• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koefisien Kekasaran menurut Manning dan Konstanta Chezy Rumus Manning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Koefisien Kekasaran menurut Manning dan Konstanta Chezy Rumus Manning"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya. Berdasarkan pengelolaanya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier

1. Jaringan Irigasi Utama:

Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder, termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploitasi meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi dan bangunan pengukur.

2. Jaringan Irigasi Tersier:

Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air keluar dari bangunan ukur tersier. Terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan

pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Menurut Pasandaran (1991), berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan yaitu :

(2)

Jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500 ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Untuk jaringan irigasi Semi Teknis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000 ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigsi sederhana akan tetapi sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Memiliki organisasi yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah.

3. Jaringan Irigasi Teknis

(3)

Koefisien Kekasaran menurut Manning dan Konstanta Chezy Rumus Manning

Pada tahun 1889 seorang insinyur Irlandia, Robert Manning mengemukakan sebuah rumus untuk menghitung kecepatan rata rata aliran:

V = 1

NR2/3. S1/2………..………...….(1)

Sehingga, N = 1

VR2/3. S1/2………..……….(2)

dengan V kecepatan rata rata (m/s); R jari jari hidrolik (m); S kemiringan saluran (%) dan N koefisien kekasaran, dikenal sebagai nilai N oleh Manning. Berikut Tabel 1 Mengenai nilai kekasaran saluran.

Tabel 1. Nilai kekasaran saluran berdasarkan tipe dan deskripsinya

Tipe Saluran dan deskripsinya Minimum Normal Maksimum a. Tanah lurus dan seragam

1. Bersih, baru dibuat 2. Bersih, telah melapuk

3. Kerikil, penampang seragam, bersih

0,016 0,018 0,022

0,018 0,022 0,025

(4)

4. Berumput pendek, sedikit tanaman

e. Saluran tidak dirawat, dengan tanaman pengganggu dan belukar tidak dipo-

Menurut Chow (1997), faktor faktor yang mempengaruhi koefisien manning yaitu :

1. Bahan Penyusun Permukaan

(5)

mengakibatkan nilai N yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai N yang tinggi.

Pada sungai alluvial dimana butir butir bahannya halus, seperti pasir, lempung, lanau, efek hambatan jauh lebih kecil daripada bila bahannya kasar seperti kerikil dan kerakal. Bila bahannya halus, nilai N rendah dan relatif tidak terpengaruh oleh perubahan taraf/debit aliran. Bila bahan terdiri dari kerikil dan kerakal, nilai N biasanya tinggi terutama pada taraf air tinggi atau rendah. Berikut Tabel 2 Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Bahan Pembentuk

Tabel 2. Nilai Koefisien Kekasaran Berdasarkan Bahan Pembentuk

Bahan Pembentuk Nilai N (Kekasaran)

Tanah 0,020

Batu Pecah 0,025

Kerikil Halus 0,024

Kerikil Kasar 0,028

Chow, 1997

2. Sifat Fisik Tanah

Sifat Fisik tanah terdiri dari :

a). Tekstur Tanah

(6)

mempunyai kapasitas besar untuk menyimpan air yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Pada tanah yang bertekstur lebih halus, kadar air pada tegangan air yang sama lebih tinggi dibandingkan tanah bertekstur kasar. Dengan demikian tanah bertekstur halus lebih kuat menahan air dibanding tanah yang bertekstur kasar (Foth, 1994).

(7)

daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah dengan kadar liat yang besar memiliki porositas yang besar juga dan daya ikat yang kuat antarpartikel, sehingga kemungkinan untuk terjadi penggerusan di dalam saluran irigasi kecil. Tanah dengan kondisi seperti ini memiliki kekasaran yang kecil di dalam saluran irigasi (Harry dan Nyle, 1982).

b). Bahan Organik Tanah

Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Bahan organik tanah dapat berupa : (a) daun, (b) ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar. Sumber sekunder, yaitu : jaringan mikro fauna dan kotorannya, Sumber dari luar : pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk kandang, (b) pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati. Proses dekomposisi bahan

organik melalui 3 reaksi, yaitu:

(8)

belerang (S). (3) pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten berupa humus tanah. Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan organik digolongkan menjadi 2, yaitu: (1) proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion atau hara yang tersedia bagi tanaman. (2) proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang lebih resisten terhadap proses dekomposisi. Tanah dengan kadar bahan organik yang tinggi memiliki porositas yang besar pula sehingga ikatan antarpartikel tanah kuat yang mana akan sulit digerus air, sehingga apabila tanah dengan kondisi seperti ini memiliki nilai tahanan untuk mengurangi laju air kecil (Foth, 1994).

c). Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Bulk Density merupakan berat suatu massa tanah persatuan

volume tertentu, dimana volume kerapatan tanah termasuk didalamnya adalah ruang pori, yang satuannya adalah gr/cm3. Secara

Matematis dapat dituliskan sebagai :

Bulk density (BD) = Berat tanah kering oven (gr)

volume tanah (cc)

…………..

(3)

(9)

berarti makin sulit pula meneruskan air atau makin sulit ditembus oleh akar tanaman, dan apabila tanah yang memiliki Bulk Density yang tinggi, berada di dalam saluran irigasi maka akan sulit digerus oleh air. Sehingga, tanah dengan kondisi seperti ini memiliki nilai kekasaran rendah. (Hardjowigeno, 1992).

d). Kerapatan Partikel Tanah (Partikel Density)

Partikel density (PD) adalah berat tanah kering persatuan

volume partikel-partikel tanah (tidak termasuk volume pori-pori tanah). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai :

PD (gr/cc) = Berat tanah keing oven (gr)

volume tanah − volume ruang pori (cc)

……

...

….

(4)

Faktor- faktor yang mempengaruhi Partikel density adalah BD (Bulk Density) dan bahan organik, semakin tinggi BD (Bulk Density) tanah

dan bahan organik tanah maka partikel density dalam tanah tersebut akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya (Hardjowigeno, 1992). Pada umumnya kisaran partikel density tanah – tanah mineral kecil adalah 2,6-2,93 gr/cm3. Hal ini disebabkan mineral

kwarsa, feldspart dan silikat koloida yang merupakan komponen tanah sekitar angka tersebut. Jika dalam tanah terdapat mineral – mineral berat sepereti magnetik, garmet, sirkom, tourmaline dan hornblende, partikel density dapat melebihi 2,75 gr/cm3. besar

(10)

dengan lapisan bawahnya.karena banyak mengandung bahan organik ( Hakim, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kadar air mempengaruhi volume kepadatan tanah, dimana untuk mengetahui volume kepadatan tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, sebab tanpa adanya pengaruh kadar air maka proses particle density tidak berlangsung, karena air sangat mempengaruhi volume kepadatan tanah. Selanjutnya volume padatan tanah tersusun oleh fraksi pasir, liar, dan debu sehingga untuk mengetahui volume padatan tanah tertentu dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai particle densitynya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan

organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan kerapatan butirnya lebih kecil daripada sub soil. Top soil banyak mengandung bahan organik dan kerapatan butirnya sampai 2,4 gr/cm3 atau bahkan lebih rendah dari nilai itu. Dengan adanya bahan

(11)

e). Porositas Tanah (Total Ruang Pori Tanah)

Pori tanah adalah ruang-ruang yang terletak antara padatan bahan tanah. Total ruang pori tanah diartikan sebagai persentase perbandingan antara volume total ruang pori tanah dengan volume tanah (volume padatan tanah), secara matematis dapat dituliskan sebagai :

Porositas (%) = Volume ruang pori

volume tanah

x

100 % …….…...…(5)

(12)

channel dan chamber, plane yang terdiri dari joint, craze dan skew. Ukuran porositas suatu tanah juga mempengaruhi kekasaran saluran suatu irigasi, dimana tanah dengan porositas besar memiliki ikatan yang kuat antarpartikel, sehingga sulit untuk digerus oleh air, atau dalam arti kuat untuk mempertahankan kondisi yang sebenarnya (tidak berubah). Sehingga bentuk dasar saluran tidak berubah dan tidak meningkatkan kekasaran saluran (Poerwowidodo, 1990).

3. Ketidakteraturan Saluran

Ketidakteraturan saluran mencakup ketidakteraturan keliling basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran. Pada saluran alam, ketidakteraturan seperti ini biasanya diperlihatkan dengan adanya alur alur pasir, gelombang pasir, cekungan dan gundukan, lubang lubang dan tonjolan di dasar saluran. Secara umum, perubahan lambat laun dan teratur dari penampang aliran basah saluran baik dari bentuk dan ukurannya tidak terlalu mempengaruhi nilai N, tetapi perubahan tiba tiba atau peralihan dari penampang kecil ke besar akibat dari banjir ataupun pekerjaan manusia akan mengakibatkan meningkatnya nilai N. Berikut Tabel 3 Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Derajat Ketidakteraturan Tabel 3. Tabel Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Derajat

Ketidakteraturan

Derajat Ketidakteraturan Nilai N (Kekasaran Permukaan)

Sangat Kecil 0,000

Sedikit 0,005

Sedang 0,010

Besar 0,020

Chow, 1997

(13)

Trase saluran menunjukkan belok belokan pada saluran. Kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan mengakibatkan nilai N yang relatif rendah, sedangkan kelengkungan yang tajam dengan belok belokan yang patah akan memperbesar nilai N. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh Scobey (1978), dengan memakai talang sebagi saluran, bahwa nilai N akan naik sebesar 0,001 untuk setiap kelengkungan 200 dalam saluran sepanjang 100 kaki. Kelengkungan

dapat mengakibatkan bertumpuknya endapan sehingga secara tidak langsung akan memperbesar nilai N.

5. Vegetasi

Vegetasi dapat digolongkan dalam jenis kekasaran permukaan, tetapi hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran. Suatu aliran dengan kedalaman secukupnya cenderung melenturkan dan menenggelamkan tetumbuhan dan mengakibatkan nilai N lebih kecil. Kemiringan yang besar menimbulkan kecepatan yang besar sehingga lebih mampu untuk melunturkan tumbuhan di sekitar saluran dan mengakibatkan nilai N yang kecil. Berikut Tabel 4 Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Vegetasi

Tabel 4. Tabel Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Vegetasi

Tetumbuhan Nilai N (Kekasaran Permukaan)

Rendah 0,005 - 0,010

Sedang 0,010 - 0,025

Tinggi 0,025 - 0,050

Sangat Tinggi 0,050 - 0,100

Chow, 1997

(14)

Secara umum pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil nilai N, sedangkan penggerusan dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar nilai N. Namun efek utama dari pengendapan akan bergantung pada sifat alamiah bahan yang diendapkan. Endapan yang tidak teratur seperti gelombang pasir dan alur alur pasir menjadikan saluran tidak beraturan dan kekasaran meningkat. Sebab itu, dasar yang berpasir atau kerikil akan tererosi secara lebih seragam dibandingkan dasar yang berlempung. Pengendapan hasil erosi di hulu akan cenderung memperbaiki ketidakteraturan saluran dibandingkan dengan tanah liat. Energi yang dipakai untuk menggerus dan mengangkut bahan dalam suspensi atau menggulingkannya sepanjang dasar saluran juga akan memperbesar nilai N. Kecepatan aliran kritis adalah kecepatan aliran yang tidak menimbulkan pengendapan atau penggerusan di saluran. Kennedy (1990), menggeluarkan persamaan kecepatan aliran sebagai berikut:

V0= 0,546 x D0,64………..(6)

Dimana D adalah kedalaman air di saluran, dalam satuan meter dan V0

adalah kecepatan aliran Kritis (m/s). Rasio kecepatan aliran kritis adalah perbandingan antara kecepatan rata-rata aliran terhadap kecepatan kritis.

Rkk = V

V0

atau m = V

V0

………...……….(7)

Jika m = 1, tidak terjadi pengendapan atau penggrusan m > 1, terjadi penggerusan

(15)

Rumus Chezy

Pada awal tahun 1769 seorang insinyur Perancis, Antoine Chezy membuat rumus yang mungkin merupakan pertama kali untuk aliran seragam, yaitu rumus Chezy2 yang terkenal, yang biasanya dinyatakan sebagai berikut :

V = C x √RS……….(8)

Sehingga, C = V

√RS ……….………(9)

Dengan V kecepatan rata – rata (m/s), R jari jari Hidrolik (m), S kemiringan (%) (Chow, 1997).

Rancangan Saluran Irigasi

1). Debit Air

Debit air adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. Pengukuran debit dengan bendung

2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan larutan obat

3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir

(16)

Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1992) pengukuran debit air dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dapat dilakukan dengan beberapa metode dan alat-alat pengukur, sehingga dalam pelaksanaanya tidak mengalami kesulitan. Dalam pengukuran tidak langsung yang sangat diperhatikan yaitu tentang kecepatan aliran (v) dan luas penampang aliran (A), sehingga terdapat rumus pengukuran debit air sebagai berikut:

Q = V x A ...(10)

Sehingga, V = Q

A ……….………....(11)

dimana:

Q = debit air (m3/detik)

V = kecepatan aliran (m/detik) A = luas penampang aliran (m2).

Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sekat ukur tipe Thomson (Segitiga 90o). Persamaannya adalah:

Q = 0.0138H5/2...(12)

Di mana Q dalam liter per detik dan H dalam sentimeter. Sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) baik digunakan untuk pengukuran aliran yang tidak

lebih dari 112 l/det atau aliran dengan debit relatif kecil, selain itu sekat ukur segitiga 90o (tipe Thomson) juga sangat mudah konstruksi dan

(17)

Gambar 1. Sekat ukur tipe Thompson (Lenka, 1991).

Pada alat pengukur Thomson, harus dipasang tegak lurus pada sumbu saluran pengukur. Pemasangan alat pengukur ini harus betul-betul mendatar, dengan sudut siku-siku di sebelah bawah. Penentuan nilai H dari persamaan 3 diukur dari permukaan air yang meluap setelah disekat sampai ke sudut 900 dari sekat yang telah dimodifikasi sebagai tempat pengeluaran

air (Soekarto dan Hartoyo, 1981).

2). Kecepatan Aliran Rata Rata

Kecepatan aliran diukur melalui aliran permukaan yang dikenal sebagai kecepatan aliran permukaan. Kecepatan aliran tidak sama pada setiap kedalaman saluran atau sungai. Oleh sebab itu untuk menghitung kecepatan rata-rata digunakan kedalaman 0.6D, dimana D adalah kedalaman air di saluran atau sungai. Kecepatan aliran rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Chezy (Persamaan 1) atau Manning (Persamaan 8).

3). Kemiringan Saluran

H

(18)

Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf muka air yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan tinggi air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan kehilangan tinggi tekan di setiap bangunan dan di sepanjang saluran. Kemiringan talud saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalam saluran dan terjadinya rembesan aliran. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah lempung berpasir, tanah berpasir kohesif yaitu 1,5 % - 2,5 %. Untuk jenis tanah pasir lanauan 2 % - 3% dan untuk jenis batu < 0,25 % (Mawardi, 2007).

(19)

Pengukuran Kemiringan saluran dapat dilakukan dilakukan dengan 3 cara yaitu Profile Levelling, Differential Levelling dan Breaking Taping. Profile Levelling merupakan salah satu metode mengukur beda ketinggian

pada dua titik yang mempunyai kemiringan yang relatif kecil, dan alat utama yang digunakan yaitu abney level. Differential Levelling merupakan salah satu metode mengukur beda ketinggian pada dua titik yang mempunyai kemiringan relatif besar, dan alat utama yang digunakan adalah abney level. Breaking Taping merupakan salah satu metode pengukuran yang menggunakan pembagian pengukuran tinggi menjadi beberapa tahap. Pada pekerjaan breaking taping dilakukan pengukuran jarak vertikal antara garis bidik (stasiun) dengan permukaan titik bidik selanjutnya, alat yang digunakan adalah waterpass, tape (pita ukur) dan jalon. Data yang didapat di lapangan dengan menggunakan salah satu metode tersebut dapat dimasukkan ke dalam rumus :

Kemiringan = Beda Elevasi

Jarak Horizontal x 100 %...……….(13)

dimana Beda Elevasi = Elevasi Akhir – Elevasi Awal (m) (Sumono dan Susanto, 2006).

Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukankemiringan maksimum untuk dinding saluran yang stabil. Kemiringan talud untuk berbagai jenis bahan disajikan pada Tabel 5 dan kemiringan dinding minimum untuk saluran yang dipadatkan diberikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kemiringan minimum talut untuk berbagai bahan tanah

(20)

1. Batu

Tabel 6. Kemiringan talud minimum untuk saluran tanah dipadatkan

No Tinggi Jagaan (m) Kemiringan minimum saluran diperlihatkan pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7.Tinggi jagaan minimum untuk saluran tanah

Kedalaman hidrolik adalah perbandingan antara penampang aliran dengan perimeter basah saluran. Persamaan kedalaman hidrolik adalah sebagai berikut:

R = A

(21)

dimana:

A = Penampang melintang saluran (m2)

Pw = Perimeter basah (m) (Bazak,1999).

Penampang melintang saluran dan parimeter basah tergantung pada bentuk saluran.

- Saluran berbentuk persegi panjang :

A = b x y ………...…(15)

Pw = b + 2y ………...(16)

dimana b = lebar saluran (m) y = kedalaman aliran (m)

untuk lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada gambar 3.

Gambar 2. Penampang melintang saluran berbentuk persegi panjang

(Chow, 1997). y

Gambar

Tabel 1. Nilai kekasaran saluran berdasarkan tipe dan deskripsinya
Tabel 2. Nilai Koefisien Kekasaran Berdasarkan Bahan Pembentuk
Tabel 3. Tabel Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Derajat
Tabel 4. Tabel Nilai Kekasaran dari saluran berdasarkan Vegetasi
+4

Referensi

Dokumen terkait