• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 JURNAL CANDRA NAINGGOLAN.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "6 JURNAL CANDRA NAINGGOLAN.pdf"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

THE IMPROVEMENT OF STUDENTS ABILITY IN MATHEMATICS PROBLEM SOLVING CLASS VIII SMP RAYON VII KOTAMADYA MEDAN THROUGH PMR

Arisan Candra Nainggolan

Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Katolik Santo Thomas SU E-mail: candranainggolan1@gmail.com

Abstrac

This research is aimed to know The increasing of students mathematics problem solving ability who got better realistic Mathematics approaching than students with ordinary mathematics learning. The population of this research are the students of eighth grade junior high school in the Regional VII in Medan. Randomly, chosen two school as the research subject, they are Putri Cahaya junior high school and Raksana junior high school. Data Analysis carried on t by having t test and analysis of variance two point (ANOVA). The research shows that totally, the students whose learning with realistic mathematics approaching significantly better in increasing students mathematics problem solving ability than the students with ordinary mathematics learning. Based on this research, the researcher suggests that the learning with realistic mathematics approaching in increasing of mathematics problem solving ability can be used as an alternative for the mathematics teachers in delivery the mathematics material innovatively, able to create conducive and comfortable learning situation and give opportunity to students to express their idea in using their own language.

Keywords: Realistic Mathematics Approach, Problem Solving.

1. PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk dipelajari, mulai kita kecil, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika seolah-olah menjadi mata pelajaran yang wajib. Banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, contohnya menghitung ongkos angkot, berbelanja, berjualan, dan lain-lain. Sebagaimana diungkapkan Hidayati (2011) bahwa Penerapan matematika dalam kehidupan nyata sangat banyak tentunya dalam dunia ini, menghitung uang, laba dan rugi, masalah pemasaran barang, dalam teknik, bahkan hampir semua ilmu di dunia ini pasti menyentuh yang namanya matematika.

Pentingnya pendidikan matematika tidak sejalan dengan kualitas pendidikan matematika yang sesungguhnya. Pranoto (2011) menyatakan bahwa Kemenangan siswa Indonesia diberbagai ajang olimpiade internasional rupanya tak membuat kualitas siswa Indonesia meningkat. Justru sebaliknya, sekitar 76,6 persen siswa setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ternyata dinilai ”buta” matematika.

(2)

(SMP) sesumatera utara yang tidak lulus Ujian Nasional (UN) tahun 2010, sebanyak 2.155 orang atau 5,23 persen berasal dari kota Medan. Hal yang sama juga terjadi pada sekolah SMP Putri Cahaya Medan, dari pengamatan peneliti dalam empat tahun terakhir ini tidak pernah siswa tamatanya lulus Ujian Nasional (UN) 100%. Tahun 2008 terdapat tiga orang tidak lulus, tahun 2009 terdapat dua orang tidak lulus dan tahun 2010 terdapat tiga orang tidak lulus serta tahun 2011 terdapat satu orang tidak lulus. Dimana setiap tahunnya karena nilai pelajaran matematika yang tidak memenuhi standard kelusan.

Rendahnya nilai matematika siswa harus ditinjau dari lima aspek pembelajaran umum matematika sebagaimana yang dirumuskan dalam National Council of Teachers of Mathematic(NCTM,2000): Menggariskan peserta didik harus

mempelajari matematika melalui

pemahaman dan aktif membangun

pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk koneksi; dan kelima, pembentukan sikap postif terhadap matematika.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana Gusti (2010) menyatakan bahwa: kemampuan memecahkan masalah adalah tujuan umum dalam pengajaran matematika dan jantungnya matematika.

Metode mengajar guru yang selalu melati siswa untuk menyelesaikan masalah maka siswa tersebut akan menjadi lebih analitis didalam mengambil keputusan didalam kehidupan sebagaimana yang

dikemukakan Hudojo (2003) menjelaskan

bahwa mengajar matematika untuk

menyelesaikan masalah-masalah

memungkinkan siswa menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan, dengan perkataan lain, bila siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah maka siswa tersebut akan mampu mengambil keputusan sebab siswa tersebut telah memiliki keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.

Namun di lapangan pembelajaran yang dilakukan guru masih memprihatinkan. Solichan (2011) menyatakan bahwa proses pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah secara umum masih jauh dari kualitas standar, walaupun banyak guru yang sudah mendapatkan sosialisasi tentang model pembelajaran yang inovatif. Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan, otoritas tertinggi adalah guru. Materi pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk jadi, cara itu terbukti tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari.

(3)

keranjang apel terdiri dari apel hijau dan apel merah. Seperlima diantaranya berupa apel hijau. Rata-rata berat apel hijau adalah 110 gram sedangkan rata-rata berat apel merah adalah 80 gram. Berapakah rata-rata berat dari seluruh apel tersebut?”

Adapun jawaban siswa adalah seperti pada Gambar 1.1. berikut:

Gambar 1.1 Hasil Pekerjaan Siswa yang Berhubungan dengan Pemecahan Masalah

Dari hasil yang diperoleh, ternyata hanya 15% dari siswa yang memahami masalah soal selengkapnya, melaksanakan proses yang benar dan mendapat solusi atau hasil yang benar. Siswa yang memahami masalah soal selengkapnya dan menggunakan strategi yang benar, tetapi ada sedikit salah perhitungan seperti Gambar 1.1a sebanyak 10%. Memahami masalah soal selengkapnya dan melaksanakan prosedur yang benar, memberikan jawaban yang benar tetapi salah struktur atau perhitungan seperti Gambar 1.1b sebanyak 20%. Salah menginterprestasi sebagian soal atau mengabaikan kondisi soal, menggunakan prosedur yang benar tetapi mengarah kejawaban yang salah secara prosedur dan perhitungan seperti Gambar 1.1c sebanyak 30%. Salah menginterprestasi soal dan menggunakan prosedur yang salah seperti Gambar 1.1d sebanyak 25% dan tidak dapat memahami soal sehingga sama sekali tidak dijawab sebanyak 15%.

Dari jawaban siswa terlihat bahwa pemecahan masalah siswa rendah, siswa kurang memahami masalah, rencana penyelesaian yang dilakukan siswa tidak terarah sehingga proses perhitungan belum memperlihatkan jawaban yang benar. Siswa juga tidak melakukan pemeriksaan atas jawaban akhir yang telah didapat, padahal jika hal ini dilakukan memungkinkan bagi siswa untuk meninjau kembali jawaban yang telah dibuat.

Kasus di atas diperkuat Saragih (2007) yang menyatakan bahwa siswa kelas II SMP mengalami kusulitan untuk menjawab soal pemecahan masalah yaitu sebagai berikut: “Seorang petani membeli 12 kg pupuk urea seharga Rp. 4500. Berapa rupiah uang yang diperlukan jika ia membeli sebanyak 72 kg?”. Kondisi senada juga terjadi pada hasil penelitian Bella (2011) mengenai soal pemecahan masalah siswa yaitu sebagai berikut: “Amir, Budi dan Citra memiliki uang

a b

(4)

yang sama banyak. Tentukan banyaknya uang Amir yang harus diberikan kepada Citra dan Budi sehingga uang Budi menjadi Rp. 7000,00 lebih banyak dari uang Amir, sedangkan uang Citra menjadi Rp. 2000 kurangnya dari uang Budi”. Dari 30 siswa, 11 orang di antaranya tidak menjawab soal tersebut, 16 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 3 orang menjawab dengan benar.

Menyikapi permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran matematika di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pentingnya pemecahan masalah dan sikap siswa yang akhirnya mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika. Perlu dicari solusi pendekatan pembelajaran yang

dapat mengakomodasi peningkatan

pemecahan masalah dan sikap siswa terhadap matematika.

NCTM (2000) menyarankan reformasi pembelajaran matematika yaitu: Mengubah kelas dari sekedar kumpulan siswa menjadi komunitas matematika, menjauhkan otoritas guru untuk memutuskan suatu kebenaran, mementingkan pemahaman dari pada hanya mengingat prosedur. Mementingkan membuat dugaan, penemuan, pemecahan masalah dan menjauhkan dari tekanan pada penemuan jawaban secara mekanis, mengaitkan matematika dengan ide-ide dan aplikassinya dan tidak memperlakukan matematika sebagai kumpulan konsep dan prosedur yang terasingkan.

Untuk merealisasikan reformasi pembelajaran matematika seperti yang dikemukakan di atas maka diperlukan suatu

pengembangan materi pembelajaran

matematika. Sebagaimana yang dikemukakan

Saragih (2007) diperlukan suatu

pengembangan materi pembelajaran

matematika yang dekat dengan kehidupan siswa, sesuai dengan tahap berpikir siswa, serta metode evaluasi yang terintegrasi pada

proses pembelajaran yang tidak hanya berujung pada tes akhir. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) memiliki dua filosofi, pertama matematika harus dekat dengan anak-anak dan relevan dengan situasi kehidupan setiap hari. Namun demikian, kata 'realistis', merujuk bukan hanya untuk koneksi dengan dunia nyata, tetapi juga mengacu pada situasi masalah yang nyata dalam pikiran siswa. Kedua gagasan matematika sebagai aktivitas manusia, (Hidayati, 2011). Dari filosofi PMR tersebut jelas bahwa PMR merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan reformasi pembelajaran matematika yang diinginkan. MenurutNazwandi (2010) PMR adalah: Pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan ketrampilan procees of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing sebagai kebalikan dari

teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan reasoningnya,

melatih nuansa demokrasi dengan

menghargai pendapat orang lain.

Pada pembelajaran dengan PMR Siswa harus aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika. Siswa didorong dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya.

(5)

PMR berfungsi juga sebagai sumber untuk proses belajar. Dengan demikian, dalam PMR konteks masalah dan situasi kehidupan nyata digunakan baik untuk membentuk dan menerapkan konsep-konsep matematika.

Karakteristik yang kedua pada PMR yaitu Instrumen vertikal yang sering disebut pemodelan. Menurut Darhim (2003) ada tiga

hal pokok pada langkah-langkah

menyelesaikan soal cerita dalam

Pembelajaran matematika secara biasa , yaitu: Pertama soal cerita harus sesuai dengan kehidupan sehari-hari yang pada PMR disebut masalah kontekstual, walaupun belum ada jaminan soal cerita yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari pasti kontekstual bagi siswa, kedua, soal cerita diubah ke dalam bentuk kongkrit atau model diagram (Gambar) kemudian baru dilanjutkan ke dalam simbol yang dalam PMR disebut menggunakan model, ketiga langkah selanjutnya baik PMR dan Pembelajaran matematika secara biasa sama, yaitu menyelesaikan model yang telah dibuat.

Dari pendapat di atas, jelas bahwa PMR dan Pembelajaran matematika secara biasa mengandung aspek pemodelan dalam

menyelesaikan masalah. Terkadang

pemodelan pada Pembelajaran matematika secara biasa sering tak terlihat karena dalam menyelesaikan masalah siswa yang hanya pandai mengikuti langkah atau aturan yang sama yang diajarkan gurunya saat pembelajaran berlangsung (Mudzakkir, 2006).

Selain faktor pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga dapat berkontribusi

terhadap perkembangan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa. Adapun faktor lain tersebut adalah faktor level sekolah dan faktor kemampuan awal

matematis (KAM). Adapun tujuan

pengelompokan siswa berdasarkan level sekolah dan kemampuan awal matematis

siswa adalah untuk melihat adakah pengaruh bersama antara pembelajaran yang digunakan dan level sekolah maupun kemampuan awal matematis siswa terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematis matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dirasakan perlu upaya mengungkap apakah PMR dan Pembelajaran matematika secara biasa memiliki perbedaan kontribusi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal itulah yang mendorong dilakukan suatu penelitian yang memfokuskan pada penerapan pendekatan matematika realistik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMR

lebih baik daripada siswa yang

pembelajarannya dengan menggunakan PMB ditinjau dari keseluruhan siswa, level sekolah (tinggi dan sedang) dan Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang dan rendah) ?, 2) apakah terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan (PMR dan PMB) dengan level sekolah (tinggi dan sedang) dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah maupun matematis siswa?, 3) apakah terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan (PMR dan PMB) dengan Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang dan rendah) dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah maupun matematis siswa?.

(6)

mengkaji secara komprehensif:1)peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Matematika Realistik (PMR) lebih baik daripada siswa yang memperoleh Pembelajaran Matematika secara Biasa (PMB), ditinjau dari keseluruhan siswa, Level sekolah dan KAM, 2) tidak terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan (PMR dan PMB) dengan level sekolah dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, 3) tidak terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan (PMR dan PMB) dengan KAM dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah maupun matematis siswa.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Putri Cahaya dan SMP Raksana Medan kelas VIII. Pada bulan Mei s/d bulan Juni tahun 2012 selama 7 kali pertemuan (14 jam pelajaran = 14 x 40 menit) untuk masing-masing kelas sampel.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP yang ada di Rayon 07 Kotamadya Medan tahun pelajaran 2011/2012. Dari sekolah level tinggi terpilih secara acak SMP Putri Cahaya dan dari sekolah level sedang terpilih SMP Raksana. pada SMP Putri Cahaya dilakukan undian untuk memilih kelompok pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik yaitu kelas VIII(4), sedangkan kelas VIII(2) menggunakan pembelajaran matematika secara biasa. Pada SMP Raksana diperoleh bahwa kelas VIII(3) dengan kelompok pendekatan matematika realistik dan kelas VIII(1) dengan kelompok pembelajaran matematika secara biasa.

Desain dalam penelitian ini menggunakan kelompok kontrol pretes dan postest yang dinyatakan dalam tabel berikut:

Kelas Pre-tes Treatment Post-tes

PMR (Eksperimen) O X O

PMB (Kontrol) O - O

Keterangan :

X = Pendekatan Matematika Realistik

O = Pretes dan Postes

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis, lembar pengamatan aktivitas siswa, lembar pengamatan kemampuan guru mengelola

pembelajaran, dan bentuk proses

penyelesaian masalah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran. Tes terlebih dahulu divalidasi oleh beberapa ahli dan dilakukan uji coba lapangan.

Dari penjelasan di atas, skema berikut akan memberikan gambaran yang lebih terperinci mengenai rangkuman alur kerja dari penelitian yang dilakukan pada gambar 3.1 berikut.

(7)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan secara komprehensif tentang proses dan hasil belajar matematis siswa yang mendapat pendekatan matematika realistik dan siswa yang mendapat pembelajaran matematika secara biasa. Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Adapun data hasil kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sebagai berikut:

Tabel. 4.1 Rerata Skor Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika

Stk Kemampuan Pemecahan Masalah PMR PMB

Pre-tes Pos-tes N-Gain Pre-Tes Pos-tes N-Gain

N 80 80 80 81 81 81

x

10,5 38,1 0,69 10,9 33,2 0,57 Std. 1,79 4,401 0,107 2,216 4,613 0,109 Min 7 26 0,43 4 25 0,36 Ma. 15 49 0,97 16 41 0,78

Tabel. 4.2 Rangkuman Uji t Kelompok Data PMR dan PMB.

peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan PMR dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan PMB.

b. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian. Deskripsi dan interpretasi dilakukan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis melalui pembelajaran

dengan pendekatan PMR . Melihat hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan PMR lebih baik dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa dibandingkan dengan PMB.

c. Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis berdasarkan

Pembelajaran, Level Sekolah dan Kemampuan Matematis Siswa.

Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PMR secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara biasa. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan nilai rerata pembelajaran PMR sebesar 0,699 lebih tinggi daripada PMB sebesar 0,572.

Demikian pula kemampuan awal matematis memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Peningkatan nilai rerata pada siswa kemampuan awal matematis tinggi dengan PMR (0,814) lebih tinggi daripada PMB (0,689). Pada siswa kemampuan awal sedang, peningkatan nilai rerata yang memperoleh PMR (0,701) lebih tinggi daripada PMB (0,562). Demikian pula peningkatan nilai rerata pada siswa berkemampuan awal matematis rendah dengan PMR (0,575) lebih tinggi daripada PMB (0,468).

d. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran, Faktor Level sekolah dan Faktor Kemampuan Awal Matematis Siswa dalam Mempengaruhi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Matematis Siswa.

(8)

antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah koneksi matematis siswa. Begitu juga antara pendekatan pembelajaran dengan faktor kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis. Artinya selisih rataan gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan level sekolah (tinggi dan sedang) serta kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah) yang diajar dengan PMR tidak berbeda secara signifikan dengan diajar melalui PMB.

4. SIMPULAN DAN SARAN

a. Simpulan

Berdasarkan hasil dan analisis penelitian di atas dan temuan selama pelaksanaan pembelajaran dengan PMR, diperoleh beberapa kesimpulan. Adapun kesimpulan yang diperoleh 1) ditinjau dari keseluruhan siswa, rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMR lebih baik daripada yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB, 2) ditinjau dari level sekolah (tinggi, sedang), rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMR lebih baik daripada yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB untuk setiap level sekolah (tinggi, sedang), 3) ditinjau dari KAM (tinggi, sedang dan rendah), rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMR lebih baik daripada yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB untuk setiap kategori KAM (tinggi, sedang dan rendah), 4) tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa, 5) tidak ada interaksi antara pembelajaran dengan KAM (tinggi, sedang dan rendah) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

b. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka disampaikan beberapa saran antara lain: 1) dalam PMR perlu memperhatikan hal-hal berikut: (a) tersedianya bahan ajar dalam bentuk masalah kontekstual yang berfungsi sebagai informal matematika (model off) yang dapat mengantarkan sampai ke formal matematika (model for) dalam proses belajar. (b) diperlukan pertimbangan bagi guru dalam melakukan intervensi sehingga usaha siswa untuk mencapai perkembangan aktualnya lebih optimal. (c) pendekatan matematika realistik hendaknya diterapkan pada materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang sedang dipelajari, 2) PMR dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain, 3) pendekatan matematika realistik dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa, maka diharapkan dukungan dari kepala sekolah untuk mensosialisasikan penggunaan pendekatan matematika realistik di sekolah melalui MGMP matematika, pelatihan guru-guru matematika atau melalui seminar.

DAFTAR PUSTAKA

(9)

Bella, M.R. (2010). Peningkatan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Tesis pada PPS UNIMED : tidak diterbitkan. Darhim. (2003). Pengaruh Pembelajaran

Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal Dalam Matematika. Disertasi UPI Bandung.

Gusti. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Instruction) Dalam Pembelajaran Matematika. (Online), (http://one.indoskripsi.com, diakses 10 Oktober 2010).

Hidayati. (2011). Manfaat Belajar Matematika. (Online), (http://deking.wordpress.com, diakses 10 Maret 2011).

Hudojo, H. (2003). Pengembangan

Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Mudzakkir, H.S. (2006). Strategi Pembelajaran Think-talk-write untuk

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa Sekolah Menengah Pertama (Eksperimen pada Siswa Kelas II SMP di Kabupaten Garut. Tesis. UPI-Bandung. Tidak diterbitkan. National Council of Teachers of

Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston VA.

Nazwandi. (2010) PMRI (Pembelajaran Mateamtika Realistik Indonesia) Satu Inovasi Dalam Pendidikan Matematika Di Indonesia, (Online), (http:// nazwandi wordpress.com, diakses 15 september 2011)

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menegah Pertama melalui Pendekatan Matemaatika Realistik. Disertasi S3 UPI. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan

Gambar

Gambar 3.1. Alur kerja dari penelitian yang dilakukan.
Tabel. 4.1  Rerata Skor Pretes, Postes dan N-

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENERAPAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) TERHADAP ECOLITERACY DAN KETERAMPILANBERPIKIR KRITIS SISWA SD. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG (1991-2009). Universitas Pendidikan Indonesia |

[r]

Reference Model MF classifier Traffic meter Marker Traffic conditioner Ingress router Core router Core router Egress router..

Gatot Subroto No.10 Raba Bima Telpr. Langsung sebagai berikut

Kuasa Pengguna Anggaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kab.. Jepun, Sedadap Kelurahan Nunukan Selatan

dan lingkun gan” (Beetlestone, 2012, hlm. Sekolah seharusnya menjadi lingkungan utama pengembangan kreativitas karena merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan untuk

Untuk mencapai tingkat penjualan yang diinginkan tidak terlepas dari sistem yang mendukungnya yaitu Sistem Informasi Akuntansi, Sistem Informasi Akuntansi yang baik akan