• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioremediasi Minyak Bumi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bioremediasi Minyak Bumi di Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Mata Kuliah Biodiversitas Laut

ERICKO CHANDRA UTAMA

0706172512

Dosen : Dr. Wellyzar Syamsurizal

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KELAUTAN

DEPOK

(2)

1 Abstrak

Minyak bumi, sampai saat ini masih menjadi sumber energi terbesar bagi dunia. Tampaknya, sebelum alternatif sumber energi lain pengganti minyak bumi ditemukan, maka usaha pertambangan minyak bumi akan terus memainkan peran yang penting bagi kehidupan manusia. Permasalahannya, proses pengeboran dan produksi minyak bumi juga mengandung risiko yang

menimbulkan pencemaran lingkungan. Meningkatnya frekuensi pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan perairan. Bila hal tersebut tidak segera ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran laut akan menjadi tidak terkendali.Karena termasuk dalam limbah B3, maka limbah yang mengandung minyak bumi harus diolah. Berbagai penelitian dan upaya terus dilakukan untuk menemukan cara paling efektif mengatasi masalah limbah minyak bumi ini. Salah satu teknologi yang memberi harapan dan sedang diuji coba saat ini adalah teknologi bioremediasi (bioremediation). Bioremediasi merupakan teknologi yang menggunakan mikroba untuk mengolah pencemar melalui mekanisme biodegradasi alamiah atau meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan mikroba, nutrien, donor elektron dan/atau akseptor elektron. Mikroba yang mampu menguraikan minyak adalah tersedia di alam laut yaitu sekitar 200 spesies

(3)

A. Pendahuluan

Sektor industri dan sektor lingkungan selalu seolah dipertentangkan. Penyelarasan antara keduanya hingga saat ini masih belum memperoleh cara yang paling pas. Di satu sisi, kemajuan teknologi telah menggiring manusia untuk mengeksplorasi bumi tanpa henti. Akibatnya, keharmonisan alam yang sebenarnya telah memiliki sistem sendiri, menjadi terganggu. Namun

menghentikan laju industri begitu saja, bukanlah solusi. Pada sisi lain, selama berabad-abad, kehidupan manusia telah bergantung pada kemajuan teknologi

dan sumber daya alam. Idealnya, teknologi yang dapat membantu manusia menikmati kemudahan yang disediakan bumi, sembari tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Minyak bumi, sampai saat ini masih menjadi sumber energi terbesar bagi dunia. Tampaknya, sebelum alternatif sumber energi lain pengganti minyak bumi ditemukan, maka usaha pertambangan minyak bumi akan terus memainkan peran yang penting bagi kehidupan manusia. Permasalahannya, proses

pengeboran dan produksi minyak bumi juga mengandung risiko bagi kelestarian lingkungan.

Perkembangan industri minyak berkembang begitu pesat, produksi

minyak bumi di dunia lebih dari tiga miliar ton per tahun. Perairan menjadi rawan timbulnya pencemaran minyak karena separuh dari seluruh produksi tersebut diangkut melalui laut oleh kapal tanker sehingga kecelakaan-kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak di laut hampir tidak dapat dielakkan. Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi pencemaran itu juga bersumber dari kegiatan pengeboran, produksi,

pengilangan, transportasi minyak, perembesan dari reservoirnya, serta kegiatan pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan. Meningkatnya frekuensi

pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan perairan. Bila hal tersebut tidak segera ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran laut akan

menjadi tidak terkendali (Fahruddin 2004:1). Karena sifat-sifatnya yang

(4)

Beracun) berdasarkan PP 18 tahun 1999. Karena termasuk B3, maka limbah yang mengandung minyak bumi harus diolah. Berbagai penelitian dan upaya

terus dilakukan untuk menemukan cara paling efektif mengatasi masalah limbah minyak bumi ini. Salah satu teknologi yang memberi harapan dan sedang diuji coba saat ini adalah teknologi bioremediasi (bioremediation). Bioremediasi

merupakan alternatif yang dilakukan dimana laut yang tercemar dibersihkan dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan.

B. Minyak Bumi

Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumin yang diperoleh dari proses

penambangan tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk pada yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha dan minyak bumi (KepMen LH 128/Juli 2003).

Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah

hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan

komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid) (Hadi 2003: 1).

Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena, toluena, ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX,

(5)

mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat, sehingga hal ini dapat mengalami proses biomagnition pada ikan ataupun pada biota laut yang

lain. Bila senyawa aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol,

kemudian pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal (Fahruddin 2004:1).

Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak bumi Amerika komponen utamanya ialah hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia banyak mengandung hidrokarbon siklik, sedangkan yang terdapat di Indonesia banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat rendah (Hadi 2003: 1).

C. Bioremediasi Dan Biodegradasi

Secara sederhana proses bioremediasi bagi lingkungan dilakukan dengan mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah

dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi.

Bioremediasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggunakan mikroba untuk mengolah pencemar melalui mekanisme biodegradasi alamiah (intrinsic bioremediation) atau meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan mikroba, nutrien, donor elektron dan/atau akseptor elektron (enhanced bioremediation) (USEPA, 2001 dalam Mangkoedihardjo 2005: 5).

(6)

Teknologi bioremediasi secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami mikroorganisme untuk mendegradasi/

mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik esensial dan meminimumkan tekanan abiotik (Portier 1991 dalam Suryanto 2003: 1).

Teknologi tersebut sangat berguna dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan. Terdapat tiga prinsip dalam teknologi bioremediasi, yaitu pelepasan langsung mikroba ke lingkungan terkontaminasi, peningkatan kemampuan mikroba indigenous (asli), dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus

(Portier, 1991 dalam Suryanto 2003: 1).

Proses biodegradasi adalah proses perpindahan massa dari media lingkungan ke dalam massa mikroba (menjadi bentuk terikat dalam massa mikroba) sehingga minyak hilang dari air. Hasil proses biodegradasi adalah umumnya karbondioksida dan metana yang kurang berbahaya dibanding minyak pada besaran konsentrasi yang sama

(Mangkoedihardjo 2005: 5).

D. Mikroorganisme Pendegradasi Miyak Bumi

Mikroba yang mampu menguraikan minyak adalah tersedia di alam laut yaitu sekitar 200 spesies bakteri, ragi dan fungi. Bakteri terpenting adalah Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Arthrobacter, Bacillus,

Brevibacterium, Cornybacterium, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, Vibrio; ragi dan fungi adalah Aspergillus, Candida, Cladosporium, Penicillium, Rhodotorula, Sporobolomyces, Trichoderma (Leahy & Colwell, 1990: 308). Penting dipahami bahwa mikroba pengurai minyak adalah tidak bekerja secara individu spesies tetapi konsorsium multi spesies (Mangkoedihardjo 2005: 5).

Berdasarkan kemampuan proses biodegradasi, potensi senyawa minyak yang dapat diuraikan oleh mikroba adalah sebagai berikut: 1) Hidrokarbon jenuh. Umumnya n-alkanes siap untuk diuraikan mikroba menjadi alcohol, aldehydes, atau fatty acid.

Branched alkanes dan Cycloalkanes merupakan senyawa yang sulit diuraikan mikroba.

(7)

konsentrasi rendah dapat terurai biologis secara cometabolisme (Leahy and Colwell, 1990: 309; Mangkoedihardjo 2005: 5).

E. Pengisolasian Bakteri

Prosedur isolasi bakteri yang lazim dilakukan biasanya hanya dapat mengisolasi bakteri pendegradasi minyak bumi yang mendominasi kultur, yaitu bakteri yang mula-mula menggunakan komponen minyak yang mudah

terdegradasi sehingga mampu mencapai konsentrasi sel tinggi dengan cepat. Isolat tersebut biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal karena komponen tersebut mendominasi kebanyakan minyak bumi, lebih mudah larut

dalam air, dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Bakteri pendegradasi komponen minyak yang lebih sulit didegradasi berjumlah lebih sedikit dan

tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak dan lebih mudah didegradasi, sehingga bakteri ini sulit terisolasi. Peran bakteri tersebut penting dalam melaksanakan degradasi komponen minyak lain yang sulit didegradasi (Horowitz dkk. 1975: 1).

Bakteri pendegradasi komponen minyak yang sulit didegradasi ini dapat diperoleh dengan memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan yang lengkap bakteri pendegradasi awal. Oleh karena itu, untuk memperoleh isolat bakteri yang lebih lengkap untuk menghasilkan

degradasi total minyak bumi yang lebih besar, isolasi bakteri pendegradasi minyak bumi dilakukan secara bertahap (Horowitz dkk. 1975: 1).

Isolasi dilakukan dalam 3 tahap, dengan menggunakan sampel minyak bumi (crude oil). Medium basal yang digunakan adalah Stone Mineral Salt Solution (SMSS) yang terdiri atas 5 g CaCO3; 2,5 g NH4NO3; 1 g

Na2HPO4.7H2O; 0,5 g KH2PO4; 0,5 g MgSO4.7H2O; dan 0,2 g MnCl2.7H2O yang dilarutkan di dalam 1 liter akuades. Ekstrak ragi sebanyak 0,01% (b/v)

ditambahkan ke dalam medium SMSS sebagai sumber N dalam bentuk asam amino dan growth factor tambahan. Medium SMSS yang mengandung ekstrak

(8)

Ke dalam medium tersebut ditambahkan minyak bumi sebanyak 2% (b/v) sebagai sumber karbon. pH medium ini adalah 6,8-7 (Pikoli dkk. 2000: 2).

Isolasi tahap I didahului dengan pengocokan 2% (b/v) crude oil di dalam medium SMSSe selama 7 hari dengan kecepatan 120 rpm. Untuk keperluan

isolasi, pengambilan contoh diambil setiap hari, kemudian isolasi dilakukan dengan metode pengenceran. Contoh diambil sebanyak 1 ml untuk dibiakkan di atas lempeng agar SMSSe yang mengandung crude oil dengan metode cawan tuang. Setiap koloni yang berbeda dimurnikan kembali pada medium padat yang serupa. Isolasi tahap II dan III dilakukan dengan prosedur dan kondisi yang sama, tetapi medium pengisolasinya (SMSSe) diperkaya dengan minyak sisa degradasi (MSD) tahap sebelumnya. Isolasi tahap II menggunakan MSD I, sedangkan isolasi tahap III menggunakan MSD II. Prosedur isolasi bakteri

secara bertahap dari minyak bumi secara garis besar diperlihatkan pada gambar 1 dan prosedur pemurnian bakteri tahap I, II, dan III dapat dilihat pada gambar 2. Isolat bakteri yang diperoleh kemudian diidentifikasi melalui pengamatan

morfologi koloni, sel, dan sejumlah uji biokimia(Pikoli dkk. 2000: 2).

Gambar 1.Bagan prosedur isolasi bakteri secara bertahap dari minyak bumi [ Sumber : Pikoli dkk. 2000: 2.]

(9)

Gambar 2. Prosedur isolasi dan pemurnian bakteri tahap I, II, dan III [ Sumber : Pikoli dkk. 2000: 2.]

(10)

F. Pre-Studi Dan Pemantauan

Pre-studi dan pemantauan remediasi laut tercemar minyak adalah keharusan karena bersifat site-specific dan untuk penentuan teknik yang tepat

efektif dan efisien dalam kegiatan remediasi. Pre-studi dan pemantauan minimum yang diperlukan meliputi hal-hal di bawah ini.

Predictive hazard assessments. Kajian ini merupakan langkah awal untuk penetapan teknologi remediasi. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui secara prediktif kelakuan minyak di air laut baik mengenai sebaran konsentrasi minyak di media air, udara, zat padat/sediment dan biota. Model kajian ini dapat

digunakan multi media fugacity model atau release from the technosphere, dan masih banyak model yang dapat dikembangkan (OECD 1989 dalam

Mangkoedihardjo 2005: 6--7).

Treatability study. Kajian ini merupakan kelanjutan dari predictive hazard assessments. Setelah diketahui sebaran konsentrasi minyak di media lingkungan maka besaran konsentrasi minyak di tiap media diuji dengan teknik remediasi fisik, kimia, mikrobiologis, dan tumbuhan.

Biodegradation study. Kajian ini merupakan pendalaman treatability study

khususnya teknik bioremediasi. Terdapat pendekatan kajian bioremediasi yaitu: 1) Bioaugmentasi. Prinsipnya adalah mikroba pengurai minyak ditambahkan ke

lingkungan dimana telah tersedia mikroba dari berbagai spesies dan

terkontaminasi minyak. Penambahan mikroba pengurai minyak adalah untuk memperpendek fase adaptasi mikroba yang ada sehingga saat mulai proses bioremediasi dapat dipercepat (Hozumi dkk. 2000 dalam Mangkoedihardjo 2005:

7). 2) Biostimulasi. Prinsipnya adalah mikroba pengurai minyak yang telah ada dalam lingkungan terkontaminasi minyak distimulasi aktivitasnya dengan

penambahan nutrient. Penambahan nutrient diperlukan untuk meningkatkan laju bioremediasi. Nutrien utama yang diperlukan adalah ammonia N dan P (Jackson & Pardue, 1999 dalam Mangkoedihardjo 2005: 7).

(11)

perlu diketahui untuk media tak tercemar dan media tercemar minyak. Tinjauan tersebut diperlukan untuk menetapkan kelayakan remediasi di tempat (in-situ)

atau di luar tempat (ex-situ). 2) Isolasi dan karakterisasi mikroba yang mampu menguraikan minyak. Tinjauan ini diperlukan untuk menetapkan

bioaugmentasi(Mangkoedihardjo 2005: 7).

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Fahruddin. 2004. Dampak tumpahan minyak pada biota laut. 17 Maret. 3 hlm.

https://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/17/ilpeng/918248.htm, 17

Oktober 2007, pk. 13.42.

Hadi, S.N. 2003. Degradasi Minyak Bumi via "Tangan" Mikroorganisme. ?. 5

hlm. http://www.chem-is-try.org/rss, 17 Oktober 2007, pk. 13.36.

Horowitz, A., D.Gutnick, & E.Rosenberg, 1975. Sequential Growth of Bacteria on Crude Oil, Appl. Microbiol. 30(1) , 10--19.

Leahy, J.G.& .R. Colwell. 1990. Microbial Degradation of hydrocarbons in the environment. Microbial Reviews, 53(3), 305--315.

Mangkoedihardjo, S. 2005. Seleksi teknologi pemulihan untuk ekosistem laut tercemar minyak. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan ITS, Surabaya: 9 hlm.

Pikoli, M. R., P. Aditiawati, & D. I. Astuti. 2000. Isolasi bertahap dan identifikasi isolat bakteri termofilik pendegradasi minyak bumi dari sumur bangko. Proceddings Institut Teknologi Bandung, Bandung: 6 hlm.

Suryanto, D. 2003. Biodegradasi aerobik senyawa hidrokarbon aromatik

Gambar

Gambar 1.Bagan prosedur isolasi bakteri secara bertahap dari minyak bumi [ Sumber : Pikoli dkk
Gambar 3. contoh-contoh bakteri hasil isolasi dari minyak bumi (perbesaran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan tersebut dikemukakan beberapa implikasi yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Implikasi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran

Studi ini memberikan gambaran imple- mentasi model pembelajaran Integrasi Atribut Asesmen Formatif (IAAF) dalam pembelajaran Biologi Sel. Dalam pelaksanaan pembelajaran,

Tahap persiapan yang dilakukan diawali dengan persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian yang sebelumnya telah disterilkan.Kantong plastik sebagai wadah untuk

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 ;.. Dengan

22 Pada penelitian ini, pasta gigi herbal daun sirih memiliki rata-rata zona hambat paling kecil dibanding pasta gigi siwak dan cengkeh dalam menghambat pertumbu- han

No Kode Rek Kegiatan Lokasi Indikator dan Target Pagu Pagu N+1 Syarat Kelengkapan Keterangan 1 1.02.1.02.02.00.01.07 Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan SKPD; Tersedianya

Jika dilihat dari skor rata-rata yang tergolong dalam kategori netral dan jumlah persentase kategori tertinggi adalah kategori netral, maka dapat ditarik

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi statistika siswa SMP dalam menyelesaikan soal Ujian Nasional yang memiliki 3 aspek, yaitu subjek