Menjawab
Syubhat
Terhadap Ide-ide
Imam An-Nawawi (Ulama Sunni):
“Imamah, Khilafah, dan Imaratul
Mukminin adalah SINONIM. Yang
dimaksud dengannya adalah
KEPEMIMPINAN UMUM DALAM URUSAN-URUSAN AGAMA DAN DUNIA.”
Artnya negara sekular tdak teermasuk
kateegori teersebute.
Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 19, hlm 191
Datea Original
Datea Original
Imam Al-Ijiy (Ulama Sunni):
“(Imamah adalah): penerus Rasulullah saw dalam
menegakkan
agama yang wajib ditaat oleh
segenap umat Islam.” Negara sekular bukan Imamah.
Al-Mawaaqif fy ‘Ilm Al-Kalaam,
Datea Original
Imam Al-Khathabi (Ulama Sunni):
“makna dari ‘Rasulullah saw tdak beristkhlaf’ adalah bahwa beliau tdak menunjuk seseorang menjadi khalifah, tdak dimaksudkan bahwa dengan ucapan itu beliau tdak memerintahkan hal tersebut, tdak
mengajarkannya, dan membiarkan urusan terbengkalai tanpa
pengurus yang mengurusi. … “ Penundaan
Syubhat
Al-Hafzh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari
(Ulama Sunni),
menjelaskan dalam kiteabnya, Muthabaqat al-Ikhtra’at
al-’Ashriyyah limaa Akhbara bihi Sayyid al-Bariyyah, hal. 43, bahwa Nabi saw teelah mengabarkan, “Umate Islam akan dipimpin oleh banyak penguasa (teanpa penguasa
teunggal).”
1. Menurute Jumhur ‘Ulama Sunni umate Islam dilarang punya banyak pemimpin.
Imam An-Nawawi :
“Para ulama bersepakat bahwa tdak boleh mengangkat dua khalifah dalam satu masa, baik wilayah Negara Islam luas maupun tdak.” (Syarh An-Nawawî ‘alâ Muslim, juz 12 hal 321)
Jawaban
Imam Ibnu Katesir (w. 774 H):
Imam As-Sinqitehi (w. 1393 H):
Sementeara hadites Rasulullah saw teenteang akan berbilangnya
pemimpin umate Islam adalah bersifate
ikhbaar
(pemberiteaan) bukan
bersifate
tasyrii’
(peneteapan hukum syara’), sama halnya dengan
pemberiteaan Beliau akan banyaknya di akhir zaman nant perilaku
Zina dan Riba, tdak kemudian dipahami bahwa kedua dosa besar
teersebute di akhir zaman berubah hukumnya menjadi mubah.
2. Selain memberiteakan akan berakhirnya kepemimpinan teunggal umate Islam, di lain kesempatean Rasulullah saw juga
memberiteakan akan dateangnya kembali kekhilafahan ateau kepemimpinan teunggal teersebute.
Al-Imam al-Hafzh Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, berkatea dalam
kiteabnya, Dalail al-Nubuwwah wa Ma’rifat Ahwal
Shahib al-Syari’ah, juz 6, hal. 491, bahwa maksud khilafah al-nubuwwah dalam hadites Hudzaifah adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Syaikh Yusuf bin Ismail Nabhani Asy’ari
al-Syaf’i, ulama Sunni,
kakek Syaikh
Taqiyyudin al-Nabhani, pendiri Hizbute Tahrir,
menyebutekan dalam kiteabnya, Hujjatullah ‘ala al-’Alamin f Mu’jizat Sayyid al-Mursalin, hal. 527, bahwa yang dimaksud
dengan khilafah
al-nubuwwah dalam hadites Hudzaifah teersebute adalah
1. Anggapan bahwa khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang disebute hadites adalah masa khalifah Umar bin Abdil ‘Aziz merupakan asumsi perawi bernama Habib bin Salim
rahimahullaah, sehingga memungkinkan unteuk salah karena dia tdak teermasuk sabda Rasulullah saw.
2. Habib bin Salim rahimahullaah sendiri tdak meyakini akan asumsinya teersebute, beliau hanya mengateakan “berharap”:
3. Kalaupun memang ada yang berpendapate demikian teenteunya tdak berupa keyakinan yang kemudian menafkan kemungkinan-kemungkinan lainnya, karena pendapate teersebute berpijak di ateas asumsi seorang perawi bukan wahyu.
4. Menurute hadites
Muslim Nomor 2913, akan ada kembali Khalifah. Sekaligus keteerangan Dua Perawinya (Abu Nadhrah dan Abu Al-’Alaa’), bahwa yang dimaksud hadites bukan kalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz. Dengan mengateakan tdak akan ada lagi khalifah berart mengingkari hadites ini.
5. Masih di kiteab yang sama, yaiteu hadites nomor 2914, akan ada kembali
Khalifah di Akhir Zaman teenteunya
bukan kalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz. Karena masa beliau teerbukt bukan akhir zaman. Dengan mengateakan tdak akan ada lagi khalifah berart mengingkari hadites ini.
Al-Imam Hujjateul
Islam al-Ghazali
berkatea dalam
Iqtshad f
al-I’tqad
, hal. 200,
“Kajian teenteang
khilafah tdak
pentng, dan
lebih selamate
tdak
mengkajinya.”
Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berkatea dalam kiteab Syakhshiyyat
al-Islamiyyah, juz 2, hal. 19 bahwa
“Bengpangku teangan dari menegakkan khilafah teermasuk dosa teerbesar, dan menghentkan eksisteensi Islam dalam ranah
1. Imamah memang bukan pembahasan akidah, namun mengkajinya menjadi pentng karena adanya penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Yaiteu anggapan bahwa Imamah tdak wajib (sepert menurute Ashamm dan al-Fuutehiy dari kalangan Mu’teazilah dan An-Najdaate dari kalangan Khawarij), dan tea’ashshub Syi’ah Rafdhah yang mengingkari kepemimpinan para Imam (baca: khalifah) sebelum Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu’anhu, mensyaratekan
‘ishmah bagi Imam, dan memasukkannya dalam ushul keimanan mereka. Dua pendapate di ateas adalah pendapate-pendapate keliru di matea ‘Ulama Sunni.
Sehingga, meskipun kajian Imamah teermasuk wilayah syari’ate namun para ulama merasa perlu memasukkannya juga ke dalam kajian akidah, unteuk membanteah anggapan mereka-mereka yang mengingkari wajibnya Imamah, sertea membanteah keyakinan sesate Syi’ah Rafdhah, sebagaimana dilakukan oleh Imam Al-Ghazali dalam kiteab beliau Al-Iqtshad f-l-I’tqaad.
Berikute keteerangan Imam Hasan Al-’Atehtehar (Ulama Sunni):
2. Yang menyateakan Khilafah/Imamah adalah kewajiban yang sangate besar bukan hanya HT
Muhammad bin Ahmad As-Safarini Al-Hambali (Ulama Sunni), dalam Lawâmi’ Al-Anwâr, juz 2 hlm 419:
Ibnu Hajar Al-Haiteamiy (w. 974 H), dalam Ash-Shawâ’iq Al-Muhriqah, hlm 10:
Syamsuddin Ar-Ramli (w. 1004 H), dalam Ghâyah Al-Bayân Syarhu Zubad Ibn Ruslân, hlm 23:
Muhammad Al-Hashkif Al-Hanaf (Ulama Sunni), dalam Ad-Durr Al-Mukhtaar syarh Tanwiyr Al-Abshaar, hlm 75:
Muhammad bin Ahmad As-Safarini Al-Hambali (Ulama Sunni), dalam Lawâmi’ Al-Anwâr, juz 2 hlm 419:
Syubhat
BAHWA PENGUASA YANG ZALIM DAN SISTEM YANG RUSAK ADALAH AKIBAT KEZALIMAN DAN KERUSAKAN MASYARAKAT, SEHINGGA MERUBAHNYA HEDAKNYA DENGAN MERUBAH MASYARAKAT, BUKAN DENGAN MERAIH KEKUASAAN.Hizbute Tahrir merubah sisteem dengan berdakwah di teengah-teengah dan bersama
masyarakate sampai mereka menyadari wajib dan
pentngnya
penerapan Syari’ate dan Khilafah
hingga akhirnya masyarakatelah yang menunteute penerapannya.
Jawaban
Syubhat
MENURUT ULAMA SUNNI TIDAK BOLEH MENGGULINGKAN PEMERINTAHAl-Imam Abu Ja’far al-Thahawi (Ulama
Sunni) berkatea dalam
’Aqidah al-Thahawiyyah,
“bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah tdak memiliki konsep menggulingkan pemerinteahan yang sah, meskipun
Pemerinteah yang haram unteuk digulingkan adalah pemerinteah Islam yang menerapkan syari’ate Islam. Adapun jika pemerinteah Islam menghentkan
penerapan syari’ate Islam, ateau menggant nya dengan selain syari’ate islam, maka wajib unteuk
dilengserkan.
Perhatkan Tafsir Ibn Katesir unteuk Al-Maidah ayate 50:
Jawaban
Adapun merubah pemerinteahan yang tdak Islami, maka dengan menconteoh perjalanan dakwah Rasulullah saw saate periode Mekah, yaiteu dengan
dakwah teanpa kekerasan.
Walhamdulillah…