BAB I PENDAHULUAN
Kesehatan kerja merupakan aktivitas multidisiplin yang bertujuan untuk menjaga dan mendukung kesehatan pekerja dengan mencegah serta mengontrol penyakit dan kecelakaan akibat kerja, mengeliminasi faktor – faktor berbahaya di tempat kerja terhadap kesehatan dan keamanan saat bekerja. Kesejahteraan fisik, mental dan sosial para pekerja perlu diperhatikan untuk meningkatkan kapasitas kerja. Interaksi dua arah antara pekerja dengan lingkungan kerja saling
mempengaruhi satu sama lain. Lingkungan kerja mempengaruhi kesejahteraan pekerja dan begitu pula sebaliknya, kesehatan pekerja mempengaruhi hasil produksi. Pekerja dengan keterbatasan fisik yang tidak dapat bekerja dengan baik sebaiknya dipindahkan sesuai dengan pekerjaan yang sesuai. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kerja mereka (WHO, 2001).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut OSHA (2003), kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah ilmu multidiplin yang difokuskan pada penerapan prinsip ilmiah dalam memahami adanya risiko yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan manusia dalam lingkungan industri ataupun lingkungan di luar industri. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan karena peristiwa tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan atau perencanaan. Kecelakaan menyebabkan 5 jenis kerugian, yaitu kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan, kelalaian dan cacat, serta kematian. Beberapa definisi keselamatan kerja diantaranya:
1. De Reamer (1980), merupakan produk akhir dari suatu urutan kejadian yang berakhir dengan konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti luka ringan, luka berat, kerusakan alat, gangguan pada jalannya proses produksi.
2. W.G Johnson (1980), perpindahan energi yang tidak diinginkan yang mengakibatkan cedera pada seseorang, kerusakan harta benda, gangguan pada proses yang sedang berjalan atau kerugian lainnya.
3. Slote (1987), kejadian yang tak diinginkan (Permatasari, 2009).
2.2 Teori Kecelakaan Kerja
Kecelakaan tidak datang dengan sendirinya, tetapi ada serangkaian peristiwa mendahului terjadinya kecelakaan tersebut. Beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya kecelakaan yang ditemukakan para ahli diantaranya adalah teori domino, teori faktor manusia, dan The Swiss Cheese Model of Human Error.
1. Teori Domino
dan cidera atau kerusakan peralatan. Heinrich kemudian menggambarkan kelima faktor tersebut dalam rangkaian domino dalam posisi berdiri, dimana apabila salah satu domino tersebut terjatuh akan menimpa domino yang lain dan menyebabkan seluruh domino terjatuh. Sementara dari penggambaran itu dapat dilihat bahwa apabila salah satu faktor dihilangkan tidak akan terjadi progress dan tahapan terakhir yaitu kerugian.
Penggunaan teori domino dijelaskan sebagai petunjuk pertama, satu domino dapat menghancurkan ke empat domino yang lainnya. kecuali pada titik tertentu sebuah domino diangkat untuk menghentikan rangkaian. Domino yang paling mudah dan efektif untukk dihilangkan adalah domino tengah, yaitu tindakan dan atau kondisi tidak aman. Dengan kata lain, jika kita ingin mencegah kerugian, maka tindakan dan atau kondisi tidak aman tersebut sebaiknya dipindahkan.
Frank Bird Jr memperkenalkan pembaharuan teori domino ke dalam 5 tahap proses, yaitu
Lack of control – Management
Didasarkan pada 4 fungsi profesional managemen yaitu planning-organizing-leading-controling.
Basic cause – Origin/etiologi
Faktor individu dan faktor yang terkait dengan pekerjaan
merupakan penyebab dasar dari kecelakaan atau pemicu insiden dan origin didasarkan pada sumber dan identifikasi sumber sebagai penyebab dasar.
Immediate cause – Simptom Tindakan atau kondisi tidak aman. Accident – Kontak
Kecelakaan sebagai kontak dengan sumber energi elektrik, kimia, kinetik, suhu, ion, radiasi,dsb.
Injury – Damage – Loss
2. Teori Faktor Manusia
Setiap kecelakaan yang terjadi disebabkan karena kesalahan manusia. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesalahan tersebut adalah overload (beban kerja berlebihan baik secara fisik atau psikologi), respon yang tidak sesuai terhadap situasi yang dihadapi (mengenali bahaya, tapi tidak berusaha untuk memperbaiki), aktivitas yang tidak sesuai atau tidak memadai (melakukan pekerjaan tanpa latihan/pengenalan) dan salah menilai tingkat resiko dari kegiatan yang dilakukan (Permatasari, 2009). 3. The Swiss Cheese Model of Human Error
Kecelakaan karena kesalahan manusia terbagi dalam 4 tingkatan, yaitu: Unsafe act / Tindakan Tidak Aman.
Menggambarkan tindakan yang langsung menyebabkan kecelakaan.
Precondition for unsafe act / Kondisi Penyebab Tindakan Tidak Aman.
Membahas aspek-aspek penyebab terjadinya tindakan tidak aman yaitu kondisi mental, buruknya komunikasi dan koordinasi saat melaksanakan pekerjaan.
Unsafe supervision / Kurangnya Pengawasan.
Komunikasi dan koordinasi yang buruk atau mental yang tidak siap dari personil dapat dihindari apabila pengawasan yang dilakukan berjalan dengan baik.
Organization influences / Pengaruh Organisasi.
Aspek ini menyangkut kondisi perusahaan secara umum seperti kebijakan, anggaran, penyediaan sumber daya, perencanaan dn target perusahaan (Permatasari, 2009).
2.3 Potensi Bahaya Keselamatan Dan Kesehatan
panjang pada kesehatan
risiko langsung pada keselamatan
sehari-hari risiko pribadi dan psikologis Bahaya faktor kimia
(debu, uap logam, uap)
Kebakaran Air Minum Pelecehan, termasuk intimidasi dan pelecechan seksual Bahaya faktor biologi
(penyakit dan gangguan oleh virus, bakteri, binatang, dsb)
Listrik Toilet dan fasilitas mencuci
Terinfeksi HIV/AIDS
Cara bekerja dan bahaya faktor ergonomis (posisi bangku kerja, pekerjaan berulang-ulang, jam kerja yang lama)
Potensi bahaya mekanikal (tidak adanya pelindung mesin)
Ruang makan atau kantin pada perusahaan di masyarakat
Transportasi Narkoba di tempat kerja
Potensi bahaya kesehatan di tempat kerja berasal dari lingkungn kerja antara lain faktor kimia, fisik, biologi, ergonomis, dan psikologi. Bahaya faktor fisik di dalam tempat kerja diantaranya kebisingan, penerangan yang kurang baik, geratan, suhu, dan radiasi (International Labour Organization, 2013).
2.4 Dampak Kesehatan Akibat Getaran
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan / sistem bolak balik, dapat berupa gerakan yang harmonis sederhana dapat pula sangat kompleks yang sifatnya periodik atau random, menetap atau transien, terus menerus atau hilang timbul. Pemaparan terhadap getaran berhubungan dengan pemaparan terhadap
gangguan rangsangan reseptor saraf di dalam jaringan. Pada efek mekanis, sel-sel jaringan mungkin rusak atau terganggu metabolismenya. Pada rangsangan
reseptor, gangguan melalui saraf sentral atau pada sistem otonom (keduanya terjadi bersamaan) (International Labour Organization, 2013).
Bentuk pemaparan dibagi dalam dua kategori, yaitu pemaparan seluruh tubuh / whole-body vibration dan pemaparan bersifat segmental (hanya bagian tubuh tertentu) / hand-arm vibration. Gejala yang ditemukan akibat getaran mekanis pada lengan adalah kelainan pada peredaran darah dan persarafan serta kerusakan pada persendian dan tulang (International Labour Organization, 2013).
2.4.1 Whole Body Vibration (WBV) Mekanisme Patogenesis
Beberapa mekanisme yang dapat terjadi diantaranya:
1. Kerusakan struktural pada tulang subkondral dan endplate. 2. Kerusakan pada annulus fibrosus.
3. Kelelahan otot menurunkan tingkat stabilitas tulang belakang (Dozent, 1998).
Aktivitas Otot Punggung Terhadap WBV yang Disebabkan oleh Beban pada Diskus
Saat timbul gaya, misalnya karena lengan pengungkit yang pendek, otot punggung harus berusaha keras dalam mengatur keseimbangan. Saat fleksi tulang belakang, cenderung menggunakan kekuatan ventral sebagai kompensasi.
Kekuatan otot menghasilkan gaya tekan yang tinggi, dengan demikian dapat menyebabkan risiko untuk terjadi kelelahan pada endplate vertebra yang
ditunjukan oleh puncak beban internal. Di sisi lain, aktivitas otot punggung dapat menstabilisasi segmen tulang belakang selama peningkatan beban dinamik. Fungsi ini sangat penting dalam pergeseran kekuatan antar segmen dan
2.4.2 Hand – Arm Vibration (HAV)
Hand – arm vibration adalah suatu kondisi yang berpotensi untuk mempengaruhi setiap pekerja pengguna alat yang digerakan dengan tangan sebagai bagian utama pekerjaan mereka. Para pekerja yang menggunakan tangan secara rutin dan terpapar getaran tinggi memungkinkan terjadi beberapa efek pada tangan dan lengan. Perasaan kesemutan atau baal pada jari-jari tangan atau bagian jari memucat. Kondisi ini disebut dengan vibration white finger, dead finger, dan Secondary Raynaud’s Syndrome. Pengaruh akumulatif dan seiring dengan
berjalannya waktu serangan berupa nyeri dan hilangnya ketangkasan manual, mengakibatkan kekakuan dan menurunnya kekuatan menggengam. Pada kasus yang lebih berat, akan terjadi gangguan permanen sirkulasi darah dan jari tampak biru kehitaman. Risiko tergantung pada besarnya vibrasi dan lamanya paparan. Aspek lain yang dapat memiliki mempengaruhi adalah pegangan, dorongan dan kekuatan lain yang digunakan untuk memandu dan menerapkan alat-alat getar atau peralatan kerja, pola paparan, berapa banyak tangan terkena getaran, suhu, merokok dan kerentanan individu.
dingin. Paparan getaran terus menerus, tanda dan gejala menjadi lebih parah sehingga kelainan dapat menjadi ireversibel (Millar, 2014).
Tingkat keparahan sindrom getaran dapat diukur dengan menggunakan sistem penilaian yang dikembangkan oleh Taylor.
Tahapan Getaran Syndrome
Tahap Kondisi Jari Gangguan Kerja dan Sosial
00 Tidak ada kesemutan, mati rasa, atau jari pucat.
Tidak ada keluhan.
OT Kesemutan intermiten. Tidak ada gangguan dengan kegiatan. ON Mati rasa intermiten. Tidak ada gangguan dengan kegiatan. TN Kesemutan dan mati rasa
intermiten. Tidak ada gangguan dengan kegiatan.
01
Ujung jari pucat dengan atau tanpa kesemutan dan / atau mati rasa.
Tidak ada gangguan dengan kegiatan.
02 satu atau lebih ujung jari pucat, selama musim dingin.
Gangguan kegiatan diluar pekerjaan; tidak ada gangguan di tempat kerja.
03
Jari pucat lebih luas selama musim panas dan musim dingin.
Gangguan yang pasti di tempat kerja, di rumah, dan dengan kegiatan sosial, pembatasan hobi.
04 Jari pucat luas selama musim panas dan musim dingin.
Pekerjaan biasanya berubah karena keparahan tanda dan gejala.
Tingkat getaran yang dihasilkan oleh peralatan biasanya dinilai dengan
mengukur tingkat percepatan dalam m/s2. Peraturan menetapkan Exposure Action
Value (EAV) dari 2.5 m/s2 selama 8 jam (A8) dan Exposure Limit Value (ELV)
2.5 Mengontrol Getaran 1. Isolasi Sumber Getaran
Bahan isolator yang mempunyai kemampuan yang baik untuk meredam getaran terbuat dari material dengan frekuensi resonansi lebih kecil dari frekuensi sumber, bahan tidak kaku, frekuensi isolator akan saling meredam dengan frekuensi sumber.
2. Damping (meredam getaran)
Mekanisme untuk meredam getaran dengan cara menempekan sistem resonan pada sumbu getaran. Beberapa cara damping yang dapat
dilakukan adalah dengan cara interface damping, penerapan suatu lapisan material (asphalt), dengan memakai bahan sandwich sebagai pengganti bahan utama pada seumber getaran, diselipkan diantara dua lapisan plat yang dipakai sebagai sistem resonan. Perbedaan frekuensi resonansi dari 2 macam material tersebut dapat meredam getaran yang dikeluarkan oleh mesin.
3. Mengurangi/Menghilangkan Gangguan Mekanik Yang Menyebabkan Getaran
BAB III SIMPULAN
Kesehatan kerja bertujuan untuk untuk mencegah serta mengontrol penyakit dan kecelakaan akibat kerja, mengeliminasi faktor – faktor berbahaya di tempat kerja terhadap kesehatan dan keamanan saat bekerja. Kesejahteraan fisik, mental dan sosial para pekerja perlu diperhatikan untuk meningkatkan kapasitas kerja. Beberapa teori mengatakan bahwa kecelakaan kerja berhubungan dengan
DAFTAR PUSTAKA
Dozent, H. S. (1998). Scientific Basis of Progress in the Working Environment. Work and Health , 1-8.
International Labour Organization. (2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: International Labour Office.
Millar, D. (2014). Vibration Syndrome. The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) , 1-7.
Permatasari, A. (2009). Investigasi Kecelakaan Pada Penyebrangan Perlintasan KRL. Jakarta: Universitas Indonesia.
Pryor, P., & Capra, M. (2012). The Core Body of Knowledge for Generalist OHS Professional. Health and Safety Professionals Alliance , 22-23. University of Sussex. (2013). Hand-Arm Vibration Safety Policy.
Hand-Arm Vibration Safety Policy , 3.