• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Balok Garis Bilangan in Cooperative Learning Towards Mathematic Achievement of Fourth Grade of SDN 164 Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "The Effect of Balok Garis Bilangan in Cooperative Learning Towards Mathematic Achievement of Fourth Grade of SDN 164 Pekanbaru"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

121

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BALOK GARIS BILANGAN DALAM TATANAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TERHADAP HASIL BALAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN 164 PEKANBARU

(The Effect of Balok Garis Bilangan in Cooperative Learning Towards Mathematic Achievement of Fourth Grade of SDN 164 Pekanbaru)

Oleh: Jalinus*) & Jesi Alexander Alim*)

*) Dosen FKIP Pendidikan Matematika Universitas Riau

ABSTRACT

The goal of the research is to know in deep the difference of learning Mathematic achievement between the one who learn by using Balok Garis Bilangan in cooperative learning and the one who not learn with it. This is an experimental research by comparing the achievement of experiment class and control class. The result shows that there were significant difference score between experiment class and control class. The average score for experiment class after treatment was 71.58. Meanwhile the average score for control class was 46.06. T-test was higher than T- table (5.47> 2.66). Thus, in the end of the research the score between the two was not same. Therefore, teaching-learning Math for Bilangan bulat need to apply and use Balok Garis Bilangan, so was cooperative learning is used to activate students such what constructivism paradigm wanted.

PENDAHULUAN

Hakikat pembelajaran matematika menurut Soedjadi dalam Heruman (2008:1), yaitu memiliki objek dan tujuan yang abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Dari usia perkembangan kognitif, siswa Sekolah Dasar masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera, karena menurut Piaget dalam Heruman (2008:1) siswa Sekolah Dasar masih berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

Menurut Heruman (2008:2) tujuan akhir pembelajaran matematika di Sekolah Dasar yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai

konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk itu, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa. Seperti pepatah Cina yang mengatakan, “Saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, dan saya berbuat maka saya mengerti”.

(2)

122 langsung dalam proses pembelajaran

karena siswa adalah subjek utama dalam belajar. Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitannya dengan sifat-sifat murid, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat afektif seperti motivasi, rasa percaya diri, dan minatnya. Wiliam James dalam Usman (2007:27) melihat bahwa minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, minat merupakan faktor yang menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.

Hasil wawancara dengan beberapa guru yang mengajar di guru SDN 164 Pekanbaru mereka mengajar jarang menggunakan media. Pada kegiatan awal guru membuka pelajaran menjelaskan materi lalu memberi contoh setelah itu memberi latihan sesuai dengan contoh tanpa ada menggunakan media.

Dalam proses pembelajaran siswa jarang dikelompokan, siswa hanya bekerja secara individu. Dengan belajar secara kelompok banyak hal yang didapat oleh siswa. Pembelajaran

kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen dan Kauchak dalam Trianto,2007:42). Selanjutnya Sanjaya (2008: 242) menyatakan kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan / tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik , jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Menurut Ibrahim, dkk (2000: 6) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1). Siswa bekerjasama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, 2) Kelompok terbentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin berbeda-beda

Dari prinsip prosedur pelaksaan pembelajaran kooperatif di atas, maka proses pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan dalam beberapa langkah utama yaitu sesuai pada tabel berikut:

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Aktifitas Guru

Fase- 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase- 2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan

Fase- 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membuat kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien Fase- 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase- 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya

Fase- 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

(3)

123

Berdasarkan hal di atas maka penulis tertarik untuk menerapkan pembelajaran melalui media balok garis bilangan dalam tatanan pembelajaran kooperatif hasil balajar matematika siswa kelas IV SDN 164 Pekanbaru.

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini berbentuk eksperimen dengan dua kelompok sampel yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menurut Ruseffendi (2005: 35) penelitian eksperimen atau percobaan adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan

sebab-akibat. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran dengan media balok garis bilangan dalam tatanan pembelajran kooperatif. Sedangkan kelompok kontrol merupakan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran biasa dengan metode ekspositori. Pengelompokan subjek dilakukan secara acak. Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain kelompok kontrol pretes-postes. Disain penelitian tersebut berbentuk:

A O X O

A O - O

Ruseffendi (2005:53).

Keterangan :

O: Pretest dan Postest (tes hasil belajar),

X: Perlakuan pembelajaran dengan media balok garis bilangan dalam tatanan pembelajran kooperatif.

Sampel penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 164 Pekanbaru yang terdiri dari 2 kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dilakukan pengambilan sampel secara acak dengan teknik random sampling .

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu tahap penyiapan komponen-komponen pembelajaran, tahap implementasi pembelajaran (eksperimen), dan tahap pengolahan dan penulisan hasil penelitian.

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan empat macam instrumen, yaitu soal tes hasil belajar, format observasi selama proses pembelajaran, dan skala sikap siswa terhadap pembelajaran dengan penerapan media balok garis bilangan dalam tatanan pembelajaran kooperatif

Soal tes hasil belajar digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematik siswa. Dalam penyusunan soal ini, terlebih dahulu disusun kisi-kisi soal, yang dilanjutkan dengan menyusun soal-soal, membuat kunci jawabannya dan pedoman penskoran tiap butir soal.

Format observasi digunakan untuk mengukur aktifitas siswa selama proses pembelajaran dan pada waktu tes individu diberikan.

Terdapat dua jenis data yang dianalisis, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman matematik siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi dan skala sikap siswa.

(4)

124 dengan cara membandingkan skor

pretes dan postes. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

uji perbedaan rata-rata, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata skor hasil pretes dan postes menggunakan rumus

2. Menghitung standar deviasi pretes dan postes menggunakan rumus:

1. Menguji normalitas data skor pretes dan postes, dengan uji Chi Kuadrat

2. Menguji homogenitas varians menggunakan rumus

s , (Ruseffendi, 1998:315)

Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney atau uji Wilcoxon (Ruseffendi, 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pembelajaran dengan media balok garis bilangan dalam tatanan pembelajaran kooperatif siswa kelas IV SDN 164 Tahun Pelajaran 2013/2014 Pada materi pokok operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan pada setiap siklus.

Aktivitas Guru Dan Siswa

Peningkatan aktivitas guru setiap pertemuan meningkat pada tiap pertemuan pada pertemuan pertama nilainya adalah 77,5%, meningkat ke pertemuan kedua sebanyak 5% menjadi 82,5%, pada pertemuan yang ketiga meningkat lagi sebanyak 3,2% menjadi 85,7%. Penjelesan tersebut dapat diambil kesimpulah bahwa, aktivitas guru terrjadi peningkatan di setiap pertemuannya.

(5)

125

mengalami peningkatan 6,3% menjadi 81,3,%. Dari penjelasan tersebut artinya aktivitas siswa mengalami peningkatan di setiap pertemuannya.

Tanggapan siswa terhadap penggunaan media balok garis bilangan dalam pembelajaran materi Bilangan Bulat setelah dianalisis 90% siswa menanggapi pembelajaran menggunakan Balok Garis Bilangan dapat melatih mereka belajar lebih mengerti dan kreatif sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Dari hasil analis data, hasil penelitian menunjukan bahwa hasil

belajar siswa pada materi Bilangan Bulat meningkat, hal ini ditandai dari skor dan nilai yang diperoleh siswa setelah diberi perlakuan dengan menggunakan Balok Garis bilangan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai rata rata yang diperoleh oleh kelas eksperimen dan kontrol yaitu 71,58 dan kelas kontrol hanya 46,03 dan lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel dan II diagram histogram batang untuk lebih meyakinkan dapat dilihat dari hasil uji t yaitu nilai t hitung lebih dari t tabel.

Tabel 2. Hasil Belajar Pretes Kelas eksperimen dan kelas kontrol

Rata-Rata Dan Deviasi Baku Nilai Pretest Kelas IV.A Dan IV.C

Pada Materi Bilangan Bulat Di SDN 164 Pekanbaru

Kelas N Rata-Rata Deviasi Baku Minimum Maksimum

EKSPERIMEN 39 38,8 20,05 0 80

KONTROL 41 41,12 21,51 0 87

Tabel 3. Hasil Belajar Postes Kelas eksperimen dan kelas kontrol

Rata-Rata Dan Deviasi Baku Nilai Pretest Kelas IV.A Dan IV.C Pada Materi Bilangan Bulat Di SDN 164 Pekanbaru

Kelas N Rata-Rata Deviasi Baku Minimum Maksimum

EKSPERIMEN 39 38 71,58 23,18 20

(6)

126 Dari daftar distribusi t dengan

peluang 0,99 dan dk=78, didapat t0,99=2,66. Dari penelitian didapat t=5,47 dan ini lebih besar dari t=2,66. Jadi H0: µ1= µ2 ditolak, dengan kata lain, kedua rata-rata skor/nilai postes adalah tidak sama (ada perbedaan yang signifikasn). Jadi pada akhir penelitian ini skor/nilai siswa dalam pembelajaran bilangan bulat antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak sama

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan Madia Balok Garis Bilangan di dalam pembelajar Bilangan Bulat efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa kelas 4 SDN 164 Pekanbaru Riau. Efektifitas yang dicapai dalam penelitian ini adalah dapat meningkatkan aktivitas Pengajar dan siswa dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada materi Bilangan Bulat.

Dilihat dari kesimpulan maka saran dari penelitian ini adalah diharapkan. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan Balok Garis Bilangan dalam penelitian ini berdampak positif terhadap

pemahaman/penguasaan siswa pada materi Bilangan Bulat . Untuk itu disarankan kepada peneliti/guru yang tertarik dengan menggunakan Media Balok Garis Bilangan agar dapat merancang atau memodifikasi pembelajaran untuk topik yang sama atau topik yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Heruman.2008.Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika

Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Trianto, 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif : Konsep, Landasan, Dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta : Prenada Media Group.

(7)

127

PERANAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH

(The Role of Teaching Problem Based Learning to Develop Students Mathematic

Communication Skill)

Oleh: Zetriuslita*)

*) Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UIR

ABSTRACT

Mathematic Communication skill is an important skill for Mathematic learners, in fact todays teaching learning math rarely focus on it. Thus, this competence is still categorised into low. Therefore, the research purpose is to expose theoretically about mathematic communication skill into teaching problem based learning approach, which is assumed having strong contribution on it. The analysis shows that mathematic communication skill can be develop through teaching problem based learning approach. It trains mathematic communication skill to its higher thinking level. Through mathematic communication, students can organizer their math thinker verbal and non-verbal. Here, teaching problem based learning can develop mathematic communication skill indicators. In conclusion, Problem based learning can develop mathematic communication to be a higher thinker.

Keywords: Mathematic,communication, problem based learning

PENDAHULUAN

Pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan agar manusia dapat memiliki keterampilan dan mengembangkan dirinya dalam menjalani hidup bermasyarakat. Salah satu penguasaan yang diperlukan adalah penguasaan di bidang matematika.

Menyikapi hal ini, penguasaan matematika tidak cukup hanya dimiliki oleh sebagian orang saja. Setiap individu perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu untuk dapat berkiprah di masyarakat, sebagai warga negara, Penguasaan yang dimaksud bukanlah penguasaan matematika sebagai ilmu, melainkan penguasaan akan kecakapan matematika. Penguasaan matematika seperti ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kecakapan hidup dan diperlukan untuk dapat memahami

dunia di sekitarnya, mampu bersaing, dan berhasil dalam karir (Herman, 2007:1). Salah satu penguasaan dalam kecakapan matematika adalah kecakapan dalam mengkomunikasikan matematika itu sendiri dalam istilahnya dinamakan kemampuan komunikasi matematis. Menurut Suriasumantri (1980) dalam PPPG Matematika tahun 2004 bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan (Depdiknas 2004) . Dapat dipahami bahwa matematika tidak dapat dipisahkan dari komunikasi itu sendiri

(8)

128 matematika dengan pemahaman,

mampu mengembangkan bahasa dan simbol matematika sehingga dapat mengkomunikasikan secara lisan dan tulisan, mampu menggambarkan secara visual dan merefleksikan gambar atau diagram ke dalam ide matematika, mampu merumuskan dan mampu memecahkan masalah melalui penemuan (Tanti,2007). Melalui komunikasi, siswa dapat

mengeksplorasi dan

mengkonsolidasikan pemikiran matematisnya, pengetahuan dan pengembangan dalam memecahkan masalah dengan menggunakan bahasa matematis dapat dikembangkan sehingga komunikasi matematis siswa dapat dibentuk. Menurut Hirschfeld (2008) dalam Pratiwi,dkk (2013) bahwa komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan matematika. Untuk mencapainya, perlu mengembangkan pembelajaran matematika yang membangun komunikasi dan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. Ini sejalan dengan tujuan umum pembelajaran matematika yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics) (NCTM ,2000 dalam Somakin ,2007)

Tujuan umum di atas juga sejalan BSNP (2006:346) bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Namun kenyataan di sekolah menengah, pengembangan kemampuan komunikasi matematis ini tidak begitu mendapat perhatian, baik dari guru maupun dari pihak sekolah, sehingga berdampak pada kompetensi siswa yang rendah. Dari hasil penelitian sebelumnya dan analisis di lapangan, ada beberapa masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Masalahnya diantaranya yaitu seperti hasil penelitian berikut ini : 1) Siswa sulit menuliskan atau

memodelkan apa yang diketahui, yang ditanya dari soal yang diberikan.

(9)

129

3) Siswa sulit mengomunikasikan informasi visual terutama dalam mengomunikasikan sebuah lingkungan tiga dimensi (misalnya, sebuah bangunan terbuat dari balok kecil) melalui alat dua dimensi (misalnya, kertas dan pensil) atau sebaliknya (Herdian, 2013)

4) Siswa tampaknya kesulitan dalam mengartikulasikan alasan dan memahami bacaan (Osterholm,2006 dalam Pratiwi dkk,2012)

5) Kemampuan berkomunikasi secara matematis masih menjadi titik lemah siswa dalam pembelajaran matematika (Armiati (2011), Ibrahim (2011), Sabirin (2011)

6) Jika kepada siswa diajukan suatu pertanyaan, pada umumnya reaksi mereka adalah menunduk, atau melihat kepada teman yang duduk di sebelahnya. Mereka kurang memiliki kepercayaan diri untuk mengomunikasikan ide yang dimiliki karena takut salah dan ditertawakan teman (Fauzan, 2008 dalam Izzati,2010).

Lebih jauh Fauzan (2008 dalam Izzati,2010) mengemukakan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa disebabkan oleh praktik pembelajaran di sekolah yang menunjukkan adanya “pergeseran” tujuan pembelajaran matematika. Guru-guru matematika cenderung “melupakan” tujuan yang tercantum dalam kurikulum sewaktu merancang pembelajaran. Akibatnya, indikator-indikator pencapaian yang dirumuskan dalam rencana pembelajaran lebih banyak berbentuk pemahaman fakta-fakta dan konsep-konsep matematik. Di samping itu, guru juga lebih terfokus untuk menyajikan materi dan soal-soal yang kiranya nanti akan muncul dalam ujian (dalam ujian blok, ujian semester, dan UAN), yang

biasanya miskin dengan soal- soal komunikasi.

Dari masalah-masalah yang dikemukakan dan tujuan yang diharapkan ada titik temunya, artinya masalah dapat diselesaikan sehingga gap antara harapan dan masalah yang ada dapat diselesaikan. Salah satu alternatif yaitu melaksanakan suatu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, yaitu pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan pembelajaran berpusat pada siswa, salah satunya adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

PBM adalah pembelajaran konstruktivis yang berpusat pada siswa berdasarkan analisis, pemecahan dan diskusi dari masalah yang diberikan (Cazzola, 2008:1). Juga PBM adalah salah satu pendekatan yang berpusat pada siswa yang mengajak siswa dalam penyelidikan masalah kompleks otentik. Dalam PBM, siswa mempelajari isi pokok bahasan dengan mengidentifikasi dan memecahkan masalah otentik disiplin (Levin, 2001; Hallinger, 2005;Peggy A Ertmer 2005-2006).

(10)

130 Dewey yaitu 1) mengkaitkan bahan

pelajaran dengan situasi dunia nyata, 2) mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, pengalaman sesungguhnya dan penerapannya/manfaatnya, 3) strategi: authentic, inkuiri, praktek kerja, pemecahan masalah.

Dalam kurikulum 2013, PBM merupakan salah satu model pembelajaran yang diharapkan digunakan guru dalam pembelajaran di samping model pembelajaran berbasis proyek (PjBL) dan Discovery Learning (DL). PBM merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar.

Dalam kelas yang menerapkan PBM, siswa bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). 1) Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Dalam situasi PBM, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat

mengembangkan hubungan

interpersonal dalam bekerja kelompok. Langkah-langkah PBM yang disampaikan oleh Dewey dalam Komalasari (2013) yang memaparkan 6 langkah yaitu:

1. Merumuskan masalah. Guru membimbing siswa untuk

menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut.

2. Menganalisis masalah. Langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. 3. Merumuskan hipotesis. Langkah

siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. 4. Mengumpulkan data. Langkah

siswa mencari dan menggambarkan berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

5. Pengujian hipotesis. Langkah siswa dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

(11)

131

diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

Kemampuan Komunikasi Matematis 1. Pengertian Kemampuan

Komunikasi Matematis

a. Komunikasi matematika adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan (ILOs-The Intended Learning Outcomes, dikutip Armiati 2011)

b. Komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah,

kemampuan siswa

mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri. (Soemarmo, 2013)

c. Komunikasi matematis adalah cara untuk menyampaikan ide-ide pemecahan masalah, strategi, baik secara tertulis mapun secara lisan. d. Komunikasi matematis adalah

kemampuan mengkonstruksi kemudian menyajikan ide-ide matematika secara grafis, kata-kata/tulisan, persamaan, tabel, dan atau gambar-gambar geometrik sehingga dapat dihasilkan pemecahan masalah yang dapat dipahami.

e. NCTM (2000) Komunikasi matematika adalah cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyampaikan dan mengkonstruksi ide-ide pemecahan masalah dengan menyajikan ide-ide tersebut secara grafis, model matematika, tabel dan persamaan baik secara tertulis maupun lisan.

Ketika siswa tertantang untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka untuk lain secara lisan atau tertulis, mereka belajar untuk meyakinkan dengan jelas dan tepat dalam penggunaan bahasa matematika. Penjelasan harus mencakup argumen matematika dan alasan-alasan, bukan hanya deskripsi prosedural atau ringkasan. Mendengarkan penjelasan lain memberi peluang siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri.

Menurut Hirald dalam Pratiwi dkk (2011:526) bahwa melalui komunikasi, siswa dapat

mengeksplorasi dan

mengkonsolidasikan kemampuan pemikiran matematisnya. Komunikasi merupakan bagian dari matematika dan pendidikan matematika. Juga pernyataan ini didukung oleh Wahyudin (2008: 42-43) bahwa komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi dan perombakan. Para siswa mendapat kesempatan berbicara, menyimak, menulis dan membaca di dalam kelas-kelas matematika mendapat keuntungan ganda, mereka berkomunikasi untuk belajar matematika dan belajar berkomunikasi secara matematis.

(12)

132 matematis, juga dikemukakan oleh

Peressini dan Bassett (NCTM,1989). Mereka berpendapat bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Ini berarti, komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Memperkuat pendapat Guerreiro, Lindquist (NCTM,1989) mengemukakan, jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika.

Ada dua alasan penting mengapa komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Pertama, matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya merupakan alat berpikir yang membantu kita untuk menemukan pola, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan, tetapi juga sebuah alat untuk mengomunikasikan pikiran kita tentang berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Bahkan, matematika dianggap sebagai "bahasa universal" dengan simbol- simbol dan struktur yang unik. Semua orang di dunia dapat

menggunakannya untuk

mengomunikasikan informasi matematika meskipun bahasa asli mereka berbeda.

Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan aktivitas sosial yang melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid. Dalam proses belajar dan mengajar, sangat

penting mengemukakan pemikiran dan gagasan itu kepada orang lain melalui bahasa. Pada dasarnya pertukaran pengalaman dan ide ini merupakan proses mengajar dan belajar. Tentu saja, berkomunikasi dengan teman sebaya sangat penting untuk pengembangan keterampilan berkomunikasi sehingga dapat belajar berfikir seperti seorang matematikawan dan berhasil menyelesaikan masalah yang benar-benar baru.

2. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator komunikasi matematis menurut Sumarmo (2013: 5): a. menghubungkan benda nyata,

gambar, dan diagram ke dalam idea matematika.

b. menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar

c. menyatakan situasi ke dalam bahasa matematika

d. mendengarkan, berdiskusi, dan menulis matematika

e. membaca presentasi matematika tertulis

f. membuat konjektur, argumen, mendefinikan dan generalisasi g. menjelaskan/bertanya tentang

matematika.

Sedangkan indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989: 214) adalah:

a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;

b. Kemampuan memahami,

menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya.

(13)

133

matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

PEMBAHASAN

Dari latar belakang dan teori yang dikemukakan tentang kemampuan komunikasi matematis dan PBM, dapat dibahas beberapa hal bahwa 1) kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu komponen yang ada pada langkah kelima PBM yaitu bagaimana siswa menyajikan hasil

karya mereka dengan

mengomunikasikan secara lisan maupun tulisan. 2) Dalam langkah pertama PBM yaitu orientasi pada masalah, pada tahap ini dituntut kemampuan siswa memahami masalah yang diberikan. Paham tidaknya siswa dapat dilihat dari apa yang mereka tuliskan dan masalah yang diberikan, apakah dengan menggunakan simbol, model matematika atau grafik/diagram yang menggambarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. 3) Dalam PBM juga siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasinya dengan menuliskan apa yang mereka pahami dari masalah matematika yang diberikan yaitu pada tahap orientasi pada masalah. Dari langkah-langkah PBM tersebut dapat dilihat bahwa jika PBM diterapkan dengan baik dan benar akan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis tersebut. Pernyatan ini didukung dari beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan PBM, komunikasi matematis, baik dilakukan oleh mahasiswa maupun dosen atau pengajar di Perguruan Tinggi. diantaranya adalah: Armiati (2011), Ibrahim (2011), dan Sabirin (2011). Armiati (2011) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran, komunikasi

matematis dan kecerdasan emosional melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional. Ibrahim. (2011) hasil penenlitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan peningkatan kemampuan komunikasi, penalaran dan pemecahan masalah matematis melalui PBM pada siswa sekolah menengah atas daripada pembelajaran konvensinal , juga Sabirin, (2011) menyimpulkan terdapat pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis siswa SMP. Dari ketiga peneliti ini mereka menyatakan bahwa kemampuan komunikasi, pemecahan masalah dapat dikembangkan dan ditingkatkan melalui PBM. Hasil penelitian Pratiwi, dkk (2012) menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah matematika sesuai dengan gaya kognitif pada siswa kelas IX SMP.

Dari pembahasan dan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi dapat dikembangkan melalui PBM, karena memang tahap-tahap yang ada di PBM memungkinkan berkembangnya kemampuan komunikasi matematis siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

(14)

134 diharapkan mempunyai keinginan dan

motivasi yang kuat dan menambah

pengetahuannya dalam

mengembangkan kemampuan komunikasi matematis untuk siswa dengan menerapkan salah satu pembelajaran yang konstruktivis dan berpusat pada siswa yaitu Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Siswa disarankan tidak malu-malu dalam menyampaikan ide-ide yang dimiliki, baik secara lisan dan tulisan.

DAFTAR PUSTAKA

Armiati. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis Dan Kecerdasan Emosional Mahasiswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi: Doktor pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Cazzola. 2008. Problem-Based Learning and Mathematics: Possible Synergical

Actions. In L. G´omez Chova, D. Mart´ı Belenguer, and I. Candel Torres (Editors), ICERI2008 Proceeding (ISBN: 978-84-612-5091-2) Departemen Pendidikan Nasional. 2006.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Depdiknas. 2004 . Pemecahan

Masalah, Penalaran dan

Komunikasi. PPPG Matematika Yogyakarta

Fakhrudin. 2012. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Tesis: Magister pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Herdian. 2013 Kemampuan Komunikasi Matematika, [online], Tersedia

http://herdy07.wordpress.com . Diakses 5 Desember 2014 Herman, T. 2007 Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Dipublikasikan pada Jurnal Educationist, 2009 Ibrahim. 2011. Peningkatan Retensi,

Penalaran, Komunikasi Matematis Dan Kecerdasan Emosional Siswa Melalui

Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi: Doktor pada SPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan Izzati, N. 2010. Komunikasi Matematik

Dan Pendidikan Matematika Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika,

Yogyakarta, UNY, 27 Nov 2010, ISBN : 978-979-16353-5-6.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013. Buku Guru Tematik Terpadu Kurikulum 2013. Depdikbud. Jakarta

Komalasari, D. 2013 Pembelajaran Berbasis Masalah

https://dinikomalasari. wordpress.com/2013/12/27/ pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based - learningpbl/ NCTM. 1989. Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. USA: The National Councils of Teachers of Mathematics.

(15)

135

Implement Problem-Based Learning. Purdue University. Permana, Y. 2010. Mengembangkan

Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui model-eliciting activities: Disertasi. SPS Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak ditebitkan.

Pratiwi. 2013. Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 [Online]. Tersedia http://eprints.uns.ac.id/13055/1/32 5891811201302251.pdf diakses 20 Nopember 2014

Ramdhani, Sendi. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa. Tesis: SPS Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Sabirin. 2011. Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan

Masalah, Komunikasi Dan Representasi Matematis siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi: Doktor pada SPS Universitas Pendidikan

Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan

Santoso, F.I. 2012. Ketrampilan Berpikir Kreatif Matematis dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) pada Siswa SMP. Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.Shadiq, Fajar. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika Yogyakarta.

Sumarmo, U 2013. Kumpulan Makalah: Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: FPMIPA UPI.

Syaban, M .2008.

Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Disertasi pada SPs UPI Bandung. Dipublikasikan pada Jurnal Educationist, 2009

Tanti. Komunikasi Matematika,

[online], Tersedia

http://catatantanti.blogspot.com diakses 20 Nopember 2014

Gambar

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2. Hasil Belajar Pretes Kelas eksperimen dan kelas kontrol
tabel dan sajian secara fisik atau

Referensi

Dokumen terkait

Effects of phosphorus supply and mycorrhizal status on the response of photosynthetic capacity to elevated CO 2 were investigated in loblolly pine ( Pinus taeda L.)

Judul Tesis : Kajian Tentang Manajemen Perubahan Pada Penerapan ERP Datatex Studi Kasus: PT.. Sri

Dalam penyusunan rancangan un- dang-undang, Badan Legislasi dapat meminta masukan dari masyarakat sebagai bahan bagi panitia kerja untuk menyempurnakan konsepsi

Mencermati kepedulian dan kepekaan manajemen terhadap berbagai risiko dalam siklus pengeluaran, misalnya dengan memahami kebijakan, prosedur, dan berbagai perangkat pengawasan

Seiring dengan diberlakukannya Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan

Bagaimana model terbaik untuk klasifikasi deteksi dini kanker serviks berdasarkan performasi metode SSVM menggunakan fungsi piecewise polynomial function 1 dan piecewise

Dari hasil penelitian untuk data variabel diperoleh kemampuan masing-masing karakteristik kualitas sudah diatas 1, artinya proses sudah m memenuhi spesifikasi yang

POKJA VI PENGADAAN JASA KONSTRUKSI ULP KABUPATEN MUARA ENIM pada Dinas Perhubungan Kabupaten Muara Enim akan melaksanakan Pelelangan Umum /Pemilihan Langsung dengan