OPTIMALISASI BUDIDAYA UDANG PUTIH ( ) MELALUI PENINGKATAN KEPADATAN PENEBARAN
DI TAMBAK PLASTIK S u p o n o
ABSTRAK
Litopenaeus vannamei
ABSTRACT
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Evaluasi budaya udang putih (Litopenaeus vannamei) dengan meningkatkan padat tebar dalam kolam berjajar. Udang putih yang berasal dari Amerika Tengah, diperkenalkan ke Indonesia awal tahun 2000 dan mendapat hasil yang sukses. Beberapa tambak udang telah mencoba untuk udang budaya putih untuk meningkatkan produktivitas tambak mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi manajemen akuakultur dengan meningkatkan padat tebar udang putih. Penelitian dilakukan di Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Data dikumpulkan dari 15-intensif tumbuh kolam dengan padat tebar dari 76 pcs/m2 (5 kolam), 95 pcs/m2 (5 kolam), dan 115 pcs/m2 (5 kolam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan Stocking dari 115 pcs/m2 hasil tertinggi dihasilkan (9.678 kg) dengan berat badan rata-rata 18,3 g, dan tingkat kelangsungan hidup 92%.
Kata kunci: Stocking density, udang putih, kolam intensif
Evaluation of culture of white shrimp (Litopenaeus vannamei) by increasing stocking density in lined pond. White shrimp that is originated from Central America, introduced to Indonesia early 2000 and got successful yield. Some shrimp farms have tried to culture white shrimp to increase their ponds productivities. The aim of this study was to evaluate aquaculture management by increasing stocking density of white shrimp. The study was conducted in Tulang Bawang, The Province of Lampung. Data was collected from 15-intensive grow out ponds with stocking density of 76 pcs/m (5 ponds), 95 pcs/m ponds), and 115 pcs/m (5 ponds). The result of the study showed that Stocking density of 115 pcs/m produced highest yield (9678 kg) with average body weight of 18,3g, and survival rate of 92%.
Key words : Stocking density, white shrimp, intensive pond
2
2 (5 2
2
PENDAHULUAN
Udang putih ( )
merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang putih yang dikenal masyarakat dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko sudah lama membudidayakan
L. vannamei
jenis udang yang dikenal juga dengan ini.
Di Indonesia, udang putih baru diintroduksi dan dibudidayakan mulai a w a l t a h u n 2 0 0 0 - a n d e n g a n m e n u n j u k k a n h a s i l y a n g menggembirakan. Masuknya udang putih ini telah menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit , terutama bintik putih (
pasific white shrimp
white
spot White spot tambak-tambak udang windu baik yang dikelola secara tradisional maupun intensif meskipun telah menerapkan teknologi tinggi dengan fasilitas yang lengkap.
Di Lampung, udang putih mulai menjadi spesies alternatif bagi petambak u n t u k d i b u d i d a y a k a n . B e b e r a p a perusahaan besar yang bergerak dalam agrobisnis udang mulai mencoba membudidayakan udang putih untuk meningkatkan produktifitas tambaknya. Begitu juga dengan tambak-tambak tradisional dan semi intensif mulai me ng al ihka n j en is sp esie s yan g dibudidayakan dengan udang putih. Udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya.
Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya mencapai lebih dari13.600 kg/ha. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : tingkat kelulushidupan tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan penyakit dan konversi pakan rendah.
Tingkat kelulushidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah , 2000), sedangkan menurut Boyd d a n C l a y ( 2 0 0 2 ) , t i n g k a t kelulushidupannya mencapai 91%. Tingginya tingkat kelulushidupan karena benih udang putih sudah dapat diperoleh d ar i i n du k ya n g su d ah b er h as il didomestikasi sehingga benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat
rendah. Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (
) yaitu benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit ( , sehingga memudahkan petambak dalam proses budidaya. Kelulushidupan udang putih juga dipengaruhi oleh daya
t a h a n n y a t e r h a d a p p e n y a k i t dibandingkan udang jenis lainnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap serangan penyakit
(WSSV) , meskipun ditemukan pula beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto ,2001)
Udang putih termasuk hewan yang mampu memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada p ad a kol o m ai r se h in g ga da p a t mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau
(FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. Menurut Briggs (2004), udang putih membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil sehingga dapat menekan biaya produksi.
Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan penebaran yang tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs , 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5 gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu memanfaatkan kolom air sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas. Hal ini yang menjadi dasar petambak untuk meningkatkan produksi udang dengan meningkatkan kepadatan penebaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manajemen budidaya udang putih untuk meningkatkan produksinya dengan manipulasi tingkat kepadatan penebaran. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang kepadatan penebaran udang putih yang optimal untuk
0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 1 . 2 1 . 4
F C R
7 6 e k o r / m 2 9 5 e k o r / m 2 1 1 5 e k o r / m 2
K e p a d a t a n T e b a r
Gambar 1. FCR Udang Putih pada Masing-Masing Kepadatan Penebaran pengamatan lapangan menunjukkan
bahwa kepadatan penebaran udang putih memberikan hasil yang berbeda terhadap keragaan udang putih, seperti yang tersaji pada Tabel 1.
FC R u n tu k m a si n g- m a si n g kepadatan penebaran masih cukup baik (maksimal 1,4). FCR yang paling kecil terjadi pada tambak dengan kepadatan penebaran 76 ekor/m , yaitu 1,1, sedangkan pada kepadatan penebaran 95 ekor/m dan 115 ekor/m , nilai FCR masih cukup baik (1,4). FCR 1,1 m e m p u n y a i a r t i b a h w a u n t u k menghasilkan 1 kg udang dibutuhkan 1,1 kg pakan.
FCR yang lebih kecil menunjukkan bahwa pakan alami yang tersedia di media budidaya masih mencukupi untuk mendukung pertumbuhan udang putih. FCR yang terlalu kecil mengindikasikan kekurangan dalam pemberian pakan FCR
2
2 2
7 5 8 0 8 5 9 0 9 5 1 0 0
S R
7 6 e k o r / m 2 9 5 e k o r / m 2 1 1 5 e k o r / m 2
K e p a d a t a n T e b a r
Gambar 2. Survival Rate Udang Putih pada Masing-masing Kepadatan Penebaran.
( ). dapat
menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat. FCR yang relatih rendah ini disebabkan karena udang putih, merupakan hewan omnivora, mampu memanfaatkan fitoplankton sebagai pakan alami sehingga dapat menekan penggunaan pakan buatan (komersial). P e r b e d a a n F C R m a s i n g - m a s i n g kepadatan penebaran dapat dilihat pada Gambar 1.
( t i n g k a t kelulushidupan) udang putih paling tinggi terjadi pada tambak dengan kepadatan penebaran 76 ekor/m , yaitu 97%. SR pada kepadatan penebaran 95 ekor/m dan 115 ekor/m masing-masing 83 dan 92%. Meskipun demikian SR masing-masing perlakuan masih cukup tinggi. Tingginya kelulushidupan ini dipengaruhi oleh ruang yang yang tersedia dalam tambak dan kandungan oksigen terlarut.
under feeding Under feeding
S u r v i a v a l r a t e Surviaval Rate (SR)
2
2
2
METODE PENELITIAN
Materi dalam penelitian ini adalah 15 unit tambak udang putih, dengan kriteria luas tambak 5.000 m , tambak dilapisi plastik ( ) yang dikelola secara intensif dengan kepadatan penebaran 76 ekor/m (5 tambak), 95 ekor/m (5 tambak), dan 115 ekor/m (5 tambak). Metode yang digunakan adalah studi kasus ( ) terhadap tambak udang putih di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
Pengambilan data dilakukan de ngan pen ca ta tan data setelah dilakukan pemanenan udang. Data yang dikumpulkan berupa jumlah tebar (ekor), berat udang rata-rata (gram), hasil panen (kg), dan pakan kumulatif (kg). Data jumlah tebar dan pakan kumulatif diambil dari pencatatan data yang dilakukan oleh petambak. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk menghitung
(SR), (FCR), dan
laju pertumbuhan atau
(ADG). Data yang diperoleh dianalisis
2 feed conversion ratio
average daily gain
Tabel 1. Keragaan Udang Putih dengan Kepadatan Penebaran yang Berbeda
secara deskriftif untuk menggambarkan udang putih pada masing-masing kepadatan tebar.
Budidaya udang putih sangat d i p en g a r u h i o l e h fa kt o r i n te r n a l lingkungan tambak maupun eksternal. Kualitas benih, persiapan tambak, manajemen kualitas air, manajemen p a k a n , m a u p u n c u a c a s a n g a t menentukan keberhasilan budidaya udang. Manipulasi manajemen budidaya sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi udang putih, salah satunya adalah dengan manipulasi kepadatan penebaran. Kepadatan penebaran yang optimal sangat penting dalam menunjang k e b e r h a s i l a n b u d i d a y a u d a n g . Kepadatan penebaran terlalu kecil akan menu runkan prod uktivitas kolam, meskipun pertumbuhan udang cepat. Kepadatan penebaran yang terlalu tinggi akan menurunkan laju pertumbuhan dan penurunan kualitas air. Dari hasil
performance
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Duraippah (2000),
udang dipengaruhi oleh kepadatan tebar, kualitas air, dan penyakit. Perbedaan masing-masing tambak terdapat pada Gambar 2.
Pertumbuhan (berat) udang putih sangat dipengaruhi oleh manajemen pakan yang digunakan. Kelebihan pakan akan mempercepat pertumbuhan tetapi menurunkan kualitas lingkungan tambak, s e d a n g k a n k e k u r a n g a n p a k a n menyebabkan kualitas lingkungan baik, tetapi pertumbuhan lambat. Sedangkan pemberian pakan yang optimal akan mendukung pertumbuhan dan kualitas l i n g k u n g a n t a m b a k y a n g b a i k . Pertumbuhan udang pada kepadatan penebaran 115 ekor/m lebih baik dibanding tambak dengan kepadatan
survival rate
survival rate
Berat Udang
2
1 4 1 4 . 5 1 5 1 5 . 5 1 6 1 6 . 5 1 7 1 7 . 5 1 8 1 8 . 5
B e r a t u d a n g ( g )
7 6 e k o r / m 2 9 5 e k o r / m 2 1 1 5 e k o r / m 2
K e p a d a t a n T e b a r
Gambar 3. Berat Udang Putih pada Masing-Masing Kepadatan Penebaran 0 . 0
2 . 0 4 . 0 6 . 0 8 . 0 1 0 . 0 1 2 . 0 1 4 . 0 1 6 . 0 1 8 . 0 2 0 . 0
3 6 4 3 5 0 5 7 6 4 7 1 7 8 8 5 9 2 9 9 1 0 6 1 1 3 1 2 0 U m u r U d a n g ( h a r i )
K e p a d a ta n te b a r 7 6 K e p a d a ta n te b a r 9 5 K e p a d a ta n t e b a r 1 1 5
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Udang Putih
penebaran yang lainnya (18,3 g), sedangkan tambak dengan kepadatan re n da h ( 76 eko r/m ) me mpu nya i pertumbuhan terkecil. Hal ini diakibatkan karena tambak dengan kepadatan tebar 76 ekor/m terjadi , yang dapat dilihat dari nilai FCR yang sangat kecil (1,1). Faktor penyebab lainnya adalah umur udang pada waktu panen yang lebih kecil (115 hari). Perbedaan berat udang masing-masing tambak dapat dilihat pada Gambar 3.
Sedangkan pertumbuhan berat udang putih selama budidaya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Hasil panen yang diperoleh pada budidaya udang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : kepadatan
tebar, , penyakit, dan
2
2
under feeding
survival rate
Hasil Panen
0 1 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 5 0 0 0 6 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0 9 0 0 0 1 0 0 0 0
H a s i l P a n e n ( k g )
7 6 e k o r / m 2 9 5 e k o r / m 2 1 1 5 e k o r / m 2
K e p a d a t a n T e b a r
Gambar 5. Hasil Panen Udang Putih pada Masing-Masing Kepadatan Penebaran pertumbuhan. Dari hasil analisis data
diperoleh gambaran bahwa kepadatan penebaran yang paling tinggi (115 ekor/m ) menghasilkan panen yang paling besar (9.678 kg). Disamping kepadatan penebaran tinggi, faktor penyebab lainnya adalah berat udang yang paling besar (18,3 g) dan yang cukup tinggi (92%). Perbedaan berat udang masing masing kepadatan penebaran dapat dilihat pada Gambar 5.
Dari hasil analisis secara diskriftif tersebut menunjukkan bahwa kepadatan penebaran udang putih sampai 115 ekor/m masih memberikan hasil yang optimal, dilihat dari hasil panen,
pertumbuhan dan .
Kepadatan penebaran udang putih yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan, (SR), dan jumlah udang yang dihasilkan secara rata-rata. Kepadatan penebaran 115 ekor/m menghasilkan udang paling banyak dan berat udang lebih baik sehingga kepadatan tebar tersebut masih layak untuk diterapkan dalam manajemen budidaya udang putih.
Boyd, C.E. and Clay, J.W. 2002. Evaluation of Belize Aquaculture LTD, A Superintensive Shrimp Aquaculture System. Report prepared under T he World
2
2
2
survival rate
survival rate
survival rate
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bank,NACA, and FAO Consorsiu. Work in progress for Public Discussion. Published by The Consorsium.17 pages
Briggs, M., Smith, S.F., Subasinghe, R., Phillips, M. 2004. Introduction and Movement of
and in Asia
and The Pacific. RAP Publication 2004/10.
Duraippah, Israngkura A., Sae Hae, S. 2 0 0 0 . S u s t a i n a b l e S h r i m p Farming : Estimation of Survival F uc tio n. C R EE D P ublic ion , working paper no 31.
Kopot, R. and Taw, N. 2004. Efficiency of Pacific White Shrimp, Current Issues in Indonesia. Global Aquaculture Advocate. Pp 40-41 Latt, U.W. 2002. Shrimp Pond Waste
Management. Aquaculture Asia, Volume VII No. 3.
Obaldo, Leonard G. 2002. Design and Modeling Zero-Water Exchange S h ri m p P r o du c t io n . G l ob a l Aquaculture Advocate. Pp 56-58 Soto, M.A., Shervette, V.R.,Lotz, J.M.
2001. Transmission of White Spot Syndrome Virus (WSSV) to from I n f e c t e d C e p h a l o t h o r a x , Abdomen, or Whole Shrimp Cadaver. Disease of Aquatic Organisms, Vol. 45;81-87
Penaeus vannamei Penaeus stylirostris
Litopenaeus vannamei
Ayam Kedu 52
Bahan Pengikat 36
Bioetanol 21
Bobot Jual 1
Broiler 60
Fruit Leather 36
Heritabilitas 52
Ikan Asap 12
KCKT 21
Model 60
Nanas 36
Organoleptik. 36
Organ Pencernaan 60
Penaksiran 1
INDEKS SUBYEK
Pengembangan Industri 43 Pengolahan Ikan Tradisional 43
Pengukuran 1
Penimbangan 1
Ragi Roti 21
Regresi 60
Rumah Asap Modifikasi 12
Sapi Po 1
Sifat Kuantitatif 52
Sifat Organoleptik 12
Strategi 43
Suhu termonetral 60
Waktu Fermentasi 21
AGROMEDIA menerima naskah karya ilmiah hasil penelitian dalam cakupan ilmu-ilmu pertanian dari para pembaca yang belum dan tidak akan dipublikasikan pada disusun atas bagian-bagian sebagai berikut :
, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan huruf kapital. Jumlah suku kata tidak lebih dari 20 suku kata.
, disebutkan nama(-nama) penulis diikuti tentang profesi, instansi dan alamat tempat bekerja, telepon, dan e-mail penulis.
, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, singkat dan padat, dengan jumlah suku kata tidak lebih dari 200 kata, serta di bawahnya ditulis kata kunci (key words).
, m e m u a t l a t a r belakang penelitian berdasarkan bahan pustaka yang relevan (hendaknya mengacu
pada pustaka yang ), dan tujuan
penelitian.
, memuat waktu penelitian, materi dan metode yang digunakan dalam kajian secara rinci dan singkat, analisis kimia (bila menggunakan), dan analisis statistik data kajian.
, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan atau grafik dilengkapi dengan nomor dan judul. Tabel dan gambar hasil kutipan sumbernya d i s e b u t k a n s e s u a i D a f t a r P u s t a k a . Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian secara jelas yang dirujukkan dengan bahan pustaka yang relevan, hendaknya tidak bersifat spekulatif dan tidak keluar dari ruang lingkup penelitian.
, kesimpulan merupakan hasil konkret ataupun keputusan dari penelitian yang dilakukan, dan sar an m eru paka n tind ak la nj ut b ag i pengembangan penelitian berikutnya. Tidak lebih dari satu alinea.
, apabila ada disajikan secara jelas dan singkat, misalnya kepada sponsor penelitian.
Judul
Nama Penulis
Abstrak
P e n d a h u l u a n
Materi dan Metode
Hasil dan Pembahasan
K e s i m p u l a n ( d a n S a r a n )
Ucapan Terimakasih (acknow ledment)
up to date
PETUNJUK PENULISAN UNTUK
AGROMEDIA BERKALA ILMIAH ILMU-ILMU PERTANIAN
Daftar Pustaka, mencantumkan
semua pustaka berikut keterangan yang lazim dengan tujuan supaya mudah menelusurinya. Disusun dengan memuat nama penulis menurut abjad dan tahun mulai tahun yang lama (untuk satu penulis yang sama). Apabila tulisan merujuk ke Web Site, maka kode Web Site hendaklah ditulis dalam Daftar Pustaka. Contoh penulisan Daftar Pustaka :
:
Tjondronegoro, P.D., and A.W. Gunawan. 2000. T h e r o l e o f
and s o i l w a t e r
condition on growth of soybean and
maize. 5:
1-3. :
Smith, S.E., and D.J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press, New York.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4., Gadjah Mada U n i ve r si t y Pr e ss , Yo gy a ka r ta .
(Diterjemahkan oleh B. Srigandono d a n
K. Praseno).
:
Weeks, T.E.S. 1991. Hormonal control of g l u c o s e m e t a b o l i s m . I n :
Physiological Aspect of Digestion
and Metabolism in Rum ina nts.
T. Tsuda, Y. Sasaki, and R .
K a w a s h i m a ( e d s ) . A c a d e m i c Press, SanDiego, p.183-200.
:
Zaurbin, R., dan P. Wahid. 1995. Kesesuaian lingkungan tanaman panili. Pros. Temu Tugas Pemantapan Budidaya d a n P e n g o l a h a n P a n i l i d i Lampung, Bandar Lampung 15 Maret 1995: h.47-58.
:
Rudarmono, 2000. Penampilan beberapa G e n o t i p e C a b a i M e r a h p a d a P e r t a n a m a n T u n g g a l d a n
Tumpangsari dengan Singkong.
(TesisS-2,Program Pascasarjana, Unpad)
Naskah disertai CD dikirim ke alamat Redaksi, atau e-mail : agromedia@plasa.com Jurnal/majalah
Buku
Bab dalam Buku Kumpulan Makalah
Artikel dalam Prosiding
Skripsi/Tesis/Desertasi
G l o m u s fasciculatum