• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan P"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat erat berhubungan kehidupan tanaman, yang akan mempengaruhi proses-proses fisiologi dalam tanaman. Semua proses fisiologi akan dipengaruhi boleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya. Suhu optimum diperlukan tanaman agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh tanaman. Suhu yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman, demikian pula sebaliknya suhu yang terlalu rendah. Sedangkan cahaya merupakan sumber tenaga bagi tanaman.

Kentang (Solanum tuberosum L.) menjadi komoditi penting ke empat dunia setelah padi, jagung dan gandum. Kentang sebagai sumber karbohidrat kompleks memiliki kandungan lemak yang rendah, sehingga kentang merupakan salah satu bahan pangan yang digunakan untuk diet. Kentang dapat diterima secara luas oleh

masyarakat, kentang juga berkontribusi pada pengurangan kelaparan di berbagai belahan dunia. Namun, dalam rangka memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat dari pertumbuhan populasi, efisiensi produksi harus ditingkatkan. Kendala utama dalam budaya kentang adalah biaya produksi umbi bibit. Biaya bibit mencapai 30 sampai 50 % dari total biaya produksi. Selain itu infeksi virus atau bakteri selama pertumbuhan vegetatif juga dapat menjadi kendala dalam produksi kentang.

Tanaman kentang produksinya ditentukan oleh pembentukan umbinya, produksi yang tinggi ditentukan jika tanaman dapat menghasilkan umbi yang banyak dan besar-besar. Proses pembentukan umbi kentang sangat dipengaruhi oleh lingkungan antara lain lama penyinaran dan suhu (Malik dan Langgille, 1978 dalam Harlastuti, 1980). Oleh karena itu faktor suhu dan lama penyinaran merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam budi daya tanaman kentang.

BAB II PEMBAHASAN

Tanaman Kentang

Kentang merupakan salah satu jenis sayuran yang mendapat prioritas dikembangkan di Indonesia. Berdasarkan volumenya kentang merupakan bahan pangan keempat di dunia setelah padi, jagung, dan gandum. Kentang hanya dapat hidup di daerah dataran tinggi sekitar 1000-3000 meter di atas permukaan laut. Sentra produksi kentang di Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Sebagai salah satu jenis tanaman umbi, kentang merupakan tanaman yang dapat memproduksi makanan bergizi lebih banyak dan lebih cepat, namun membutuhkan hamparan lahan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pada basis bobot segar, kentang memiliki kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan umbi-umbian lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kentang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk

Pengaruh Suhu dan Panjang Hari Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan

Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

By: Mariana Putri

Pascasarjana Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

(2)

2 mendukung program diversifikasi dalam pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.

Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan (Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina) serta beberapa daerah Amerika Tengah. Di Eropa daratan tanaman itu diperkirakan pertama kali diintroduksi dari Peru dan Colombia melalui Spanyol pada tahun 1570 dan di Inggris pada tahun 1590 (Hawkes, 1990). Penyebaran kentang ke Asia (India, Cina, dan Jepang), sebagian ke Afrika, dan kepulauan Hindia Barat dilakukan oleh orang-orang Inggris pada akhir abad ke-17 dan di daerah-daerah tersebut kentang ditanam secara luas pada pertengahan abad ke-18 (Hawkes, 1990).

Produktivitas kentang di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 16.51 ton/ha dan pada tahun 2010 menurun menjadi 15.95 ton/ha (BPS, 2011). Produktivitas kentang di Indonesia masih berada dibawah produktivitas kentang di Eropa yang mencapai 25.0 ton/ha (The International Potato Center, 2008). Rendahnya produktivitas kentang di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sifat genetik tanaman kentang itu sendiri serta serangan hama dan penyakit tanaman.

Botani Tanaman Kentang

Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Menurut Sharma (2002), tanaman kentang mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae

Genum : Solanum

Species : Solanum tuberosum L.

Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang dapat menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut umumnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal. Akar tanaman berwarna keputih– putihan dan halus berukuran sangat kecil. Di antara akar–akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi (stolon) yang

selanjutnya akan menjadi umbi kentang. Akar tanaman berfungsi menyerap zat–zat yang diperlukan tanaman dan untuk memperkokoh berdirinya tanaman (Samadi, 1997).

Kentang adalah tanaman berumur pendek. Tanaman kentang yang dihasilkan secara aseksual dari umbi memiliki akar serabut dengan percabangan yang halus, agak dangkal, dan akar adventif berserat yang menyebar, sedangkan tanaman yang berasal dari biji membentuk akar tunggang ramping dengan akar lateral yang banyak (Rubatzky, dan Yamaguchi, 1995). Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar tunggang tetapi hanya akar halus saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. di dalam tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm.

Batang tanaman kentang yang berada di atas permukaan tanah berwarna hijau polos, hijau kemerahan, atau ungu tua. Penampang lintang batang berbentuk bulat atau bersudut. Batang yang bersudut dapat bersayap atau tidak bersayap. Pada batang yang bersayap, sayap dapat lebar (> 0,5cm) atau sempit (90 %. Minyak kencur juga memiliki kemampuan lebih baik terhadap penghambatan pertumbuhan koloni P. capsici secara in vitro.

Batang tanaman berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada varietasnya. Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu, namun agak keras bila dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai 50–120 cm, tumbuh menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan atau hijau keungu–unguan (Rukmana, 1997). Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat– zat hara dari tanah ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman yang lain.

Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Helaian daun berbentuk poling atau bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak daun primer dan sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan (daun mejemuk) yang menyirip ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi tangkai utama terhadap batang tanaman membentuk sudut kurang dari 450 atau lebih

besar 450 . Pada dasar tangkai daun terdapat

(3)

3 berkerut–kerut dan permukaan bagian bawah daun berbulu. Daun tanaman berfungsi sebagai tempat proses asimilasi untuk pembentukan karbohidrat, lemak, protein dan vitamin yang digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, respirasi dan persediaan tanaman.

Bunga kentang berkelamin dua (hermaphroditus) yang tersusun dalam rangkaian bunga atau karangan bunga yang tumbuh pada ujung batang dengan tiap karangan bunga memiliki 7–15 kuntum bunga. Warna bunga bervariasi : putih, merah, biru. Struktur bunga terdiri dari daun kelopak (calyx), daun mahkota (corolla), benang sari (stamen), yang masing–masing berjumlah 5 buah serta putih 1 buah. Bunga bersifat protogami, takni putik lebih cepat masak daripada tepung sari. Sistem penyerbukannya dapat menyerbuk sendiri ataupun silang (Rukmana, 1997).

Bunga kentang yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji–biji (Samadi, 1997). Buah kentang berbentuk bulat, bergaris tengah kurang lebih 2,5 cm, berwarna hijau tua sampai keungu– unguan dan tiap buah berisi 500 bakal biji. Bakal biji yang dapat menjadi biji hanya berkisar 10 butir sampai dengan 300 butir. Biji kentang berukuran kecil, bergaris tengah kurang lebih 0,5 mm, berwarna krem, dan memiliki masa istirahat (dormansi) sekitar 6 bulan (Rukmana, 1997).

Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau

stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Samadi, 1997). Rukmana (1997) menyatakan bahwa umbi kentang memiliki morfologi bervariasi, dilihat dari bentuk warna kulit, warna daging, dan mata tunasnya seperti disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 1. Keragaman morfologis umbi kentang No Bagian Umbi Ciri – ciri visual 1

2 3 4

Bentuk umbi Warna kulit umbi

Warna daging umbi

Mata tunas

Bulat, bulat lonjong,

dan lonjong

memanjang Putih, kuning dan merah.

Putih, putih

kekuning–kuningan dan kuning. Dangkal, menengah (medium) dan dalam.

Selain mengandung zat gizi, umbi kentang mengandung zat solanin yang beracun dan berbahaya bagi yang memakannya. Racun solanin akan berkurang atau hilang apabila umbi telah tua sehingga aman untuk dimakan. Tetapi racun solanin tidak dapat hilang apabila umbi tersebut keluar dari tanah dan terkena sinar matahari. Umbi kentang yang masih mengandung racun solanin berwarna hijau walaupun telah tua (Samadi, 1997).

Suhu pada Pertumbuhan Tanaman

(4)

4 dengan satuan g/kalori/cm/jam. Mirip dengan pengertian intensitas pada radiasi matahari. Satu garam kalori adalah sejumlah energi yang dibutuhkan untuk menaikan suhu satu gram air sebesar 1 ºC.

Jumlah isolasi atau suhu suatu daerah tergantung pada letak :

a. letak lintang suatu daerah di khatulistiwa insolasi lebih besar dan sedikit bervariasi dibandingkan dengan sub tropis dan daerah sedang. Akan tetapi insolasi total untuk satu Kisaran suhu di alam antara -273ºC sampai berjuta-juta ºC (di pusat matahari). Untuk pertumbuhan tanaman diperlukan suhu antara 15 - 40ºC. Dibawah suhu 15ºC atau diatas 40ºC pertumbuhan tanaman menurun secara drastis. Suhu akan mengaktifkan proses fisik dan proses kimia pada tanaman. Energi panas dapat menggiatkan reaksi-reaksi biokimia pada tanaman atau reaksi fisiologis dikontrol oleh selang suhu tertentu.

Suhu meningkatkan perkembangan tanaman sampai batas tertentu. Hubungan suhu dengan pertumbuhan tanaman menunjukkan hubungan yang linear sampai batas tertentu, setelah tercapai titik maksimum (puncak) hubungan kedua variabel itu menunjukkan hubungan parabolik.

Pada Tahap A-B

- Merupakan tahap pertumbuhan yang sangat cepat.

- Suhu meningkatkan laju pertumbuhan membentuk garis lurus (linear) dimana kurvanya merupakan fungsi eksponensial dengan suhu.

- Pada tahap ini energi panas dapat mengaktifkan seluruh sistem (perangkat) pertumbuhan. Sehingga efisiensi penggunaan energi panas oleh tanaman adalah besar. Energi panas yang terbuang percuma berada pada jumlah yang kecil, atau energi panas yang tertangkap molekul dapat meningkatkan gerakan-gerakan molekul dalam jaringan tanaman. Pada tahap B-C

- Kecepatan pertumbuhan tanaman menurun, sehingga rata-rata fluktuasi pertumbuhan dapat membentuk garis mendatar.

- Fluktuasi kecepatan pertumbuhan pada tahap ini sering disebabkan oleh faktor - faktor tumbuh lainnya diluar suhu seperti air, cahaya, ketersediaan oksigen dan karbondioksida serta unsur hara kadang-kadang menjadi faktor pembatas, tetapi masih dapat ditolerir oleh tanaman.

- Titik B merupakan titik kritis dimana ketersediaan faktor tumbuh diluar suhu memegang peranan penting. Kondisi sedikit saja dibawah optimum dapat menjadi faktor pembatas (limiting factor).

Tahap C-D :

- Merupakan tahap pertumbuhan menurun, dimana energi panas tidak lagi dapat meningkatkan laju pertumbuhan.

- Pada tahap ini penurunan kecepatan pertumbuhan sebanding dengan kenaikan suhu.

- Dibandingkan dengan tahap A-B, garis proyeksi a-b selalu lebih besar daripada garis proyeksi c-d. Hal ini

berarti bahwa percepatan

pertumbuhan pada tahap C-D. Kondisi ini dapat diartikan bahwa kenaikan suhu sebanding dengan penurunan aktivitas enzim pertumbuhan dan sebanding pula dengan kerusakan protein, sebagai bahan baku enzim. - Dapat diketahui bahwa panas dapat

meningkatkan energi kinetik dari molekul-molekul tanaman yang membuat laju reaksi biokimia meningkat sampai batas tertentu dan panas yang terlalu tinggi tidak lagi menguntungkan pada tanaman.

Hubungan suhu dengan pertumbuhan tanaman dijelaskan dalam suatu metode ”remainder index” atau heat unit, yaitu suatu metode pendekatan antara agronomi dan klimatologi. Teknik ini menurut Newman dan Blair, 1969, Yahya, 1988, melihat hubungan antara laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan akumulasi suhu rata-rata harian diatas suhu baku (dasar) suhu dasar bervariasi menurut jenis tanaman.

(5)

5 Dimana :

RI = Reminder Index

T mak = suhu maksimum harian T min = suhu minimum harian T baku = suhu baku (vital)

Suhu baku suatu tanaman diukur dalam percobaan terkontrol dalam growth chamber. Suhu baku adalah titik suhu yang menunjukkan tidak terjadinya proses fisiologis tanaman. Suhu baku bervariasi pada setiap tanaman dan pada setiap proses perkembangan. Contoh suhu baku untuk tanaman kentang 7,2ºC, jagung 10ºC, kedele 7,8ºC dan kapas 16,6ºC.

Penggunaan praktis Reminder Index adalah untuk menentukan kebutuhan panas reaksi-reaksi fisiologis dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman mulai dari tanam sampai panen. Perhitungan heat unit (satuan panas) atau remainder index yang cermat dapat menentukan saat tercapai suatu tahap perkembangan tanaman tertentu, misalnya pembungaan, masak fisiologis atau panen yang lebih akurat.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan sejumlah panas, hal ini dikenal sebagai heat unit. Sejumlah suhu di atas batas aktivitas vital merupakan dasar dari sistim heat unit. Jumlah satuan panas (heat unit) dalam satu hari diperoleh dari pengurangan suhu aktual dengan suhu dasar pada hari itu.

Kebutuhan satuan panas (heat unit) tanaman dapat dihitung dari awal penanaman sampai panen. Sistim ini disebut juga sebagai “remainder index system”. Nilai-nilai dinyatakan dalam “day degrees” atau “degrees day” atau heat unit atau thermal unit

Kegunaan sistim heat unit yaitu :

1. Mengemukakan adanya perbedaan lamanya masa pertumbuhan bagi setiap varietas

2. Menentukan panen

3. Melindungi panen dan mengurangi masa tidak aktif

4. Membantu meramalkan kebutuhan pekerja untuk pelaksanaan pabrik

5. Menolong pemanenan dan biaya produksi 6. Membantu dalam mengontrol kualitas

Hal yang membatasi penggunaan sistim heat unit antara lain yaitu :

1. Kesuburan tanah dimana faktor tersebut mempengaruhi kematangan, sebagai contoh kematangan dipercepat pada tanah yang mengandung P sedang pada tanah banyak mengandung N memperlambat kematangan

2. Tipe tanah sandy soil akan cepat panas, sedang heavy soil lambat

3. Topografi, lereng dan drainase juga penting karena mempengaruhi keadaan kelembaban suhu

4. Altitude dan latitude mempengaruhi heat unit

5. Frost dan rusak akibat kekeringan tidak diperhitungkan dalam sistim ini

6. Angin, hujan es, taufan, insektisida dan penyakit sangat mempengaruhi hilai heat unit terhadap tanaman

7. Intensitas cahaya matahari diukur dalam gram kalori per cm2 lebih dari akumulasi

suhu

Masalah Pada Head Unit

Kelemahan lain dari sistim penjumlahan suhu ini adanya faktor pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak langsung dipengaruhi oleh suhu. Sistim ini tidak mempertimbangkan efek suhu siang dan malam dan selang suhu

(6)

6 Berdasarkan kenyataan diatas lahir ide untuk menyusun suatu metode yang bermaksud untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh merusak akibat suhu ekstrim. Metode ini dikenal dengan index fisiologis. Hubungan physiological index dan remainder index dapat dilihat pada gambar. Pengaruh Suhu Minimum terhadap Tanaman

- Pada suhu rendah (minimum)

pertumbuhan tanaman menjadi lambat bahkan terhenti, karena kegiatan enzimatis dikendalikan oleh suhu.

- Suhu tanah yang rendah akan berakibat absorpsi air dan unsur hara terganggu, karena transpirasi meningkat. Apabila kekurangan air ini terus menerus tanaman akan rusak. Hubungan suhu tanah yang rendah dengan dehidrasi dalam jaringan tanaman adalah apabila suhu tanaman rendah viskositas air naik dalam membran sel, sehingga aktivitas fisiologis sel-sel akar menurun.

- Suhu tanah yang rendah akan berpengaruh langsung terhadap populasi mikroba tanah. Laju pertumbuhan populasi mikroba menurun dengan menurunnya suhu sampai di suhu 0ºC, sehingga banyak proses penguraian bahan organik dan mineral esensial dalam tanah yang terhalang. Aktivitas nitrobakteria menurun dengan menurunnya suhu, sehingga proses nitrifikasi berkurang. - Pada tanaman tropik memperlihatkan

pertumbuhan yang terhambat pada suhu 20ºC laju pertumbuhan menurun dengan pesat menjelang suhu 10ºC dan mati setelah suhu turun terus dibawah 10ºC. - Pada umumnya respirasi menurun dengan

menurunnya suhu dan menjadi cepat bila

suhu naik. Pada suhu yang amat rendah respirasi terhenti dan biasanya diikuti pula terhentinya fotosintesa. Kondisi ini dapat diartikan tercapainya suhu vital. Suhu vital berada sedikit diatas titik beku.

- Suhu rendah pada kebanyakan tanaman mengakibatkan rusaknya batang, daun muda, tunas bunga dan buah. Besarnya kerusakan orang atau jaringan tanaman akibat suhu rendah tergantung pada, keadaan air, keadaan unsur hara, morfologis dan kondisi fisiologis tanaman. Tanaman yang tumbuh didaerah yang berkecukupan air lebih sensitif daripada tanaman yang biasa hidup dilingkungan kering terutama pengaruh frost. Tanaman yang jaringannya kaya unsur kalium biasa lebih tahan terhadap suhu rendah, tetapi jaringan yang banyak mengandung nitrogen pada umumnya lebih rapuh. Lapisan gabus dan lilin pada organ tanaman dapat menaruh pengaruh buruk yang disebabkan oleh suhu rendah. Keadaan ini sangat tergantung pada kondisi fisiologis tanaman.

Pengaruh Suhu Optimum terhadap Tanaman - Laju pertumbuhan tanaman berjalan pada

kecepatan maksimum bila suhu berada pada kondisi optimum, kalau faktor-faktor lain tidak menjadi pembatas.

- Dalam selang suhu minimum ke optimum, kecepatan pertumbuhan berbeda tidak nyata kalau waktu cukup lama, tetapi kecepatan pertumbuhan bertambah tinggi bila semakin dekat dengan suhu optimum. - Pada jarak suhu optimum ke suhu

maksimum, kecepatan pertumbuhan pada umumnya menurun, kecuali pada jenis tanaman tertentu pertumbuhan berlangsung cepat. Pada suhu optimum, dan tanaman tidadk stress air suhu daun mengikuti suhu udara dan suhu akar akan mengikuti suhu tanah.

- Urutan pengaruh suhu terhadap fungsi tanaman adalah sebagai berikut : Pertumbuhan, Pembelahan sel, Fotosintesa, Respirasi.

- Panas memberikan energi untuk beberapa fungsi tanaman agar tanaman dapat melaksanakan proses-proses fisiologisnya. - Suhu juga mempengaruhi produk sintesa

(7)

7 rendah tanaman terangsang untuk membentuk polisakarida lebih banyak karena respirasi menurun. Hal ini tentu berkaitan dengan kegiatan fotosintesa sebelumnya. Laju akumulasi karbohidrat akan lebih cepat bila suhu semakin menurun menjelang panen.

- Tanaman di daerah sedang, suhu optimum untuk fotosintesa lebih rendah dibandingkan dengan suhu optimum untuk respirasi. Pernyataan ini akan menjawab kenapa tanaman penghasil karbohidrat memberikan hasil yang lebih tinggi (seperti jagung, kentang) didaerah beriklim sedang dibandingkan dengan hasil tanaman yang dicapai oleh tanaman yang sama ditanam pada daerah yang lebih panas.

- Pada tahap perkecambahan, selain untuk pertumbuhan energi juga dibutuhakn untuk menembus kulit biji.

- Kebutuhan energi pada tahap

pembungaan ditujukan untuk

pertumbuhan vegetatif dan digunakan untuk membetuk sel-sel gamet. Kebutuhan energi yang besar ini dibuktikan suhu optimum untuk tahap perkecambahan dan pembungaan lebih besar dari pada suhu optimum untuk tahap lainnya dalam siklus hidup tanaman. Kalau kebutuhan energi panas tidak terpenuhi tanaman tida dapat berkecambah atau berbunga.

- Dalam siklus hidup tanaman kedua tahap ini merupakan fase kritis, fase dimana permintaan tanaman akan suhu dan faktor tumbuh lainnya adalah besar. Tanaman akan muncul lebih cepat ke permukaan tanamah, kalau suhu tanah mendekati optimum (21 ºC). (Shaw, 1955).

Pengaruh Suhu Maksimum terhadap Tanaman - Jaringan tanaman akan mati apabila suhu

mencapai 45ºC sampai 55ºC selama 2 jam. - Tanaman yang kadar karbohidrat tinggi lebih tahan terhadap suhu ekstrem tinggi, karena denaturasi karbohidrat lebih tahan dibandingkan protein. Denaturasi portein terjadi pada suhu 45ºC, sedangkan karbohidrat baru rusak pada suhu diatas 55ºC, bahkan ada yang sampai 85ºC. - Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu,

respirasi rendah bahkan terhenti pada suhu 0ºC dan maksimal pada suhu 30ºC -

40ºC. Respon respirasi terhadap suhu tidak sama pada jenis tanaman dan pada setiap tahap perkembangan tanaman. Pada tanaman tropis respirasi maksimal terjadi pada suhu 40ºC dan tanaman daerah sedang respirasi maksimal 30ºC. Suhu tinggi (diatas optimum) akan merusak tanaman dengan mengacau arus respirasi dan absorpsi air. Bila suhu udara meningkat, laju transpirasi meningkat, karena penurunan defisit tekanan uap dari daya yang hangat dan suhu daun tinggi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan uap air padanya. Kelayuan akan terjadi bila laju absorpsi air terbatas karena kurangnya air atau kerusakan sistem vaskuler atau sistem perakaran. Tingkat kerusakan akibat suhu tinggi, lebih besar pada jaringan yang lebih muda, karena terjadi denaturasi protoplasma oleh dehidrasi.

- Pada saat pembentukan sel generatif, suhu tinggi mengakibatkan rusaknya sistem pembelahan mitosis yang berlangsung dengan cytokinesis. Hal ini terlihat adanya kegagalan pembentukan biji, akrena pollengrain yang terbentuk steril.

- Pada suhu 45ºC akan mengganggu aktivitas enzim, diantaranya enzim proteinase dan pepidase. Enzim proteinase berfungsi uantuk merombak protein menjadi lipids. Sedangkan enzim peptidase merombak peptids menjadi asam amino. Oleh karena itu tidak berkecambahnya biji (terutama kedele dan jagung) pada suhu tinggi karena kegagalan metabolisme biji yang disebabkan oleh kekurangan bahan dasar, yakni asam amino.

- Translokasi asimilat terjadi dengan adanya molekul atau ion melintasi membran dari daun ke jaringan yang merismatik. Pada suhu tinggi translokasi asimilat terhalang karena terjadinya dehidrasi, karena respirasi meningkat. Hal ini pula sebabnya suhu tinggi terjadinya gangguan pertumbuhan pada jaringan merismatik akibat asimilat sebagai bahan dasar tidak dapat mencapai jaringan tersebut.

(8)

8 atau disebut juga mutasi. Mutasi gene dapat terjadi akibat suhu tinggi yang datangnya tiba-tiba. Suhu tinggi yang datangnya tiba-tiba mempunyai daya tembus yang sangat kuat sehingga dapat mencapai bahan genetis dalam inti sel, akibatnya terjadi perubahan pasangan alel-alel dalam kromosom.

Panjang Hari pada Pertumbuhan Tanaman Fotoperiode merupakan rasio relatif antara panjang waktu penyinaran matahari pada siang dengan malam hari. Fotoperiodisme ialah tanggapan perkembangan tumbuhan terhadap fotoperiode. Pengaruh respon tersebut dapat pada pertumbuhan vegetatif dan reproduktif. Pertumbuhan vegetatif yang dipengaruhi oleh fotoperiode ialah pembentukan bulb dan umbi, pembentukan cabang, bentuk daun, pembentukan pigmen, pembentukan rambut, perkembangan akar, dormansi biji dan kematian. Pertumbuhan reproduktif tanaman yang dipengaruhi oleh fotoperiode ialah pembentukan bunga, buah dan biji (Stirling, et al., 2002).

Fotoperiodisitas atau panjang hari dan didefinisikan sebagai panjang atau lamanya siang hari dihitung mulai dari matahari terbit sampai terbenam. Panjang hari tidak terpengaruh oleh keadaan awan karena pada lama penyinaran bisa berkurang bila matahari tertutup awan, tetapi panjang hari tetap (Sugito, 1994).

Panjang hari berubah secara beraturan sepanjang tahun sesuai dengan deklinasi matahari dan berbeda pada setiap tempat menurut garis lintang. Pada daerah khatulistiwa, panjang hari sekitar 12 jam, semakin jauh dari ekuator panjang

hari dapat lebih atau kurang sesuai dengan pergerakan matahari. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin lama tanaman mendapatkan pencahayaan matahari, semakin intensif proses fotosintesis, sehingga hasil akan tinggi. Akan tetapi fenomena ini tidak sepenuhnya benar karena beberapa tanaman memerlukan lama penyinaran yang berbeda untuk mendorong fase pembungaan.

Fotoperiodisitas tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah cadangan makanan yang dihasilkan oleh suatu tanaman,

tetapi juga menentukan waktu pembungaan pada banyak tanaman. Sugito (1994), menjelaskan respon tanaman terhadap panjang hari sering dihubungkan dengan pembungaan, tetapi sebenarnya banyak aspek pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh panjang hari, antara lain:

a) inisiasi bunga,

b) produksi dan kesuburan putik dan tepung sari, misalnya pada jagung dan kedelai,

c) pembentukan umbi pada tanaman kentang, bawang putih dan umbi-umbian yang lain,

d) dormansi benih, dan perkecambahan biji pada tanaman bunga, dan

e) pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, seperti pembentukan

anakan, percabangan dan

pertumbuhan memanjang.

Pengaruh Suhu dan Panjang Hari pada Tanaman Kentang

Fluktuasi suhu dalam tanah akan berpengaruh langsung terhadap aktivitas pertanian terutama proses perakaran tanaman di dalam tanah. Apabila suhu tanah naik akan berakibat berkurangnya kandungan air dalam tanah sehingga unsur hara sulit diserap tanaman., sebaliknya jika suhu tanah rendah maka akan semakin bertambahnya kandungan air dalam tanah, di mana sampai pada kondisi ekstrim terjadi pengkristalan. Akibatnya aktivitas akar/respirasi semakin rendah mengakibatkan translokasi dalam tubuh tanaman jadi lambat sehingga proses distribusi unsur hara jadi lambat dan akhirnya pertumbuhan tanaman jadi lambat. Demikian pula dengan suhu yang terlalu tinggi terjadi aktivitas negatif seperti terjadi pembongkaran/perusakan organ. Suhu maksimal dan minimal berpengaruh terhadap hasil produksi. Hal inilah yang menyebabkan hasil panen padi Indonesia menjadi rendah.

Suhu merupakan faktor penting bagi tanaman kentang (Solanum tuberosum ssp. tuberosum), Umumnya kentang akan tumbuh baik dan dapat berproduksi maksimal pada suhu 15-18oC (Haynes dkk., 1988). Dengan

(9)

9 fotosintesa, yang menyebabkan berkurangnya hasil (Janic, 1972 dalam Harlastuti, 1980). Walaupun demikian Borah dan Milthorpe (1962) dalam Hynes (1988) suhu diatas 18oC

akan merangsang pembentukan batang-batang tanaman tetapi tidak merangsang pertumbuhan luas daun, sedangkan suhu di bawah 18oC akan menghambat pertumbuhan,

asimilat yang dihasilkan rendah dan menghambat pembesaran umbi.

Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Tanaman kentang tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu rendah, yaitu 15 sampai 20oC, cukup

sinar matahari, dan kelembaban udara 80 sampai 90 % (Sunarjono, 1975).

Suhu tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan umbi kentang, pada suhu tanah yang terlalu tinggi pertumbuhan umbi akan dihambat. Suhu optimal untuk pertumbuhan umbi kentang sekitar 17oC sedangkan suhu di

atas 19oC umbi tidak akan tumbuh (Chang,

1968).

Suhu tanah berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan respirasi. Menurut Burton (1981), untuk mendapatkan hasil yang maksimum tanaman kentang membutuhkan suhu optimum yang relatif rendah, terutama untuk pertumbuhan umbi, yaitu 15,6 sampai 17,8oC dengan suhu rata-rata 15,5oC. Dengan

penambahan suhu 10oC, respirasi akan

bertambah dua kali lipat. Jika suhu meningkat, laju pertumbuhan tanaman meningkat sampai mencapai maksimum. Laju fotosintesis juga meningkat sampai mencapai maksimum, kemudian menurun. Pada waktu yang sama laju respirasi secara bertahap meningkat dengan meningkatnya suhu. Kehilangan melalui respirasi lebih besar daripada tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis. Akibatnya, tidak ada peningkatan hasil neto dan bobot kering tanaman dan umbi menurun.

Tanaman kentang menghendaki suhu yang berbeda untuk setiap periode pertumbuhan. Daerah dengan suhu maksimum 30oC dan suhu minimum 15oC

sangat baik untuk pertumbuhan tanaman kentang daripada daerah dengan suhu yang relatif konstan, yaitu 24oC. Menurut Shukla

dan Singh (1975), untuk pembentukan dan

pengisian umbi secara ideal, diperlukan hari panjang pada stadia awal agar mencapai pertumbuhan daun yang maksimum, kemudian diikuti hari pendek dan suhu rendah untuk translokasi zat pati secara cepat ke organ penyimpanan.

Menurut Krauss dan Marschner (1984), suhu tanah yang lebih tinggi dari 24oC

menyebabkan aktivitas beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme pati tertekan sehingga terjadi penurunan kadar pati pada umbi dan secara langsung menghambat perombakan gula menjadi pati. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi bahan kering dapat tertunda pada suhu tanah lebih

dari 24oC dan sangat terganggu pada suhu

tanah 33oC karena sebagian besar karbohidrat

dikonsumsi untuk respirasi. Akibatnya, karbohidrat yang digunakan untuk pertumbuhan berkurang.

Slater (1963) dalam Harlastuti (1980), mengatakan bahwa pembentukan umbi terjadi pada suhu yang tidak terlalu tinggi, terutama didominasi oleh suhu malam hari (Chang, 1968).

Suhu malam untuk pembentukan umbi lebih penting dibandingkan dengan suhu siang. Jumlah umbi menurun dengan meningkatnya suhu malam. Dengan suhu tinggi, terutama pada malam hari, pertumbuhan lebih banyak terjadi pada bagian tanaman di atas tanah daripada bagian di bawah tanah. Untuk pembentukan umbi diperlukan suhu siang hari 17,7 sampai 23,7oC

dan suhu malam hari 6,1 sampai 12,2oC. Pada

suhu malam yang tinggi tanaman lebih banyak menghasilkan daun baru, cabang, dan bunga serta stolon muncul di permukaan tanah membentuk batang dan daun sehingga tanaman menghasilkan umbi dalam jumlah yang sedikit. Keadaan sebaliknya terjadi jika suhu malam yang rendah.

Menurut Nonnecke (1989), jika selama perkembangan umbi terjadi cekaman suhu yang tinggi, umbi yang dihasilkan akan berbentuk abnormal karena

(10)

10 dan kadang-kadang terjadinya rangkaian umbi).

Suhu tinggi, keadaan berawan, dan kelembaban udara rendah akan menghambat pertumbuhan, pembentukan umbi, dan perkembangan bunga. Fluktuasi kelembaban yang sangat berbeda antara siang dengan malam akan mengurangi hasil. Jika malam hari kelembaban rendah, suhu udara menjadi tinggi, tanaman akan banyak melakukan respirasi.

Suhu rendah dengan intensitas radiasi tinggi dan hari pendek mempercepat perkembangan tanaman kentang sehingga pemanjangan batang cepat terhenti, umbi cepat terbentuk, dan akhirnya tanaman cepat mati. Begitu juga sebaliknya.

Bodlaender (1983) menyatakan bahwa untuk dapat berfotosintesis dengan baik, tanaman memerlukan intensitas cahaya yang tinggi yang diperlukan untuk mengaktifkan distribusi asimilat, memperpanjang cabang, dan untuk meningkatkan luas serta bobot daun. Meningkatnya cahaya yang dapat diterima tanaman akan mempercepat proses pembentukan umbi dan waktu pembungaan, bahkan pada intensitas cahaya yang berlebihan dapat menurunkan hasil karena terjadi transpirasi yang tinggi yang tidak dapat diimbangi dengan penyerapan air dari dalam tanah. Oleh karena itu, sel akan kehilangan turgor, stomata menutup, dan absorpsi CO2

berkurang sehingga hasil fotosintesisnya berkurang. Akan tetapi, menurut Asandhi dan Gunadi (1989), intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman kentang belum dapat dipastikan walaupun tanaman kentang hanya membutuhkan intensitas cahaya matahari moderat.

Umur tanaman kentang dipengaruhi oleh panjang penyinaran (Slater, 1963 dalam Harlastuti, 1960). Selanjutnya Haynes (1988) menyebutkan bahwa waktu penyinaran mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap produksi umbi kentang atau pembentukan batang-batang tanaman tetapi pengaruh itu jarang terjadi untuk kedua-duanya. Awal pembentukan umbi akan dirangsang oleh penyinaran pendek tetapi lamanya terbatas dan pertumbuhan umbi akan efektif dengan membatasi ukuran dan umur daun. Dengan mengombinasi lama penyinaran

akan didapat pertumbuhan umbi dan batang yang baik.

Beberapa jenis kentang seperti tuberosum, andigena dan tuberosum dihaploid mempunyai hari kritis lebih dari 15 jam (Kopetz, 1937 dalam Haynes, 1988).

Panjang hari juga berpengaruh terhadap pembentukan umbi, tetapi hal itu tidak terlalu penting karena umbi tetap terbentuk pada berbagai tingkatan panjang hari. Perbedaannya hanya saat kapan umbi terbentuk dan lamanya proses perkembangan berlangsung. Panjang hari yang dikehendaki tanaman kentang bervariasi, bergantung pada varietasnya, kisaran yang diperlukan antara 10 sampai

16 jam/hari. Chapman (1975) menyimpulkan bahwa jika tanaman mendapat perlakuan hari pendek, ujung stolon akan cepat membentuk umbi, sedangkan jika diberi perlakuan hari panjang, stolon cenderung bertambah panjang dan baru kemudian membentuk umbi.

Proses pembentukan umbi pada tanaman kentang dapat dipercepat oleh hari pendek, intensitas cahaya tinggi, suhu malam yang rendah, dan N yang rendah serta kombinasi faktor tersebut (pada musim hujan kombinasi intensitas cahaya dan suhu adalah hari pendek, suhu tinggi, dan intensitas cahaya rendah, sedangkan pada musim kemarau adalah hari pendek, suhu rendah, dan intensitas cahaya tinggi).

Intensitas sinar juga berperan dalam produksi umbi kentang. Borah dan Milthorpe (1962) dalam Haynes (1988) berpendapat pembentukan umbi lebih cepat, pembentukan jumlah umbi lebih baik dan berat basah umbi lebih baik pada intensitas sinar 56 cal/ cm2/hari atau sinar separonya. Pengurangan intensitas sinar akan merangsang pembentukan cabang dan akan mengurangi berat umbi secara nyata (Pohjahkalio, 1951 dalam Haynes, 1988).

KESIMPULAN

1. Suhu meningkatkan perkembangan tanaman sampai batas tertentu.

(11)

11 faktor-faktor lain tidak menjadi pembatas.

3. Adanya perbedaan panjang hari menyebabkan adanya fotoperiodisme pada tanaman yang merupakan tanggapan perkembangan tumbuhan terhadap panjang hari. Pengaruh respon tersebut dapat pada pertumbuhan vegetatif dan reproduktif.

4. Suhu sangat berpengaruh terhadap setiap fase pertumbuhan tanaman kentang terutama pada fase pembentukan umbi dan pembungaan. Dimana suhu yang dikehendaki tanaman kentang adalah suhu yang relatif rendah.

5. Panjang hari berpengaruh terhadap pembentukan umbi tanaman kentang. Panjang hari menentukan waktu terbentuknya umbi. Panjang hari yang dikehendaki tanaman kentang adalah hari pendek.

DAFTAR PUSTAKA

Asandhi, A.A., dan N. Gunadi. 1989. Syarat tumbuh tanaman kentang. dalam Kentang. Edisi kedua. Balai Penelitian Hortikutura Lembang.

Bayong, T., 2004. Klimatologi. ITB, Bandung Benyamin, K., 1994. Dasar-dasar klimatologi.

PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Bodlaender, K.B.A. 1983. Influence of temperature, radiation, and photoperiod on development and yield. p.199-210. In:The Growth of Potato. Butterworths, London.

Burton, W.G. 1981. Challenges for stress physiology in potato. Am. Potato J. 58 : 3-14.

Burton, W.G. 1981. Challenges for stress physiology in potato. Am. Potato J. 58 : 3-14.

Chapman, H.W. 1975. Daylength effect on potato tuberization. Am. Potato J.35:711-721.

Cheng, J.H. 1968. Climate and Agriculture an Ecological Survey. Aldine Publ. Comp. Chicago.

Handoko. 1994. Klimatologi dasar.Pustaka jaya, Bogor.

Harlastuti, 1980. Pemupukan Gandasil D lewat daun dibandingkan dengan pemupukan NPK berat tanah pada tanaman kentang. Fakultas Pertanian UGM.

Hawkes, J.G.,1990. The potato evolution biodiversity and resources. Belhaven Press, Oxford, England/Smithsonian Institution Press, Washington D. C. 259 pp.

Haynes, K. G. , F. L. Haynes and W. E. Swallow. 1988. Temperature and photoperiod production dnd Specifik Grafity

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/MKK 2113A/.../bahan_ajar_suhu.doc

http://www.damandiri.or.id/file/nurmayulis unpadbab2.pdf

Krauss, A., and H. Marschner. 1984. Growth rate and carbohydrate metabolisme of potato tuber exposed to high temperature. Potato Res. 27:297-303. Nonnecke, L.I. 1989. Vegetable production.

Van Nostrand Reinhold, Canada.

Rubatsky, V., dan M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia: Prinsip, produksi, dan gizi. Penerbit ITB. Bandung

Rukmana, R. 1997. Kentang budidaya dan pasca panen. Kanisius, Yogyakarta. Salisbury, F. B. and Ross, C. W. 1992. Plant

physiology. Wadsworth Publishing. Fort Collins. Colorado.

Samadi, B. 1997. Usahatani kentang. Kanisius. Yogyakarta.

Stirling, K. J., R. J. Clark, P. H. Brown and S. J. Wilson. 2002. Effect of Photoperiod on flower bud initiation and development in myoga (Zingiber mioga roscoe). Scientia Horticulturae. Vol. 95. Issue 3. Pages 261-268

Sugito, Y. 1994. Ekologi tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya Malang. Sunarjono, H. 1975. Budidaya kentang. N.V.

Gambar

Tabel 1. Keragaman morfologis umbi kentang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan naungan atau intensitas cahaya 50% signifikan lebih baik dari pada 100% cahaya terhadap pertumbuhan tinggi tanaman,

Pemberian kombinasi perlakuan dengan intensitas cahaya 25% dan takaran pupuk kandang 300 g/polybag pada pertanaman temu putih menghasilkan tinggi tanaman, berat

Pada variabel berat umbi tanaman kentang, menunjukan bahwa pemberian perlakuan pupuk daun dengan konsentantrasi4 g/l mampu meningkatkan rerata berat umbi yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu yang dihasilkan pada perlakuan menggunakan cahaya matahari secara langsung dengan cahaya dari lampu memberikan pengaruh yang

Suhu atau temperatur rendah yang dapat menyebabkan stress atau cekaman pada tanaman dapat dibagi menjadi dua yaitu suhu rendah < 20°C disebut chilling

Ketiga unsur hara tersebut memiliki peran yang berbeda dalam metabolisme tanaman yang nantinya mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi mikro

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu yang dihasilkan pada perlakuan menggunakan cahaya matahari secara langsung dengan cahaya dari lampu memberikan pengaruh yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan naungan atau intensitas cahaya 50% signifikan lebih baik dari pada 100% cahaya terhadap pertumbuhan tinggi tanaman,