PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK KELUARGA MUSLIM USIA PRA SEKOLAH DI RT 01 RW 01 DESA NGEMBAL KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
OLEH: KHOLIFAH NIM. 02110311
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG MALANG
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK KELUARGA MUSLIM USIA PRA SEKOLAH DI RT 01 RW 01 DESA NGEMBAL KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) Pada Program Strata Satu (S1) Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
OLEH: KHOLIFAH NIM. 02110311
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG MALANG
LEMBAR PERSETUJUAN
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK KELUARGA MUSLIM USIA PRA SEKOLAH DI RT 01 RW 01 DESA NGEMBAL KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
OLEH: KHOLIFAH NIM. 02110311
Telah disetujui pada tangga………….september 2007 Oleh dosen pembimbing
Drs. Bashori NIP. 150 209 994
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
HALAMAN PENGESAHAN
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK KELUARGA MUSLIM USIA PRA SEKOLAH DI RT 01 RW 01 DESA NGEMBAL KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
Dipersiapkan dan disusun oleh: Kholifah (02110311)
Telah dipertahankan di depan dewan penguji dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu sarjana pendidikan islam
(S. Pd. I) pada tanggal 3 Oktober 2007 Panitia ujian
Ketua Sidang, Skertaris Sidang,
Drs. A. Zuhdi
Drs. Bashori NIP. 150 275 611
NIP. 150 209 994
Penguji utama
Pembimbing,
Prof. Dr. HM. Djunaidi Ghony Drs. Bashori
NIP. 150 042 031 NIP. 150 209 994
Mengesahkan
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
MOTTO
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
PERSEMBAHAN
Atas ridho Allah SWT karya persembahan kepada:
Bapak ibu dan kedua mertuaku yang senan tiasa memberikan kasih sayangnya secara lahir dan batin, serta selalu memberikan motivasi
yang tiada henti saudara dan keponakanku (mb’ ika, c’tir dan angel) serta keluarga besarku penyumbang aspirasi yang tak pernah membuat
putus harapanku.
Sahabat senasib seperjuangan “Be Fresh” Fatir, Epo, Guwendut, Widad, Inul, Cenul, Ijur, Po’ayuk, Qomar, Ulil, Ihya’, Dk, Rahul, Mashudi
yang selalu menyertai canda tawaku.
Temen-temen dahlie, Bywood pengisi hari-hariku. Sahabat dekat dimata jauh dihati Nova.
Nopek&Hasan Alm semoga kalian diterima disisinya amin. Thanks to maskur&Nanik.
Antara cita dan asa semangat juangku serta yang tak pernahku tau sekalipun adalah bagian dari proses pendewasaanku.
Seseorang yang selama ini banyak berkorban dan berjuang sampai akhir studyku, serta kasih sayangnya sampai detik ini (insyaAllah dunia
Akhirat) tetap abadi (tak lain suamiku tercinta” Ms Mawan”). Wahai Dzat yang maha tahu dan maha kasih jadikanlah ini amal
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, Nabi akhir zaman yang telah membawa petunjuk kebenaran
seluruh umat manusia yaitu Agama Islam yang kita harapkan syafaatnya di dunia dan
di akherat.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini sehingga dapat tersusun dengan dan
terselesaikan dengan lancar, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Malang.
2. Bapak prof. Dr. HM. Djunaidy Ghony selaku Dekan Fakultas Tarbiyah
Universitas Negeri Malang.
3. Bpk. Drs. Bashori selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak
waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan pada penulis, dengan
penuh kesabaran dan kebijakan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
lancar.
4. Bapak H. M. Chasan, selaku Kepala Desa Ngembal Kecamatan Tutur
Kabupaten Pasuruan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian skripsi.
5. bapak ibu tercinta dan kedua mertuaku yang telah memberikan ketulusan cinta
6. dan segenap keluarga besar beserta teman-temanku semua yang tak bisa
kusebut satu per satu terimah kasih atas bantuan yang diberikan kepadaku.
7. suamiku tersayang yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan dan
semangat.
Kami menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang bijak dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi
sempurnanya tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis dan para pembaca. Amin.
Malang, September 2007
Penulis
ABSTRAK
Kholifah, 2007, Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim Usia Pra Sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan, Skripsi, Jurusan PAI, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Malang. Dosen Pembimbing: Drs. Bashrori, M. Ag.
Kata Kunci:Pendidikan Agama Islam, Anak Keluarga Muslim, Usia Pra Sekolah.
Pendidikan agama Islam sangat penting untuk diberikan sejak dini terhadap anak. Terutama dalam menghadapi era globalisasi saat ini, dimana sulit menentukan mana yang baik dan buruk, mana etika ketimuran dan kebarat-baratan, mana budaya yang lebih santun dan amoral dan sebagainya. Maraknya, tawaran gaya hidup glamor, pakaian (fashion), hiburan (fun), film-film porno, tayangan sadisme yang dipertontonkan TV, sudah menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari dan tidak jarang anak-anak menjadi korban akibatnya. Akibatnya, berapa banyak anak-anak yang mati akibat tayangan televisi yang tidak terfilterisasi, remaja yang mengkonsumsi ganja, pil (narkotika), hubungan bebas (free sex), tersebarnya virus HIV dan sebagainya. Semua ini, bila tidak diperhatikan dengan serius akan merugikan tunas generasi muslim masa depan, yang benar-benar menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pokok pijakan dalam mengarungi hiudpnya. Oleh karena itu, sejak dini sudah seharusnya menanamkan nilai-nilai kearifan, ajaran-ajaran dan pendidikan agama Islam pada anak-anak dengan cahaya al-Qur’an dan as-Sunnah perikehidupan Rasulullah SAW dan sebagainya.
Dari fenomena di atas, terdapat tiga rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: (a) bagaimana pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan? (b) problematika pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan? (c) bagaimana model pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan? Dan bertujuan untuk: (a) mendeskripsikan pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan; (b) memetakan problem-problem pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan; (c) menemukan model pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan enam subjek penelitian, diantaranya: dua orangtua muslim, dua pendidik agama Islam (Ustadz-ah/guru ngaji) dan dua anak dari keluarga muslim. Proses pengambilan data dilakukan sejak bulan Januari 2007 sampai Mei 2007, dengan wawancara terstruktur, observasi partisipan dan metode dokumentasi, yang dilakukan secara berkala, fokus masalah dan berkesinambungan.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah...
B. Rumusan Masalah...
C. Tujuan Penelitian...
D. Manfaat Penelitian...
E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian...
F. Sistematika Pembahasan...
A. Pembahasan Tentang Pendidikan Agama Islam...
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam...
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam...
3. Materi Pendidikan Agama Islam...
4. Metode Pendidikan Agama Islam...
B. Pembahasan Tentang Anak Keluarga Muslim...
1. Pengertian Anak Keluarga Muslim...
2. Anak Pra Sekolah...
3. Karakteristik Anak Keluarga Muslim...
C. Pembahasan Pendidikan Agama Islam dan Anak Keluarga Muslim
Usia Pra Sekolah...
1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim
Usia Pra Sekolah...
2. Metode Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim
Usia Pra Sekolah...
3. Kendala dan Solusi Pendidikan Agam Islam pada Anak Keluarga
Muslim Usia Pra Sekolah... 51
51
61
64
BAB III METODE PENELITIAN... 72
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian...
B. Kehadiran Peneliti...
C. Lokasi Penelitian...
D. Sumber dan Jenis Data...
E. Penentuan Populasi dan Sampel...
F. Prosedur Pengumpulan Data...
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data...
H. Teknik Analisis Data...
I. Metode Pembahasan...
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN... 90
A. Deskripsi Obyek Penelitian...
1. Kondisi Obyektif Masyarakat RT 01 RW 01 Desa/ Kelurahan
Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan...
2. Keadaan Geografis...
3. Keadaan Demografis dan Topografi...
B. Paparan Data ...
1. Deskripsi bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam pada
anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa
Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan...
2. Metode apa yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01
3. Apa kendala dan solusi pelaksanaan pendidikan agama Islam pada
anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa
Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan... 110
BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN TEORI... 117
A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim
Usia Pra Sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur
Kabupaten Pasuruan...
B. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam
pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa
Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan...
C. Kendala dan solusi pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak
keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal
Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan... 117
120
123
BAB VI PENUTUP... 125
A. Kesimpulan...
B. Saran... 125
127
DAFTAR PUSTAKA... 130
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan agama Islam memang benar-benar perlu diperhatikan saat ini,
terutama dalam menghadapi era globalisasi, yang merupakan era pasar bebas dan
sekaligus persaingan bebas dalam produk material dan jasa. Siapa pun kalau tidak
siap bersaing, berpikir dan bergerak cepat, akan terasingkan atau malah tergilas
oleh roda globalisasi yang sangat cepat dan dinamis. Dalam kondisi inilah,
dibutuhkan berbagai benteng lahir dan batin untuk menghadapi berbagai
kemungkinan perubahan ke arah positif dan negatif. Pendidikan agama Islam
sebagai bentuk bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama
Islam, menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.1
Diharapkan, bisa menjadi pegangan kuat dalam menghadapi kemungkinan
1
peperangan akidah masyarakat, agar tetap menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah
sebagai pedoman terbaik hidup.
Bukti konkrit misalnya, awalnya untuk membangun basis ekonomi
masyarakat yang kuat sangat mengandalkan pada modal uang (money capital),
selanjutnya berevolusi pada human capital, yakni SDM yang menguasai iptek (to
know) dapat mengerjakan tugas secara profesional (to do) serta berperilaku dan
berkepribadian mandiri (to have). Pada perkembangan selanjutnya, kedua kapital
tersebut kini masih dianggap kurang memadai dan justru masyarakat sangat
membutuhkan adanya social capital yang kokoh.2 Social capital adalah sikap
amanah (trust), atau masyarakat yang saling percaya dan bisa dipercaya. Karena
itu, paradigma pendidikan saat ini bukan hanya menekankan pada to know, to do
dan to behave saja, melainkan juga lebih menekankan pada to live togheter dan
learn to learn atau berusaha belajar dari pengalaman hidup sendiri. Terutama,
sebagai upaya adanya pelaksanaan pendidikan agama Islam yang aplikatif dan
tepat.
Pergesekan globalisasi di bidang budaya, etika dan moral sebagai akibat dari
kemajuan teknologi, terutama di bidang informasi. Melalui media massa yang
canggih, menyebabkan peran guru dan orangtua pada umumnya sudah mulai
bergeser. Anak atau siswa saat ini telah mengenal berbagai sumber pesan
pembelajaran, yaitu: (1) guru yang bersifat pedagogis; (2) buku-buku yang
bersifat pedagogis dan terkontrol oleh orangtua dan guru; (3) buku-buku bacaan
ada yang terkontrol oleh guru atau orangtua dan ada yang tidak; (4) surat kabar
adalah sumber pesan pembelejaran yang tidak terkontrol; (5) majalah, tidak
2
terkontrol; (6) radio, tidak terkontrol; (7) film, tidak terkontrol dan (8) televisi,
yang tidak terkontrol. Bila sumber-sumber pesan pembelajaran tidak terkontrol ini
sampai kepada anak-anak dan masyarakat, secara tidak sadar akan mengakibatkan
perubahan budaya, etika dan moral suatu bangsa.3
Masyarakat yang semula merasa asing dan bahkan tabu terhadap
model-model pakaian (fashion), hiburan (fun), film-film porno dan tayangan sadisme
yang dipertontonkan TV atau tabu dengan bacaan dan gambar porno yang dimuat
di surat kabar dan majalah, malah kemudian menjadi biasa-biasa saja (permissive)
atau justru ikut menjadi bagian dari hal itu, bahkan tidak jarang anak-anak
menjadi korban tayangan-tayangan yang tidak terfilterisasi oleh norma budaya
setempat. Sebagai akses dari pesan-pesan pembelajaran tidak terkontrol tersebut
adalah munculnya sikap sadisme, kekerasan, pemerkosaan, bunuh-membunuh dan
sebagainya dikalangan masyarakat kita. Coba hitung berapa banyak anak-anak di
bawah umur, yang mati akibat tayangan smack down atau kartun sin chan, remaja
yang mengkonsumsi ganja, pil (narkotika), anak yang berusaha membunuh
orangtua dan saudara kandungnya sendiri, orangtua yang memperkosa anak
kandungnya sendiri, orang-orang yang bunuh diri tanpa sebab, adanya hubungan
bebas (free sex) dan tersebarnya virus HIV dikalangan remaja, aborsi,
pertengkaran pelajar dan sebagainya. Karena itu, tidak heran jika pada saat ini
masyarakat sering menghadapi model kehidupan paling kontroversial, yang dapat
dialami dalam waktu yang sama dan dapat ditemui dalam pribadi yang sama,
yaitu: antara kesalehan dan keseronohan, antara kelembutan dan kekerasan, antara
koruptor dan dermawan, serta antara masjid dan mall, yang keduanya terus
3
menerus berdampingan satu sama lain. Bila hal ini terus terjadi dan tidak
diimbangi dengan pembelajaran akidah, moral, akhlak atau pendidikan agama
yang baik dan aplikatif, tidak menutup kemungkinan bangsa ini secara perlahan
akan hancur dan musnah dari muka bumi ini.4
Pendidikan agama Islam, menurut Hasan Langgulung adalah pendidikan
yang didasarkan pada sumber-sumber ajaran Islam, yaitu kitab Allah (al-Qur’an),
sunnah, perkataan sahabat, kemaslahatan sosial, nilai-nilai dan kebiasaan sosial,
serta pemikir-pemikir Islam.5 Al-Syaibany dan Langgulung juga menyatakan,
bahwa didalam pendidikan agama Islam bukan sekedar ajakan kembali terhadap
pemeliharaan peninggalan masa lalu, tetapi adalah ajakan kepada suatu sumber
yang hidup, dinamis, berkembang dan progresif sepanjang masa. Ia memiliki
fleksibilitas pada prinsip-prinsip umumnya yang berkenaan dengan penyusunan
kehidupan manusia dan menyebabkan ia sesuai bagi setiap waktu dan tempat.6
Forma berpikir di atas, menunjukkan bahwa pendidikan agama Islam tidak
sekedar regresif dan konservatif terhadap produk pemikiran para pendahulunya
dalam al-Qur’an dan al-Hadits, tetapi juga berusaha melakukan kontekstualisasi
dan verifikasi atau falsifikasi sesuai dengan tuntutan lingkungan dan kebutuhan
zamannya, karena kembali kepada Islam berarti kembali kepada sumber-sumber
atau prinsip-prinsip umumnya yang hidup dinamis dan fleksibel. Selain itu,
diperlukan kajian kritis terhadap pemikiran-pemikiran non muslim untuk tidak
terjebak ke dalam pemikiran atau pendidikan yang tidak Islami. Bila kondisi ini
4
Ibid., hlm. 288.
5
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), hlm. 187.
6
dapat diterapkan dengan baik dan benar, maka akan terlahir generasi muslim dan
anak-anak yang kritis dan siap menghadapi berbagai tantangan zaman.
Di dalam al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, dinyatakan bahwa agama
(tauhid/keimanan kepada Allah SWT) merupakan fitrah atau potensi dasar bagi
manusia (anak). Tugas pendidik dan orangtua adalah mengembangkan dan atau
membantu tumbuh suburnya fitrah tersebut pada anak, agar mereka mampu
mengaktualisasikan imannya melalui amal-amal saleh untuk mencapai prestasi
takwa. Pendekatan keagamaan dalam pendidikan anak dimaksudkan bagaimana
cara pendidik dan orangtua memproses anak melalui bimbingan, latihan, atau
pengajaran keagamaan, termasuk didalamnya mengarahkan, mendorong dan
memberi semangat anak agar selalu taat dan patuh kepada orangtua dan guru,
berbudi pekerti luhur serta memiliki cita rasa keberagamaan Islam yang kuat.7
Menurut Zakiah Darajat, bahwa perkembangan agama pada anak sangat
ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada
masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa-masa anak) umur 0-12 tahun.8 Masa ini
merupakan masa yang sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan
agama anak untuk masa berikutnya karena hal yang paling berperan dalam hal ini
adalah orangtua dalam keluarga dan lingkungan. Cara orangtua mendidik dan
membesarkan anak semasa kecil, nantinya akan menetukan segala hal yang akan
membentuk sifat, karakter dan tempramen anak, karena pengalaman yang di dapat
di waktu kecil oleh anak akan membekas dan mempengaruhi pola sikap dan
karakter pada saat dewasa. Karena itu, anak yang tidak pernah mendapat didikan
7
Ibid., Op.Cit, hlm. 291.
8
agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka setelah dewasa
ia akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama dan sebaliknya.9
Anak-anak yang sudah memasuki usia 5-12 tahun, ketika orangtua tidak
mampu memberikan pengajaran agama sendiri, sebaiknya pada masa ini orangtua
mulai menyerahkan pendidikan anaknya ke sekolah, madrasah atau kepada guru
(ustadz) yang memahami ilmu-ilmu keagamaan dengan baik, baik itu dilembaga
setingkat TPQ, madrasah diniyah atau tempat pengajian lain yang dinilai
representatif bagi anak. Karena itu, guru atau pengajar perlu mempersonifikasikan
dirinya sebagai orangtuanya sendiri dan anak dihadapi seolah-olah sebagai
anaknya sendiri. Para ahli pendidikan Islam juga berpendapat demikian, seperti
al-Ghazali (dalam Muhaimin, et. al) menyatakan, “pendidik hendaknya memiliki
sifat kasih sayang kepada anak didiknya dan memperlakukannya sebagaimana
anak-anaknya sendiri. Demikian pula pendapat Athiyah al-Abrosy (1969), Brikan
Barky al-Quraisy (1984) dan lain-lain.10 Berkenaan dengan kehidupan anak usia
ini, maka pada masa tersebut agama masih sangat realistis. Anak-anak akan
mengaitkan agama dengan realitas dan cara berpikir anak masih sangat konkrit,
mereka belum bisa berpikir abstrak. Namun demikian, lama kelamaan berkat
perkembangan fisik dan psikisnya anak dapat berpikir secara abstrak.11
Menurut hasil penelitian, bahwa anak lebih banyak belajar lewat penglihatan
(83%), pendengaran (11%) dan sisanya (6%) adalah lewat peraba, pengecap dan
pencium. Ini mengandung makna bahwa pendidikan pada masa kanak-kanak perlu
9
Markum, AH, Ilmu Kesehatan Anak, (Jakarta: FKUI, 1991), hlm. 49.
10
Muhaimin, et. al, Strategi Belajar-Mengajar Penerapannya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama, (Surabaya: Citra Media, 1996), hlm. 8.
11
ditonjolkan pada hal-hal yang konkret terutama melalui keteladanan atau peragaan
hidup secara riil, karena contoh tauladan yang dilihat anak lebih berkesan dan
lebih dapat diambil untuk menjadi bagian darinya. Contoh teladan itu dapat
berupa tampilan fisik pendidik atau orangtua, misalnya cara berpakaian, gaya
bicara, cara memperlakukan orang, tampilan fisik lingkungan belajarnya,
tampilan psikis atau kepribadiannya, seperti sikap yang memberi rasa aman
kepada anak, sikap kasih sayang, suka menolong, melindungi dan sebagainya.12
Karena penonjolannya pada hal-hal konkrit itu, maka keimanan kepada
Allah bagi anak juga bukan merupakan sesuatu yang abstrak dan berdiri sendiri
lepas dari kehidupan, melainkan ia merupakan bagian utama dari kehidupan.
Karena itu, pendidikan agama kepada anak jangan sampai menekankan
penguasaan rumusan-rumusan abstrak tentang Tuhan, tetapi harus berusaha
mengarahkan kehidupannya kepada suatu keadaan konkrit yang dikehendaki
Tuhan. Tuhan yang abstrak tidak akan mampu menciptakan relegiusitas bagi anak,
karena ia tidak tergambar dalam keteladanan yang konkrit. Disamping itu,
pengajaran keagamaan yang diberikan kepada anak bukan pemberian pengertian
yang muluk-muluk, karena keterbatasan kemampuan dan kesanggupan anak
dalam perbendaharaan bahasa atau kata-kata. Pendidikan keagamaan pada anak
lebih bersifat teladan atau peragaan hidup secara riil dan anak belajar dengan cara
meniru-niru, menyesuaikan dan mengintegrasikan diri dalam suatu suasana.
Karena itu, latihan-latihan keagamaan dan pembiasaan itulah yang harus lebih
ditonjolkan, misalnya latihan ibadah shalat, berdoa, membaca al-Qur’an,
12
menghafal ayat atau surat-surat pendek, shalat berjamaah di masjid dan mushalla,
pembiasaan akhlak dan budi pekerti baik, berpuasa dan sebagainya.13
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua orangtua dan
pendidik mengerti hal-hal tersebut di atas, terutama cara bagaimana mendidik dan
memberikan pengetahuan keagamaan bagi anak agar anak mudah memahami dan
menerima, sebagai bekal baginya untuk dapat membedakan mana yang baik dan
buruk, mana dosa dan pahala, mana yang etis dan amoral, mana kemungkaran dan
kemaslahatan dan sebagainya. Tapi, cukup disayangkan tidak semua orangtua
muslim dan pendidik dapat mengerti dan mengindahkan yang demikian. Sebagai
contoh, dari studi pendahuluan yang dilakukan di RT 01 RW 01 Desa Ngembal
Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dari 10 orangtua yang ditemui dan sempat
dilakukan dialog (interview) dengannya, didapatkan 4 (40%) orangtua
menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengajarkan pendidikan agama secara
khusus pada anak mulai usia pra sekolah dan pendidikan anak dibiarkan begitu
saja, tidak disekolahkan di lembaga formal SD, SMP, SMA atau non-formal
seperti madrasah diniyah (pesantren) dan lain-lain. Terpenting bagi orangtua ini
anak nantinya bisa bekerja dan dapat membantu memenuhi bea hidup orangtua itu
sudah cukup; seterusnya 3 (30%) orangtua mengungkapkan bahwa ia sangat
peduli terhadap pendidikan keagamaan anaknya mulai usia pra sekolah dan
menaruhnya di lembaga-lembaga TPQ atau malah di pondok pesantren, meski
tidak disekolahkan di pendidikan formal. Sedangkan sisanya, 3 (30%) orangtua
mengaku bahwa ia sangat memperhatikan dan memperhitungkan pendidikan anak
dan sudah seharusnya anak-anaknya dapat menikmati pendidikan dengan baik,
13
baik di lembaga pendidikan formal maupun non-formal. Orangtua kelompok ini
disamping menyekolahkan anaknya pada pendidikan sekolah umum, seperti SD,
SMP, SMA, PT juga bersamaan menaruh anaknya pada lembaga-lembaga
pendidikan diniyah atau pesantren. Kelompok terakhir inilah yang jarang
ditemukan dalam masyarakat.
Substansinya, permasalahan yang nampak atau muncul di RT 01 RW 01
Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan saat ini, dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam untuk anak-anak keluarga muslim usia pra sekolah belum
sepenuhnya ideal. Bila dilihat dari berbagai sikap, cara asuh, pola pikir para
orangtuanya sampai pada model atau desain pembelajaran agama yang selama ini
diterapkan oleh para pendidik (asatidz). Karena, juga masih banyak ditemukan
para guru ngaji (ustadz/ustadzah) di desa ini yang masih menerapkan pola
pembelajaran tutorial konvensioanal atau sistem ceramah terhadap pelaksanaan
pendidikan agama Islam pada anak-anak didiknya. Dibanding untuk mencoba
berbagai pola pembelajaran modern dan praktis, terhadap pembelajaran agama
Islam baik baca tulis al-Qur’an maupun pendalaman ilmu-ilmu agama yang lain,
semisal sistem membaca Qur’an Qiro’ati, Iqra’, berbagai praktik belajar
pembiasaan, kisah-kisah, keteladanan dan sebagainya.
Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan kajian dan
penelitian dalam hal ini sekaligus berusaha memahami berbagai hal yang
berkaitan dengan pentingnya pendidikan agama Islam bagi anak keluarga muslim
usia pra sekolah. Maka judul yang diketengahkan dalam penelitian ini adalah
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim Usia Pra
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penilitian
ini, adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim
usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan?
2. Metode apa yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada
anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal
Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan?
3. Apa kendala dan solusi pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak
keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan
Tutur Kabupaten Pasuruan?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang ada, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini, antara lain:
1. Mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak
keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan
Tutur Kabupaten Pasuruan.
2. Mengetahui metode apa yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa
3. Mengetahui kendala sekaligus solusi dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa
Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dan berusaha dicapai dalam melakukan penelitian ini,
antara lain:
1. Penelitian akan memberikan informasi pengetahuan (akademis), tentang
bagaimana pendidikan agama Islam bagi anak usia pra sekolah,
problematikanya, sekaligus metode pelaksanaan pendidikan agama Islam pada
anak keluarga muslim usia pra sekolah.
2. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak terkait
yang membutuhkan, sekaligus mengetahui kelebihan dan kelemahan
pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra
sekolah, sehingga dapat ditindak lanjuti di masa yang akan datang.
3. Memberikan motivasi bagi pendidik dan orangtua keluarga muslim untuk
dapat memberikan pendidikan agama Islam sebaik-baiknya bagi anak usia pra
sekolah untuk bekal hidupnya lebih baik.
E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian
Agar tidak menjadi kesimpang siuran pembahasan skripsi ini, karena
menginggat keterbatasan waktu, dana tenaga serta pengalaman (stock of
pendidikan agama Islam pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01
RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan, sebagai berikut:
1. Memaparkan bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak
keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan
Tutur Kabupaten Pasuruan.
2. Mengetahui metode atau cara pelaksanaan pendidikan agama Islam yang
diterapkan pada anak keluarga muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa
Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.
3. Mengetahui kendala pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak keluarga
muslim usia pra sekolah di RT 01 RW 01 Desa Ngembal Kecamatan Tutur
Kabupaten Pasuruan, sekaligus solusi yang diberikan.
F. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri atas enam bab, yang masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub-bab yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan.
Sistematika pembahasannya, sebagai berikut:
BAB Pertama: Merupakan bagian pendahuluan yang memberikan deskripsi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB Kedua: Dalam bab ini dibahas mengenai kajian teori yang antara lain: Pengertian Pendidikan Agama Islam, Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam,
Materi Pendidikan Agama Islam, Metode Pendidikan Agama Islam, Pengertian
Anak Keluarga Muslim, Anak Usia Pra Sekolah, Karakteristik Anak Keluarga
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim, Metode
Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim, Kendala dan Solusi
Pendidikan Agam Islam pada Anak Keluarga Muslim.
BAB Ketiga: Merupakan penjelasan metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,
prosedur penelitian (observasi, wawancara, dokumentasi), analisis data dan
pengecekan keabsahan data.
BAB Keempat: Pada bab ini, membahas tentang deskripsi objek penelitian, paparan data penelitian.
BAB Kelima: Membahas murni hasil dari analisis data dari temuan penelitian.
BAB Keenam: Merupakan bab penutup skripsi, yang terdiri dari kesimpulan yang disertai saran-saran, sebagai masukan terhadap pelaksanaan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembahasan Tentang Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Kata pendidikan yang umum digunakan, dalam bahasa Arabnya adalah
“tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”.14 Kata pengajaran dalam bahasa
Arabnya adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”.15 Pendidikan dan
pengajaran dalam bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta’lim”, sedangkan
pendidikan agama Islam adalah “Tarbiyah Islamiyah”.16
Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW, seperti terlihat dalam al-Qur’an:
14
Ahmad Warson Munawwir, Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: PP Al-Munawwir, 1984), hlm. 290.
15
Ibid., hlm. 319.
16
ô
Artinya
: ”
Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik Aku waktu kecil" (QS. al-Isra’: 24).17Kata ta’lim dengan kata kerjanya “allama”, juga sudah digunakan pada
zaman Nabi, baik dalam al-Qur’an, hadits atau pemakaian sehari-hari, kata ini
lebih banyak digunakan daripada kata “tarbiyah”. Dari segi bahasa perbedaan
arti dari kedua kata itu cukup jelas. Bandingkanlah penggunaan dan arti kata
berikut ini dengan kata “rabba”. “addaba”, “nasyaa”. Sebagaimana firman
Allah SWT:
Artinya: “Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar" (QS. al-Baqarah: 31).18
Mahmud Junus, Tarjamah Al-Qur’anul Al Karim, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 257.
18
Artinya: “Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata: "Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata" (QS. an-Naml: 16).19
Kata “allama” pada ayat tadi mengandung pengertian sekedar
memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan
kepribadian, kerena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi
Sulaiman melalui burung atau membina kepribadian Adam melalui
nama-nama benda.20
Sedangkan, pengertian pendidikan secara umum, menurut pendapat para
ahli dan cerdik cendikiawan, memberikan uraian sebagai berikut:
1. Amir Daim Indrakusuma, mengemukakan pendidikan ialah suatu usaha
sadar, teratur dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang
diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak didik, agar
mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.21
2. Achmad D. Marimba, pendidikan ialah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik,
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.22
3. Team Penyusun Buku Petunjuk Pelaksanaan Tugas Guru Agama pada
SMTA, yang diterbitkan DEPAG RI menjelaskan pendidikan ialah suatu
usaha sadar, teratur dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang
19
Ibid., hlm. 343.
20
Zakiah Daradjat, Op.Cit, hlm. 26.
21
Amir Daim Indrakusuma, Pengajar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hlm. 27.
22
bertanggung jawab untuk mempengaruhi anak, agar mempunyai sifat dan
tabiat yang sesuai dengan cita-cita pendidikan.23
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan tuntunan dan bimbingan secara
sadar dari orang yang telah dewasa kepada anak yang belum dewasa, agar
bertanggung jawab di dalam hidupnya, untuk menuju kehidupan bahagia
sejahtera lahir maupun batin.
Lebih jauh, pengertian pendidikan agama Islam (PAI) sendiri, juga
mengalami plural defenitif yang sempat dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya:
1. Achmad D. Marimba, mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam
ialah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam
menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.24
2. Zuhairini, pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk membimbing
ke arah pembentukan kepribadian peserta didik secara sistematis dan
pragmatis, supaya hidup sesuai dengan ajaran Islam, sehingga terjadinya
kebahagiaan dunia akhirat.25
3. Muhaimi yang mengutip GBPP PAI, bahwa pendidikan agama Islam
(PAI) adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, melalui kegiatan,
bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk
23
DEPAG RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam; Pada SMTA, Bimbingan Islam pada Sekolah Umum, (Jakarta: DEPAG RI, 1985/1986), hlm. 5.
24
Achmad D. Marimba, Op.Cit, hlm. 26.
25
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat bergama
dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.26
4. Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang, yang menjelaskan pendidikan
agama Islam ialah sebagai proses dan upaya serta cara mendidik
ajaran-ajaran agama Islam, agar menjadi anutan dan pandangan hidup (way of
life) bagi seseorang.27
Dengan demikian, maka pengertian pendidikan agama Islam berdasarkan
rumusan-rumusan di atas adalah pembentukan perubahan sikap dan tingkah
laku sesuai dengan petunjuk ajaran agama Islam. Sebagaimana yang pernah
dilakukan Nabi dalam usaha menyampaikan seruan agama dengan berdakwah,
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat,
memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung
pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim. Untuk itu perlu adanya usaha,
kegiatan, cara, alat dan lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya.28
Syari’at Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya
diajarkan saja, tetapi harus dilakukan keteladanan melalui proses pendidikan.
Nabi telah mengajak orang untuk beriman dan beramal saleh serta berakhlak
baik sesuai ajaran Islam dengan berbagai netode dan pendekatan. Dari satu sisi
dapat dilihat bahwa pendidikan agama Islam itu lebih banyak ditunjukkan
kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan,
baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan sisi lainnya,
26
Muhaimin, Paradigma Pendidikan agama Islam: Upaya Mempraktikkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 75-76.
27
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang, Dosen-Dosen Kependidikan agama Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1996), hlm. 2.
28
pendidikan agama Islam juga bersifat praktis disamping teoritis ilmiah. Karena
dalam ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam a. Dasar pendidikan agama Islam
Terdapat dua hal yang menjadi dasar pendidikan agama Islam, yaitu:
1) Dasar Relegius. Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang
termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Sebagaimana firman
Allah SWT:
Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujadalah: 11).29
Al-Qur’an surat az-Zumar ayat 9, juga menerangkan:
≅
è
%
Diperjelas lagi, bahwa pada turunnya ayat pertama dalam al-Qur’an,
Allah SWT memerintahkan untuk membaca. Sebagaimana firman-Nya:
ù
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. al-Alaq: 1-5).31
2) Dasar Yuridis. Dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari
perundang-undangan, yang berlaku di negara Indonesia yang secara
langsung atau tidak dapat dijadikan pegangan untuk melaksanakan
pendidikan agama, antara lain:
a) Dasar Idiil
Adalah Falsafah Negara Republik Indonesia yakni Pancasila.
Pancasila sebagai idiologi negara berarti setiap warga negara
Indonesia harus berjiwa Pancasila dimana sila pertama KeTuhanan
Yang Maha Esa, menjiwai dan menjadi sumber pelaksanaan
sila-sila yang lain. Dalam hal ini dapat dilihat dalam UU Pendidikan
dan Pengajaran Nomor 4 tahun 1950 bab III pasal 4 berbunyi:
31
“Pendidikan dan Pengajaran berdasar atas asas-asas yang
termaktub dalam Pancasila”.32
Disamping telah disebutkan di atas, juga disebutkan dalam
Ketetapan MPR.No. II/MPR/1985, dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang antara lain disebutkan bahwa:
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila”.33
Dari pengertian di atas, dapat diambil pengertian bahwa
pendidikan agama Islam sebagai sub sistem pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila.
b) Dasar Strukturil
Yakni dasar yang termaktub dalam UUD 1945 Bab XI Pasal
29, ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
b.1. Negara berdasarkan atas KeTuhanan Yang Maha Esa.
b.2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.34
Dari UUD 1945 di atas, mengandung makna bahwa negara
Indonesia memberi kebebasan kepada sesama warga negaranya
untuk beragama dengan mengamalkan semua ajaran agama yang
dianut.
32
H. Zuhairini, Pengantar Ilmu Pendidikan Perbandingan, (Malang: Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1985), hlm. 17.
33
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Ketetapan MPR RI No.II/MPR/88: Tentang GBHN 1988-1993, (Surabaya: CV. Amin), hlm. 92.
34
c) Dasar Operasional
Dasar operasional ini adalah merupakan dasar yang secara
langsung melandasi pelaksanaan pendidikan agama pada
sekolah-sekolah di Indonesia, seperti telah lama disebutkan dalam
ketetapan MPR.No II/MPR.RI/1988 tentang GBHN dan mengenai
arah dan kebijaksanaan pembangunan dalam bidang agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sosial budaya yaitu:
“Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk pendidikan agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri”.35
Kemudian, UU RI, No.20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
dan bagaimana kejelasan konsep dasar operasional ini, akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan kurikulum pendidikan
dan dinamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dan biasanya
berubah setiap kali ganti Menteri Pendidikan Nasional dan
Presiden serta akan selalu mengkondisikan terhadap perkembangan
IPTEK internasional.
b. Tujuan pendidikan agama Islam
Tujuan pendidikan agama Islam adalah mewujudkan nilai-nilai
Islami dalam setiap pribadi manusia didik yang diikhtiarkan oleh pendidik
Muslim, melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang
35
berkepribadian Islam, beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang
sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.36
Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang
berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya pun
bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang
berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari
kepribadian individu berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
Kalau menelaah kembali pengertian pendidikan agama Islam, akan
terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang
mengalami pendidikan agama Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian
individu yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa,
artinya manusia yang utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan
berkembang secara wajar serta normal karena takwanya kepada Allah
SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan agama Islam itu diharapkan
menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya, masyarakatnya, senang
dan gemar mengamalkan, mengembangkan ajaran Islam dalam
berhubungan dengan Allah dan sesama manusia serta dapat mengambil
manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan
hidup di dunia kini dan di akhirat nanti.37 Sebagaimana firman Allah:
$
t
Β
u
ρ
Artinya: ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56).38
36
H.M. Arifin, Ilmu Kependidikan agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 224.
37
Ibid., hlm. 29-30.
38
Dari ayat di atas, bahwa kata (نوﺪ )yang berarti menyembah atau
ibadah dalam mengembangkan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia
menurut petunjuk Tuhan, misalnya Allah memerintahkan manusia akan
menjadi suci, baik fikiran, rohani maupun jasmani.39
Maka dari itu, ada beberapa hal yang menjadi tujuan pendidikan
agama Islam sesuai dengan pernyataan Armai Arief, yakni:40
1) Tujuan Umum (Institusional)
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.
Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,
tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini
berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi
dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa
harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik,
walaupun dalam ukuran kecil sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.
Jadi, tujuan umum pendidikan agama Islam ini harus dikaitkan pula
dengan tujuan pendidikan nasional untuk mendapatkan hasil optimal
dan berkesinambungan.
2) Tujuan Akhir (Kurikuler)
Pendidikan agama Islam itu berlangsung selama hidup, maka
tujuan akhirnya tidak terdapat pada waktu hidup di dunia saja. Tujuan
39
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan agama Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 25.
40
umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat
mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam
perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman
dapat mempengaruhinya. Kerana itulah pendidikan agama Islam itu
berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan
yang telah dicapai. Tujuan akhir pendidikan agama Islam ini dapat
dipahami dalam friman Allah SWT:
$
p
κ
š
‰
r
'
¯
≈
t
ƒ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. al-Imran: 102).41
3) Tujuan Sementara (Instruksional)
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak
didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam
suatu kurikulum pendidikan formal atau tujuan pendidikan tertentu.
Pada tujuan sementara bentuk Insan Kamil dengan pola takwa
sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana,
sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak
didik. Tujuan pendidikan agama Islam seolah-olah merupakan suatu
41
lingkaran yang pada tingkat paling rendah mungkin merupakan suatu
lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkatan pendidikannya, lingkaran
tersebut semakin besar. Disinilah barangkali letak perbedaan yang
mendasar bentuk tujuan pendidikan agama Islam dibandingkan dengan
sistem pendidikan lainnya.
4) Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan
dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan
mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan
formal, tujuan operasional ini disebut juga tujuan instruksional yang
selanjutnya disebut sebagai tujuan instruksional umum dan khusus
(TIU dan TIK).
Dalam tujuan operasional ini anak didik lebih banyak dituntut
untuk memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat
operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan
kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, sifat yang berisi
kemampuan dan keterampilanlah yang ditonjolkan. Misalnya, ia dapat
berbuat, terampil melakukan, lancar mengucapkan, mengerti,
memahami, meyakini dan menghayati adalah soal kecil. Dalam
pendidikan hal ini terutama berkaitan dengan kegiatan lahiriah, seperti
bacaan dan kaifiyah shalat, akhlak dan tingkah laku.
Agama Islam tidak lain adalah sebagai pemenuhan janji Tuhan akan
memberikan petunjuk kepada manusia, tentang bagaimana seharusnya
manusia menempuh hidupnya secara wajar sehingga sejalan dan serasi dengan
alam sekitar.
Materi pendidikan agama Islam secara garis besar mempunyai ruang
lingkup mewujudkan keserasian dan keseimbangan antara hubungan manusia
dengan Tuhan dan sesama mahluk-Nya. Oleh karena itu, agar pendidikan ini
dapat berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan dan yang dicita-citakan,
maka materi yang disampaikan haruslah disusun sedemikian rupa sehingga
mudah diterima dan ditangkap oleh peserta didik.
Menurut pendapat Abdurrahman Al-‘Akk, agama Islam memiliki tiga
ajaran pokok yang merupakan inti dasar dalam mengatur kehidupan manusia,
yakni: 42
a. Keimanan (akidah)
Akidah adalah bersifat i’tiqad batin, mengajarkannkeesaan Allah,
Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan meniadakan alam ini.
Pendidikan yang utama dan pertama yang harus dilakukan adalah
pembentukan keyakinan kepada Allah, yang diharapkan dapat melandasi
sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik. Kondisi ini juga tercermin
pada keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam da’wahnya untuk
menanamkan keyakinan lebih dulu kepada para sahabat tentang nilai-nilai
ke-Ilahian, dalam periode Mekkah. Sebagaimana firman Allah:
42
ø
Artinya: ”Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar" (QS. Lukman: 13).43
b. Ibadah (syari’ah)
Syari’ah adalah semua aturan Tuhan dan hukum-hukum Tuhan yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia dengan
alam sekitar. Namun, ada pengertian syari’ah yang lebih dekat dengan
fiqih, yaitu tatanan, peraturan-peraturan, perundang-undangan dan hukum
yang mengatur segala aspek kehidupan. Firman Allah:
$
p
κ
š
‰
r
'
¯
≈
t
ƒ
Artinya:”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” (QS. al-Baqarah: 21). 44
Materi syari’ah dalam pendidikan agama Islam diharapkan dapat
menjadi hal yang fungsional dalam hidup manusia, dengan harapan
manusia yang telah menerima pendidikan tersebut faham akan bentuk dan
juga aturan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan
43
Mahmud Yunus, Op.Cit, hlm. 371.
44
manusia dengan manusia serta manusia dengan alam sekitar, dengan
landasan nilai-nilai Islam serta sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam.
c. Ikhsan (Akhlak)
Tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya pribadi muslim,
dalam arti manusia yang berakhlak mulia, sehingga segala aspek hidupnya
sesuai dengan norma-norma agama Islam dan masyarakat, dimana akan
tercapainya keharmonisan hubungan antar manusia, untuk menuju
kebahagiaan hidup, baik dunia maupun akhirat.
Sedangkan, tujuan pendidikan akhlak adalah mendorong manusia
agar berbuat kebajikan dalam rangka membentuk manusia yang berakhlak
mulia, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
Ÿ
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Lukman: 18).45
Dari beberapa keterangan di atas, maka faedah akhlak menunjukkan
betapa pentingnya bagi manusia. Berakhlak dapat memperoleh taufik dan
hidayah-Nya, maka insya Allah akan bahagia di dunia dan akhirat. Hidup
bahagia adalah hidup sejahtera dan diridhai Allah SWT, serta disenangi
sesama makhluk.
45
4. Metode Pendidikan Agama Islam
Metode berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu
sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin tersebut. Ada lagi yang berpendapat bahwa metode
sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan.46
Fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai pemberi jalan
atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu
pendidikan tersebut. Sedangkan dalam konteks lain metode dapat merupakan
sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin suatu ilmu. Dari dua pendekatan ini segera dapat
dilihat bahwa pada intinya metode berfungsi mengantarkan suatu tujuan
kepada obyek sasaran dengan cara yang sesuai dengan perkembangan obyek
sasaran tersebut.
Bertolak pada dasar pandangan tersebut di atas, al-Qur’an menawarkan
berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan agama Islam, yakni dalam
menyampaikan materi pendidikan, metode tersebut antara lain:
a. Metode Teladan/Keteladanan
Pendidikan dengan memberi teladan berarti pendidikan dengan
memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir dan
sebagainya. Hal ini didasarkan karena belajar orang pada umumnya lebih
mudah menangkap yang kongkrit dari pada yang abstrak. Dalam al-Qur’an
46
kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat
dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat
ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik. Kata-kata
uswah ini di dalam al-Qur’an diulang sebanyak enam kali dengan
mengambil sampel pada diri Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW, Nabi
Ibrahim dan kaum yang beriman teguh kepada Allah SWT. Sebagaimana
firman-Nya:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (al-Ahzab: 21).47
Muhammad Quthb, misalnya mengisyaratkan bahwa di dalam diri
Nabi Muhammad Allah SWT menyusun suatu bentuk sempurna
metodologi Islam, suatu bentuk yang hidup dan abadi sepanjang sejarah
masih berlangsung.48 Tentang keteladanan Nabi Ibrahim dijelaskan dalam
al-Qur’an:
â
Artinya; “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya. "Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada Engkaulah kami kembali." (QS. al-Mumtahanah: 4).49
Keteladanan Nabi Ibrahim ini juga diikuti oleh Nabi Muhammad
SAW. Hal ini terbutkti dari wahyu-wahyu yang disampaikan Allah kepada
Nabi Muhammad antara lain berisi perintah agar mengikuti perintah Nabi
Ibrahim.
b. Metode Pembiasaan
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Kebiasaan
ialah cara-cara bertindak yang hampir tidak disadari oleh pelakunya.
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting,
terutama bagi anak-anak. Segala penjelasan ajaran menuntut manusia
untuk mengarahkan tingkah laku, instink, bahkan untuk merealisasikan
49
hukum Allah secara praktis. Praktik ini akan sulit terlaksana manakala
sesesorang tidak terlatih dan terbiasa untuk melaksanakannya.
Di dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menunjukkan kepada
pengguna metode pembiasaan yang terdapat dalam firman Allah sebagai
berikut: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki
dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah sembahyang isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka, selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah, Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. an-Nuur: 58-59).50
50
c. Metode Kisah-Kisah
Di dalam Qur’an selain terdapat nama suatu surat, yaitu surat
al-Qashash yang berarti cerita-cerita atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut
diulang sebanyak 44 kali.51 Menurut penelitian Quraish Shihab bahwa
dalam mengemukakan kisah al-Qur’an tidak segan-segan untuk
menceritakan kelemahan manusiawi. Namun, hal tersebut menurut
Quraish Shihab digambarkannya sebagaimana adanya, tanpa menonjolkan
segi-segi yang dapat mengundang tepuk tangan atau rangsangan.
Dr. Quraish Shihab, lebih lanjut mengajak pembaca untuk
memperhatikan misalnya kisah yang diungkapkan pada surat al-Qashah
ayat 76-81. Di sini, setelah dengan bangganya Karun mengakui bahwa
kekayaan yang diperolehnya adalah berkat hasil usahanya sendiri, suatu
kekaguman orang-orang sekitarnya terhadap kekayaan yang dimilikinya,
tiba-tiba gempa menelan Karun dan kekayaannya. Orang-orang yang
tadinya kagum menyadari bahwa yang durhaka tidak pernah akan
memperoleh keberuntungan yang langgeng.52 Pelajaran yang terkandung
di dalam kisah tersebut adalah mengingatkan manusia agar jangan lupa
bersyukur kepada Allah, jangan lupa diri, takabbur, sombong dan
seterusnya, karena itu semua tidak disukai Allah.
Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan ternyata
mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat
51
Muhammad Fuad Abd al-Baqy, al-Mu’jam al Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim, (Bagdad: Dar al-Fikr, 1987), hlm. 286.
52
alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu dan menyadari pengaruhnya
yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam mengeksploitasi
cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan.53
d. Metode Ceramah (Khutbah)
Metode ceramah ini dekat dengan kata tabligh yaitu menyampaikan
sesuatu ajaran. Kata-kata balagh atau tabligh di dalam al-Qur’an diulang
78 kali, misalnya pada ayat:
$
t
Β
u
ρ
Artinya: “Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas” (QS. Yaasin: 17).54
Ayat tersebut di atas, menunjukkan dengan jelas bahwa tabligh atau
menyampaikan sesuatu ajaran, khususnya dengan lisan diakui
keberadaannya, bahkan telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW, dalam
mengajak umat manusia ke jalan Tuhan. Pada masa sekarang ini, tabligh
amat populer dan ceramah banyak digunakan termasuk dalam pengajaran,
karena metode ini termasuk yang paling mudah, murah dan tidak banyak
memerlukan peralatan. Daya tarik ceramah atau tabligh bisa berbeda-beda,
tergantung kepada siapa pembicaranya, bagaimana pribadi si pembicara itu
dan bagaimana bobot pembicaraannya itu, apa prestasi yang telah
53
Muhammad Qutb, Op.Cit, hlm. 176.
54
dihasilkannya. Semua ini akan menjadi catatan yang mendasari daya tarik
tabligh yang disampaikan.55
e. Metode Diskusi
Metode diskusi juga diperhatikan al-Qur’an dalam mendidik dan
mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap
pengetahuan mereka terhadap masalah. Perintah Allah dalam hal ini, agar
kita mengajak ke jalan yang benar dengan hikmah dan mau’izhah yang
baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan cara yang paling
baik.56 Sebagaimana firman Allah:
ä
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. an-Nahl: 125).57
Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga timbullah
etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan, saling
menghargai pendapat orang lain, kedewasaan pikiran dan emosi,
berpandangan luas dan seterusnya.
55
Abuddin Nata, Op.Cit, hlm. 106.
56
H. M. Arifin, llmu Pendidikan agama Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 61.
57
f. Metode Nasihat
Nasihat ialah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan
tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya, serta
menunjukkan ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.58
Dengan metode ini, pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik ke
dalam jiwa anak, apabila digunakan dengan cara yang dapat mengetuk
relung jiwa melalui pintunya yang tepat. Bahkan dengan metode ini
pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta
didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan serta kemajuan
masyarakat dan umat.
g. Metode Motivasi
Metode motivasi telah digunakan masyarakat secara luas,
diantaranya: orang tua terhadap anak, pendidik terhadap murid dan
masyarakat luas dalam interaksinya. Motivasi dan intimidasi digunakan
sesuai dengan perbedaan tabiat dan kadar kepaTuhan manusia terhadap
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah Islam, sebab pengaruh dalam setiap
metode tidak sama. Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang
dalam psikologi belajar disebut sebagai law of happiness, prinsip yang
mengutamakan suasana yang menyenangkan dalam belajar. Seperti yang
terdapat dalam firman Allah:
!
)
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka”(Q.S. Al-Baqarah: 119).59
h. Metode Persuasi
Metode persuasi ialah meyakinkan peserta didik tentang suatu ajaran
dengan kekuatan akal. Penggunaan metode ini, didasarkan pada pandangan
bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Dalam surat an-Nahl: 125
seruan Allah SWT kepada rasulnya agar menyeru manusia dengan cara
yang bijaksana, memberi pengajaran yang baik dan beragumentasi secara
baik dan menunjukkan kepentingan penggunaan metode ini.
ä
Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. an-Nahl: 125).60
Dengan metode persuasi, pendidikan agama Islam menenkankan
pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis segala
59
Mahmud Yunus, Op. Cit, hlm. 18.
60
persoalan yang dimajukan kepada peserta didik. Mereka dihindarkan dari
meniru segala pengetahuan secara buta tanpa memahami hakikatnya, baik
indvidual maupun Sosial
i. Metode Lainnya
Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak pernah habis digali isinya. Demikian
juga tentang masalah metode pendidikan ini, masih bisa dikembangkan lebih
lanjut. Muzayyin Arifin, misalnya menyebutkan tidak kurang dari 15 metode
pendidikan yang dapat diambil dari al-Qur’an yang diantaranya
metode-metode yang telah disebutkan di atas.61
Sedangkan, metode lainnya disebutkan: metode perintah dan larangan,
metode pemberian suasana (situasional), metode mendidik secara kelompok
(mutual education), metode instruksi, metode bimbingan dan konseling,
metode perumpamaan, metode taubat dan ampunan, metode hadiah dan
hukuman dan metode penyajian. Namun, metode yang disebutkan terakhir ini
kurang populer, sedangkan yang populer adalah metode-metode yang telah
disebutkan terdahulu.
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan
agama Islam atau tarbiyah Islamiyah masalah metode mendapat perhatian
yang sangat besar. Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam
berisi prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang dapat dipahami dan
diinterpretasikan menjadi konsep-konsep tentang metode pendidikan atau
pembelajaran terhadap tumbuh kembang anak.
61
B. Pembahasan Tentang Anak Keluarga Muslim 1. Pengertian Anak Keluarga Muslim
Anak adalah keturunan dari ayah dan ibu atau keturunan diantara
keduanya.62 Keluarga adalah orang-orang yang menjadi penghuni rumah, seisi
rumah yang didalamnya terdapat bapak, ibu beserta anak-anaknya atau sebuah
bentuk satuan kekerabatan yang mendasar dalam masyarakat. Sedangkan,
muslim yaitu orang Islam atau penganut ajaran Islam.63 Dalam Islam, keluarga
dikenal dengan istilah, usroh, nasl, ‘ali dan nasb.64 Keluarga dapat diperoleh
melalui keturunan (anak,cucu) perkawinan (suami, istri) persusuan dan
pemerdekaan. Sedangkan, pembentukan keluarga bermula dari hubungan suci
yang terjalin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan melalui
perkawinan yang sah.65
Keluarga (kawula dan warga) dalam pandang antropologi adalah suatu
kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial
yang memiliki tempat tinggal dan dintandai oleh kerjasama ekonomi,
berkembang mendidik, ayah, ibu dan anak. Abu Ahmadi mengartikan
keluarga, sebagai berikut:
a. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang umumnya terdiri dari
ayah, ibu dan anak.
b. Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa
tanggung jawab.
62
Susilo Riwayadi & Suci Nur Anisyah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Sinar Terang, 2005), hlm. 41.
63
Ibid., hlm. 490.
64
Ibid., hlm. 365.
65