• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MENTIMUN DAN REBUSAN SELEDRI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EFEKTIFITAS PEMBERIAN MENTIMUN DAN REBUSAN SELEDRI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MENTIMUN DAN REBUSAN SELEDRI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI

Sri Handayani* INTISARI

Latar Belakang : Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal, secara umum seseorang mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi dapat diatasi dengan pemberian terapi non farmakologi dan farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat menurunkan tekanan darah adalah seledri (Apium graveolens) yang memiliki kandungan aphigenin dan mentimun (cucumis sativuus linn) yang memiliki kandungan kalium.

Metode Penelitian : Desain penelitian menggunakan eksperimen semu atau Quasi Eksperimen dengan rancangan Non – Equivalent Control Grou. Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling dengan cara memilih sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dengan jumlah sampel 45 responden. Teknik analisa data mengguna Anova.

Tujuan : Untuk mengetahui keefektifan antara pemberian rebusan seledri dan jus mentimun

Hasil : Analisa bivariat dengan menggunakan Anova p value<0,05 dan dengan membandingkan antara ketiga kelompok didapatkan hasil terdapat perbedaan bermakna antara ketiga kelompok dan pemberian seledri lebih efektif dibandingkan yang lainnya Kesimpulan : Pemberian rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah.

Kata Kunci : Hipertensi, rebusan seledri, jus mentimun

(2)

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Batas tekanan darah yang masih dianggap normal pada individu dewasa adalah kurang dari 120 mmHg, sedangkan bila tekanan darah lebih dari 120 mmHg individu harus mulai mewaspadai terjadinya hipertensi. ( Joint National Committee 7,2011)

Di dunia prevalensi untuk kejadian hipertensi menyumbangkan angka yang sangat besar, yakni ditemukan sekitar 1 milyar kasus individu yang mengalami hipertensi. Angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya yang di sebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hipertensi itu sendiri. Prevalensi hipertensi meningkat pada individu dengan usia lanjut, dimana setengah dari orang usia 60 – 69 tahun dan sekitar tiga perempat dari orang yang berusia 70 tahun. (Joint national committe 7,2011)

Kebanyakan masyarakat awam menganggap bahwa hipertensi hanya akan terjadi pada usia lanjut, namun peneliti kasus baru – baru ini mengatakan bahwa resiko hipertensi bisa terjadi dengan siapapun dan dengan usia berapa pun. Penelitian tersebut mengatakan bahwa 90% dari kasus hipertensi terjadi pada laki – laki dan perempuan berusia 55 – 65 tahun.( Joint National Committee 7,2011)

Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertnsi terkontrol. Prevalensi 6 – 15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor resikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. (Ardiansyah M,2012)

(3)

Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang bersifat diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Selain itu untuk memperolehnya juga diperlukan biaya yang cukup mahal dan tidak dapat dicapai untuk seluruh kalangan masyarakat. Selain masalah biaya terapi farmakologis juga memiliki efek samping yang dapat mengganggu kinerja anggota organ lain. Sebagai contohnya, seperti yang telah disebutkan oleh wulandari (2011) bahwa efek samping dari obat Calcium Channel Blocker (CCB) yaitu kemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin, nyeri abdomen dan mual karena terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastro‐intestinal yaitu konstipasi.

Untuk mengantisipasi hal tersebut terdapat terapi non farmakologis yakni dengan diet rendah garam dan melakukan pola hidup sehat seperti makan secara teratur dan istirahat yang cukup selain itu diimbangi dengan olahraga yang rutin (Lanny 2011). Selain bisa dilakukan dengan sangat mudah dan menarik terapi non farmakologis ini juga sangat ekonomis dan bisa dijangkau oleh berbagai kalangan. Selain itu tidak adanya efek samping juga merupakan salah satu alasan kenapa terapi non – farmakologis ini sangat digemari.

Walaupun demikian terapi non farmakologis hanya dapat diberikan pada penderita hipertensi dengan stadium awal. Pada penderita hipertensi dengan stadium lanjut pemberian terapi farmakologis harus tetap diberikan dan sesuai dengan anjuran dokter. Pemberian terapi non farmakologis sifatnya hanya mengontrol tekanan darah agar tetap stabil. (Joint National Committee 7,2011)

Salah satu pengobatan alternatif yang dapat menjadi pilihan untuk penurunan tekanan darah yakni dengan terapi herbal. Terapi ini menggunakan tanaman yang telah terbukti secara medis memiliki kandungan obat herbal sebagai antihipertensi, diantaranya adalah bawang putih atau Allium Sativum, seledri atau Apium graveolens, mentimun atau cucumis sativuus linn, Anggur atau Vitis vinifera, avokad atau aguacate. (Soeryoko H,2010)

(4)

untuk membantu melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan membantu menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri. Pthalides dapat mereduksi hormon stres yang dapat meningkatkan darah dikutip dari Soeryoko (2011). Selain mengandung apigenin dan pthalides seledri juga mengandung gizi yang tinggi, vitamin A,B1, B2, B6 dan juga vitamin C. Seledri juga kaya pasokan kalium, asam folic, kalsium, magnesium, zat besi, fosfor, sodium dan banyak mengandung asam amino esensial. Selain itu untuk mendaptkan seledri ini tdak terlalu sulit dan sangat terjangkau di masyarakat.Mentimun atau cucumis sativuus linn juga merupakan salah satu pengobatan herbal yang dapat menurunkan tekanan darah. Kandungan air yang mencapai 90% dalam mentimun serta kalum yang tinggi dipercaya akan mengeluarkan garam dari tubuh. Mentimun sudah sangat populer di masyarakat baik sebagai lalap maupun di sajikan dalam berbagai macam hidangan. Seperti seledri, mentimun juga sangat mudah dicari dan harganya cukup terjangkau. Tidak ditemukan adanya efek samping yang diberikan mentimun menjadikan mentimun ini salah satu rekomendasi yang diberikan ahli medis untuk menurukan tekanan darah.

Setelah dilakukan studi pendahuluan di Kampung Todangsan RW 04 dan RW 05 Tonggalan Klaten Tengah ditemukan warga dengan usia dibawah 60 tahun sebanyak 20 orang yang mengalami hipertensi. Ketika ditanya kepada sebagian masyarakat yang terkena hipertensi tentang pengobatan herbal ini, mereka hanya mengetahui bahwa kedua bahan ini hanya dapat dimanfaatkan dalam masakan sehari – hari saja. Responden belum mengetahui antara mentimun dan seledri yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Sedangkan untuk mengurangi tekanan darah mereka menggunakan obat – obat farmakologis.

Menurut hasil uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektifitas pemberian rebusan seledri dan mentimun di Kampung Todangsan RW 04 dan RW 05 Tonggalan Klaten Tengah Tahun 2013.

B. Metode

(5)

Dalam rancangan kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan pretest dan diikuti intervensi (X). Setelah selang beberapa waktu dilakukan postest pada kedua kelompok tersebut (Notoadmojo, 2002).

\

Keterangan :

X : Pemberian rebusan seledri dan mentimun

O1 : pengukuran pertama kelompok pemberian seledri O1’ : pengukuran kedua kelompok pemberian seledri O2 : pengukuran pertama kelompok pemberian mentimun O2’ : pengukuran kedua kelompok pemberian mentimun O3 : pengukuran pertama kelompok kontrol

O3’ : pengukuran kedua kelompok kontrol

Populasi dari penelitian ini adalah warga yang mengalami hipertensi di RW 04 dan RW 05 Tonggalan Klaten Tengah. Sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan metode purposive sampling yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi atas tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Peneliti memilih subyek penelitian berdasarkan pada pertimbangan peneliti yaitu yang memenuhi kriteria inklusi : warga yang bersedia menjadi responden penelitian, warga yang berusia >18 tahun – 50 tahun, warga yang mengalami hipertensi primer, dapat berkomunikasi secara verbal dan kriteria eksklusi : warga yang mengkonsumsi obat penurun tekanan darah, warga yang mengalami hipertensi primer yang memiliki alergi terhadap pemberian intervensi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel sebanyak 45 responden. Pada kelompok mentimun sebanyak 15 responden dan seledri sebanyak 15 responden sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 15 responden.

Instrumen penelitian alat sphygmamometer digunakan untuk mengukur tekanan darah sistolik dan diastolik pada responden penelitian. Sphygmamometer yang digunakan adalah sphygmamometer aneroid, timbangan digunakan untuk

Pretest Perlakuan Postest

Kelompok eksperimen O1 X O1’

O2 X O2’

(6)

menimbang berat sayur dan buah yang akan dibuat sari makanan, dan gelas ukur digunakan untuk mengukur seberapa banyak volume sari makanan yang akan diberikan pada respnden. Bahan yang digunakan seledri atau apium graveolens yang diperlukan dalam sekali pembuatan rebusan seledri adalah 200 gram, mentimun atau cucumis sativuus yang diperlukan dalam sekali pembuatan jus mentimun adalah 300 gram.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Analsis Univariat

Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu mengenai karakteristik responden

Tabel 1 Hasil Analisis Karakteristik Berdasarkan Usia Responden di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Variabel N

Umur (th)

Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi

Umur 45 23 50 33,04 7,23

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa usia responden yang intervensi paling muda 23 tahun dan paling tua 50 tahun, rata-rata usia antara 33,04 ± 7,23.

Tabel 2 Hasil Analisis Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Jenis

Kelamin N %

Laki – laki Perempuan

21 24

46,7 53,3

(7)

Tabel 3 Hasil Analisis Tekanan Darah Sistolik Sebelum Perlakuan di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Kelompok N

Tekanan darah Sistolik

Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi RebusanSeledri Jus Mentimun Kontrol 15 15 15 120 120 120 140 140 140 130.3 133.0 130,6 6.93 6,49 7,52

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tekanan darah sistolik sebelum diberikan intervensi memiliki rata – rata yang relatif sama baik antara kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol. Dan pada kelompok kontrol yang memiliki rata – rata paling tinggi yakni 130,6 ± 7,52 Tabel 4 Hasil Analisis Tekanan Darah Sistolik Sesudah Perlakuan di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Kelompok N

Tekanan darah Sistolik

Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi RebusanSeledri Jus Mentimun Kontrol 15 15 15 110 110 120 130 135 140 118,6 127,0 134,3 7,18 6,49 5,93

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata – rata tekanan darah pada ketiga kelompok hanya memiliki selisih yang tidak terlalu besar baik antara kelompok rebusan seledri, kelompok jus mentimun dan kelompok kontrol. Tabel 5 Hasil Analisis Tekanan Darah Diastolik Sebelum Perlakuan di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Kelompok N

Tekanan darah diastolik

(8)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tekanan darah diastolik sebelum dilakukan perlakuan memiliki rata – rata yang relatif sama baik antara kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol.

Tabel 6 Hasil Analisis Tekanan Darah Diastolik Sesudah Perlakuan di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Kelompok N

Tekanan darah diastolik

Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi Rebusan Seledri Jus Mentimun Kontrol 15 15 15 70 70 80 80 85 90 74,3 78,0 84,6 4,95 3,68 4,80

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata – rata tekanan darah pada ketiga kelompok hanya memiliki selisih yang tidak terlalu besar baik antara kelompok rebusan seledri dan kelompok yang diberi jus mentimun, namun dapat dilihat bahwa kelompok kontrol memiliki rata – rata tekanan darah diastolik paling tinggi yakni 84,6 ± 4,80.

Tabel 7 Hasil Analisis Tekanan Darah Pre dan Post Perlakuan di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Kelompok N

Rata – rata tekanan darah Pre

sistolik Post sistolik

Pre diastolik Post diastolik Rebusan Seledri Jus Mentimun Kontrol 15 15 15 130,3 133,0 130,6 118,6 127,0 134,3 87,6 84,3 83,0 74,3 78,0 84,6

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa antara kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol yang memiliki selisih penurunan terbanyak yakni pada kelompok rebusan seledri kemudian dibawahnya kelompok jus mentimun dan yang memiliki selisih penurunan tekanan darah paling sedikit adalah pada kelompok kontrol.

(9)

Kelompok N Tekanan darah sistolik

Tekanan darah diastolik Rebusan Seledri

Jus Mentimun Kontrol

15 15 15

9,6 6 -3,6

10,3 6,3 -1,6

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang memiliki hasil postif dapat diartikan tekanan darah sebelum perlakuan lebih besar daripada tekanan darah sesudah. Sedangkan untuk hasil negarif dapat diartikan tekanan darah sebelum perlakuan lebih besar daripada tekanan darah sesudah perlakuan. Dari tabel 4.8 diatas maka didapatkan hasil untuk pemberian rebusan seledri memiliki penurunan paling banyak pada tekanan darah sistolik dan diastolik dengan rata – rata selisih pada tekanan darah sistolik yaitu 9,6 dan rata – rata selisih tekanan darah diastolik yaitu 10,3

b. Analisis Bivariat

Hasil analisis pemberian intervensi di desa Tonggalan, Klaten Tengah pada kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol sesudah diberi perlakuan.

Tabel 9 Analisis Rata - Rata Tekanan Darah Sistolik antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Intervensi N Mean SD F P.value

Rebusan seledri 15 9,67 5,16 29,69 0,00 Jus mentimun 15 6,00 6,14

Kontrol 15 -3,67 2,8

(10)

Hitung>F tabel dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan untuk tekanan darah pada ketiga kelompok

Tabel 10 Analisis perbedaan tekanan darah diastolik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Intervensi N mean SD F P.value

Rebusan seledri 15 10,3 4,08 40,5 0,00

Jus mentimun 15 6,3 2,96

Kontrol 15 -1,67 3,9

Berdasarkan tabel maka dapat disimpulkan rata – rata selisih tekanan darah pada kelompok rebusan seledri 10,3±4,08, pada kelompok jus mentimun 6,3±2,96 dan pada kelompok kontrol -1,67±3,9. Sedangkan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada masing – masing kelompok baik kelompok intervensi maupun kelompok kontrol yakni dengan membandingkan dengan dengan F tabel dengan tingkat keyakinan 95% dan α = 5%, df 1= 2 dan df 2= 42 hasil untuk F tabel = 3,22. Apabila dibandingkan dengan F hitung = 40,5 maka F Hitung>F tabel dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan untuk tekanan darah diastolik pada ketiga kelompok.

Hasil analisis keefektifitasan pemberian rebusan seledri dan mentimun di Desa Tonggalan, Klaten Tengah pada kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol sesudah diberi perlakuan.

Tabel 11 Analisis Keefektifitasan Tekanan Darah Sistollik antara Pemberian Rebusan Seledri dan Mentimun di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Intervensi Vs Mean p.value

Rebusan seledri Tidak diberi 13,3 0,00

0,00

Jus mentimun Tidak diberi 9,67

(11)

Tabel 12 Analisis keefektifitasan tekanan darah diastolik antara pemberian rebusan seledri dan mentimuni di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Intervensi Vs mean p.value

Rebusan seledri Tidak diberi 12,0 0,00

0,00

Jus mentimun Tidak diberi 8,0

Dari tabel 4.13 diatas dengan menggunakan uji post hoc LSD dengan p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara kelompok kontrol dan rebusan seledri, kelompok kontrol dengan jus mentimun dan jus mentimun dengan rebusan seledri memiliki perbedaan yang bermakna. Dan yang paling menunjukkan angka yang signifikan yakni antara rebusan seledri dan jus mentimun.

Dari tabel diatas untuk mengetahui kelompok mana yang lebih efektif antara rebusan seledri atau jus mentimun dapat dilihat dengan membandingkan antara kelompok intervensi dengan kelompok yang tidak diberi. Dari tabel diatas pada kelompok rebusan seledri memiliki rata – rata penurunan tekanan darah lebih besar daripada kelompok jus mentimun jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan kelompok mentimun.

D. Pembahasan

(12)

Hasil analisa selanjutnya yang didapatkan dari analisa Post Hoc LSD, ditemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kemudian apabila dilihat dari perbandingan mean antara kelompok yang tidak diberi perlakuan dengan kelompok yang diberi jus mentimun dan rebusan seledri baik pada tekanan darah sistolik maupun diastolik maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah.

Perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberikan jus mentimun dan kelompok kontrol. Pada ketiga kelompok tersebut dapat dilihat bahwa pemberian jus mentimun dan seledri tersebut efektif untuk menurunkan tekanan darah. Hal ini dapat terlihat dari mekanisme kerja antara jus mentimun dan rebusan seledri. Seledri terbukti berhasil menurunkan tekanan darah tinggi karena terdapat aphigenin. Aphigenin merupakan senyawa flavanoid yang termasuk kedalam golongan plavon. Secara kimia aphigenin didefinisikan sebagai senyawa 4,5,6- trihidosiflavon. Senyawa yang memiliki bobot molekul 270,2 ini dapat larut dalam alkohol panas dan dimetilsulfoksida (DMSO). Titik didih dari senyawa ini adalah 345 – 350◦C dan lebih baik disimpan dalam suhu 4◦C (pinem, 2007).

Aphigenin merupakan senyawa flavanoud yang aktifitasnya sebagai calcium antagonis yang berpengaruh pada tekanan darah. Ini artinya senyawa aktif dalam seldri bekerja pada reseptor pembuluh darah yang akhirnya memberi efek relaksasi. Pada pasien hipertensi saat tekanan darah naik maka pembuluh darah akan mengencang dan menegang. Padahal normalnya hanya berdenyut saja. Karena memberi efek relaksasi, konsumsi seledri bisa mengurangi ketegangan pembuluh darah. Efek yang diberikan langsung ke dalam pembuluh darah membuat seledri ini tidak memerlukan waktu yang lama untuk menurunkan tekanan darah.

(13)

dan 2% terdapat diluar tubuh sehingga membantu menurunkan tekanan darah. Kalium dengan konsentrasi yang tinggi didalam cairan intraseluler sehingga menarik cairan ekstra seluler dan menurunkan tekanan darah (zauhani, 2010).

Karena memiliki efek diuretik sehingga bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga untuk menurunkan tekanan darah di perlukan waktu yang cukup lama untuk menunjukkan hasil yang signifikan. Inilah alasannya kenapa rebusan seledri lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan jus mentimun.

Pada penelitian ini terdapat dua faktor resiko yakni faktor yang dapat dikendalikan dan faktor yang tidak dapat dikendalikan yang dapat mempengaruhi proses penurunan tekanan darah. Faktor yang dapat dikendalikan antara lain kurang olahraga, konsumsi garam berlebihan, merokok, minum alkohol. Sedangkan faktor yang tidak dapat dikendalikan yakni umur, jenis kelamin dan genetik.

Sedangkan untuk penanganan hipertensi sendiri dapat dibagi menjadi 2 yakni penanganan secara farmakologis dan non farmakologis. penanganan secara non farmakologis dapat dilakukan dengan cara mengendalikan faktor – faktor yang dapat dikendalikan sehingga hasil yang diberikan oleh terapi itu sendiri dapat bekerja secara maksimal. Penanganan non farmakologis dapat berupa bawang putih ( Allium Sativum), seledri (Apium graveolens), mentimun (cucumis sativuus linn), Anggur (Vitis vinifera), avokad (aguacate). Pada penelitian ini peneliti memilih menggunakan seledri dan mentimun karena kedua bahan ini mudah didapatkan dan tidak mengenal musiman. Selain itu kedua bahan ini dapat dijangkau oleh semua kalangan.

Tujuan pengobatan khusus tersebut adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi dan dampak yang lebih serius terhadap kesehatan, selain itu ada pengobatan tradisional yakni pengobatan terhadap hipertensi yang menggunakan bahan – bahan alami yang ada di sekitar lingkungan.

(14)

untuk mengantisipasinya dengan menggunakan terapi non farmakologis karena tidak memiliki efek samping pada tubuh. ( Nurrahmani U,2012)

Pengaruh pemberian rebusan seledri dan jus mentimun dalam penelitian ini juga didukung oleh beberapa faktor yang tidak diteliti tapi dimungkinkan dapat mempengaruhi pengaruh rebusan seledri dalam menurunkan tekanan darah, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau faktor dari dalam diri individu dimungkinkan dapat memberikan pengaruh pemberian rebusan seledri. Yang mencakup faktor internal adalah keadaan fisik dan psikis individu (Puspa 2009). Faktor intenal terkait keadaan pskis adalah motivasi responden untuk mengkonsumsi rebusan seledri. Yang dimungkinkan motivasi yang tinggi dapat meningkatkan keinginan responden untuk mengkonsumsi rebusan seledri dan jus mentimun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Yanto (2010) tentang pengaruh pemberian rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di kelurahan sidanegara kecamatan cilacap. Rohaendi, 2008, tentang Pengaruh pemberian teh rosella dan obat terhadap tekanan darah pasien hipertensi primer di Panti Jompo Welas Asih Kota Tasikmalaya dan Rumah Sakit Umum Kota Tasikmalaya.

E. Penutup 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian “Pemberian rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah”. Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa :

a. Terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah sitolik setiap kelompok yang dapat dilihat dari F hitung = 21,426 dan F tabel = 3,22. Dinyatakan ada perbedaan apabila F hitung>F tabel.

b. Terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah diastolik setiap kelompok yang dapat dilihat dari F hitung = 19,712 dan F tabel = 3,22. Dinyatakan ada perbedaan apabila F hitung>F tabel.

(15)

mentimun yang menunjukkan hasil adanya perbedaan yang signifikan antara keduanya

2. Saran

1) Bagi Peneliti

Diharapkan penelitian dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan keperawatan dengan hipertensi 2) Bagi Institusi

Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu kesehatan mengenai pengobatan alternatif bagi hipertensi

3) Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat dijadikan salah satu pengobatan alternatif yang alamiah, mudah didapat dan dapat dijangkau oleh semua kalangan

Daftar Pustaka

Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA press

Arikunto, S. ( 2010). Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Hastono. (2007). Basic Data Analysis for Health Research Trainning, Analisis Data Kesehatan.Depok: FKM UI

Lanny, L. (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta selatan: Agromedia Pustaka Nurrahmani, U. (2012). STOP! Hipertensi. Yogyakarta: pustaka keluarga

Pinem, Laura Juita. (2007). Perbedaan Lingkungan dan Masa Tanam Seledri (Apium graveolens L) terhadap senyawa bioaktif aphigenin.Bogor: Skripsi

Santjaka, A. (2012). Statistik untuk Penelitian Kesehatan vol 1.Yogyakarta: Mitra Medika Santjaka, A. (2012). Statistik untuk Penelitian Kesehatan vol 2.Yogyakarta: Mitra Medika Sekarindah T. dkk. (2012). Terapi Buah dan Sayur. Jakarta: Puspa Swara

Soeryoko, H. (2012). 20 Tanaman Obat Terpopuler Penurun Hipertensi. Yogyakarta: Andi

(16)

The Seventh Report of the joint National Committe.(2011). Prevention, Defection, Evaluation & Treatment High Blood Pressure. U.S: Departement of health and human service

Wulandari, A. dkk. (2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Andi

Yanto. (2010). Pengaruh Pemberian Seledri Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Sidanegara Kecamatan Cilacap. Cilacap: Skripsi

Gambar

Tabel 2 Hasil Analisis Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di
Tabel 3 Hasil Analisis Tekanan Darah Sistolik Sebelum Perlakuan di Desa
Tabel 6 Hasil Analisis Tekanan Darah Diastolik Sesudah Perlakuan di Desa
Tabel 10 Analisis perbedaan tekanan darah diastolik antara kelompok
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelompok perlakuan, ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sebelum dan setelah pemberian air rebusan seledri, yang terbukti dari mean

Untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan seledri ( Apium graveolens ) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita Pra hipertensi di wilayah kerja Puskesmas. Padang Pasir

Pemberian jus mentimun tanpa biji maupun jus mentimun dengan biji secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah penderita hipertensi, namun tidak terdapat perbedaan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian jus mentimun (Cucumis sativus l) terhadap penurunan tekanan darah pada

Berdasarkan analisa diatas didapatkan hasil bahwa dari hasil rata-rata pemberian antara jus seledri dan air rebusan daun seledri, jus seledri lebih bagus dalam

Statistik dalam penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh yang signifikan dari intervensi pemberian rebusan daun seledri yang diberikan untuk menurunkan tekanan

Maka dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah minum rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita

Hasil penelitian Kuntoro, dkk (2007) diperoleh dalam penelitian tentang Pengaruh Pemberian Jus Buah Belimbing dan Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik dan