• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Opini WTP Dengan Indikasi Bebas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Opini WTP Dengan Indikasi Bebas"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TANGERANG SELATAN

HUBUNGAN OPINI WTP DENGAN INDIKASI BEBAS KORUPSI

PADA ENTITAS PEMERINTAH

Paper Ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Pemerintahan II

Disusun oleh:

GIGIH SURYA PRAKASA 103060017337

Kelas 2L Akuntansi Pemerintahan

Mahasiswa Program Diploma III Keuangan Spesialisasi Akuntansi Pemerintahan

(2)

A. Abstraksi

Banyak kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah berjuang mati-matian untuk mendapatkan predikat laporan keuangan “wajar tanpa pengecualian”. Laporan Keuangan dengan predikat WTP adalah predikat yang paling tinggi yang dikeluarkan BPK atas hasil pemeriksaan keuangan suatu entitas pemerintah tersebut. Padahal masih ada pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu namun K/L dan Pemda hanya menonjolkan sisi pemeriksaan keuangan saja. Jika dilihat baik-baik, banyak indikasi korupsi yang tidak dilaporkan oleh K/L dan Pemda hanya karena mereka tidak mempublikasikan saran dan rekomendasi BPK atas hasil ketiga jenis pemerikaan tersebut. Bagaimana cara mendeteksi adanya kecurangan dalam laporan yang memiliki predikat WTP? Tentu kita harus mengetahui bagaimana hasil dan rekomendasi BPK atas kedua jenis pemeriksaan lainnya.

B. Pembahasan

Pemeriksaan keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sementara, pemeriksaan kinerja dimaksudkan untuk menilai apakah pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas sudah ekonomis, efisien, dan efektif. Sedang, pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) adalah pemeriksaan selain dua jenis tersebut, termasuk disini adalah pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya kecurangan (fraud) atau korupsi, pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan atas pengendalian intern, dan lain-lain," jelasnya.

Dari hasil itu, ujarnya, BPK dapat memberikan empat jenis opini yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified Opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse opinion).

Terdapat tiga jenis pemeriksaan BPK-RI sebagaimana diatur dalam undang-undang no. 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pasal 4, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

1. Pemeriksaan Keuangan

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah (Pusat, daerah, BUMN maupun BUMD), dengan tujuan pemeriksaan memberikan pernyataan pendapat/opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat/daerah Kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan didasarkan atas empat kriteria:

 Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah

(3)

 Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

 Efektifitas sistem pengendalian intern

Pernyataan pendapat/opini sebagai hasil pemerikasaan dimaksud terdiri dari pendapat ”Wajar Tanpa Pengecualian”, pendapat ”Wajar Dengan Pengecualian”, pendapat ”Tidak Memberikan Pendapat” dan pendapat ”Tidak Wajar”

a. Pendapat ”Wajar Tanpa Pengecualian”

Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, disingkat dengan WTP, dalam bahasa inggrisnya ”unqualified opinion”, adalah pendapat pemeriksaan rangking tertinggi dimana dalam pemdapatnya pemeriksa berpendapat laporan keuangan yang diperiksa itu telah menyajikan secara wajar apa yang

telah dilaporkan dalam laporan keuangannya

Ini berarti bahwa laporan keuangan yang diaudit telah menyajikan seluruh komponen/transaksi pemerintah daerah yang material secara wajar, dengan kriteria:

 Laporan keuangan sudah lengkap ( terdiri dari: Laporan Perhitungan Anggaran, Laporan Aliran

Kas, Neraca dan Nota Perhitungan APBD)

 Bukti-bukti/dokumen pendukung cukup lengkap

 Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah

Pemakaian Standar yang konsisten

 Tidak ada kondisi yang memerlukan paragraf penjelasan

b. Pendapat ”Wajar Dengan Pengecualian”

Pendapat Wajar Dengan Pengecualian, disingkat dengan WDP, dalam bahasa inggrisnya ”qualified opinion” adalah pendapat pemeriksaan rangking berikut (rangking kedua), dimana pemeriksa dalam memeriksa laporan keuangan berpendapat bahwa laporan keuangan yang diperiksa telah menunjukan laporan yang wajar dengan beberapa pengecualian. Dengan istilah lain, ”Wajar Dengan Pengecualian berarti, bahwa laporan keuangan yang di audit telah menyajikan komponen/transaksi pemerintah daerah yang material secara wajar, kecuali untuk komponen-komponen tertentu.

Kriteria dari pendapat ”Wajar Dengan Pengecualian” adalah:

 Laporan keuangan sebagian kecil ( tidak material) disusun tidak memenuhi standar akuntansi

keuangan

 Ruang lingkup pemeriksaan dibatasi.

c. Tidak Memberikan Pendapat

(4)

opinion”. Pemeriksa memberikan pendapat ini, karena ketidak lengkapan dan ketidak jelasan dokumen yang mendukung disiapkannya laporan keuangan tersebut. Pemeriksa/auditor tidak mempunyai keyakinan untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang diaudit. Kriteria dari kelompok jenis opini ini adalah:

 Ruang lingkup audit dibatasi (sangat material)

 Auditor tidak independen

 Tidak ada kriteria dalam menilai laporan keuangan

d. Pendapat ”Tidak Wajar” ( Adverse opinion)

Pendapat keempat, adalah pendapat yang paling jelek dengan opini ”Tidak Wajar”, dalam bahasa inggrisnya ”adverse opinion”. Pemeriksa memberikan pendapat ”tidak wajar”, karena berdasarkan dokumen yang ditemukan dalam menyusun laporan keuangan , ternyata laporan keuangan yang telah disusun, tidak memenuhi kaidah-kaidah yang diharuskan dalam penyusunan laporan keuangan atau dengan kata lain, laporan keuangan yang diaudit tidak disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.

Kriteria yang diperlukan:

 Prinsip akuntansi tidak dipakai

 Ketidak konsistenan dalam menggunakan prinsip akuntansi (material)

2. Pemeriksaan Kinerja

Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti/dokumen, untuk dapat melakukan penilaian secara objektive atas kinerja organisasi atau program/kegiatan yang diperiksa.

Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi/SKPD dan memudahkan pengambilan keputusan bagi gubernur selaku pimpinan tertinggi dari unit kerja dilingkungan pemerintah daerah. Pemeriksaan kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi.

(5)

ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu organisasi/SKPD telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mencapai tujuan program.

Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi adalah penilaian atas:

a. Sejauhmana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai.

b. Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau menghilangkan faktor-faktor yang menghambat efektivitas program.

c. Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu program.

d. Sejauhmana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan dampak yang tidak diharapkan.

e. Sejauhmana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang sejenis.

f. Sejauhmana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan yang sehat.

g. Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau ekonomi dan efisiensi. h. Kehandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan kinerja suatu

program.

3. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu

Pemeriksaan dengan tujuan adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu dapat bersifat: eksaminasi , reviu , atau prosedur yang disepakati Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, sering juga dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan laporan keuangan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Sebagai contoh adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang direncanakan dilakukan pemeriksaan dengan tujuan terntentu /pemeriksaan investigatif, setelah BPK RI memberikan pendapat disclaimer.

Apabila pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasarkan permintaan, maka BPK harus memastikan melalui komunikasi tertulis yang memadai bahwa sifat pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah telah sesuai dengan permintaan.

(6)

berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan "Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak.

Ini adalah ikhtisar hasil pemeriksaan BPK semester II tahun 2011 kepada DPD RI yang disampaikan oleh Ketua BPK, Drs. Hadi Poernomo, Ak

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011 tersebut terdiri dari: 1) Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksan atas LKPP Tahun 2011; 2) LHP atas LKPP Tahun 2011; 3) LHP Sistem Pengendalian Intern (SPI) LKPP Tahun 2011; 4) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan LKPP Tahun 2011; 5) Laporan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2005-2010; dan 6) Laporan Tambahan berupa Laporan Hasil Riviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Tahun 2011.

Objek pemeriksaan LKPP Tahun 2011 terdiri dari Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2011 dan 2010, Laporan Realisasi APBN (LRA) dan Laporan Arus Kas, serta Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2011 dan 2010.

BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion) atas LKPP Tahun 2011 dengan dua permasalahan. Pertama, adanya permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil Inventarisasi dan Penilaian (IP) atas Aset Tetap, yaitu: (1) Aset Tetap pada 10 Kementerian Negara/Lembaga (KL) dengan nilai perolehan Rp4,13 triliun belum dilakukan IP; (2) Aset Tetap berupa Tanah Jalan Nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp109,06 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum selesai dilakukan IP dan hasil IP tidak memadai; (3) Aset Tetap hasil IP pada 3 KL senilai Rp3,88 triliun dicatat ganda; (4) Pencatatan hasil IP pada 40 KL masih selisih senilai Rp1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil IP pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN); (5) Aset Tetap pada 14 KL senilai Rp6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya; dan (6) Pelaksanaan IP belum mencakup penilaian masa manfaat Aset Tetap sehingga Pemerintah belum dapat melakukan penyusutan Aset Tetap. Nilai Aset Tetap yang dilaporkan bisa berbeda secara signifikan jika Pemerintah menyelesaikan dan mencatat seluruh hasil IP.

(7)

bersih yang dapat direalisasikan atas Aset Eks BPPN yang berupa piutang. Data yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran saldo Aset Eks BPPN.

BPK RI juga menemukan permasalahan signifikan terkait kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) yaitu: (1) Inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan perhitungan bagi hasil Migas; (2) Pelaksaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal; (3) Terdapat kelemahan dalam pencatatan dan penatausahaan Aset Tetap; (4) Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan IP atas Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS); (5) Pelaksanaan IP Aset Eks BPPN tidak berdasarkan dokumen yang valid; (6) Penyelesaian Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) berlarut-larut dan penetapannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) dapat berbeda dengan penyerahan awal; (7) Sistem pertanggujawaban dan pelaporan lembaga non struktural, yayasan, dan badan lainnya dalam LKPP belum diatur secara konsisten dan komprehensif; dan (8) Terdapat selisih nilai Sisa Anggaran Lebih (SAL) Tahun 2011 antara fisik dengan catatannya.

Permasalahan signifikan terkait kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yaitu: (1) Terdapat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terlambat/belum disetorkan ke kas negara, kurang/belum dipungut, digunakan langsung di luar mekanisme APBN, dan dipungut melebihi tarif PP; (2) Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Migas atas arealonshore tidak sesuai dengan Undang Undang PBB dan Undang Undang Migas; (3) Terdapat perbedaan realisasi pendapatan hibah antara LKPP dengan LK Bagian Anggaran (BA) pengelolaan hibah yang tidak dapat dijelaskan dan penerimaan hibah langsung KL belum dilaporkan kepada Bendahara Umum Negara (BUN) dan dikelola di luar mekanisme APBN; (4) Pemerintah belum menetapkan status pengelolaan keuangan 7 perguruan tinggi yang telah dibatalkan status Badan Hukum Pendidikan (BHP)-nya; dan (5) Penyelesaian kesepakatan antara Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Perum Jamkindo atas Risk Sharing tunggakan Kredit Usaha Tani Tahun Penyediaan (KUT TP) 1998/1999 pola channeling berlarut-larut.

(8)

sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (i) Segera menetapkan status hukum pengelolaan keuangan atas 7 Perguruan Tinggi eks Badan Hukum Milik Negara (BHMN); dan (j) Membahas dengan pihak BI dan Perum Jamkrindo untuk menyepakati risk sharing atas KUT TP 1998/1999 secara akuntabel dengan mempertimbangkan rasa keadilan.

Hasil reviu atas pelaksanaan transparansi fiskal yang dilakukan atas pemenuhan 45 kriteria transparansi fiskal yang dikeluarkan oleh International Monetery Fund (IMF) yang meliputi kejelasan peran dan tanggung jawab pemerintah, proses anggaran yang terbuka, ketersediaan informasi bagi publik, dan keyakinan atas integritas data yang dilaporkan, menunjukkan bahwa pemerintah sudah memenuhi sebanyak 22 kriteria, belum sepenuhnya memenuhi sebanyak 22 kriteria, dan belum memenuhi sebanyak satu kriteria.

Hasil pemantauan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan atas LKPP sebelumnya menunjukkan dari 36 temuan yang belum selesai ditindaklanjuti, pemerintah telah selesai menindaklanjuti sebanyak 16 temuan sesuai saran yang diajukan oleh BPK, dan masih memproses tindak lanjut sebanyak 20 temuan. Permasalahan yang telah ditindaklanjuti oleh Pemerintah antara lain: (1) Menetapkan seluruh sistem akuntansi sehingga lingkup pelaporan di LKPP menjadi jelas, terakhir dengan menetapkan Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah, Transaksi Khusus, dan Badan Lainnya pada Tahun 2011; (2) Menyempurnakan sistem-sistem penyusunan LKPP yaitu Sistem Akuntansi Hibah sehingga dapat memudahkan pengesahan hibah langsung, Sistem Penerimaan Negara sehingga dapat memantau transaksi reversal dan menjelaskan selisih yang terjadi, dan sistem pencatatan dan rekonsiliasi Piutang Perpajakan sehingga catatan Piutang didukung dokumen sumber; (3) Mengubah penyelesaian PPN Ditanggung Pemerintah menjadi Subsidi PPN atas penyerahan jenis BBM tertentu oleh Badan Usaha kepada Pemerintah; (4) Menetapkan peraturan atas pengelolaan Badan Milik Negara (BMN) yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan; (5) Menetapkan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengawas Pemilihan Umum, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang sebagai Pengguna Anggaran di APBN Tahun 2012.

(9)

Opini atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) dan bagian anggaran bendahara umum negara (BA BUN) banyak mengalami peningkatan. Opini atas LKKL dan LK BA BUN yang merupakan elemen utama LKPP, menunjukkan kemajuan yang signifikan. Jumlah KL/BA BUN yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 terdapat 45 KL/BA BUN yang memperoleh opini WTP, kemudian meningkat menjadi 53 KL/BA BUN pada tahun 2010 dan 67 KL/BA BUN pada tahun 2011.

Perkembangan Opini Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) Tahun 2009-2011

Opini Tahun

2009 2010 2011

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 45 53 67

Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 26 29 18

Tidak Memberikan Pendapat (TMP) 8 2 2

Tidak Wajar (TW) - -

-Jumlah Entitas Pelaporan 79 84 87

BPK RI berharap DPR RI dapat membantu tindak lanjut LHP atas LKPP oleh Pemerintah sehingga tidak ada masalah yang sama pada tahun berikutnya dan kualitas LKPP dapat terus ditingkatkan oleh Pemerintah.

IHPS II Tahun 2011 memuat: (1) hasil pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2011, (2) hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, dan (3) hasil pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah, termasuk di dalamnya hasil pemantauan terhadap tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan BPK yang mengandung unsur pidana yang disampaikan kepada instansi yang berwenang (aparat penegak hukum).

Objek pemeriksaan BPK pada Semester II Tahun 2011 terdiri atas entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan BHMN/BLU yang mengelola keuangan negara, seluruhnya berjumlah 927 objek pemeriksaan.

Pemeriksaan diprioritaskan pada pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Selain prioritas pemeriksaan tersebut, BPK juga melakukan pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2010 yang belum diperiksa dan atau dilaporkan pada semester I Tahun 2011 dan pemeriksaan atas laporan keuangan (LK) badan lainnya.

(10)

pemeriksaan berupa ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebanyak 1.056 kasus senilai Rp6,99 triliun dan temuan penyimpangan adminstrasi dan kelemahan system pengendalian intern (SPI) sebanyak 6.615 kasus.

Pemeriksaan Keuangan dilakukan atas 158 LKPD Tahun 2010 serta 8 laporan keuangan BUMN dan badan lainnya. Dengan telah diselesaikannya pemeriksaan keuangan atas 158 LKPD Tahun 2010, maka dalam tahun 2011 BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas 516 LKPD Tahun 2010 dari 524 pemerintah daerah di seluruh Indonesia yang wajib menyusun LKPD Tahun 2010. Dari 516 LKPD Tahun 2010 yang diperiksa tahun 2011, BPK telah memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 34 LKPD (7%), opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 341 LKPD (66%), opini tidak wajar (TW) atas 26 LKPD (5%), dan opini tidak menyatakan pendapat (TMP) atas 115 LKPD (22%).

Terhadap pemeriksaan keuangan atas 8 laporan keuangan BUMN dan badan lainnya, BPK memberikan opini WTP untuk LK BP Migas Tahun 2009 dan 2010, dan opini WDP untuk LK PDAM Kota Padang dan PDAM Tirta Kerja Raharja Kabupaten Tangerang Tahun 2010, LK Dana Abadi Umat (DAU) Tahun 2008, 2009, 2010, dan LK BP Batam Tahun 2010.

Pemeriksaan Kinerja dilakukan atas 143 objek pemeriksaan, terdiri atas 30 objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah pusat, 56 objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah daerah, 9 objek pemeriksaan di lingkungan BUMN, 29 objek pemeriksaan di lingkungan BUMD, dan 19 objek pemeriksaan di lingkungan BLU. Pemeriksaan meliputi : (1) pelayanan kesehatan rumah sakit dan dinas kesehatan; (2) pengelolaan PDAM; (3) pengelolaan pendidikan; (4) upaya pengendalian korupsi; (5) efektivitas pengendalian pertumbuhan penduduk; (6) penetapan formasi dan pengadaan PNS; dan (7) efektivitas perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan monitoring dalam kegiatan bisnis perbankan. Hasil pemeriksaan kinerja pada umumnya mengungkapkan belum efektifnya suatu kegiatan atau program, diantaranya : (1) pelayanan kesehatan rumah sakit dan dinas kesehatan kurang efektif karena kelemahan-kelemahan seperti pelayanan kesehatan di ruang rawat inap kelas tiga belum sesuai standar dan adanya tambahan kenaikan harga obat yang dibebankan pada pasien; (2) pengelolaan pendidikan belum efektif yang ditunjukkan dengan antara lain entitas yang masih belum memiliki database kependidikan dan belum terpenuhinya standar pelayanan minimal pemenuhan sarana dan prasarana serta tenaga pendidik.

(11)

2.309 kasus kelemahan SPI dan 5.744 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp18.32 triliun, diantaranya sebanyak 3.507 kasus senilai Rp11,83 triliun merupakan temuan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan. Selama proses pemeriksaan temuan tersebut telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara/daerah senilai Rp61,04 miliar.

Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan menunjukkan bahwa dari sebanyak 216.122 rekomendasi senilai Rp121,34 triliun dalam hasil pemeriksaan tahun 2005 sampai dengan Semester II Tahun 2011. Sebanyak 127.310 rekomendasi senilai Rp51,53 triliun telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Sebanyak 47.094 rekomendasi senilai Rp45,43 triliun ditindaklanjuti belum sesuai dengan rekomendasi atau dalam proses tindak lanjut, dan sebanyak 41.718 rekomendasi senilaiRp24,37 triliun belum ditindaklanjuti. Entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK Tahun 2005 s.d. Semester II Tahun 2011 berupa penyetoran sejumlah uang ke kas atau penyerahan aset ke negara/daerah/perusahaan senilai Rp30,33 triliun.

Pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah menunjukan dari sebanyak 16.778 kasus kerugian negara senilai Rp4,32 triliun periode akhir Tahun 2003 s.d. Semester II Tahun 2011 telah dilakukan penyelesaian berupa angsuran terpantau sebanyak 4.401 kasus senilai Rp550,01 miliar, pelunasan sebanyak 6.794 kasus senilai Rp712,83 miliar, dan penghapusan kerugian negara/daerah atas 125 kasus senilai Rp12,43 miliar. Sisa kasus kerugian negara/daerah adalah sebanyak 9.859 kasus senilai Rp3,04 triliun.

Pemantauan terhadap hasil pemeriksaan BPK berindikasi tindak pidana korupsi yang disampaikan kepada instansi yang berwenang (aparat penegak hukum) menunjukkan bahwa sejak tahun 2003 s.d. akhir tahun 2011, jumlah LHP BPK berindikasi tindak pidana yang telah disampaikan kepada instansi berwenang adalah sebanyak 318 kasus senilai Rp33,87 triliun, diantaranya 13 kasus telah disampaikan BPK kepada aparat penegak hukum pada periode Semester II Tahun 2011. Dari 318 kasus yang diserahkan tersebut, instansi yang berwenang yaitu Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menindaklanjuti 186 kasus berupa pelimpahan kepada jajaran/penyidik lainnya sebanyak 37 kasus, ekspos/telaahan/koordinasi sebanyak 21 kasus, penyelidikan sebanyak 30 kasus, penyidikan sebanyak 10 kasus, proses sidang sebanyak 2 kasus, penuntutan sebanyak 11 kasus, vonis/banding/kasasi sebanyak 64 kasus, dan SP3 sebanyak 11 kasus. Sisa kasus yang belum ditindaklanjuti atau tidak ada data tindak lanjutnya sebanyak 132 kasus.

C. Kesimpulan

(12)

Pemeriksaan keuangan tidak ditujuan untuk menemukan fraud atau korupsi tapi jika auditor menemukan ada kecurangan akan memperluas pemeriksaan.

Kementerian dan lembaga pemerintah yang laporan keuangannya mendapat opini wajar tanpa pengecualian belum tentu bebas dari korupsi. Pemeriksaan keuangan bukan untuk melihat ada tidaknya korupsi, melainkan untuk mengetahui apakah laporan keuangan disajikan secara sesuai standar akuntansi pemerintah atau belum.

Dengan demikian, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) tidak bisa dijadikan tameng untuk menyatakan suatu kementerian atau lembaga bersih dan korupsi.

Banyak kesalahpahaman mengenai opini BPK. Banyak yang beranggapan, kementerian yang mendapat opini WTP dari BPK berarti bersih dari korupsi. Kondisi ini akhirnya menimbulkan polemik, salah satunya terkait laporan keuangan Kementerian Agama tahun 2011.

Pada tahun 2011, BPK memberikan opini WTP untuk laporan keuangan Kemenag. Namun, kemudian terungkap ada korupsi pengadaan AL Quran pada kementerian tersebut.

Pemeriksaan keuangan tidak menilai benar atau salahnya suatu laporan, tetapi wajar tidaknya penyusunan laporan keuangan. Jadi, sepanjang disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi, laporan keuangan bisa saja mendapat opini WTP meskipun sebenarnya mengandung korupsi.

Meski demikian bukan berarti BPK tidak menemukan kejanggalan atau penyelewengan saat memeriksa keuangan kementerian atau lembaga. Namun, untuk mengusut kasus korupsi, BPK akan melakukan pemeriksaan lain, yakni pemeriksaan dengan tujuan tertentu, seperti pada Kemenag.

Terkait pemeriksaan keuangan, ada empat opini yang bisa diberikan BPK., yakni berturut-turut WTP, wajar dengan pengecualian (WDP), tidak memberikan pendapat (disclaimer), dan tidak wajar.

predikat WTP itu cuma pertanda tercapainya tertib administrasi sesuai standar prosedural, bukan jaminan tak ada lagi korupsi.

Pertama, karena BPK hanya mengaudit berkas untuk memastikan semua dilakukan sesuai ketentuan dan procedural. Kedua, juga BPK tidak mengaudit proses on the spot yang mengawasi setiap tahapan pekerjaan.

Audit proses (seharusnya) dilakukan internal auditor (inspektorat), tapi cenderung absen fungsinya. Juga bukan audit investigasi, mencari penyimpangan dengan mengusut kembali prosesnya secara post factum Jadi, WTP bukan ukuran tak ada lagi korupsi. Sebaliknya, tertib administrasi itu justru menambah sulit pengungkapan korupsi karena selama ini malah cenderung digunakan untuk menyelubungi korupsi.

Administrasi keuangan pemerintah seharusnya berjalan dengan tiga dimensi due process of control

(13)

Kedua, kontrol internal (inspektorat) sejalan dengan eksternal (BPK). Ketiga, kontrol proses penerimaan anggaran sejalan dengan kontrol pengeluarannya.

D. Referensi

Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tangung Jawab Keuangan Negara

4. http://widiyaiswaradki.blogspot.com/2008/07/mengenal-jenis-pemeriksaan-badan.html . “Mengenal Jenis Pemeriksaan Badan Pmeriksa Keuangan”. diunduh pada tanggal 29 Juli 2012 pukul 22.53

5. http://www.bandarlampung.bpk.go.id/web/?p=2119 , ”KPK Curigai BPK Mengobral WTP?”, diunduh pada tanggal 29 Juli 2012 pukul 22.53

6. http://www.bpk.go.id/web/?p=12408 . “Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2011”. diunduh pada tanggal 29 Juli 2012 pukul 22.53

7. http://www.bpk.go.id/web/?p=12826 . “Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2011 Wajar Dengan Pengecualian. diunduh pada tanggal 29 Juli 2012 pukul 22.53

8. http://www.bpk.go.id/web/?p=13299 . “Opini WTP Tidak Menjamin Entitas Bebas Korupsi. diunduh pada tanggal 29 Juli 2012 pukul 22.53

9. http://www.bpk.go.id/web/?p=13302 . “Opini WTP Belum Tentu Bebas Korupsi. diunduh pada tanggal 29 Juli 2012 pukul 22.53

10.http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/04/05/89719/

bpk_opini_wtp_tidak_jamin_bebas_indikasi_korupsi/#.UBVOOLQ0Mk0. “BPK: Opini WTP Tidak Jamin Bebas Indikasi Korupsi”. diunduh pada tanggal 29 Juli 2012 pukul 22.53

11.http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/07/19/106918/

Referensi

Dokumen terkait

Refleksi merupakan analisis hasil observasi dan hasil tes. Refleksi pada siklus 2 dilaksanakan disetiap akhir pertemuan. Semua data yang diperoleh akan dipaparkan.. baik data

Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu PT Maulina Cipta Rasa sebagai pertimbangan dalam melakukan pengembangan produk dari sisi kualitas produk, kualitas

cara perawat menahan pasien pada bagian pinggangnya 8 6 Meminta pasien untuk menahan pegangan tangan (kruk) 8 7 Mengajarkan pasien untuk posisi tripot ( kruk ditempatkan sekitar 15.

Produk yang akan dikembangkan adalah bahan ajar keterampilan berbicara bahasa Indonesia bagi penutur asing tingkat pemula, sedangkan partisipan yang terlibat adalah ahli

LUARAN PENELITIAN Luaran wajib dari penelitian dana internal berupa satu artikel ilmiah minimal pada jurnal penelitian yang memiliki ISSN.. Luaran lainnya yang diharapkan

penegak dan pramuka pandega guna menyalurkan minat, mengembangkan bakat dan menambah pengalaman para pramuka dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan

semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat

Dalam komunikasi antarpribadi yang dibangun antara tamu pengunjung karaoke dengan Lady Companion dapat digunakan cara yang sopan baik dan tidak memancing satu sama