• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTARA NETRALITAS DAN KEPENTINGAN NASION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANTARA NETRALITAS DAN KEPENTINGAN NASION"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 105

Abstrak – Secara geopolitis, Asia Pasifik merupakan wilayah strategis bagi Indonesia. Geopolitik wilayah Asia Pasifik saat ini berpusat di Laut Cina Selatan. Sesungguhnya, geopolitik merupakan pengembangan dari geografi politik. Negara dipandang sebagai satu organisme hidup yang berevolusi secara spasial dalam kerangka memenuhi kebutuhan masyarakat bangsanya atau tuntutan kebutuhan akan ruang hidup atau Lebensraum. Di tangan para pemikir Jerman pada saat itu, khususnya Haushofer, geopolitik berkembang dengan pesat sebagai satu cabang ilmu pengetahuan dengan kekuasaan (politik) dan ruang (raum) merupakan anasir sentralnya sehingga Haushofer menamakan geopolitik sebagai satu science of the state yang mencakupi bidang-bidang politik, geografi (ruang), ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, dan hukum. Hal ini pertama kali diuraikan dalam bukunya yang terkenal Macht und Erde (kekuasaan/power dan dunia). Beberapa negara ASEAN yang terlibat dalam konflik di Laut Cina Selatan dengan Cina adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Banyak pembicaraan diplomatik dilakukan, termasuk kerja sama militer di beberapa level. Negara-negara tersebut dan Cina menandatangani

the Declaration on the Conduct (DOC ) of Parties in the South Cina Sea, sedangkan Taiwan tidak terlibat dalam DOC. Inisiatif Indonesia berjalan baik dan efektif. ASEAN dan Cina meyakini penyelesaian sengketa di Laut Cina Selatan. Namun dalam perkembangannya, klaim Cina yang melewati wilayah ZEE Indonesia menjadikan kepentingan nasional Indonesia terusik. Isu yang berkembang kemudian bagaimana menyelesaikan dilema antara netralitas dan kepentingan nasional Indonesia di Laut Cina Selatan selama hampir 20 tahun.

Kata Kunci : netralitas, Laut Cina Selatan, geopolitik

Abstract– Geopolitically, Asia Pacific is a strategic area for Indonesia. Asia Pacific Regional geopolitics has shifted to the South Cina Sea (SCS). Indeed, geopolitics is development of political geography.The state is seen as a living organism that evolves spatially.In terms of fulfilling people's needs or demands of the nation, the state will need living space or Lebensraum. In the hands of German thinkers at the time, especially Haushofer, geopolitical grown rapidly as a branch of science with the power (political ) and space (raum ) are central elements that Haushofer named geopolitics as a science of the state that includes the fields of political, geography (space ), economics, sociology, anthropology, history, and law.It was first described in his famous book Macht und Erde (power and the world).Mastery of space in fact, is a spatial phenomena of space itself. Some or the ASEAN countries are involved in the conflict in the SCS with the PRC, namely Brunei Darussalam, Cambodia,

1 Penulis adalah Laksamana Pertama TNI. Lulus Adimakayasa AAL 1982, bertugas di Wantannas, fungsional

(2)

106 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

Malaysia, Philippines, and Vietnam. Many diplomatic talks have been conducted among the five ASEAN countries with the PRC, including the Armed Forces cooperation in various levels. Those countries and Cina who later signed the Declaration on the Conduct (DOC ) of Parties in the South Cina Sea, while Taiwan , were not involved in the DOC. Indonesian initiative has been quite good and effective. ASEAN and Cina believed in resolving disputes in the LCS. However, the development of the situation of Cina's claim that crisscross Indonesia ZEEI make national interests in EEZ disturbed. The issue is how to resolve the dilemma between neutrality and national interests of Indonesia in the South Cina Sea after have been conducted almost 20 Years.

Keywords: neutrality, South Cina Sea, geopolitics.

Pendahuluan

Secara geopolitik Asia Pasifik merupakan kawasan yang strategis bagi Indonesia. Sejak

dahulu Indonesia berkepentingan agar kawasan ini tumbuh dinamis secara ekonomis

serta mendapat dukungan dari stabilitas politik dan keamanan yang kondusif bagi

pencapaian kepentingan nasional2. Salah satu isu penting yang secara dinamis tumbuh

bersama dengan kemajuan kawasan Asia-Pasifik adalah isu keamanan di Laut Cina Selatan

(LCS). Geopolitik Regional Asia pasifik telah bergeser ke Laut Cina Selatan.

Sesungguhnya, geopolitik merupakan pengembangan dari geografi politik.Negara

dipandang sebagai satu organisme hidup yang berevolusi secara spasial dalam

kerangka memenuhi kebutuhan masyarakat bangsanya atau tuntutan kebutuhan akan

ruang hidup atau Lebensraum3. Di tangan para pemikir Jerman pada saat itu, khususnya

Haushofer, geopolitik berkembang dengan pesat sebagai satu cabang ilmu pengetahuan

dengan kekuasaan (politik) dan ruang (raum) merupakan anasir sentralnya sehingga

Haushofer menamakan geopolitik sebagai satu science of the state yang mencakupi

bidang-bidang politik, geografi (ruang), ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, dan

hukum. Hal ini pertama kali diuraikan dalam bukunya yang terkenal Macht und Erde

(kekuasaan/power dan dunia). Kedekatan hubungan antara Haushofer dan Hitler sejak

awal diperkirakan merupakan penyebab dari menyusupnya pola gagasan dalam Macht und

Erde ke dalam buku "Meinkampf . Tidaklah mengherankan apabila pada akhir Perang

Dunia ke-2, geopolitik tidak lagi dikagumi karena dituduh sebagai biang keladi dari ekspansi

Jerman.

2Kemlu, Posisi Indonesia terhadap Kawasan Asia Pasifik , Juni , dalam

http://www.deplu.go.id/Pages/IFP.aspx?P=Bilateral&l=id

3

(3)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 107 Ruang merupakan inti dari geopolitik sebab menurut Haushofer dan

pengikutnya, ruang merupakan wadah dinamika politik dan militer. Dengan demikian,

sesungguhnya geopolitik merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengaitkan ruang

dengan kekuatan politik dan fisik, dengan kenyataan bahwa kekuatan politik selalu

menginginkan penguasaan ruang dalam arti ruang pengaruh, atau sebaliknya,

penguasaaan ruang secara de facto dan de jure sebagai legitimasi dari kekuasaan politik.

Penguasaan ruang atau ruang pengaruh demikian itu pada intinya (menurut geopolitik),

sesungguhnya, merupakan satu fenomena spasial dari ruang itu sendiri. Jika ruang

pengaruh diperluas, akan ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan; dan kerugian

akan menjadi lebih besar lagi apabila hal itu dicapai melalui perang.

Kondisi riil saat ini menunjukkan bahwa Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) menjadi

semakin penting, baik dari sisi letak geografis, ekonomi, politik, dan pertahanan

keamanan. Secara geografis LCS sangat strategis bagi jalur perdagangan atau Sea Lane of

Trade (SLOT) dan Jalur komunikasi internasional atau Sea Lane of Communication (SLOC)

yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik4. Para ahli geopolitik menyadari betul kepentingan akan ruang, kepentingan kebebasan bernavigasi. Secara

ekonomis, LCS mempunyai potensi sumber daya alam yang besar, terutama minyak bumi,

gas alam dan perikanan. Secara politis, LCS menjadi penting dalam konteks politik

domestik, yakni kepentingan kedaulatan (perbatasan masing-masing negara), dan

stabilitas politik regional negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Di

satu sisi berpotensi memunculkan konflik, tetapi sekaligus juga membuka peluang kerja

sama.Namun harus disadari bahwa dari segi politik, perairan LCS juga menjadi penting

bagi negara-negara besar lainnya, terutama Amerika Serikat, Rusia, Cina, India dan

Jepang.Dantentu kondisi ini memberikan tantangan tersendiri bagi negara-negara ASEAN.

Tantangan tersebut dapat berupa ancaman tradisional dan non tradisional, yakni

Transnasional Organized Crimes (TOC), radikalisme dan terorisme yang disponsori oleh

aktor negara dan bukan negara, pursue nuclear technologies proliferate weapons, support

illicit and criminal behaviors, drugs trafficking, trafficking in persons, dan piracy. Selain itu

krisis kemanusiaan (humanitarian crises) seperti pandemi kekeringan, bencana alam

4Makalah Panglima TNI pada pertemuan ASEAN Chief of Defence Force Informal Meeting.

(4)

108 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

tsunami, gempa bumi, letusan gunung berapi, typhoons dan cyclones, serta sengketa

batas teritorial, menjadi ancaman lain yang akan dihadapi oleh negara-negara ASEAN5,

dimana ketegangannya semakin meningkat.

Perkembangan penting lainnya adalah kebangkitan regionalisme, terutama pasca

penandatanganan piagam ASEAN (ASEAN Charter) serta pembentukan komunitas ASEAN

(ASEAN Community) yang berlaku pada tahun 2015. ASEAN sebagai salah satu organisasi

regional yang semakin relevan di kawasan maupun di dunia. Pada tahun 2011, Indonesia

sebagai Ketua ASEAN, Indonesia berkomitmen untuk terus melakukan upaya agar ASEAN

tetap menjadi kekuatan pendorong bagi anggota-anggotanya.

Hampir semua negara ASEAN, khususnya Brunei Darusalam, Indonesia, Kamboja,

Malaysia, Filipina, Vietnam, Singapura terletak di tepi LCS, yang secara geografis

berdekatan dengan Republik Rakyat Cina (RRC) dan Republik Cina (RC/terkenal dengan

nama Taiwan)6. Dari delapan negara anggota ASEAN di atas, beberapa di antaranya

terlibat dalam konflik di LCS dengan RRC, yaitu Brunei Darusalam, Kamboja, Malaysia,

Filipina, dan Vietnam. Banyak pembicaraan diplomatik telah dilakukan di antara kelima

negara ASEAN tersebut dengan RRC, termasuk kerja sama Angkatan Bersenjata

diberbagai level. Kerjasama tersebut untuk meredakan konflik perbatasan termasuk di

LCS. Karena kebijakan satu Cina, maka Cinalah yang kemudian menandatangani

Declaration on the Conduct (DOC) of Parties in the South Cina Sea, sedangkan Taiwan, tidak

dilibatkan dalam DOC. Prakarsa Indonesia selama ini cukup baik dan efektif dipercaya

ASEAN maupun Cina dalam penyelesaian sengketa di LCS. Namun demikian,

perkembangan situasi adanya klaim Cina yang merambah ZEEI menjadikan kepentingan

nasional Indonesia di ZEE terganggu. Pokok permasalahannya adalah bagaimana

mengatasi dilema antara netralitas dan kepentingan nasional Indonesia di laut Cina

Selatan (LCS). Inilah yang akan menjadi pokok bahasan dalam tulisan kali ini.

5Makalah Sespusjianstra TNI, South East Asia Maritime Security Challenges: Indonesian Perspective’, NADI

Vietnam, April 2010.

6Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, dalam

(5)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 109 Pembahasan

Sebagai salah satu negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memang tidak terlibat

secara langsung di dalam konflik LCS. LCS merupakan area of influence geopolitik

Indonesia. Hal ini juga tidak berarti bahwa Indonesia tidak berkepentingan terhadap

kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki kepentingan yang dipertaruhkan, pernyataan

RRC mengenai klaim teritorial dengan garis putus-putus terkenal dengan sebutan

"nine-dotted line yang menjangkau dan tumpang tindih dengan ZEE Indonesia di Laut Natuna,

akan menjadi persoalan yang serius pada masa mendatang dan harus diwaspadai. Dilihat

dari segi hukum internasional, peta LCS yang dibuat oleh Cina tersebutbertentangan

dengan ketentuan dalam UNCLOS 1982. Namun, Indonesia tidak membicarakan hal ini

secara publik, jangan sampai mencoreng citra netral Indonesia dalam sengketa. Disini Cina

memainkan geopolitik ruang hidup. Teori ini memberikan penjelasan tentang bagaimana

bangsa-bangsa di dunia mencoba tumbuh dan berkembang dalam upaya

mempertahankan kehidupannya. Sebagai organisme politik, Frederich Ratzel

merumuskan hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup dan langgeng serta

membenarkan (melegimitasikan) hukum ekspansi.

Selanjutnya pemerintah Cina pada bulan Maret 2010 juga menyatakan bahwa LCS

merupakan "China's core national interest" yang memiliki posisi penting yang sama dengan

Taiwan, Tibet, dan Yellow Sea7. Namun demikian, setelah diprotes Indonesia, Cina telah

mengeluarkan peta baru yang tidak memasukkan ZEEI ke dalam wilayahnya (teritorinya).

Kondisi di atas diperuncing pula oleh sikap Amerika Serikat (AS), yang pada saat

pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) bulan Juli 2010 lalu menyatakan bahwa AS

memiliki 3 (tiga) kepentingan nasional terkait dengan LCS, yaitu: "freedom of navigation,

respect for international law in the South China Sea, dan oppose to the use or threat of force

by any claimant". Bahkan, terkait dengan Declaration of Conduct of the Parties in the South

China Sea (DOC), AS juga memfasilitasi bagi proses penyelesaian secara menyeluruh atas

pembahasan DOC, yang mana hal ini ditentang dengan sangat keras oleh Cina.8 Jepang

sebagai negara industri besar pada milenium ketiga akan membutuhkan energi yang

7Kemlu, Pertemuan Kelompok AM (PKA), "Perkembangan di Laut Cina Selatan dan Dampaknya bagi

Stabilitas Politik dan Keamanan di Kawasan Asia Pasifik: Penguatan Posisi dan Strategi RI", 29 November 2010, dalam http://www.kemlu.go.id.

(6)

110 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

sangat banyak sehingga dengan demikian sangatlah mungkin negara ini akan

menggunakan kekuatannya untuk mengamankan jalur SLOC dan SLOT. Jepang

menganggap memiliki kewenangan untuk mengamankan kapal-kapalnya sampai 1000 NM

ke wilayah LCS yang berarti memasuki wilayah perairan Indonesia dan perbatasan

negara-negara ASEAN di Laut Natuna.

Misi Diplomatik

Hubungan luar negeri Indonesia dengan negara-negara lain telah dimulai sejak Indonesia

memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Dalam menjalin hubungan

tersebut Indonesia senantiasa mempromosikan bentuk kehidupan masyarakat yang

menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri

negara lain, penolakan penggunaan kekerasan serta konsultasi dan mengutamakan

konsensus dalam proses pengambilan keputusan9. Kerja sama internasional merupakan

pelaksanaan politik luar negeri, dilaksanakan antara negara-negara yang mempunyai

kepentingan yang sama sesuai tujuan nasional dan mengacu pada hukum internasional

sesuai Piagam PBB10. Berbagai forum, baik bilateral, regional maupun multilateral telah

dirancang oleh Indonesia bersama-sama dengan negara-negara sahabat, termasuk di

dalamnya misi diplomatik Indonesia dalam penyelesaian sengketa di LCS. Indonesia

senantiasa memandang penting kerja sama ASEAN dan kerja sama negara-negara LCS,

baik untuk mencapai kepentingan nasional, regional, maupun Internasional. Kerja sama

Indonesia mempunyai tujuan eksternal, yakni untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara

yang aman dan damai.

Diplomasi Indonesia di kawasan tersebut harus diarahkan untuk mencapai tujuan

tersebut. Secara internal Indonesia juga tidak dapat mengabaikan faktor kepentingan

nasional Indonesia, melalui cara pandang atau wawasan yang beorientasi nasional

(wawasan nasional), yang mengarahkan bagaimana mengatasi persoalan hubungan kerja

sama Angkatan bersenjata dan menciptakan stabilitas Negara-negara LCS, yang akhirnya

juga menguatkan ketahanan nasional Indonesia

(7)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 111 Indonesia memandang dirinya sebagai pihak yang netral dan mediator sengketa

potensial di Laut Cina Selatan11.Tetapi dengan kepentingan nasionalnya dan realitas

geopolitik yang sekarang berlangsung, pertanyaan yang muncul adalah apakah persepsi

ini masih dapat dipertahankan. Sebagai negara non klaiman (penuntut), Indonesia yakin

sangat cocok untuk memainkan peran mediator dalam perselisihan. Ini dimulai pada 1990 ketika Jakarta memprakarsai serangkaian lokakarya informal inisiatif keamanan (Security

initiative) mengorganisasikan penyelenggaraan International Workshop on Managing

Potential Conflict in the South Cina Sea , antara pihak yang berkepentingan dari LCS untuk

mendorong kerja sama pemanfaatan sumber daya dan meningkatkan saling percaya dan

pengertian, serta menurunkan potensi konflik, serta pembentukan Declaration of Code of

Conduct yang dibahas di forum ASEAN+China12. DOC dapat dipakai sebagai pedoman

dalam kerja sama Angkatan bersenjata negara negara di LCS.

Pada kenyataannya,negara-negara yang terlibat konflik semenjak

ditandatanganinya TAC maupun DOC, tidak menaatinya. Fakta Cina membangun

pangkalan kapal ikan, mengerahkan destroyer-nya ke LCS dan mengubah imbangan

kekuatan, sementara negara-negara lainnya memperkuat kekuatan militernya di daerah

konflik LCS, membangun pangkalan pangkalan. Memanasnya konfrontasi antara Cina dan

dua negara pengklaim di Laut Cina Selatan (LCS), Vietnam dan Filipina, beberapa waktu

lalu makin memprihatinkan, terutama setelah kapal patroli maritim sipil terbesar milik

Cina, Haixun 31, berlabuh di Singapura. Berbagai sikap agresif ditunjukkan Cina. Misalnya

perampasan, penyitaan ikan tangkapan dan perlengkapan milik nelayan Vietnam oleh

kapal milik Cina di dekat Kepulauan Paracel, serta insiden perusakan kapal survei dan

eksplorasi minyak perusahaan Vietnam, Binh Minh 2, pada pertengahan Juni 2011.

Sebelumnya juga ada penembakan kapal nelayan Filipina oleh kapal perang Cina pada

Februari–Mei 2011, intimidasi terhadap kapal eksplorasi minyak Filipina MV Veritas

Voyager, pembangunan pos-pos, serta penempatan pelampung di sekitar LCS13. Meski

Cina membantah tuduhan itu, agresivitas Cina sulit dibantah saat pemerintahnya akan

memperkuat armada perang angkatan lautnya. Diproyeksikan hingga 2015, Cina akan

11Supriyanto Atriandi Ristian, Indonesia’s South China Sea Dilemma: Between Neutrality and Self-Interest:,

RSIS, Juli 2012.

12RPJMN 2010-2014.

(8)

112 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

menggelar sedikitnya 350 kapal patroli maritim dan 16 pesawat tempur. Sementara hingga

2020 jumlah kapal perang yang akan dikerahkan meningkat menjadi 520 unit.14

Pembangunan pangkalan dan pengerahan kekuatan tersebut memicu perlombaan

senjata, ketegangan, dan destabilitas, yang bisa membahayakan keamanan negara-negara

LCS. Pembangunan militer dan Angkatan Laut, khususnya di kawasan Asia Pasifik juga

sangat signifikan. Singapura melengkapi armadanya dengan fregat multi misi kelas

Lafayette (Perancis) dan Victory Class (Inggris). Malaysia akan menambah fregat Meko

kelas Kedah hingga mencapai 20 buah dan kapal selam jenis Scorpene. Filipina

mendapatkan bantuan dana dari AS sebesar 11 miliar peso ($ 252 juta) untuk

meng-upgrade angkatan laut negara itu. AS memberikan Filipina $15 juta bantuan militer dalam

tahun fiskal 2011, menurut data resmi AS. Filipina telah mengerahkan angkatan laut

andalannya, yakni Humabon Rajah, ke wilayah perairan yang disengketakan, kata menteri

luar negeri. Humabon Rajah adalah salah satu kapal perang tertua di dunia yang dipakai

selama Perang Dunia II.15 Kerjasama angkatan bersenjata belum mampu membangun

CBM agar lebih optimal. Gagasan regionalisme dan security initiative sangat penting

dikembangkan agar kerja sama angkatan bersenjata negara negara LCS dapat berjalan

lebih baik, menuju aman dan damai.

Dari uraian di atas, secara geopolitik kenetralan Indonesia setelah dilaksanakan

lebih dari 20 tahun, kemungkinan semakin tidak bisa dipertahankan karena beberapa

alasan antara lain: Pertama, pandangan Indonesia dengan sikap hati hati atas

perkembangan kekuatan maritim Cina, didukung oleh kemampuan angkatan lautnya yang

modern, serta unit paramiliter lautnya. Jakarta sudah menanggung beban sikap agresif ini

saat kapal patroli yang diancam dengan senjata oleh kapal laut Cina pada Juni 2010 setelah

menangkap kapal pukat penangkap ikan ilegal milik Cinadi perairan Natuna.

Kedua, menjadi semakin sulit bagi Jakarta untuk mengerti, apalagi berempati, pada

sudut pandang Beijing berdasarkan yurisdiksi "sejarah" yang tidak didukung oleh Konvensi

PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Inilah sebabnya mengapa pada bulan Juli 2010, satu

bulan setelah insiden Natuna, Indonesia mengirim nota diplomatik untuk PBB, mengutuk

14Ibid, hlm 1.

(9)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 113 klaim Cina "tidak ada penjelasan mengenai dasar hukum" dan dengan demikian, "sama

saja dengan menciderai UNCLOS 1982".

Ketiga, Indonesia berbeda dengan Cina pada proses penyusunan Code of Condact

(CoC) pada LCS. Cina menuntut untuk terlibat dalam seluruh proses, sebaiknya ASEAN

harus telah pada persamaan persepsi terlebih dahulu sebelum melakukan negosiasi

dengan Beijing.

Keempat, tidak seperti Cina, Indonesia tidak menentang partisipasi dari kekuatan

eksternal, seperti Amerika Serikat, untuk membahas masalah tersebut di forum regional.

Jakarta memandang keterlibatan tersebut sebagaimana diperlukan untuk menjaga

"keseimbangan dinamis", yaitu untuk mencegah satu kekuatan (Cina) menjadi terlalu

dominan. Kelima, Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara non klaiman, namun

Jakarta diam-diam harus memperjuangkan kepentingan nasionalnya di Natuna, beberapa

di antaranya mungkin bertentangan dengan keinginan Cina.

Pertaruhan Kepentingan Nasional di LCS

Konsepsi strategi Indonesia yang mengatakan bahwa "pendudukan terhadap satu pulau

dapat dianggap sebagai pendudukan seluruh negara", merupakan satu bukti lagi bahwa

terdapat satu hubungan erat antara ruang dan kekuatan serta kepentingan. Kekuatan di

sini diartikan sebagai kekuatan penangkalan yang harus siaga dalam menghadapi

kemungkinan, sekecil apa pun, terjadinya pendudukan atas satu bagian kecil dari negara ini.

Keteguhan dan kesungguhan setiap negara atau bangsa mempertaruhkan setiap jengkal

ruang yang berada di dalam wilayah kedaulatannya merupakan satu bukti juga adanya

kaitan antara ruang dan sifat negara sebagai organisme hidup. Dalam hal ini,

berkurangnya ruang negara, oleh sebab apa pun, memberi dampak psikologis pada

penduduk akan berkurangnya ruang "bernapas". Tidaklah mengherankan apabila

negara-negara kecil seperti Singapura atau Israel tidak dapat menoleransi berkurangnya ruang

negara dan akan selalu bereaksi sangat keras terhadap ancaman dari luar yang

berpotensi mampu mengurangi ruang negara mereka. Untuk hal seperti itu,

negara-negara semacam itu selalu mempersiapkan kekuatan militer yang tangguh dan mampu

(10)

114 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

ruang negara atau berkurangnya ruang negara oleh berbagai jenis sebab selalu

dikaitkan dengan kehormatan dan kedaulatan negara dan bangsa. Oleh karena itu, tidaklah

mengherankan bahwa tiap negara mempertahankan kehormatan dan kedaulatannya

dengan gigih dan konsisten. Bahkan, negara sebesar RRC harus berjuang mati-matian

mempertahankan "haknya" atas pulau-pulau karang kecil yang walaupun tenggelam pada

saat air pasang, di kawasan Laut Cina Selatan, sehingga bila disimak benar-benar konflik

teritorial di Laut Cina Selatan sesungguhnya merupakan satu taruhan kehormatan dari

negara-negara yang bertikai, dan ini memang amat sulit dicari titik temunya.

Untuk mewujudkan kepentingan nasional diperlukan kekuatan, yang pada

gilirannya kekuatan itu memerlukan ruang gerak, baik berupa ruang geografis maupun

ruang politis dan peningkatan kegiatan perekonomian. Maka, para pelaku pasar harus

diberi ruang gerak yang cukup agar lebih kompetitif dan produktif. Ruang gerak yang

cukup, artinya adalah demokratisasi agar kegiatan ekonomi dapat berkembang bebas di

seluruh ruang negara. Kepentingan adanya demokratisasi ekonomi (tidak sekadar

liberalisasi saja) memerlukan dukungan demokratisasi politik agar tidak terjadi stagnasi.

Dahulu, ketika Uni Soviet mengadakan demokratisasi politik secara luas, yang tidak

disertai dengan hal yang sama di bidang ekonomi, negara tersebut berantakan. Hal

yang sama juga terjadi pada Rusia sekarang. Lain halnya dengan RRC, yang demokratisasi

ekonominya jauh meninggalkan demokratisasi politik. Maka, ternyata itu mengakibatkan

terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki, antara lain peristiwa Tiananmen. Pelajaran yang

dapat ditarik adalah bahwa perluasan ruang gerak harus dilaksanakan secaraserentak pada

semua bidang agar mereka dapat saling-menunjang. Padasaat ini telah muncul dua gejala

makro jika dipandang dari segi strategi, yaitu bahwa dimensi ekonomi dari kekuatan telah

semakin mengemuka dan adanya pergeseran gravitasi kepentingan ke arah maritim.

Kedua-duanyamemiliki implikasi yang amat penting terhadap geopolitik, terutama bagi

negara-negara maritim seperti Indonesia. Semakin mengemukanya dimensi

ekonomi (geoekonomi) dari kekuatan menyebabkan, antara lain:

1) faktor ekonomi telah dijadikannya sebagai "senjata" untukmemaksakan kehendak;

2) munculnya Lembaga Keuangan Internasional sebagai kekuatanpolitik global;

(11)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 115 kekuatan (power position).

Pada pihak lain, dengan adanya perdagangan yang mendunia, setiap pasar

domestik terkait satu dengan yang lain. Maka, soal akses menjadi penting, baik akses

terhadap pasar maupun akses terhadap sumber-sumber masukan bagi industri. Sebagai

konsekuensinya, jalur-jalur pelayaran internasional (sea lanes of communication/SLOC)

menjadi amat vital strategis.Oleh karena itulah, kepentingan bergeser ke arah maritim;

siapa pun yangmenguasai SLOC akan dapat menentukan pasar, atau sebaliknya, gangguan

keamanan terhadap SLOC akan mempengaruhi keadaan pasar. Tidaklah mengherankan

apabila freedom of navigation dan keamanan sepanjang SLOC terjamin sehingga komoditi

perdagangan mengalir secara lancar telahmenjadi pusat gravitasi kepentingan dunia saat

ini. Dapatlah dimengerti bahwa jika dipandang dari sisi ini, Indonesia adalah amat

rawankarena semua SLOC vital antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik melewati

perairan Indonesia. Tiap perkembangan politik dan keamanan di Indonesia serta merta

menjadi perhatian negara-negara besar hanya karena SLOC itu. Bahkan, setiap pergantian

pemerintah atau pemilihan presiden.Hal inimengundang berbagai bentuk intervensi.

Indonesia mempunyai kepentingan yang besar terhadap penyelesaian sengketa di

LCS. Pertama, ada kekhawatiran bahwa konsep Nine Dotted Lines Cina melanggar atau paling tidak bersinggungan dengan ZEE Indonesia. Akan tetapi konsep Nine Dotted

Lines sesungguhnya belum jelas benar, baik batas-batasnya maupun apa sesungguhnya

klaim Cina dengan konsep tersebut. Apakah merupakan klaim wilayah ataukah hanya

menandai wilayah kepentingan Cina.

Kedua, Walaupun konflik bersenjata sedapat mungkin akan dihindari oleh Negara

yang bertikai, apabila pertikaian tidak diselesaikan dan ketegangan berlarut, dapat saja

terjadi konflik bersenjata sehingga akan sangat mengganggu perekonomian Indonesia,

mengingat Asia Timur terutama Cina adalah tujuan ekspor Indonesia yang terbesardan

perdagangan tersebut melalui laut Cina Selatan.

Kepentingan Indonesia di LCS dalam arti sempit adalah keamanan dan

keselamatan pelayaran, kebebasan bernavigasi di LCS sebagai media perhubungan utama

bagi ekspor dan impor Indonesia ke dan dari Asia Timur terutama Cina, Jepang, Korea

(12)

116 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

Kepentingan Indonesia yang lebih luas adalah terpeliharanya stabilitas dan

ketahanan regional sebagai kondisi yang mendukung terciptanya stabilitas dan ketahanan

nasional. Dengan demikian, walaupun sengketa di LCS bukan merupakan ancaman

langsung bagi Indonesia, namun Indonesia memiliki kepentingan yang cukup besar.

Strategi Keamanan Nasional dan Pertahanan Nasional

Kepentingan Nasional Indonesia dijabarkan dari tujuan nasional, identifikasi dari

kepentingan nasional akan mengarah pada suatu formulasi kebijakan keamanan nasional

yang kemudian dijabarkan menjadi strategi keamanan nasional yang di dalamnya terdapat

3 komponen utama yaitu strategi ekonomi, hubungan luar negeri atau strategi diplomasi

dan strategi militer. Sayangnya, strategi keamanan nasional Indonesia belum ditetapkan

dengan jelas, sehingga strategi militer Indonesia sebagai bagian dari kepentingan

nasional Indonesia secara keseluruhan menjadi seperti tidak memiliki arah yang tepat.

Indonesia harus selalu memelihara situasi lingkungan strategis dan keamanan regional

yang positif, dan meningkatkan ketahanan regional yang kuat melalui kerja sama bilateral,

multilateral dan internasional.

Gambar 1. Peta Laut Cina Selatan

Meskipun Perjanjian Kemitraan Strategis bilateral telah dibuat antara Indonesia

(13)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 117 menjadi pusat keprihatinan adalah kepentingan Cina di Laut Natuna, yang memiliki salah

satu bidang terbesar di dunia gas yaitu Natuna Blok Timur, juga dikenal sebagai Blok

D-Alpha, berisi 46 triliun kaki kubik (TCF) gas alam. Walaupun Beijing telah secara resmi

meyakinkan Jakarta, sehubungan dengan "Pendekatan Sejarah" klaim tumpang tindih

wilayah tersebut, namun Indonesia tampaknya bertekad untuk menunjukkan kepemilikan

yang sah atasnya. Pada bulan Desember 2010, perusahaan minyak nasional, Pertamina,

bermitra dengan Exxon Mobil, Total, dan Petronas Malaysia, untuk mengeksplorasi Blok

Natuna Timur dengan produksi pertama diperkirakan mulai dengan 2021. Namun dengan

tuntutan domestik, keamanan energi Indonesia juga bergantung pada wilayah di luar ZEE

nya. Misalnya, pada Januari 2002, Pertamina setuju dengan Petro Vietnam dan Petronas

untuk bersama-sama mengeksplorasi Blok 10 dan 11 di Nam Con Sonbasin, bagian yang

terletak dalam klaim Cina. Pada bulan Maret 2001, juga berjanji untuk mengeksplorasi Blok

17 dan blok lepas pantai lain di dekat Vietnam. Hal ini akan sulit bekerja sama secara

baik-baik dengan perusahaan minyak Beijing, CNOOC, yang baru mendapat tender daerah gas

untuk pembangunan bersama berdasarkan klaim yurisdiksi Cina.

Selain energi, Jakarta juga memiliki saham di keamanan jalur komunikasi laut

(SLOC), dimana sebagian besar perdagangan transit lewat LCS. Sebagai contoh, empat

terbesar perekonomian Asia Timur Laut (Jepang, Korea Selatan, Cina dan Taiwan) secara

kolektif mencapai sekitar 34% dan 45% dari ekspor non-minyak dan gas Indonesia dan

impor masing-masing. Selanjutnya, Laut Natuna adalah fishing ground kaya yang sangat

memberikan kontribusi bagi perekonomian lokal. Singkatnya seperti diuraikan dalam

pendahuluan, Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) menjadi semakin penting, bagi pencapaian

kepentingan nasional Indonesia di Laut Cina Selatan baik dari sisi letak geografis, ekonomi,

politik, dan pertahanan keamanan.

Kesimpulan

Konsep kekuatan Sir Walter Raleigh menganjurkan untuk penguasaan Samudra dan

mendirikan koloni di seluruh dunia untuk menguasai dunia. Alfred Thayer Mahan

menganjurkan penguasaan jalur laut (SLOC) di seluruh dunia, William Michell

(14)

118 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

menganjurkan pentingnya persenjataan antarbenua. Paham bangsa Indonesia tentang

perang adalah bahwa perang hanya digunakan untuk mempertahankan kemerdekaan dan

kedaulatan negara sehingga Indonesia tidak mengembangkan teori klasik. Namun, bila

memilih cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, dan bangsa Indonesia

mengembangkan Wawasan Nusantara demi kejayaan negara dan bangsa.

Meskipun Indonesia memiliki kepentingan nasional yang berbeda, Jakarta sangat

menyadari bahwa akan lebih banyak kehilangan jika putus hubungan dengan Beijing. Dari

sisi geoekonomi, diketahui Cina telah berjanji memberikan kredit investasi senilai US $19

miliar dan US $9 miliar pinjaman untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dalam

pertahanan, Cina dan Indonesia telah menjalin kerja sama, antara lain, pada

pengembangan bersama rudal angkatan laut dan produksinya. Baru-baru ini, Beijing

menawarkan untuk membangun sistem pengawasan pesisir di Indonesia senilai US $158

juta untuk melengkapi sistem yang telah disediakan oleh AS, yang nilainya hanya US $57

juta.

Selain itu, kedua negara sepakat untuk mendirikan Indonesia-China Centre for Ocean

and Climate (ICCOC)untuk penelitian oseanografi dan cuaca, dengan Kepulauan Natuna

sebagai salah satu lokasi tersebut. Kerja sama ini, bagaimanapun, tidak eksklusif. Jakarta

menganggap kepentingannya akan lebih baik jika Indonesia memilih menjalankan politik

bebas aktif, mempertahankan kemerdekaan strategis dengan membangun strategi

kemitraan dengan kekuatan ganda. Meskipun demikian, realitas geopolitik segera

mungkin Jakarta untuk kembali menyelaraskannya, terutama jika situasi di LCS

memburuk. Ini dapat menimbulkan pilihan sulit untuk elit Jakarta untuk ikut-ikutan baik

dengan Cina yang agresif, atau menyeimbangkannya dengan kekuatan lain. Yang pertama

akan melihat Indonesia lebih jauh dalam menengahi perselisihan, tetapi dengan trade-off

mungkin dengan Cina menyangkal klaim historisnya atas perairan Natuna, selain

menerima bantuan lebih lanjut secara bilateral. Yang terakhir akan melihat pengetatan

kemitraannya Indonesia dengan Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan

bahkan menyambut kehadiran India di daerah ini, sedangkan pada saat yang sama,

menguatkan dirinya untuk menghadapi Cina.

Jakarta juga bisa menjadi lebih berani untuk melakukan advokasi untuk persatuan

(15)

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 119 juga harus memahami bahwa pertahanan terbaik mengandalkan kemampuan diri sendiri,

yaitu melalui modernisasi lanjutan dari Angkatan Laut dan Udaranya untuk meningkatkan

kehadirannya dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di Natuna dan perairan

sekitarnya .

Oleh karena itu dapat direkomendasikan bahwa di samping tetap menjaga

kenetralan Indonesia di LCS, Indonesia tetap harus menjaga kepentingan nasionalnya

dengan membangun kemitraan strategis dan memberdayakan industri pertahanan

strategis guna memperoleh kemampuan yang mandiri dalam menjaga kedaulatannya.

Untuk ini dibutuhkan komitmen yang tinggi dari para pemimpin nasional, negarawan,

kontemporer dan visioner.

Secara rasional dalam kondisi damai, membangun kemitraan strategis

perdagangan dengan Cina, sedang dalam hal persenjataan Amerika. Atau dengan bahasa

yang sederhana untuk berdagang lebih dekat Cina untuk persenjataan lebih dekat

Amerika. Indonesia seyogyanya tetap lebih memilih cinta damai dan cinta kemerdekaan

(16)

120 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3 Daftar Pustaka

Jurnal

Ristian, Supriyanto Atriandi. . Indonesia’s South China Sea Dilemma: Between Neutrality and

Self-Interest. RSIS. Juli 2012.

Makalah

Makalah Panglima TNI pada pertemuan ASEAN Chief of Defence Force Informal Meeting

(ACDFIM), The Role of Indonesian Defence Force (TNI) in Synergizing The Roles of ASEAN Militaries in Response to Current Security Challenges at South Cina Sea ,Jakarta, 21 April 2011.

Makalah Sespusjianstra TNI, South East Asia Maritime Security Challenges: Indonesian

Perspective’, NADI Vietnam, April .

Modul Geopolitik, Lemhannas 2013.

Website

Arrahmah, http://arrahmah.com/read/2011.

Dirkersin Kemhan, Kerja sama pertahanan , Mei 2011.

Kemlu, Posisi Indonesia terhadap Kawasan Asia Pasifik , Juni , dalam

http://www.deplu.go.id/Pages/IFP.aspx?P=Bilateral&l=id

Kemlu, Pertemuan Kelompok AM (PKA), "Perkembangan di Laut Cina Selatan dan Dampaknya bagi Stabilitas Politik dan Keamanan di Kawasan Asia Pasifik: Penguatan Posisi dan Strategi RI", 29 November 2010, dalam http://www.kemlu.go.id.

Kerja sama bilateral , dalam http://www.deplu.go.id, Juni 2011. Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Perhimpunan_Bangsa-bangsa_Asia_Tenggara, Seputar Indonesia, http://www.seputar-indonesia.com, diakses 2011.

Gambar

Gambar 1. Peta Laut Cina Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh data dan informasi yang tercantum dalam dokumen ini sesuai dengan LHKPN yang diisi dan dikirimkan sendiri oleh Penyelenggara Negara melalui elhkpn.kpk.go.id , serta

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, disarankan untuk lebih memprioritaskan provinsi-provinsi yang memiliki nilai IRM relatif rendah, yaitu dengan cara meningkatkan

Penyediaan fasilitas penyimpanan barang-barang pribadi bagi karyawan dan peserta didik sangat diperlukan. Loker harus berada jauh dari area dapur untuk

Susanto (2013: 186) menyatakan “pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa

Untuk kolom- kolom yang menggunakan format “tab_name,col_name” di dalam SQL statement- nya, sebaiknya berikan kolom alias pada SQL statement tersebut sehingga nama

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 3 Tahun 2010 tentang Sistem Kesehatan di Kota Tasikmalaya, perlu

Pada akhir program, peneliti wajib menyerahkan laporan akhir penelitian, laporan keuangan, dan luaran sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian seperti yang

Pada hari kedua, pasien diminta untuk melakukan lagi latihan relaksasi napas yang telah diajarkan pada hari pertama, sebelum intervensi didapatkan skor fatigue 53, TD : 150/90 mmhg, N