, 2011: 130)“Numbered Heads Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas”.

(8)

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran, sehingga peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator. Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Numbered Heads Together adalah suatu pembelajaran dimana setiap siswa diberikan nomor. Dalam hal ini siswa saling memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Untuk mempertanggung jawabkan hasil diskusinya siswa mempresentasikan hasil diskusinya sesuai dengan nomor yang dipanggil oleh guru.

2.1.3.1Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

Langkah-langkah pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) menurut Hamdani (2010: 90) adalah sebagai berikut:

a. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor,

b. Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk mengerjakannya,

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya,

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka,

e. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain,

f. Kesimpulan.

(9)

Kemudian guru memanggil nomor dari siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

2.1.3.2Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut (Hamdani, 2010: 90):

a. Kelebihan

1) Setiap siswa menjadi siap semua,

2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. b. Kelemahan

1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru,

2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Adapun sintak pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Sintak pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT)

Fase Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

(10)
(11)
(12)

berhasil. Bagi yang

(13)

sudah menjawab dengan benar atau belum benar tetap diberi penguatan positif agar mereka tetap terpacu untuk belajar lebih baik lagi. Bagi kelompok yang sudah baik maka sebisa mungkin mempertahankan prestasinya, dan kelompok yang belum maksimal harus bekerja lebih keras lagi agar mencapai hasil yang optimal. Setelah semua siswa melaporkan hasil diskusinya maka siswa bersama guru menyimpulkan materi atau hasil yang didapat dari materi yang telah dipelajari.

Dalam hal ini Numbered Heads Together (NHT) baik untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran karena berbagai kemampuan siswa akan terbentuk. Mulai dari bekerjasama untuk menyelesaikan masalah, saling bertukar pikiran, saling memberi motivasi, dan saling menghargai pendapat orang lain. Selain bertanggung jawab untuk kelompok, siswa juga harus bertanggung jawab untuk diri sendiri melalui nomor yang diberikan kepadanya. Setiap anggota dalam kelompok harus mengetahui jawaban timnya. Sehingga jika sewaktu-waktu guru memanggil siswa dengan nomor tertentu maka siswa yang nomornya sesuai akan siap untuk menjawab. Namun untuk melakukan pembelajaran ini, guru harus mampu mengenali sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswa-siswanya. Guru juga harus menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerja kelompok. Dalam hal ini guru harus menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa, bukan hanya berdasarkan pada hasil kerja kelompok.

2.1.4 Kerjasama

(14)

Kerjasama dalam proses pembelajaran disebut juga dengan belajar bersama. Dalam kerjasama terdapat kegiatan saling berbagi ide, berbagi pengalaman, memberi dukungan, dan saling mendorong diantara siswa sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan secara bersama-sama. Dalam proses pembelajaran, setiap individu saling bekerjasama untuk membangun pemahaman dan pengetahuan bersama. Para siswa yang bekerja bersama-sama secara kooperatif diharapkan bisa menjelaskan apa yang sudah mereka pelajari kepada teman-teman satu kelompoknya, saling berpartisipasi dan memberikan konstribusi satu sama lain, mendengarkan dan menghargai pendapat dari orang lain. Warsono (2012: 163) menjelaskan bahwa “kerja sama sebagai nilai karakter. Prinsip ini maknanya adalah kerja sama tidak hanya sebagai cara untuk belajar, namun kerja sama juga menjadi bagian dari isi pembelajaran. Kerja sama sebagai nilai menegaskan perlunya ketergantungan positif”. Menurut Johnson (2010: 28), “kerjasama adalah upaya umum manusia yang secara simultan mempengaruhi berbagai macam keluaran instruksional. Keluaran-keluaran ini dapat digolongkan menjadi tiga kategori utama, yaitu: usaha untuk mencapai, hubungan interpersonal positif, dan kompetensi sosial”. Berikut ini adalah penjelasan tentang ketiga kategori tersebut:

a. Usaha untuk mencapai

Usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama mendorong tumbuhnya rasa harga diri yang lebih tinggi, rasa kemampuan diri, kontrol pribadi, dan rasa percaya diri. Demikian juga, jika seorang individu lebih sehat secara psikologis, maka semakin baik kemampuan mereka untuk bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

b. Hubungan interpersonal positif

(15)

c. Kompetensi sosial

Bekerja kooperatif bersama teman sebaya atau sekelas dan menghargai kerjasama akan membangun kompetensi-kompetensi sosial yang lebih baik dan rasa harga diri yang lebih tinggi daripada harus bersaing dengan teman sekelas atau bekerja sendiri-sendiri.

(16)

Berdasarkan ketiga kategori tersebut, peneliti menyusun indikator keterampilan kooperatif, yaitu: usaha untuk mencapai indikatornya adalah melaksanakan tugas yang diberikan dan menyelesaikan tugas tepat waktu, Hubungan interpersonal indikatornya adalah kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok dan menghargai pendapat orang lain, kompetensi sosial indikatornya adalah memberikan ide atau pendapat dalam kelompok dan berada dalam kelompok.

Indikator-indokator keterampilan kooperatif yang sudah dijelaskan diatas akan digunakan sebagai patokan atau alat ukur bagi guru untuk mengukur kerjasama siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

(17)

Tabel 3

Kisi-Kisi Instrumen Observasi Kerjasama

No. Kategori Indikator

1. Usaha untuk mencapai

Mengerjakan tugas yang diberikan Menyelesaikan tugas tepat waktu

2.

Hubungan interpersonal positif

Kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok

Menghargai pendapat teman

3. Kompetensi sosial

Memberikan ide atau pendapat dalam kelompok

Berada dalam kelompok Jumlah

Catatan: Skor diisi dengan angka 1, 2, 3, dan 4 dengan kriteria sebagai berikut: 1. Mengerjakan tugas yang diberikan

(1) Tidak mengerjakan tugas yang diberikan

(2) Kadang-kadang mengerjakan tugas yang diberikan

(3) Melaksanakan tugas tetapi kurang bertanggungjawab karena hanya menyalin pekerjaan teman

(4) Selalu melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab 2. Menyelesaikan tugas tepat waktu

(1) Tidak menyelesaikan tugas dan tidak tepat waktu (2) Menyelesaikan tugas tapi tidak tepat waktu

(3) Menyelesaikan tugas tepat waktu tetapi masih terdapat jawaban yang salah

(4) Menyelesaikan tugas tepat waktu dengan benar 3. Kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok

(18)

(3) Peduli dan membantu menyelesaikannya tetapi salah atau kurang tepat (4) Peduli dan membantu menyelesaikannya dengan benar

4. Menghargai pendapat teman

(1) Tidak memperhatikan dan tidak merespon pendapat teman (2) Memperhatikan tapi tidak merespon pendapat teman

(3) Memperhatikan dan kadang-kadang merespon pendapat teman (4) Memperhatikan dan selalu merespon pendapat teman

5. Memberikan ide atau pendapat dalam kelompok (1) Sibuk sendiri dan tidak mengeluarkan pendapat (2) Memperhatikan tetapi tidak mengeluarkan pendapat (3) Kadang-kadang mengeluarkan pendapat

(4) Aktif mangeluarkan pendapat 6. Berada dalam kelompok

(1) Kadang-kadang berada dalam kelompok dan tidak ikut berpartisipasi (2) Berada dalam kelompok tapi tidak ikut berpartisipasi

(3) Berada dalam kelompok tapi kadang-kadang berpartisipasi (4) Berada dalam kelompok dan selalu ikut berpartisipasi

Untuk mengetahui skor kerjasama setiap siswa dalam kerja kelompok, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Nilai kerjasama siswa = 𝛴 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝛴 𝑖𝑡𝑒𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛

Kategori kerjasama diperoleh melalui = 𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖

= 24−6 3

= 18 3

(19)

Sehingga diperoleh:

Skor 6 - 11 = kerjasama rendah Skor 12 - 17 = kerjasama sedang Skor 18 - 24 = kerjasama tinggi 2.1.5 Hasil belajar

2.1.5.1 Definisi Hasil belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik (Purwanto, 2011:44-47).

(20)

Anni (2004:4) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan hasil belajar menurut Sudjana (2013:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal, kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 2013:22). Pendapat Slameto (2003: 2), belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami dan atau menerima pengalaman dalam proses pembelajaran hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik umumnya ditunjukkan dengan nilai test atau nilai yang diberikan oleh guru.

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kognitif yang dapat diketahui hasilnya dengan tes tertulis setelah proses pembelajaran selesai.

2.1.5.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Sugihartono (2007 :76-77) mengemukakan faktor-faktor hasil belajar sebagai berikut :

1. Faktor internal, adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar.

(21)

Purwanto (2011:28) mengatakan bahwa bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu.

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuat. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.untuk membangkitkan minat belajar diantaranya dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan baik dari bentuk buku , materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplore apa yang dipelajari. Nasution (2010:73) menyatakan motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menurut Sadirman (2004:77) motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

2. Faktor eksternal, adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal ini meliputi pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, sekolah, lingkungan sekitar dan sebagainya. Hasbullah (2009:46) berpendapat bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluargalah anak pertama kali mendapat pendidikan dan bimbingan. Lingkungan masyarakat juga dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak sebayanya. Apabila anak-anak-anak-anak yang sebayanya adalah anak-anak yang rajin, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya jika anak-anak yag sebayanya adalah anak yang kurang rajin, maka anakpun juga akan terpengaruh (Sardiman, 2004:80). Guru juga dituntut untuk dapat menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.

(22)

1. Faktor interen meliputi faktor jasmani antara lain faktor kesehatan dan cacat tubuh, yang kedua faktor psikologis yang terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Faktor yang terakhir yaitu faktor kelelahan. Kelelahan yang dimaksud disini yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

2. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga dan faktor sekolah. Faktor keluarga disini yaitu seluruh keadaan di dalam rumah siswa, sedangkan faktor sekolah yaitu segala sesuatu yang ada di lingkungan sekolah.

2.1.6 Penelitian Tindakan Kelas

2.1.6.1 Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas terdiri atas tiga kata yaitu, penelitian, tindakan dan kelas. Dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tesebut maka ada tiga pula pengertian yang dapat kita jelaskan.

Penelitian adalah suatu kegiatan mengamati objek dan mencari suatu permasalahan dengan menerapkan dan menggunakan urutan, metode atau aturan – aturan metodologi, guna untuk memperoleh suatu informasi dan data yang relevan.(Arikunto,dkk,2008:2)

“penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan percobaan secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu untuk mendapatkan fakta – fakta atau prinsip – prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan menaikkan tingkat ilmu dan teknologi”. (Hadi dan Haryono,1998:39)

Penelitian adalah suatu suatu proses yang disusun secara sistematis untuk yang dilakukan dengan berpedoman pada ,metode – metode ilmiah yang ada. (Emzir,2012: 3)

Tindakan adalah suatu kegiatan yang sengaja di lakukan untuk menyelesaikan suatu persoalan ataupun permasalahan. (Arikunto,dkk,2008:3)

Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah dan tahap ini termasuk dalam rangkaian siklus kegiatan.(Aqib,2009:12)

(23)

Dalam melaksanakan penelitian harus melalui beberapa prosedur atau langkah – langkah dalam melakukan penelitian, begitupun penelitian tindakan kelas terdapat beberapa prosedur yang terdiri atas beberapa kegiatan pokok, yaitu planning, acting, observing dan reflecting. Kegiatan di atas merupakan awal siklus kegiatan dalam memecahkan masalah. Apabila pada kegiatan awal ini, siklus tidak menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, maka kegiatan penelitian dilanjutkan pada siklus lanjutan sampai peneliti dapat mendapatkan hasil yang terbaik. (Arikunto,dkk,2008:117)

Penelitian tindakan adalah bentuk pemeriksaan dan penelusuran yang dilakukan seorang guru pada suatu kelas dalam proses pembeelajaran yang bersifat partisipatif (keikutsertaan, peran serta atau keterlibatan dengan keadaan lahiriahnya), kolaboratif (kerjasama, interaksi dan kompromis beberapa elemen yang terkait) dan spiral (perencanaan, pengambilan dan pengumpulan data). (Arikunto,dkk,2008:104)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan kelas merupakan suatu bentuk dari penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan bersama dikelas secara profesional.

2.1.6.2Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

Tujuan dilakukannya penelitian tindakan kelas adalah untuk :

1) peningkatan dan perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru.

2) perbaikan dan peningkatan layanan professional guru dalam menangani proses belajar mengajar.

3) terwujudnya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian berlangsung.

(24)

melakukan penelitian tindakan kelas seorang guru bisa menggambarkan manfaat penelitian bagi guru itu sendiri atau guru yang lain.

Kebiasaan seorang guru untuk melaksanakan penilitian tindakan kelas dapat mencerminkan bahwa guru tersebut mampu mengadakan inovasi dan mengembangkan program pembelajaran.

Adapun mengenai tujuan akhir penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan (1) kualitas praktik pembelajaran di sekolah, (2) relevansi pendidikan, (3) mutu hasil pendidikan, dan (4) efisiensi pengelolaan pendidikan. Suyanto (Aqip 2009: 52).

2.1.6.3Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

“Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan kegiatan planning (perencanaan tindakan), acting (penerapan tindakan), observing (mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan), dan reflecting (melakukan refleksi)”. (Arikunto,dkk,2008:104)

Hubungan antara keempat kegiatan diatas tersebut menunjukkan sebuah siklus atau sistem daur ulang yaitu bahwa penelitian tindakan dilaksanakan bukan hanya sekali melainkan berulang – ulang sampai peneliti merasa puas, dan hal inilah yang merupakan ciri khas dari penelitian tindakan kelas.(Arikunto,2008:92)

Dalam melaksanakan penelitian harus melalui beberapa prosedur atau langkah – langkah dalam melakukan penelitian, begitupun penelitian tindakan kelas terdapat beberapa prosedur yang terdiri atas beberapa kegiatan pokok, yaitu planning, acting, observing dan reflecting. Kegiatan di atas merupakan awal siklus kegiatan dalam memecahkan masalah. Apabila pada kegiatan awal ini, siklus tidak menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, maka kegiatan penelitian dilanjutkan pada siklus lanjutan sampai peneliti dapat mendapatkan hasil yang terbaik. (Arikunto,dkk,2008:117)

2.1.6.4Desain Penelitian

(25)

perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki.

Desain yang dipergunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berbentuk spiral atau siklus diambil dari Kemis dan MC Taggart yang terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1

Skema Rencana Tindakan Model Spiral dari Kemmis dan Taggrat

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga tahap pada satu siklus, apabila dalam tindakan kelas ini ditemukan kekurangan dan tidak terciptanya target yang telah ditentukan, maka ini ditemukan dan tidak tercapainya target yang telah ditentukan, maka diadakan perbaikan pada perencanaan dan pelaksanaan siklus berikutnya.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model spiral Kemmis dan Mc Taggart dengan melalui beberapa siklus tindakan dan terdiri dari empat komponen yaitu :

(26)

pembelajaran, pendekatan yang akan digunakan, subjek penelitian serta teknik dan instrumen observasi disesuaikan dengan rencana.

b. Pelaksanaan tindakan yaitu apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat sebelumya. Pelaksanaan tindakan merupakan proses kegiatan pembelajaran kelas sebagai realisasi dari teori dan strategi belajar mengajar yang telah disiapkan serta mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasil yang diperoleh diharapkan dapat meningkatkan kerjasama peneliti dengan subjek penelitian sehingga dapat memberikan refleksi dan evaluasi terhadap apa yang terjadi di kelas. c. Observasi yaitu mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang

dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Tahap observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan tindakan yang dilakukan dalam PTK. Tujuan pokok observasi adalah untuk mengetahui ada-tidaknya perubahan yang terjadi dengan adanya pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung.

d. Refleksi yaitu peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari berbagai kriteria. Berdasarhan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru dapat melakukan revisi perbaikan terhadap rencana awal. Melalui refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai, serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam pembelajaran berikutnya. Oleh karena itu hasil dari tindakan perlu dikaji, dilihat dan direnungkan, baik itu dari segi proses pembelajaran antara guru dan siswa, metode, alat peraga maupun evaluasi.

2.1.7 Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

dengan Hasil Belajar

(27)

adalah pelajaran yang sulit. Oleh karena itu, inilah tugas guru untuk dapat menciptakan program pembelajaran yang menarik sehingga siswa mau dan senang untuk belajar matematika. Pembelajaran yang menarik dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Menurut Miftahul Huda (2011: 203) “tujuan dari NHT adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas”. Numbered Heads Together (NHT) adalah kegiatan belajar berkelompok dimana setiap anggota dalam kelompok mendapatkan penomoran. Pertama-tama guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa. Ketika menjelaskan materi, guru dapat menggunakan alat peraga sebagai benda konkret untuk memperjelas pemahaman siswa. Kemudian siswa dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap anggota dalam kelompok diberi nomor. Guru memberikan tugas berupa soal atau pertanyaan untuk semua kelompok. Siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan soal dengan berdiskusi dan bekerjasama dengan anggota kelompok. Melalui kegiatan diskusi dan kerjasama tersebut dapat melatih kemampuan siswa untuk berani mengeluarkan ide-ide atau pendapat yang dimilikinya, saling menghargai pendapat dari anggota lain, saling membantu anggota lain yang mengalami kesulitan, dan membangun hubungan positif antar sesama anggota kelompok. Setelah siswa selesai mengerjakan tugas kelompoknya, guru memanggil siswa dengan nomor tertentu. Siswa dalam setiap kelompok yang nomornya sesuai mencoba menjawab pertanyaan sedangkan siswa lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat kepada siswa yang menjawab pertanyaan. Guru mengulangi kegiatan tersebut sampai semua siswa mendapat giliran.

(28)

tentang materi yang sedang dipelajari. Karena kemampuan siswa dalam memahami materi lebih mudah, maka hasil belajar siswa juga akan meningkat.

Namun yang perlu diperhatikan dalam melakukan pembelajaran ini adalah harus adanya persiapan yang matang dari guru. Kurang mampunya guru dalam mengatur jalannya diskusi akan membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif karena banyak siswa yang gaduh. Oleh karena itu, guru harus membuat strategi yang tepat dalam mengatur jalannya diskusi agar tetap tertib dan terlaksana dengan baik.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Andhika Imam Kartomo (2012). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan LKS untuk meningkatkan kerjasama dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas V di SD Negeri Candiroto Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Tahun 2011/2012. Dalam penilitian ini terbukti bahwa kerjasama dan hasil belajar siswa meningkat setelah menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai siswa yang meningkat mulai dari pra siklus, siklus I, dan siklus II. Pada kondisi pra siklus rata-rata kerjasama 66,33 dan terdapat 11 siswa tuntas dari 25 siswa kemudian siklus I dengan rata-rata kerjasama 75,22 dan terdapat 19 siswa tuntas dari 25 siswa dan siklus II dengan rata-rata kerjasama 80,78 dan 25 siswa tuntas. Sedangkan pada kondisi pra siklus rata-rata hasil belajar 62 dan terdapat 11 siswa tuntas dari 25 siswa kemudian siklus I dengan rata-rata hasil belajar 72 dan terdapat 19 siswa tuntas dari 25 siswa. Siklus II dengan rata-rata hasil belajar 85 dan 25 siswa tuntas.

(29)

indikator keberhasilan 80%. Namun pada siklus II, keaktifan siswa telah mencapai indikator keberhasilan yaitu sebesar 91%. Selain peningkatan keaktifan, terjadi peningkatan juga pada hasil belajar siswa, yaitu 63% pada siklus I menjadi 89% pada siklus II. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andhika Imam Kartomo dan Christina Sumarti telah menunjukkan keberhasilannya dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Peneliti memilih tiga penelitian itu karena relevan dengan penelitian berikutnya yang akan dilakukan. Peneliti juga berpikir bahwa pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat melatih siswa untuk lebih bertanggung jawab. Dalam melakukan diskusi kelompok, siswa bertanggung jawab terhadap nomor yang dimilikinya. Siswa akan sungguh-sungguh dalam melakukan diskusi kelompok karena sewaktu-waktu guru akan memanggil siswa dengan nomor tertentu untuk melaporkan hasil diskusinya. Oleh karena itu, peneliti optimis bahwa pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar siswa kelas 4 semester II di SD 04 Bawen tahun pelajaran 2014/2015.

2.3 Kerangka Berpikir

(30)

mereka dari latar belakang yang berbeda. Dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan mampu saling membantu sesama teman, saling menyatakan pendapat, saling menghargai pendapat, saling memotivasi, dan saling berpartisipasi. Disisi lain kerjasama yang terjalin diantara siswa juga akan membangun rasa ketergantungan yang positif bagi siswa. Siswa dapat mengeluarkan ide-ide atau pendapat yang dimilikinya.

Penelitian ini mengacu pada skema rencana tindakan model spiral dari Kemmis dan Taggrat, dalam penelitian ini peneliti melakukan perancanaan tindakan yaitu menyusun rencana pelaksanakan pembelajaran bersama guru kelas sesua dengan

materi yang akan diajarkan. Setelah melakukan perencanaan tindakan, guru kelas

melaksanakan tindakan yaitu menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT pada

(31)

Berdasarkan simpulan tersebut, dapat disajikan skema sebagai berikut:

Gambar 2 Kerangka Berikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir tersebut, hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) diduga dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD Negeri 04 Bawen tahun pelajaran 2014/2015.

KONDISI AWAL

KONDISI AKHIR TINDAKAN

Hasil belajar meningkat (mencapai KKM ≥60)

Terjalin kerjasama antar siswa Kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran meningkat Teacher center,

membosankan, siswa pasif

Hasil belajar belum mencapaik KKM ≥60

Belum terjalin kerjasama antarsiswa

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dalam pembelajaran matematika, yang mengharuskan siswa untuk sungguh-sungguh dalam melakukan diskusi

dikarenakan setiap siswa harus siap mengerjakan soal jika sewaktu-waktu dipanggil.

Siklus I

Gambar

Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Observasi Kerjasama
Gambar 1 Skema Rencana Tindakan Model Spiral dari Kemmis dan Taggrat
Gambar 2 Kerangka Berikir

Referensi

Dokumen terkait

Jika secara visual tidak nampak adanya suatu bentuk fungsional yang terbaik yang menunjukkan hubungan tersebut secara jelas , maka kita perlu melakukan analisis regresi dengan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasannya penelitian dapat disimpulkan bahwa; (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara kreativitas siswa dengan

Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan

MELALUI JALUR SELEKSI BERSAMA UJIAN MASUK POLITEKNIK NEGERI (UMPN) POLITEKNIK NEGERI MALANG TAHUN AKADEMIK 2016/2017.. PROGRAM STUDI : D3

Hasil penelitian Rini Budhiarti (2007:6) [4] menunjukkan bahwa di SD pun juga ditemui miskonsepsi cahaya antara lain sebanyak 52 % siswa berpendapat cahaya

Analisis data yang digunakan adalah hubungan antara panjang usus dan panjang total tubuh ikan, serta jenis makanan yang ada dalam usus ikan untuk

Hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali apakah terdapat pengaruh antara Produk, Harga, Promosi, Lokasi, Orang, Proses dan Bukti Fisik secara

The existence of this solutions is still kept putting the death pe- nalty in criminal law, whereas the effectiveness of the death penalty is scientifically still in