SEKILAS PANDANG PERKEMBANGAN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI
INDONESIA
Disusun oleh:
WAHYU OKY KRISNAWAN
4411020028
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
SEKILAS PANDANG PERKEMBANGAN LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
Wahyu Oky Krisnawan Politeknik Negeri Jakarta
Ekonomi islam hakikatnya adalah ekonomi kerakyatan yang terjun langsung ke sektor rill, dan adanya dispersi pendapatan. Konsep ini sebenarnya sudah jauh diterapkan di Indonesia dalam bentuk koperasi. Namun, koperasi yang ada di Indonesia mayoritas masih menggunakan bunga dimana seluruh ulama di dunia telah sepakat, bahwa bunga diqiaskan dengan riba sehingga hukumnya haram.
Sepanjang akhir dekade ini, banyak lembaga keuangan bermunculan, mulai dari bank, asuransi, pegadaian, hingga pasar modal dan sebagainya, dengan penawaran produk syariahnya. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana respon masyarakat Indonesia dalam menyikapi kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan syariah kini ? dan sejauh apa perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia dalam menawarkan dan memenuhi permintaan produk-produk keuangan berbasis syariah ?
Kebiasaan dalam pola pengajaran islam di negera Indonesia yang selalu menekankan pada aqidah dan akhlak menjadi penyebab kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ekonomi islam. Hakikatnya, aqidah dan ahklak sifatnya statis, misalkan saja, sholat fardhu, yang sejak zaman Rasul sampai hari kiamat nantipun, akan selalu 17 rakaat dalam 5 waktu. Pengajaran tentang hal bermuamalah sangat kurang. Padahal ekonomi islam merupakan bagian dari ilmu muamalah, yaitu ilmu hubungan antara manusia, dengan manusia lainnya, dimana ilmu muamalah ini berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Dampak ketidakpahaman masyarakat Indonesia, kemudian bermuara pada minimnya minat masyarakat untuk bertransaksi pada sektor keuangan syariah terutama bank syariah. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa bank syariah adalah bank yang mahal, sehingga mereka lebih suka membeli produk dari bank konvensional hanya karena lebih murah. Padahal bank syariah adalah bank bagi hasil. Ketika seorang meminjam kepada bank syariah dengan akad mudharabah, sangat berbeda dengan ketika ia meminjam modal usaha di bank konvensional. Hal ini dapat dianalogikan seperti 2 ayam goreng yang mana ayam yang satu disembelih dengan basmalah, dan ayam yang lainnya disembelih begitu saja tanpa basmalah. Meskipun sama-sama ayam goreng dan mungkin ayam yang disembelih begitu saja harganya lebih murah, namun bukan berarti ayam yang disembelih tanpa basmalah itu halal .
untung/rugi, yang terpenting nasabah tersebut wajib dan terikat hukum untuk mengembalikan nilai pokok hutang ditambah bunga yang ditetapkan bank. Sehingga, seorang yang membuka usahanya dari dana bank, mencoba sekuat tenaga untuk mengembalikan dana tersebut, karena jika tidak, maka aset kepunyaannya akan disita. Dampak dominonya, pedagang tersebut memiliki potensi yang besar untuk berbuat kecurangan dan kelicikan dalam beniaga. Sangat berbeda dengan akad mudharabah pada bank syariah yang menetapkan porsi nisbah bagi hasil, sehingga pengembalian kepada bank tidak tetap, bergantung pada seberapa besar keuntungan dari pedagang tersebut.
Masyarakat muslim tidak selamanya salah jika masih memilih bank konvensional, meskipun jumlah lembaga keuangan syariah di Indonesia sangat banyak, namun acuan mereka tetap pada tingkat suku bunga. Lihat saja saat membuka tabungan pada bank syariah, yang terlontar dari mulut pegawai bank adalah “bagi hasilnya, setara dengan bunga sekian persen”. Bahkan dalam sebuah seminar yang dihadiri manajer salah satu bank swasta mengiyakan jika nisbah bagi hasil juga mengacu pada BI rate. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan praktik ekonomi islam masih setengah hati. Karena dalam benaknya masih berorientasi pada bunga.
yang terjun langsung di sektor rill, harus memiliki kejujuran dan integritas yang mumpuni. Jika tidak, sangat dimungkinkan bila mudharib tersebut wanprestasi sehingga pendapatan bank syariah kecil atau bahkan merugi yang mana pengelolaan keuangan usaha sulit dikontrol oleh bank. Terlebih penyaluran bank syariah banyak terjun di sektor kecil & mikro (suara pembaruan : 2013), dengan pencatatan keuangan yang masih kurang baik. Pengawasan sistem syariah dalam lembaga keuangan syariah diawasi langsung oleh DPS (Dewan pengawas Syariah), namun tidak ada yang mengawasi pelaku usaha untuk berbisnis secara syariah. Kondisi ini berbeda dengan konsep mudharabah yang diajarkan rasul. Inilah yang menjadi alasan masyarakat bahwa lembaga keuangan syariah sama saja dengan lembaga keuangan konvensional bahkan mereka beranggapan produk keuangan syariah lebih rumit, dan mahal sehingga menyebabkan belum tercapainya kondisi perekonomian yang syar’i di Indonesia.
Disisi produk, bank syariah kurang kreatif. Misalnya kartu kredit dicari akadnya supaya bisa. Jadi tidak punya inovasi dan kreatifitas. Yang ada syariahnisasi, produk konvensional dicarikan akad syariahnya sehingga tak ada diferensiasi dimata konsumen. Dengan demikian, masyarakat beranggapan bank syariah sama dengan bank konvensional.
Diluar itu semua, nyatanya berdasarkan data dari bank Indonesia hingga tahun 2013, total aset dalam 5 tahun belakangan tumbuh 5,6 %, dan total penyaluran dana 18,9% untuk perbankan syariah. Kesiapan lembaga keuangan syariah dinilai cukup kuat dan berpotensi besar (Agustianto : 2013). Yang diperlukan saat ini untuk memajukan lembaga keuangan syariah adalah dukungan.
Kesiapan lembaga keuangan syariah juga perlu didukung dari aspek legalitas. Undang-uandang yang mengatur tentang instrumen keuangan syariah juga baru dibuat pada tahun 2011. Tentunya kita tak ingin kejadian seperti pembangunan monorail di DKI jakarta yang tersendat karena islamic development bank menolak melanjutkan pembiayaan proyek yang salah satu penyebabnya adalah kurangnya instrumen hukum keuangan syariah di Indonesia pada masa itu.
Kesiapan penanganan resiko lembaga keuangan juga perlu mendapat perhatian. Karena pada masa depan nanti akan terjadi persaingan global yang tidak bisa ditolak untuk masuk ke Indonesia. Untuk itulah, Harus ada Lembaga dan Sumber Dana untuk mengatasi/ mengalihkan kerugian yang diderita oleh Pengusaha Seperti Asuransi.
Zakat sebenarnya dapat mengatasi kerugian tersebut karena Zakat dapat memberikan pada Asnaf Gharimin (pengusaha yang merugi), tetapi sayang Lembaga Zakat lebih fokus pada Fakir dan Miskin untuk kaum yang tidak berdaya secara terus menerus. Padahal bila diberikan pada Gharimin yaitu Pengusaha Insya Allah dengan cepat mereka bangkit dan bahkan dapat kembali berzakat lebih besar.
Untuk itu perlu kebijakan penyatuan Institusi Fiskal dan Moneter Islam sebagai bagian yang integral bahkan Integrasinya secara menggelobal guna mengatasi spekulasi yang dilakukan spekulator dunia seperti George Soros bukan terpisah seperti saat ini. Resiko Bank Islam tidak dapat diserahkan secara penuh pada cadangan PPAP bila ingin Implementasi Akad Bagi Hasil. Perlu Auditor Syariah yang bisa mengawasi operasional Debitur secara seksama, sehingga perlu
didirikan Prodi Akuntansi Syariah yang handal. Dewan Pengawas Syariah sebaiknya diperluas tugasnya bukan hanya pembuat Fatwa Produk/ Jasa Keuangan Syariah saja tapi juga mengwasi operasional sehari-hari.
Untuk merubah paradigma masyarakat Indonesia, ulama dan pemuka agama sangat berperan disini. Karena merekalah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dan mampu menjelaskannya dengan bahasa masyarakat tersebut. Kesempurnaan sistem ekonomi islam yang tertutup oleh paham kapitalisme harus segara dibangkitkan, bukankah kita semua rindu pada zaman kekhalifahan dimana tak satupun rakyat pada saat itu yang mau menerima zakat karena sudah mampu? Maka peran pendakwah untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya sistem ekonomi islam sangat besar.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Wahyu Oky Krisnawan Tempat & tanggal Lahir : Jakarta & 23 Oktober 1993
Pendidikan Formal : SDN 04 Pagi, Kebon Jeruk Jakarta Barat 1999-2002
SDN 05 Gajah mungkur Semarang 2002-2005 SMPN 13 Semarang 2005-2008
SMAN 57 Jakarta 2008-2011
Polieknik Negeri Jakarta 2011-Sekarang Karya Tulis Yang dibuat : Bahaya Merokok Bagi Kesehatan (2010)
Mengoreksi Regulasi CSR (2013)
Bisnis Tanpa Laba/Rugi, sebagai solusi pengurangan limbah (2013)
Prestasi Yang pernah diraih :
Juara 1, Nasional Paper Competition, Univ. Lambung mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan (2013)
Juara Kedua, Lomba debat seJABODETABEK ( 2013)
Finalis paper competition, Univ. Andalas Padang, Sumatera barat (2013) Peserta Terbaik Kesatu, edu-Integriry, KPK, Jakarta (2012)
DAFTAR PUSTAKA
Materi Seminar ekonomi syariah IAEI, Politeknik Negeri Jakarta 2014 www.BI.go.id
www.suarapembaruan.com Majalah Sharing, 2011 Majalah Sharing, 2014