• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu Pengetahuan dan Agama docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ilmu Pengetahuan dan Agama docx"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA

1 Oleh: Aris Primasatya Zebua

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi zaman ini begitu pesat. Sehingga kita tidak bisa membedakan lagi mana yang benar dan yang salah, mana yang layak dan tidak layak dilakukan. Agama yang dipandang sebagai landasan moralpun telah mengalami rasionalisasi. Beberapa ilmuwan bahkan terus berusaha untuk membuktikan bahwa keberadaan Tuhan hanyalah sebuah imajinasi atau ciptaan manusia. Para ilmuwan ini memegang kendali yang memperkuat ilmu pengetahuan dengan cara mengubah struktur kepercayaan kepada Tuhan melalui serangan “ilmiah” terhadap agama.

Selama berabad-abad dikumandangkan peringatan bahwa jika, memang, manusia merupakan ukuran segala sesuatu, seseorang harus menentukan “sosok manusia yang mana”. Menjadi ‘manusia sempurna’ adalah impian manusia. Sempurna dalam arti mengalami kebahagiaan dalam hidup. Usaha manusiapun terus berlanjut dengan mencari ‘kebahagiaan’ tersebut lewat ilmu pengetahuan. Dalam usaha tersebut, manusia menemukan teknologi, yang semakin canggih, yang memudahkan segala pekerjaan manusia. Tidak hanya itu, lewat teknologi manusia mampu menguasai alam semesta. Terbukti dengan penemuan-penemuan dalam bidang astronomi, biologi, kimia, dan bidang sosial seperti psikologi.

(2)

semesta ini diciptakan oleh Tuhan (atau bahkan dewa-dewi). Bahkan seorang filsuf nihilisme, Nietsche, mengatakan bahwa ajaran Kristen telah melumpuhkan potensi umat manusia. Sesungguhnya, Nietsche menggolongkan pesan ajaran Kristen sebagai nadir, titik paling rendah, kemajuan umat manusia karena pesan tersebut konsep seperti moralitas, pertobatan, dan kerendahan diri (Ravi Zacharias, 1999). Analisisnya menyimpulkan bahwa keyakinan Kristen melemahkan pikiran dan merapuhkan kebesaran yang berada dalam benak seseorang.

Selain Nietzsche, masih ada pemikir-pemikir lain, seperti Jean-Paul Sartre, Ludwig Feurbach, ilmuwan – Richard Dawkins, fisikawan – Stephen Hawking, yang menolak keberadaan Tuhan. Karena itu, mereka juga menolak keberadaan agama karena agama mengajarkan tentang keberadaan seorang Pencipta, yaitu Tuhan, yang menciptakan alam semesta, temasuk manusia.

Benarkah bahwa ilmu (pengetahuan) tidak sejalan dengan agama? Jika ada sejalan, apa peranan agama terhadap ilmu pengetahuan dan sebaliknya?

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas kita bisa mengidentifikasikan masalah yaitu tentang hubungan ilmu pengetahuan, teknologi, dan agama, serta masa depan manusia.

1.3. Rumusan Masalah

(3)

3. Bagaimana hubungan agama, ilmu, teknologi terhadap masa depan manusia?

2. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan

Manusia adalah bagian dari alam. Oleh sebab itu ia hidup di dalam lingkungan alam. Selain itu, manusia juga hidup di antara sesamanya. Berarti, manusia adalah makhluk social. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya (baik lingkungan social maupun lingkungan alam) melahirkan pengalaman. Dalam kehidupannya, manusia banyak mendapat pengalaman. Dari pengalaman itu didapatkan sejumlah pengetahuan yang memiliki sifat keajegan tertentu tanpa kemampuan untuk menjelaskan sebab-sebabnya secara terinci dan rasional. Dari penjelasan tersebut, maka pengertian dari pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. (Surajiyo, 2014)

Dalam sejarah perkembangannya, pengetahuan manusia semakin bertambah. Manusia terus berusaha memahami dan menjelaskan lingkungan sekitarnya. Dalam usaha itu terdapat dua sarana, yaitu penjelasan gaib dan pengetahuan ilmiah. Penjelasan gaib tidak mungkin dapat diuji kebenarannya karena berada di luar pemahaman manusia, walaupun masih ada manusia yang memercayainya. Sedangkan pengetahuan ilmiah bisa diuji dan dibuktikan kebenarannya melalui pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris.

(4)

tertentu sebagai pembeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang belum teruji. Jadi, ilmu (pengetahuan) adalah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya lewat metodologi penelitian.

2.2. Pengertian Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan membawa perubahan pada peradaban manusia. Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia dalam mengkaji berbagai hal di sekitarnya membutuhkan cara kerja yang disebut metode. Cara kerja membutuhkan alat kerja. Alat kerja inilah yang disebut teknologi.

Teknologi merupakan penerapan ilmu. Pada satu sisi, ilmu menyediakan pendukung penting bagi kemajuan teknologi yakni berupa teori-teori. Pada sisi lain teknologi sangat membantu pengembangan cakrawala keilmuan.

Ini berarti ilmu mendukung perkembangan teknologi dan teknologi mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, teknologi bisa diartikan sebagai wujud dari ilmu pengetahuan.

2.3. Pengertian Agama

(5)

Menurut Darsono (2011), agama adalah pengetahuan dari wahyu yang disajikan dalam Kitab Suci. Wahyu tersebut merupakan pengetahuan yang diperoleh oleh manusia dari Tuhan atau nabi sebagai pengantara. Bedanya pengetahuan ilmiah dengan wahyu adalah bahwa wahyu diterima oleh manusia sebagai kebenaran berdasarkan imannya kepada Tuhan dan bukan berdasarkan metodologi ilmiah. Nabi dianggap sebagai utusan Tuhan yang dipercayai membawa pengetahuan (wahyu).

Apakah hakikat agama? Agama adalah suatu keyakinan akan adanya suatu kenyataan trans-empiris, yang begitu mempengaruhi dan menentukan, sekaligus juga membentuk dan menjadi dasar tingkah laku manusia. (Jan Hendrik Rapar, 1995)

Agama menunjukkan hubungan manusia dengan sumber keberadaannya atau dengan penciptanya. Hal ini menunjukkan kesadaran manusia akan keberadaan Tuhan. Padangan manusia terhadap keberadaan Tuhan bisa berbeda-beda. Ada yang menganggap Tuhan sebagai objek tak terbatas–sehingga tidak dapat diketahui, suatu keberadaan yang mutlak, atau sebagai sosok yang memiliki Pribadi. Terlepas dari pandangan-pandangan tersebut, agama menunjukkan kesadaran akan keterbatasan manusia.

(6)

masing-masing manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama merupakan suatu misteri yang tidak dapat terpecahkan oleh akal budi (rasio) manusia.

2.4. Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Agama

Penerapan ilmu pengetahuan dalam dunia modern telah menghasilkan banyak teknologi yang membuat kehidupan manusia lebih sehat, lebih nyaman, dan lebih aman. Sementara itu ilmu pengetahuan juga merupakan salah satu jalan untuk mencari kebenaran, yaitu kebenaran objektif. Walaupun begitu, ilmu pengetahuan cenderung menjadi otonom sehingga karenanya ia lebih sering dipandang sebagai satu-satunya jalan menuju kebenaran.

Sebagai akibatnya kita sering menghadapi perbenturan antara ilmu pengetahuan dan agama di bidang teologi. Persoalannya, ilmu pengetahuan sebenarnya hanya berbicara tentang realitas objektif tentang alam dan manusia. Padahal sesungguhnya agama berbicara tentang manusia seutuhnya, yaitu tubuh dan ruh, dan alam seluasnya, yaitu alam nyata dan alam gaib, serta kenyataam seluruhnya, yaitu alam beserta tuhan yang mencipta. Jadi sebenarnya terdapat perpotongan antara keduanya, yaitu pada masalah alam dan manusia. Tak ada pertentangan antara keduanya.

(7)

Hal ini terjadi jika kita hanya melihat di tataran pemukaan. Padahal seharusnya kita melihat bahwa sebenrnya teologi hanyalah merupakan konstruksi intelektual manusia yang mencoba memahami pesan-pesan religius para nabi. Dengan demikian kita harus berani menghadapkan teologi dengan ilmu pengetahuan dan membuat keduanya berkembang secara dialektis dan komplementer untuk memecahkan permasalahan umat manusia yang ditimbulkan oleh penerapan ilmu pengetahuan yang maju itu.

Ian barbour misalnya adalah seorang pemikir yang sangat sadar akan hal itu. Oleh karena itu dia selalu memetakan hubungan ilmu pengetahuan dan agama. Menurutnya antara ilmu pengetahuan dan agama terdapat empat bagian varian hubungan: konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Dalam hubungan konflik, ilmu pengetahuan menegasikan eksistensi agama dan agama menegasikan ilmu pengetahuan. Masing-masing hanya mengakui keabsahan eksistensi dirinya.

Sementara itu dalam hubungan independensi, masing-masing mengakui keabsahan eksistensi yang lain dan menyatakan bahwa di antara ilmu pengetahuan dan agama tak ada irisan satu sama lainnya. Sedangkan dalam hubungan dialog, diakui bahwa antara ilmu pengetahuan dan agama terdapat kesamaan yang dapat didialogkan antara para ilmuwan dan agamawan, bahkan bisa saling mendukung.

(8)

teologis tentang alam justru harus dirubah, disesuaikan dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang mutakhir tentang alam.

Barbour sendiri nyatanya merasa bahwa varian kedua ini yaitu teologi alam, sebagai yang paling benar dan karena itu dia menganutnya dengan setia. Oleh karena itu Barbour mengamati dengan cermat rekonstruksi konsepsi teologis yang sedang terjadi di kalangan pemikir-pemikir agama. Dia memerhatikan bagaimana para teologi itu mencoba itu membuat sintesis teologis baru yang menurut mereka lebih baik dari pada teologi tradisional. Namun, pengamatannya itu dibatasi pada teologi kristen.

3. ANALISIS

3.1. Agama dan Ilmu Pengetahuan

Agama dan ilmu (pengetahuan) dalam berberapa hal berbeda, namun pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), cenderung eksklusif, dan subjektif. Sementara ilmu (pengetahuan) selalu mencari yang baru, tidak terlalu terikat dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan objekif.

(9)

itu, manusia harus bersabar tentang percobaan tersebut dan mencari hikmah yang terkandung di balik setiap bencana.

Karakteristik agama dan ilmu tidak selalu harus dilihat dalam konteks yang berseberangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduannya bersinergi dalam membantu kehidupan manusia yang lebih layak. Contohnya ilmu dan teknologi mampu mengantarkan manusia hidup dalam tataran yang global, yang juga sering disebut dengan era informasi, tetapi kehidupan yang global itu pula yang menyengsarakan sebagian besar penduduk di bumi ini.

3.2. Teknologi

Di sisi lain, manusia semakin tergantung pada teknologi, seperti teknologi informasi, sehingga tidak mampu lagi membedakan antara yang benar–benar nyata dan hasil rekayasa, termasuk rekayasa informasi. Katakanlah informasi yang cepat tentang tsunami di Aceh, begitu cepat menyebar ke seluruh dunia, sehingga dengan spontan terjadi solidaritas global. Solidaritas global ini sebenarnya buah dari rekayasa informasi yang begitu dahsyat. Sebab, dalam waktu yang bersamaan, semua televisi menayangkan kejadian yang amat mengerikan dan menyentuh rasa kemanusiaan. Padahal, wilayah Aceh yang tidak kena musibah ada jauh lebih menderita daripada yang berada di wilayah tsunami. Persoalannya, mereka tidak diinput oleh media informasi, sehingga tidak ada solidaritas untuk membantu penderitaan mereka. Inilah contoh betapa dahsyatnya kekuatan sebuah rekayasa informasi.

(10)

akhirnya dapat memenjara ilmu dan teknologi itu dalam satu kerangkeng tertentu. Contohnya, televisi adalah bentuk dari kerangkeng teknologi informasi karena ketika informasi masuk dalam kotak yang bernama televisi, maka pada waktu itu teknologi informasi menjadi budak bagi kepentingan kotak tersebut.

Jika teknologi dijadikan tujuan dan cita-cita, maka pada gilirannya peradaban teknologi akhirnya berubah menjadi kekuasaan yang membelenggu manusia sendiri. Nicolas Berdyev dalam bukunya The Destiny of Man berucap:

Technical progress testifies not only to man’s strength and power over nature; it not only liberales men but also weakens and enslaves

him; it mechanizes human life and give man the image and

semblance of machine.

“Kemajuan teknik tidak saja membuktikan kekuatan serta daya manusia untuk menguasai alam, kemudian teknik itu tidak saja membebaskan manusia, tetapi juga memperlemah serta memperbudaknya, kemajuan itu memekanisasikan manusia dan menimbulkan gambaran serta persamaan manusia dengan mesin.”

(11)

3.3. Agama, Ilmu Pengetahuan, dan Masa Depan Manusia

Sebagaimana ilmu dan teknologi, agama mendapat tantangan dari rasionalitas manusia yang telah membuktikan diri mampu mengubah penampilan dunia fisik. Perwujudan dari kearifan religius yang unspeakable dikalahkan oleh rasionalitas yang senantiasa melihat persoalan secara teknis sebatas alam fisik. Pada tingkat praktis, “agama kuno” memiliki apresiasi terhadap kehidupan yang lebih dan ini mengacu kepada jiwa yang lebih ksatria dan mulia; sedangkan “agama modern" mewakili sikap egoistis manusia terhadap lingkungannya, jika bukan memamerkan cara mengesahkan keserakahan, sekadar untuk tidak dianggap kuno.

Semangat yang berlebihan dalam beragama justru akan merugikan dan merusak makna agama itu sendiri. Di satu pihak, penerapan rasionalitas dalam agama yang dilakukan oleh mereka yang ingin memodernisasi agama agar sesuai dengan kemajuan zaman, atau berpretensi untuk membersihkan agama dari berbagai bid’ah akan memiskinkan agama sekadar pelayan materialisme, karena rasionalitas hanya dapat bekerja pada wilayah logis yang speakable dan bukan wilayah reflektif dari pengetahuan manusia di mana wilayah rasionalitas harus bekerja dua kali dan dengan demikian mengingkari dirinya. Di pihak lain, religiusitas tidak dapat direalisasi secara paksa karena hanya akan memuaskan perasaan manusia belaka. Visualisasi yang bagaimanapun tentang Tuhan hanya menghasilkan patung Tuhan.

(12)

perkembangan dunia itu sendiri, dan dengan cara demikian juga mempengaruhi jalannya sejarah. Persepsi-persepsi itu menentukan pula cara manusia menundukkan dirinya di dunia ini. Sebaliknya sejarah juga memaksakan perubahan dan penyesuaian terus-menerus pola-pola persepsi itu tadi, terutama pada masyarakat yang sedang berubah dengan pesat.

Manusia merupakan makhluk yang “future-oriented”, tindakan dan pertimbangan pada saat ini penting untuk memprediksi persoalan-persoalan masa depan. Bahkan sejarah penuh dengan contoh-contoh, baik tentang kekejaman manusia maupun tentang pengorbanannya yang telah dilakukannya dengan maksud untuk menjamin terjadinya suatu hari depan yang lebih baik. Dalam setiap agama ada pengorbanan yang jauh lebih mulia jika dilakukan demi mencapai masa depan yang lebih baik. Mati syahid dalam Islam adalah bentuk dari suatu kematian yang diharapkan karena seseorang yang mati syahid akan langsung masuk surga tanpa melalui hisab. Dalam beberapa sekte agama Kristen ekstrem kematian yang dipercepat mampu mengantarkan seseorang langsung menuju surga.

(13)

berangkat ke alam sana tidak akan takut menghadapi mati. Ibarat prajurit yang akan pergi perang, semua persiapan sudah lengkap sehingga dia amat pecaya diri menghadapi musuh.

Dalam kerangka itu, agama dan ilmu memiliki kesamaan, yakni sama-sama mendesain masa depan manusia. Desain agama lebih jauh dan abstrak, sedangkan ilmu dan teknologi lebih pendek dan konkret. Desain agama untuk memberikan ketenangan hidup setelah hidup, sedangkan desain ilmu dan teknologi untuk hidup masa depan di dunia ini. Penemuan uap dan listrik adalah bagian dari persiapan untuk anak cucu James Watt dan Thomas Alfa Edison. Mereka sendiri tidak lama menikmati hasil karyanya, kalaupun dinikmati tidak maksimal dan tidak sama dengan apa yang kita nikmati sekarang.

Dalam pandangan agama, ilmu, dan teknologi bukan merupakan aspek kehidupan umat manusia yang tertinggi. Tidak juga merupakan puncak kebudayaan dan peradaban umat manusia di dalam evolusinya mencapai kesempurnaan hidup (perfection of existence). Banyak kaum rasionalis yang materialistis menganggap bahwa abad modern, abad ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang adalah puncak dari peradaban dan kebudayaan manusia. Karena dengan akalnya yang tajam manusia modern dapat menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mengagumkan, dan menganggap manusia zaman dahulu adalah lebih rendah peradaban dan kebudayaannya karena terlalu diliputi oleh kehidupan yang tidak rasional, takhayul, dan terbelenggu oleh kepercayaan agama yang dogmatis.

(14)

masing-masing untuk membuktikan kebenarannya dan menghayati hakikatnya. Ilmu pengetahuan hingga kini dianggap sebagai pengawal kemajuan umat manusia yang akhir-akhir ini secara umum banyak diserang sebagai pembawa berbagai macam ketimpangan dan pencemaranfisik, biologi, sosial, dan budaya.

Dalam memanfaatkan ilmu dan teknologi untuk pembangunan dan demi menjaga keseimbangan antara teknologi, pembangunan, dan lingkungan, maka kita tidak boleh dihinggapi penyakit rabun dekat dan mengikuti naluri untuk hanya memikirkan hasil-hasil jangka pendek. Keuntungan semu jangka pendek tidak mustahil dapat menjadi bumerang yang mengakibatkan kerugian dalam jangka panjang. Maka, asas keseimbangan harus diterapkan karena memang dalam gejolak dan derap pembangunan senantiasa kita dihadapkan kepada krisis nilai-nilai insani dan masalah untuk memanusiakan manusia itu sendiri; problema manusia tersebut tidak menjadi alat atau korban dari ciptaannya sendiri, masalah des soushommes dan des super-machines menurut istilah A. Kaufman dan J. Peze.

Sebagaimana Negara Amerika Serikat yang maju dan makmur telah terjadi krisis kepribadian atauu identitas karena derap teknologi lebih banyak mengancam status dan peranan manusianya daripada pekerjaannya. Ancaman otomasi adalah sebagian dari krisis identitas tersebut. apabila mesin-mesin itu bukan hanya dapat menggantikan manusia, tetapi bahkan dapat melakukan pekerjaannya secara lebih baik dan lebih murah.

(15)

umat manusia dan masa depan generasi-generasi yang belum dilahirkan menghadapi bahaya yang amat gawat. Potensi berbagai senjata nuklir, kimiawi, biologis, dan bahkan senjata konvensional, dengan berbagai alasan politis dan komersial, semakin meningkatkan ancaman baru bagi kehancuran global.

Akibat dari penggunaan senjata nuklir, kimiawi, biologis, dan sebagainya secara besar-besaran akan menimbulkan perubahan-perubahan ekologis dan genetik tak terpulihkan yang batas-batasnya tidak dapat diramalkan. Maka, ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar tidak berdaya untuk mempersembahkan kepada dunia satu pun penangkal yang mujarab. Tidak ada prospek untuk dapat membuat suatu pertahanan yang cukup berdaya guna untuk melindungi wilayah pemukiman. Tidak ada prospek untuk mencegah penghancuran segala dasar budaya, sosial, ekonomi, dan industri dari suatu masyarakat. Juga tidak ada satu pun sistem medis yang akan dapat menanggulangi akibat penghancuran massal yang masif itu.

(16)

melakukan rekayasa sosial (social engineering) dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemahaman kita tentang genetika telah mengguncang dunia. Teknologi genetik menghadirkan tantangan terbesar bagi keyakinan agama tradisional. Penguraian kode genom manusia, serta dukungan filosofis untuk upaya tersebut, memaksa untuk dilakukannya pengkajian ulang serta mendalam tentang makna menjadi manusia. Teori determinisme genetika bahwa gen kita menentukan bukan wujud fisik saja, tetapi juga kecenderungan seksual, tingkat agresi, dan ada kemungkinan kecenderungan keagamaan kita menyebabkan para teolog mengkaji pemikiran mereka mengenai kehendak bebas, kebutuhan Tuhan manusia akan agama, bahkan keberadaan Tuhan.

(17)

peluang kedua yang tampaknya dapat diberikan oleh Tuhan kepada kita, manusia.”

Para pemuka agama Kristen, Yahudi, dan Islam menawarkan konteks untuk direnungkan oleh komunitas ilmiah. Menurut para ilmuwan, laju inovasi teknologi agak sulit diramalkan. Dalam simposium di UCLA, Mario Caphecchi-guru besar yang amat menonjol dalam bidang biologi dan genetika manusia di University of Utah mengatakan, “Biasanya kita cenderung melebih-lebihkan apa yang dapat kita kerjakan dalam 25 tahun mendatang.” Selain itu, terdapat kekhawatiran dari sudut etika yang mendalam bahwa berbagai teknologi ini bisa terpeleset dari terapi menjadi sekedar gaya, sebagaimana teknologi rekonstruksi yang mula-mula dikembangkan untuk menolong prajurit yang terluka di medan perang menjadi bedah kecantikan. Di kalangan teolog, ilmuwan, dan ahli biotika berkembang rasa muak yang meluas terhadap gagasan mengubah manusia secara genetik hanya dengan dalih “perbaikan” yang bersifat superfisial, namun tidak ada kesepakatan mengenai apakah dapat ditarik garis pembatas yang jelas antara penyembuhan penyakit dan perbaikan penampilan.

Menurut Gookin, “Kewajiban moral dan estetika para seniman untuk menyempurnakan citra tubuh manusia dalam seni kini telah dialihkan ke bidang ilmu genetika. Dengan genetika, para ilmuwan diberi piranti yang dapat mereka gunakan untuk menerapkan konsep ‘perbaikan’ estetika dan moral terhadap organisme manusia itu sendiri.”

(18)

dari tubuh kita ke dalam bakteri dapat diproduksikan secara alamiah zat-zat untuk menanggulangi berbagai penyakit, seperti produksi insulin untuk diabetes, dan interferon yang mungkin dapat turut memerangi kanker. Masalah perekayasaan genetik ini bersifat multikompleks, yang untuk beberapa isu dan berbagai tempat di dunia masih diperdebatkan orang. Namun, dari perpaduan antara biologi dan teknologi itu kian terbuka wilayah baru bioteknologi. Spektrum yang dicakup oleh bioteknologi sangat luas, mulai dari yang sederhana hingga yang amat bersofistikasi atau canggih.

Ilmu dapat dilumpuhkan oleh biasnya sendiri, sebagaimana juga agama. Di dunia Barat dewasa ini, tujuan ilmu adalah menjelaskan alam fisik, sementara tujuan agama adalah menjelaskan alam spiritual. Ilmu mengira bahwa ilmu tidak memiliki filsafat dan sekedar untuk mengkajidan mengukur benda secara empiris. Padahal sesungguhnya ilmu juga memiliki filsafat: ilmu hanya menganggap penting benda yang empiris. Dan ilmu tidak akan melatih penganutnya untuk berfikir secara filosofis. Mereka hanya akan mempelajari berbagai jenis rumus dan teknologi.

Sinergi agama dan ilmu dalam konteks ini dapat dilakukan demi terwujudnya keseimbangan peradaban manusia. Sebab, kalau masing-masing pihak masih tetap mempertahankan ego, maka masa depan umat manusia tidak dapat diramalkan.

(19)

pemikiran-pemikiran seperti ini perlu dukungan dari berbagai pihak untuk terwujudnya masa depan yang cerah dan harmonis.

Benarlah apa yang dikatakan oleh Albert Einstein dalam pesannya kepada mahasiswa California Institute of Technology bahwa “ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta”. (Jujun S. Suriasumantri, 2007).

4. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Ilmu (pengetahuan) merupakan pengetahuan yang telah diuji kebenarannya lewat metodologi penelitian. Dari pengertian ini kita bisa pelajari bahwa ciri ilmu adalah empiris, sistematis, objektif, analitis, dan verifikatif.

Agama adalah suatu keyakinan bahwa ada suatu kenyataan di luar pengalaman manusia. Kenyataan tersebut dipandang sebagai keberadaan Tuhan yang menciptakan alam semesta. Wahyu adalah pengetahuan dalam agama yang diperoleh dengan iman.

Perbedaan agama dengan ilmu dapat disimpulkan bahwa; agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), cenderung eksklusif, dan subjektif. Sementara ilmu (pengetahuan) selalu mencari yang baru, tidak terlalu terikat dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan objekif

(20)

hidup setelah hidup, sedangkan desain ilmu dan teknologi untuk hidup masa depan di dunia ini.

Jadi, tidak ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama sebagaimana pernah disampaikan oleh seorang jenius fisika–Albert Einstein bahwa ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta.

4.2. Saran

Hendaknya kita sebagai individu yang menggeluti ilmu pengetahuan, menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan agama. Kesadaran ini membantu kita menetapkan tujuan ‘mulia’ kita dalam mengembangan ilmu pengetahuan. Misalnya dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membangun lingkungan hidup yang sehat dan bersih, bukannya untuk merusak alam. Ini baru satu contoh.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Badrut Tamam, Muhammad. 2013. Ilmu pengetahuan dan Agama. (Daring tanggal 07 Februari 2015, http://amamdesign.blogspot.com/2013/04/filsafat-ilmu-ilmu-pengetahuan-dan-agama_29.html)

Ian Barbour. 2005. Menemukan Tuhan Dalam Ilmu pengetahuan Kontemporer dan Agama, Bandung: PT Mizan Pustaka.

Jan Hendrik Rapar. 1995. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Prawironegoro, Darsono. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Nusantara Consulting. Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional

Ravi Zacharias. 1999. Can Man Live Without God (Terjemahan Wim Salampessy: Dapatkah Manusia Hidup Tanpa Allah). Batam Centre: Interaksara.

Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Surajiyo. 2014. Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Positioning atau memposisikan didalam segmen tersebut berdasarkan pengamatan, membidik peluang usaha agar usaha kami lebih berkembang dan tidak kalah saing dengan

The results show that hypothesis one is accepted, experiential marketing affects customer satisfaction at Time zone, hypothesis two is also accepted, experiential marketing

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) Nomor: 006/9530170/KS.02/UINAM/2017 dan Penetapan Pemenang Nomor 007/9530170/KS.02/UINAM/2017 tanggal 31 Januari 2017 tentang

Another rationale for L2 use among students is that group mates can help each other learn the L2 by providing peer tutoring and other types of support as they work

Family Psychoeducation adalah terapi yang digunakan untuk memberikan informasi terhadap keluarga yang mengalami distress, memberikan pendidikan pada mereka untuk

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh simpulan bahwa: (1) Rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan

Pada masing-masing unsur meliputi: lambang unsur , nomor atom , massa atom atau isotop yang paling stabil, serta golongan dan nomor periode dalam tabel periodik. Deret