• Tidak ada hasil yang ditemukan

Correlation between working period and prevelence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) on Machinist in DAOP-IV Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Correlation between working period and prevelence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) on Machinist in DAOP-IV Semarang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Antara Lama Kerja dengan Terjadinya Noise

Induced Hearing Loss (NIHL) pada Masinis DAOP-IV Semarang

Correlation between working period and prevelence of Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) on Machinist in DAOP-IV Semarang

Agung Sulistyanto1, Yuslam Samihardja2, Suprihati2

ABSTRACT

Background: Noise Induced Hearing Loss (NIHL) is a hearing loss due to long-term exposure to noise. In industrial environment, NIHL is in first place compare to another occupational disease. However studies on prevelance of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ocaused by locomotive machine are in fact very rare. This study was conducted to determine the prevalence of NIHL for machinist and to find out the correlation between NIHL and working perod and machinist age.

Design and Method: This study was analytic descriptive with Cross Sectional Design. Machinists of P.T Kereta Api Daop IV Semarang who fulfilled the inclusion and exclusion criteria were tested the audiometric after 12 hours free of noise.

Result: The prevalence of NIHL among machinists at P.T. Kereta Api was 20.4%. Prevalence was found to be higher (18.9% or 26 workers) among the engineers serving for more than or equal to 10 years as compared to those who served less than 10 years (1.4% or 2 workers). The prevalence for the age group of less than 40 year, 40-50 year, and above 50 year were 4 workers (2.9%), 10 workers (7.3%), 14 workers (10.2%, respectively. Relative risk of NIHL prevalence on machinists after serving for 10 years increased 4 times.

Conclusion: There was significant correlation between prevalence of NIHL and working period and tendency of the increase in NIHL with age, (Sains Medika, 1 (1) : 71-80).

Keywords: machinist, NIHL prevelance, working period, noise

ABSTRAK

Pendahuluan: Kurang pendengaran akibat bising atau “noiseinduced hearing loss” (NIHL) adalah kurang pendengaran akibat pengaruh bising dalam waktu lama/kronik. Di lingkungan industri, NIHL menduduki peringkat pertama dalam golongan penyakit akibat kerja. Akan tetapi, studi tentang NIHL yang diakibatkan oleh mesin lokomotif pada masinis kereta api jarang dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung prevalensi NIHL pada masinis kereta api dan mencari hubungan antara NIHL dan lamanya bekerja serta umur masinis kereta api.

Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian Cross sectional pada masinis kereta api di DAOP IV Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan pengukuran audiometrik setelah 12 jam bebas paparan bising.

Hasil Penelitian: Prevalensi NIHL pada masinis kereta api di Daop IV Semarang adalah 20,4%. Prevalensi lebih tinggi (18,9% atau 26 orang) antara masinis yang telah bekerja lebih dari atau sama dengan 10 tahun dibandingkan masinis yang bekerja kurang dari 10 tahun (1,4% atau 2 orang). Prevalensi pada kelompok umur kurang dari 40 tahun, 40-49 tahun, dan di atas 50 tahun adalah berturut-turut adalah 4 orang (2.9%), 10 orang (7.3%), dan 14 orang (10.2%). Risiko relatif masinis yang bekerja lebih dari 10 tahun meningkat 4 kali lipat dibandingkan dengan masinis yang bekerja kurang dari 10 tahun.

Kesimpulan: Ada hubungan secara signifikan antara prevalensi NIHL dengan lama kerja dan umur masinis, (Sains Medika, 1 (1) : 71-80).

Kata kunci: bising, masinis, prevalensi NIHL, lama bekerja

PENDAHULUAN

Bising secara subyektif adalah suara yang tidak disukai atau tidak dikehendaki

oleh seseorang. Secara obyektif bising adalah suara yang komplek, yang terdiri dari

Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, ([email protected]) Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

(2)

beragam frekuensi serta intensitas (Oedono, 1996). Kurang pendengaran akibat bising

atau NoiseInduced Hearing Loss (NIHL) adalah kurang pendengaran akibat kerusakan

organ sensorineural telinga yang menetap oleh pengaruh bising dalam waktu lama/kronik

(Oedono, 1996).Telah lama diketahui bahwa bising dapat mengakibatkan kurang

pendengaran. Bising dengan intensitas diatas 85 dB dan berlangsung lama akan

mengakibatkan kerusakan organon korti yang menetap dan irreversibel. Kerusakan inilah

yang menjadi dasar terjadinya NIHL (Soekirman & Ulfah, 1996).

NIHL sudah sering dipublikasikan baik di luar maupun di dalam negeri, namun

angka kejadian secara pasti di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Di lingkungan

industri, NIHL menduduki peringkat pertama dalam golongan penyakit akibat kerja

(Suheryanto, 1996).

Masinis PT. Kereta api DAOP-IV Semarang mendapat paparan bising mesin kereta

api di dalam loko berkisar 70 dB – 100 dB, sedangkan paparan bising yang diterima

penumpang di dalam gerbong berkisar 60 dB – 80 dB tergantung jenis kereta apinya.

Instensitas paparan bising yang diterima masinis ini melebihi standar kebisingan yang

dianjurkan, yaitu sebesar 85 dB (Oedono, 1996).Lama waktu paparan yang diterima

masinis saat bekerja di dalam loko rata-rata 6 – 8 jam/hari atau kurang dari 40 jam dalam

satu minggu dengan istirahat selama 2 hari, sedangkan masa kerja masinis rata – rata di

atas 10 tahun.

Pengaruh kebisingan pada pendengaran dibedakan menjadi dua yaitu, yang

bersifat sementara dan yang bersifat menetap. Yang bersifat menetap ada 2 jenis yaitu

trauma akustik dan NIHL (Garth, 1994). Trauma akustik, dahulu diartikan sebagai semua

ketulian yang disebabkan suara bising. Pada saat ini, trauma akustik diartikan sebagai

rusaknya sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh letusan atau

suara yang dahsyat seperti, letusan senjata api atau ledakan bom. Trauma akustik berarti

kerusakan pada elemen saraf di telinga dalam, terutama kerusakan pendengaran yang

mendadak disebabkan oleh satu atau beberapa pemaparan energi akustik yang kuat

dan tiba-tiba yang dihasilkan oleh ledakan, dentuman keras, bunyi tembakan atau trauma

langsung ke kepala atau telinga (Fox, 1997).

NIHL adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang

(3)

menerus di lingkungan sekitarnya (Fox, 1997). Laporan mengenai histologi ketulian akibat

bising dan penelitian post mortem dari ketulian akibat bising pada manusia sangat sedikit.

Kerusakan telinga dalam sangat bervariasi dari kerusakan ringan sel rambut sampai

kerusakan total organ corti. Proses pasti kejadian tersebut belum diketahui secara lengkap,

tetapi agaknya stimulasi berlebihan oleh bising dalam jangka waktu lama mengakibatkan

perubahan metabolik dan vaskuler yang akhirnya mengakibatkan perubahan degeneratif

pada bentuk sel sensorik (Fox, 1997).

Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa nada murni dengan frekuensi

tinggi dan intensitas tinggi akan merusak struktur di ujung tengah basal (mid basalend)

koklea dan frekuensi rendah merusak struktur dekat apeks koklea. Bising dengan spektrum

lebar dan intensitas tinggi akan menyebabkan perubahan struktur di putaran basal koklea

pada daerah yang melayani nada sekitar 4000 Hz. Teori yang paling populer menyatakan

bahwa struktur anatomi di daerah tersebut lebih lemah dan hal itu sebagai akibat

ketajaman pendengaran (auditory acuity) dan spektrum dari stimulus suara. Dikatakan

bahwa ketulian yang paling dini terjadi pada sekitar satu oktaf di atas skala frekuensi

nada stimulator. Ambang pendengaran yang paling peka pada nada diantara 1000 dan

3000 Hz, sehingga beralasan untuk menduga bahwa NIHL karena spektrumnya akan

menyebabkan kerusakan paling dini pada frekuensi diantara 3000 dan 4000 Hz (Fox,

1997).

Diagnosis NIHL ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang berupa audiometri. Anamnesis pernah bekerja atau sedang

bekerja di lingkungan bising dalam waktu lama. Pada pemeriksaan fisik/otoskopi tidak

ditemukan kelainan, sedang pada pemeriksaan audiometri nada murni diketahui tuli

sensuroneural pada frekuensi antara 3000 Hz – 6000 Hz dan terutama pada frekuensi

4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini (Soetirto

& Hendarmin, 1997). Suheryanto (1996) melaporkan bahwa pada penelitian terhadap

karyawan pabrik tekstil di Jawa Timur membagi kelompok uji dengan masa kerja selisih

5–9 tahun, 10-14 tahun dan 15-19 tahun. Angka kejadian NIHL bertambah sesuai masa

kerja setelah 5 tahun bekerja.

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah adakah hubungan antara

(4)

bertujuan untuk mengetahui apakah bising kereta api dapat menyebabkan terjadinya

NIHL pada masinis DAOP-IV Semarang dan apakah kejadian NIHL tersebut dipengaruhi

lama kerja masinis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang

pengaruh masa kerja masinis terhadap NIHL dan bisa menjadi masukan bagi PT. Kereta

Api (Persero) dalam upaya memelihara kesehatan pendengaran para masinisnya.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Juli

sampai dengan Oktober 2003 di PT. Kereta Api (Persero) DAOP-IV Semarang. Penelitian

dimulai dengan membagikan informed consent kepada seluruh masinis untuk

ditandatangani sebagai persetujuan untuk pengambilan data. Data personal diperoleh

melalui anamnesis, pemeriksaan klinis THT dan pemeriksaan tekanan darah pada seluruh

masinis yang memenuhi kriteria sampel. Masinis yang diperiksa adalah yang tidak sedang

bekerja atau sudah bebas dari pemaparan bising minimal 12 jam sebelum pemeriksaan.

Setelah telinga dibersihkan, dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni dengan

Audiometer merk Maico M 42 pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000, 6000, dan 8000 Hz

di dalam ruang Balai Pengobatan PT. Kereta Api yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan

Audiometri.

Sampel penelitian ini adalah seluruh masinis PT. Kereta api DAOP-IV Semarang

yang aktif dan memenuhi kriteria inklusi dan bebas dari pemaparan bising minimal 12

jam untuk menghindari dampak stimulasi bising. Kriteria inklusi penelitian ini adalah

masih aktif sebagai masinis kereta api, usia kurang dari 55 tahun, dan bersedia menjadi

sampel penelitian. Kriteria eksklusi meliputi masinis yang mempunyai riwayat diabetes

millitus (DM) atau mengkonsumsi obat ototoksik, mempunyai riwayat ketulian pada

keluarga, mempunyai riwayat terpapar ledakan sebelumnya, dan sampel yang pada

pemeriksaan otologi menunjukkan subyek menderita atau pernah menderita otitis media

kronik (OMK).

Intensitas bising dan lama kerja merupakan variabel bebas, sedangkan ada

tidaknya NIHL dan derajat NIHL merupakan variabel tergantung. Data yang terkumpul

kemudian dianalisa dengan Chi Square test, Mann Whitney U-Wilcoxon Rank Sum

(5)

HASIL PENELITIAN

Hasil pengukuran intensitas kebisingan loko dan gerbong KA disajikan pada Tabel

1. Hasil pemeriksaan pada 145 masinis, 8 orang dikeluarkan dari penelitian karena tidak

memenuhi kriteria inklusi. Delapan orang ini terdiri dari 4 orang menderita DM, 2 orang

dengan hipertensi dan 2 orang lainnya menderita OMK, sehingga masinis yang dapat

dimasukkan dalam penelitian ini sebanyak 137 orang. Distribusi umur termuda 25 tahun

dan tertua 54 tahun dengan rerata umur 41,80 tahun dan SD ± 9,76.

Hasil pemeriksaan Audiometri sebagaimana disajikan pada Tabel 2. diketahui

bahwa sebanyak 28 orang (20,4%) mengalami gangguan pendengaran berupa kurang

pendengaran tipe NIHL, 93 orang (67,9 %) normal dan sisanya 16 orang (11,7 %)

mengalami kurang pendengaran tipe lainnya berupa trauma akustik sebanyak 6 orang

(4,4%), tuli konduktif (CHL) sebanyak 7 orang (5,1%), dan tuli saraf (SNHL) dengan derajat

ringan – sedang sebanyak 3 orang (2,2%).

Hasil pemeriksaan Audiometri, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

menunjukkan bahwa 28 orang masinis (20,4 %) menderita NIHL dari 137 orang sampel

yang diperiksa, semuanya terjadi pada kedua telinga (bilateral) dan hanya satu orang

yang mengalami NIHL pada telinga kiri saja. Selain itu terdapat gangguan pendengaran

yang lain berupa trauma akustik (TA) pada 6 orang masinis (4,4 %), masing-masing 3

pada telinga kanan dan 3 pada telinga kiri. Masinis yang mengalami CHL sebanyak 7

orang (5,1 %), dengan pembagian 3 orang mengalami CHL pada telinga kanan, 1 orang

telinga kiri, dan 3 orang terkena keduanya (bilateral). SNHL ditemukan pada 3 orang (2,2

%) yang kesemuanya hanya mengenai telinga kiri, sedangkan sisanya 93 orang (67,9 %)

mempunyai pendengaran normal.

Hampir semua masinis yang menderita NIHL tidak mengeluh menderita kurang

pendengaran. Kurang pendengaran hanya ditemukan pada satu orang masinis (0,73 %)

dan 27 orang (19,7%) lainnya tidak. Pada kelompok Non NIHL terdapat 11 orang (8,0 %)

mengeluh kurang pendengaran sedangkan 98 orang (71,6 %) tidak (Tabel 4).

Keluhan tinitus yang menyertai kejadian NIHL pada masinis sebanyak 4 orang

(2,9%), sedangkan pada kelompok non NIHL ada 7 orang (5,1 %). Masinis pada kelompok

(6)

kelompok non NIHL sebanyak 102 orang (74,5%). Seluruh masinis yang mengikuti

penelitian ini tidak ada yang mengeluh menderita gangguan vertigo. Pemeriksaan

otoskopi pada kedua telinga masinis yang mengalami NIHL tidak ditemukan adanya

kelainan. Ditemukan adanya serumen pada 9 orang (6,6 %) kelompok non NIHL yang

dibersihkan sebelum dilakukan pemeriksaan Audiometri (Tabel 5).

Distribusi masa kerja dari 137 orang masinis yang diteliti paling sedikit adalah 1

tahun dan paling lama 38 tahun dengan rata-rata masa kerja 18,70 tahun dan SD ± 9,76.

Masa kerja dikelompokkan menjadi 10 tahunan yaitu kurang dari 10 tahun, terdiri dari

48 orang (35 %) kelompok 10 tahun sampai 19 tahun sebanyak 11 orang (8 %), kelompok

20 tahun sampai 29 tahun sebanyak 63 orang (46 %) dan kelompok 30 tahun lebih ada

15 orang (11%). Berdasarkan pembagian kelompok ini diketahui hubungan antara masa

kerja dengan hasil pemeriksaan Audiometri kelompok NIHL dan non NIHL sebagaimana

disajikan pada Tabel 6.

Hubungan masa kerja dengan kejadian NIHL diperoleh dengan membandingkan

masa kerja kurang dari 10 tahun dan masa kerja 10 tahun atau lebih, sebagaimana

disajikan pada Tabel 7. Sebanyak 48 orang (35 %) masinis dengan masa kerja kurang dari

10 tahun, yang menderita NIHL sebanyak 2 orang (1,4 %) dan 46 orang (33,7 %) masuk

kelompok non NIHL. Kelompok masinis dengan masa kerja 10 tahun atau lebih terdiri

dari 26 orang (19 %) yang menderita NIHL sedangkan sisanya 63 orang (45,9 %) menderita

non NIHL.

Kejadian NIHL berdasarkan umur masinis dikelompokkan berdasarkan selisih

umur 10 tahun, kurang dari 40 tahun, 40 sampai 49 tahun dan lebih dari 50 tahun,

sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Pembagian ini berdasarkan teori bahwa orang yang

bekerja dilingkungan bising untuk pertama kali setelah berumur 40 tahun ada

kecenderungan lebih rentan terkena NIHL. Angka kejadian NIHL pada masinis kelompok

umur kurang dari 40 tahun sebanyak 4 orang (2,9 %), umur 40-49 tahun sebanyak 10

(7)

Tabel 1. Hasil pengukuran intensitas kebisingan loko dan gerbong KA

Sumber : PT. Kereta Api DAOP- IV Semarang

Tabel 2. Distribusi kejadian NIHL pada masinis

Tabel 3. Distribusi NIHL dan Non NIHL hasil pemeriksaan Audiometri serta lokasi kelainannya

Tabel 4. Hubungan keluhan kurang pendengaran dengan kejadian NIHL

(8)

Tabel 6. Distribusi masa kerja dengan hasil pemeriksaan Audiometri

Tabel 7. Hubungan masa kerja dengan kejadian NIHL

X 2 = 1,43 ; p = 0,01 ( p < 0,05)

Tabel 8. Distribusi umur masinis dengan hasil pemeriksaan Audiometri

PEMBAHASAN

Masinis kereta api mempunyai resiko tinggi mengalami NIHL akibat bising mesin

kereta api. Mereka bekerja di dalam lingkungan dengan intensitas kebisingan yang tinggi

yaitu diatas 85 dB dalam waktu 6 – 8 jam perhari atau sekitar 40 jam per minggu.

Penelitian ini dilakukan pada masinis PT. Kereta Api (Persero) Daerah

Operasi-IV Semarang, dengan distribusi umur termuda 25 tahun dan tertua 54 tahun dan lama

kerja yang berbeda. Dari 137 masinis yang ikut dalam penelitian didapatkan hasil 28

orang (20,4%) menderita NIHL. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil

penelitian terhadap bising mesin industri PT. Petro Kimia seperti yang dilakukan Wiyadi

(1985) yaitu 56,7%. Suheryanto (1996) melaporkan bahwa sebanyak 71,4% karyawan

pabrik tekstil di Jawa Timur menderita NIHL. Tingginya angka kejadian NIHL di lingkungan

industri diakibatkan oleh tingginya frekuensi bising dan kurangnya pengetahuan tentang

akibat bising lingkungan sehingga masih banyak karyawan yang tidak memakai pelindung

telinga.

Keluhan kurang pendengaran hanya dialami oleh seorang masinis (0,7%) pada

(9)

pendengaran. Minimnya keluhan kurang pendengaran pada kelompok masinis dengan

NIHL ini disebabkan oleh kerusakan saraf pendengarannya berada di luar frekuensi

pembicaraan sehari-hari yaitu di daerah frekuensi 4000 Hz. Hasil uji statistik menunjukkan

keluhan kurang pendengaran ini tidak bermakna (p > 0,05).

Hasil pemeriksaan fisik telinga pada kejadian NIHL menunjukkan pada umumnya

keadaan liang telinga dan membran timpani dalam batas normal. Pada penelitian ini

hanya ditemukan adanya serumen pada 9 orang (6,6%) masinis kelompok non NIHL yang

telah dibersihkan sebelum dilakukan pemeriksaan Audiometri. Beberapa penulis

mengatakan bahwa keberadaan serumen di liang telinga justru akan melindungi masinis

dari gangguan kurang pendengaran tipe sensuroneural.

Distribusi masa kerja sebagaimana Tabel 6 menunjukkan kecenderungan

meningkatnya kejadian NIHL dengan lamanya masa kerja setelah 10 tahun. Hubungan

masa kerja masinis dengan kejadian NIHL dibedakan antara masa kerja kurang dari 10

tahun dengan 10 tahun atau lebih. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang

bermakna antara masa kerja dengan kejadian NIHL (p < 0,05). Akan tetapi, hasil ini tidak

dapat digunakan sebagai patokan karena terjadinya NIHL dipengaruhi oleh banyak faktor.

Oleh karena itu, pada penelitian ini hasil pemeriksaan Audiometri dikelompokkan

menurut distribusi umur masinis dalam rangka menghindari kerancuan dengan awal

kejadian presbiakusis yang sesuai perkembangan perbaikan gizi seseorang kini bergeser

dari usia 40 – 50 tahun ke usia 50 – 60 tahun dan teori terakhir setelah umur 55 tahun.

KESIMPULAN

Kejadian NIHL pada masinis PT. Kereta Api (Persero) DAOP–IV Semarang sebanyak

28 orang (20,4%) dari 137 masinis. Kejadian NIHL pada masinis meningkat sesuai masa

kerja, dan pada umumnya terjadi setelah bekerja lebih dari 10 tahun.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, agar manfaat

penelitian ini dapat diaplikasikan maka: (1) Masinis kereta api diwajibkan memakai

pelindung telinga pada saat menjalankan tugas, (2) PT. Kereta Api wajib melaksanakan

(10)

waktu pajanan yang dianjurkan, (3) Pemeriksaan Audiometri pada semua masinis perlu

dilakukan secara periodik selama masa kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Fox, M.S., 1997, Pemaparan bising industri dan kurang pendengaran, Dalam: Ballenger J.J., Penyakit telinga hidung tenggorok, kepala dan leher, Ed 13. Jakarta, Binarupa Aksara, hal. 305-331.

Garth, R.J.N., 1994, Blast injury of the auditory system: A review of the mechanism and pathology, The journal of laryngology and otology, November, 108: 925-929.

Oedono T., 1996, Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT.

Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Batu-Malang: 91-99.

Soekirman dan Ulfah M., 1996, Audiometri nada murni terhadap pekerja rotary perusahaan kayu PT. Astral Byna di Banjarmasin, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT

Perhati, Batu-Malang: 384-394.

Soetirto, I. dan Hendarmin H., 1997, Gangguan pendengaran, Dalam : Buku ajar ilmu penyakit THT, Edisi III, FKUI, Jakarta, hal. 9-21.

Gambar

Tabel 1.Hasil pengukuran intensitas kebisingan loko dan gerbong KA
Tabel 8.Distribusi umur masinis dengan hasil pemeriksaan Audiometri

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 31 KHA menegaskan “Negara mengakui hak anak untuk beristirahat dan bersantai, untuk bermain dan turut serta dalam kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usia anak, dan

Pengertian Pelayanan Farmasi di Klinik adalah Semua kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Farmasis di klinik yang berorientasi kepada pasien (patient

Peta lampiran Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam Pada Hutan Produksi Tahun 2012 Atas Nama PT Inocin Abadi skala 1 : 50.000 dibuat dan

1) Bagi penulis, mengembangkan pengetahuan penulis dalam menganalisis profitabilitas dan opini audit yang dapat mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. 2) Bagi

Judul Skripsi : Dampak Pembangunan Properti terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kota Bogor dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 ten tang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali tera.khir

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Berdasarkan hal- hal tersebut, sangat harus dilakukan suatu analisis kebutuhan air, maka dari itu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan besarnya debit