• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIDAK TUTUR MENURUT AUSTIN DAN SEARLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TIDAK TUTUR MENURUT AUSTIN DAN SEARLE"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI BERTUTUR

”Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Pragmatik yang diampu oleh Prof. Dr. Syahrul R., M. Pd.

Kelompok 3

1. Meta Darmawanti

2. Oksi Jelliza Putri

3. Winda Sevni Yenti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG

(2)

STRATEGI BERTUTUR

A. Pengantar

Bertutur merupakan satu aktivitas mengujarkan kalimat yang memiliki makna untuk mencapai tindak sosial tertentu seperti berjanji, memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain. Tindakan tersebut dinamakan tindak tutur, atau tindak ilokusioner. Bertutur berarti berkomunikasi antara pelaku tutur, yaitu penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur dan petutur adalah orang yang diajak bertutur dan sering juga disebut dengan mitra tutur/lawan tutur.

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak pernah lepas dari aktivitas bertutur. Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, bertutur memiliki makna mencapai tindak sosial tertentu seperti memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain adakalanya lawan tutur merasa tersinggung atau merasa tak enak hati. Oleh sebab itu, dalam bertutur diperlukan suatu strategi bertutur untuk menjaga kesopanan bertutur atau kesantunan dalam bertutur.

B. Strategi Bertutur

1. Strategi Bertutur Menurut Brown dan Levinson

Strategi berututur adalah cara atau teknik penyampaian tuturan secara spesifik yang dipilih penutur dengan maksud dan tujuan berbeda dengan mempertimbangkan berbagai faktor situasi tutur. Brown dan Levinson (dalam Syahrul 2008:18) menjelaskan bahwa pertimbangan yang dijadikan dasar pemilihan strategi bertutur adalah faktor-faktor sebagai berikut: (1) Jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance = D). (2) Perbedaan kekuasaan antara penutur dan mitra tutur (power = P). (3) Ancaman suatu tindak tutur berdasarkan pandangan budaya tertentu (the absolute rangking of inposisition in the particular culture = Rx).

(3)

Pertimbangan pemilihan strategi kesopanan itu diformulasikan oleh Brown dan Levinson menjadi sebagai berikut: Wx = D (S, H) + P (H, S) + Rx.

Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson (dalam Shahrul 2008:18) ada lima macam, yaitu: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) bertutur terus terang dengan basa-basi kesantunan positif, (3) bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, (4) bertutur secara samar-samar, dan (5) bertutur di dalam hati atau diam.

1) Bertutur Terus Terang Tanpa Basa-Basi (bald on record)

Strategi bertutur tanpa basa basi mencakup bentuk-bentuk tuturan yang dilakukan untuk melarang suatu tindakan secara langsung tanpa basa-basi. Strategi ini biasanya sedikit dilunakkan. Alasannya karena bertutur dengan strategi ini tidak ada basa-basi untuk membuat tuturan tersebut lembut dan manis. Jadi untuk menjaga kesopanan bertuturnya dilakukan dengan melunakkannya.

Contoh: ”Dik, tolong piringnya jangan dibiarkan kotor begitu, ya!”

Kalimat di atas merupakan kalimat larangan yang dilunakkan dengan menggunakan kata ‘tolong’ dan kata sapaan ‘Dik’.

2) Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Posistif (BBKP)

Strategi ini menyatakan bentuk-bentuk tuturan yang melarang suatu tindakan, dilakukan dengan kesantunan positif. Kesantunan positif ini maksudnya si penutur memasukkan dirinya sebagai kelompok yang sama dengan si petutur misalnya dengan menggunakan kata saudara, bagi saya, atau saya juga. Artinya, strategi ini mengarahkan penutur sebagai pemohon untuk menarik tujuannya dengan basa-basi.

(4)

Dalam strategi bertutur dengan basa-basi dengan kesantunan positif ada 15 substrategi yang dapat dipakai, yaitu:

(1) Pesan petutur, contohnya ”Saya akan melakukannya, tetapi kamu jangan pulang dulu!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang diminta pergi solat oleh temannya.

(2) Simpati yang berlebihan kepada petutur contohnya ”Saya akan memperhatikan pekerjaan Anda.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang menejer kepada karyawan bawahannya yang pemalas.

(3) Mempererat minat terhadap petutur, contohnya ”Ibu suka baju yang ini, Bu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang penjaga toko pakaian kepada seorang wanita yang sedang melihat-lihat baju yang ia jual.

(4) Menggunakan pemarkahan identitas kesamaan kelompok, contohnya

”Aku dan kamu sama-sama dari kampung yang sama, jadi tidak seharusnya kita bertengkar seperti ini, Wahyu.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang mengajak bertengkar.

(5) Mencari persetujuan contohnya ”Saya setuju dengan usulmu, dan lebih setuju lagi jika kita menambah peserta talk show.” Kalimat ini dituturkan oleh panitia talk show saat rapat kepada temannya yang mengusulkan untuk mengubah konsep acara.

(6) Menghindari ketidaksetujuan, contohnya ”Bagaimana jika kita satukan pendapat untuk mengambil tawaran dari perusahaan itu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lainnya ketika terjadi perbedaan ide.

(7) Menyatakan syarat umum, ”Kita tidak boleh melanggar perintah yang ada di AD/ART organisasi ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang akan melakukan sebuah pelanggaran dengan maksud melarangnya.

(8) Kelakar atau humor, contohnya ”Kamu memang cantik pakai baju itu, tapi lebih cantik jika kamu mengenakan jilbab.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang memakai baju baru dan menasehati untuk mengenakan jilbab.

(9) Satukan pengetahuan penutur dengan kekurangan petutur, contohnya

(5)

seorang mahasiswa kepada temannya yang sedang mengemukakan pendapat dalam suatu diskusi.

(10) Menjanjikan, contohnya ”Bagaimana kalau kita lanjutnya pembahasan masalah ini besok saja?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang forum diskusi kepada anggota diskusi lainnya.

(11) Optimis, contohnya ”Saya yakin, kamu pasti akan menang.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang teman kepada temannya yang akan ikut berlomba.

(12) menghubungkan janji yang bersifat optimis, (13) meminta pertimbangan,

(14) menyatakan anggapan,

(15) berikan simpati kepada petutur.

3) Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Negatif (BBKN)

Kesantunan negatif khusus diungkapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kelihatan seperti meminta izin untuk menyatakan suatu pertanyaan. Strategi ini direalisasikan dalam bentuk sembilan substrategi sebagai berikut: (1) tuturan berpagar, contohnya ”Saya sebenarnya ingin meminta bantuanmu mengerjakan tugas ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya untuk membantunya mengerjakan tugasnya (2) tuturan tidak langsung, contohnya

”Kata Naya, Ibu mencari saya?” Kalimat ini dituturkan oleh ketua kelas kepada gurunya (3) tuturan meminta maaf, contohnya ”Maafkan saya terlambat, Bu.”

Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang terlambat kepada dosennya (4) tuturan meminimalkan beban, contohnya ”Biar saya saja yang membawakan tas Ibu.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada dosennya (5) tuturan permintaan dalam bentuk pertanyaan, ”Bisakah saya melihat korannya?”

Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria di dalam bus kepada orang yang duduk di bangku sebelahnya (6) tuturan impersonal, contohnya ”Anda yakin ingin melakukannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya ketika temannya ingin bolos kerja (7) tuturan yang menyatakan kepesimisan, contohnya

(6)

menyatakan rasa hormat, contohnya ”Silakan Ibu yang berjalan di depan.”

Kalimat ini dituturkan oleh mahasiswa kepada dosennya saat berjalan keluar dari kelas.

4) Bertutur Secara Samar-samar (BSs)

Strategi ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tuturan yang mengandung isyarat kuat dan tuturan yang mengandung isyarat lunak. Tuturan yang mengandung isyarat kuat mengacu pada tuturan yang mempunyai daya ilokusi kuat. Sebaliknya, tuturan yang mengandung isyarat lunak mengacu pada tuturan yang daya ilokusinya lemah. Dalam strategi ini, ada 12 substrategi yang dipakai, yaitu (1) menggunakan isyarat, contohnya ”Kamu harus ke sana!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya dengan menunjuk arah tempatnya (2) menggunakan metafora, contoh ”Jangan samakan aku dengan tikus berdasi!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya yang menuduhnya korupsi (3) menggunakan syarat, (4) menggunakan status bawah, contohnya ”Kamu terlalu berlebihan aku tidak sehebat itu, kok.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya yang sedang memujinya (5) menggunakan tautologi, contohnya ”Saya melihat apa yang kamu lakukan dengan mata kepala saya sendiri.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang remaja kepada temannya yang kedapatan mencuri uang di kelas (6) menggunakan pertentangan, (7) ironis, contohnya ”Tulisanmu bagus sekali sampai-sampai saya tidak dapat mengerti satu pun maksudnya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang editor kepada penulis yang mengirimkan naskah tulisannya (8) gunakan kiasan, (9) gunakan pertanyaan retoris, contohnya ”Zaman sekarang, siapa yang tidak pakai twitter?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang laki-laki kepada temannya yang bertanya apakah ia menggunakan twitter (10) bersifat rancu dan samar-samar, (11) meremehkan petutur, dan (12) penggunaannya tidak sempurna.

5) Bertutur di dalam Hati atau Diam

(7)

paling tidak langsung jika dibandingkan dengan strategi bertutur lainnya karena tidak ada satu katapun yang menandai pesan penutur kepada mitra tutur melalui tuturan.

2. Strategi Bertutur Menurut Blum-Kulka

Blum-Kulka (dalam Syahrul 2008:24) mengemukakan bahwa sistem kesantunan mewujudkan penafsiran budaya tentang interaksi di antara empat parameter penting, yaitu motivasi sosial, cara pengungkapan, perbedaan sosial, dan makna sosial. Blum-Kulka menguji kesantunan dalam konteks bahasa Yahudi Israel dengan menginterpretasikan kembali teori-teori kesantunan dengan cara kultur-relativistik. Istilah 'norma-norma budaya' atau 'skrip budaya' merupakan istilah terpenting pada pendekatan teori yang diterapkannya. Ia memperkenalkan perbedaan antara pilihan-pilihan linguistik strategi dan obligatori, tetapi berargumen bahwa ruang lingkup dan kedalaman kesantunan tersebut berbeda antara satu budaya dengan budaya yang lain. Posisi teoritisnya adalah bahwa kesantunan memanifestasi interpretasi yang secara kultur tersaring terhadap interaksi antara empat paremeter penting tersebut. Menurutnya, konsep-konsep budaya saling terkait dalam menentukan sifat masing-masing parameter tersebut, sehingga memengaruhi pemahaman sosial tentang kesantunan pada berbagai masyarakat di dunia.

Motivasi sosial merujuk kepada alasan-alasan mengapa orang santun, yakni alasan-alasan keberfungsian kesantunan; mode-mode ekspresif (cara pengungkapan) merujuk kepada bentuk-bentuk linguistik yang berbeda yang digunakan untuk memperlihatkan kesantunan; perbedaan sosial merujuk kepada parameter penilaian situasi yang berperan dalam kesantunan; dan makna sosial merujuk kepada nilai kesantunan dari ungkapan linguistik khusus dalam konteks situasi yang khusus.

(8)

1) Tuturan Langsung

Tuturan langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang secara konvensional sesuai dengan fungsinya. Misalnya, meminta dilakukan dengan modus kalimat imperatif, ”Pergi belikan obat Ayah di warung Siti!”

Kalimat ini dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya saat menyuruh anaknya membelikan obat untuk ayahnya. Bertanya dilakukan dengan modus kalimat interogatif, misalnya ”Kenapa kalian tidak mengumpulkan tugas?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang guru kepada siswanya yang tidak mengumpulkan tugas.

2) Tuturan Tidak Langsung

Tuturan tidak langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang telah mengalami peralihan fungsi konvensioanalnya. Misalnya, meminta dilakukan dengan kalimat tanya atau deklaratif contohnya, ”Ibu masih lama di Padang, kan? Saya mau berdiskusi dengan Ibu soal skripsi saya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang meminta dosennya untuk berdiskusi mengenai skripsinya. Maksud tuturan tersebut adalah permintaan yang dilakukan dengan kalimat interogatif dan deklaratif yang membuat tuturan ini terdengar sopan. Bertanya menggunakan kalimat deklaratif misalnya ”Lina, aku tidak dapat menjawab soal nomor tujuh.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang siswa kepada temannya saat mengerjakan latihan dari guru mereka di kelas. Tuturan ini adalah tuturan deklaratif dengan maksud bertanya jawaban soal nomor tujuh apa? dan sebagainya.

3) Tuturan dengan Isyarat

Tuturan dengan isyarat ialah tuturan yang isinya tidak ada relevansi dengan maksud tuturan tersebut. Contoh tuturan isyarat adalah, ”Aduh, cantiknya bunga yang satu itu, Buk. Bagaimana kalau dipindahkan saja ke rumah saya, Buk?”

(9)

memiliki anak gadis terlibat dalam tuturan yang bermaksud permintaan dari penutur. Permintaan tersebut adalah penutur meminta agar petutur memberikan anak gadisnya sebagai calon istri dan menjadikannya menantu.

C. Implementasi dalam Pembelajaran di Kelas

Kegiatan bertutur di dalam kelas memerlukan strategi bertutur seperti yang telah dijelaskan di atas. Strategi bertutur diperlukan untuk menjaga kesantunan bertutur antara siswa sebagai penutur dan guru sebagai petutur, atau antara guru sebagai penutur dan siswa sebagai petutur, dan antara siswa sebagai penutur dan siswa lainnya sebagai petutur.

Implementasi strategi bertutur di dalam kelas di antaranya adalah:

1. Seorang guru melarang siswa mencoret-coret meja dengan mengatakannya secara langsung tanpa basa-basi, ”Dodi, jangan mencoret-coret meja, Nak! Nanti pena kamu habis dan mejanya jadi tidak enak dipandang.”

2. Seorang siswa malarang temannya yang sedang mematahkan kapur tulis, ”Den, kita nggak boleh matahin kapur kata Bu Guru.”

3. Seorang siswa mengusulkan kepada gurunya agar tempat belajar mereka di sebuah sungai yang asri dengan meminta persetujuan dan menghindari ketidaksetujuan, ”Ibu, bagaimana kalau kita ke luar dari kelas dan mencari tempat yang lebih banyak memberikan inspirasi untuk membuat puisi?”

4. Seorang guru membangkitkan semangat siswanya yang akan mengikuti olimpiade dengan kata-kata yang optimis, ”Kamu pasti bisa menang dan mengharumkan nama sekolah kita.”

5. Seorang guru melarang siswanya datang terlambat dengan mengucapkan kalimat berpagar, ”Ibu sebenarnya ingin melihat kamu datang tepat waktu.”

6. Seorang siswa berkata kepada wali kelasnya saat gurunya itu sedang sibuk mengoreksi tugas teman sekelasnya, ”Biar saya bantu pekerjaan Ibu.”

(10)

”Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri, Bu. Sungguh, saya tidak bohong.”

8. Seorang guru berkata kepada seorang muridnya ketika tugasnya menggunakan ironi, ”Tugasmu rapi sekali, sampai-sampai Ibu tidak bisa membacanya. Ayo kamu ulangi dengan lebih bagus!”

D. Rangkuman

Strategi bertutur menurut Brow dan Levinson ada lima, yaitu bertutur secara terus terang tanpa basa-basi; (2) bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan posistif; (3) bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopapanan negatif; (4) bertutur secara samar-samar; dan (5) tidak menuturkan sesuatu atau diam. Selanjutnya, strategi bertutur menurun Blum-Kulla ada tiga macam, yaitu (1) bertutur secara langsung; (2) betutur secara tidak langsung; dan (3) bertutur dengan isyarat.

E. Kepustakaan

Manaf, Ngusman Abdul. 2011. ”Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh dalam Bahasa Indonesia”, Litera. Oktober Vol. 2 No. 2, hlm 213.

Referensi

Dokumen terkait

Petani mitra sebanyak 29,3 persen mempunyai tingkat kebutuhan modal yang tinggi, dalam hal ini mereka memenuhi kebutuhan tersebut dengan berinteraksi dengan pihak dari

Dalam perancangan ini dilakukan melalui perpaduan antara ilustrasi dengan narasi yang dapat membangun dan menggambarkan sebuah pesan ataupun makna yang

Faktor yang mempengaruhi pembuatan snack adalah perbandingan bahan baku dengan terigu, pada proses blanshing berpengaruh untuk inaktifasi enzim serta terjadi

Dalam konteks penelitian ini, maka yang dimaksud dengan sikap pengemudi angkutan taksi (taksi blue bird) adalah ungkapan perasaan seorang pengemudi terhadap

Berdasarkan hasil penelitian yang dijelaskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa Kelas Khusus Internasional (KKI) Institut Agama Islam Negeri

Fokus Penelitian fenomenologis ini adalah memahami bagaimana proses terbentuknya penyesuaian diri wanita etnis Jawa yang menikah dengan pria etnis Cina dalam latar

tentang: nomor pendaftar, nama calon peserta didik, asal satuan pendidikan, jarak tempat tinggal peserta didik, nilai USBN SD atau bentuk lain yang sederajat,

Analisa rugi rugi daya dari gardu induk Sragen ke Masaran pada transmisi tegangan tinggi 150kV dapat dilakukan dengan pengambilan data tegangan dan arus.. Metode