LAMPIRAN 6
Mengembangkan Potensi Unik Siswa melalui
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
*(dalam rangka Seminar Nasional dan Workshop
Ikatan Pengembang Teknologi Pendidikan
Indonesia)
Oleh: Conny Semiawan
I. Pengantar
Pengembangan potensi anak dimulai sejak ia menjadi janin. Meskipun dalam kenyataan tidak ada yang dapat diamati secara langsung dalam kaitan dengan perilakunya namun anak lahir dengan lebih dari satu potensi yang secara holistik mengacu pada satu arah tertentu (Stern, 1930). Dalam perwujudannya, tidak ada yang ternyata sama sifat, ciri dan perilaku anak sebagai mahluk individu, meskipun ia tumbuh kembang sebagai mahluk sosial. Ini yang disebut paradox perkembangan dan menyebabkan tumbuhnya minat ilmuwan meneliti gejala tersebut lebih mendalam. Baru ketika kita dapat secara nyata mengamati perilaku
anak (observable behavior), kita mengerti apa yang disebut riset sosial.
II. Riset Sosial
AR adalah salah satu jenis riset sosial terapan yang pada hakekatnya
merupakan suatu eksperimen sosial dengan mengintrodusir policy baru dengan
memonitor efek-efeknya. AR berusaha mengidentifikasi masalah sosial yang
dirancang untuk mewujudkan suatu kajian emperis sebagai vehicle (Greenwood,
et. al., 2003) terhadap pengujian tingkat efektivitas atau aplikabilitas suatu teori tertentu pada pemecahan masalah-masalah sosial yang relevan. Selain itu, AR juga merupakan suatu inovasi untuk menghasilkan perubahan dalam prosedur
1 * Sebagian makalah dibacakan kembali dari Makalah Paradigma dan Karakteristik Action
Research dalan rangka Pelatihan yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta dan Pelatihan Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi DKI Jakarta.
kebijakan dengan dimonitor melalui metoda riset sosial (Payne & Payne, 2004).
Namun dalam kaitan dengan konteks workshop PTK perlu dijelaskan mengapa justru keunikan manusia disorot dari sudut pandang penelitian naturalistik yaitu antara lain PTK.
Dialektika pergeseran pandangan paradigma positivistik versus naturalistik dalam penggunaan riset sosial, kerap menjadi kajian menarik di kalangan para ilmuwan atau para pakar penelitian ilmiah. Namun bagi para praktisi profesional, yang paling menjadi sorotan adalah kebermaknaan teori secara fungsional suatu teori atau temuan yang bersifat praxis yang dapat digunakan untuk memecahkan
berbagai persoalan yang muncul dalam realitas kehidupan nyata.
Pada sisi yang lain, fungsi-fungsi ilmu, seperti : (1) memahami dan menjelaskan suatu objek atau masalah secara mendalam; (2) menjelaskan hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan atau kecenderungan-kecenderungan; (3) memprediksikan apa yang akan terjadi berdasarkan hubungan-hubungan; dan (4) mengendalikan sesuatu berdasarkan pola-pola yang diketahui; (5) memberikan warna dalam memilih dan menentukan metode atau pendekatan apa yang cocok dalam memecahkan suatu masalah dalam konteks riset.
III. Tujuan dan Rancangan AR
. Tujuan AR
Tujuan AR adalah untuk mendukung intervensi, menyajikan informasi yang relevan terhadap perubahan yang perlu diadakan bagi para praktisi yang memerlukannya. Lama kelamaan para peneliti riset sosial memisahkan diri dan para praktisi. Para praktisi kini makin terlatih dalam ketrampilan riset sosial dan memiliki akses lebih baik terhadap laporan riset dan sumber-sumber yang dapat
memberikan saran terhadap bagaimana caranya menerapkan riset (how to do
research). Berbagai pelatihan yang diadakan lebih menekankan pada pentingnya
menggunakan bukti (evidence) praktik riset berdasarkan bukti (evidence based
practice).
Penelitian AR dapat menerapkan suatu teori yang dikaji secara kritis (critical
research) dengan berorientasi pada paradigma praxis, membuka peluang terjadinya perubahan dari hasil tindakan yang diobservasi dan dikaji secara reflektif. Artinya, AR dapat memberikan kontribusi nyata pada perbaikan situasi,
pemecahan masalah dan pengembangan teori melalui fungsi “vehicle” dengan
pelibatan peneliti secara emansipatif. Dengan demikian AR juga sering disebut
participating research, action learning dan emancipating research (Kember, 2000).
2. Rancangan AR
AR sebagai salah satu penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri edukatif mengacu pada orientasi masa depan dan menunjuk pada rancangan yang bersifat siklus sebagai berikut:
refleksi
revisi
refleksi
revisi
tindakan observasi tindakan observasi
Meskipun setiap siklus mengandung langkah-langkah: perencanaan, tindakan, observasi (pengamatan) dan refleksi, perlu diketahui bahwa proses tersebut tidak terjadi secara teratur. Antara siklus yang satu dan siklus yang lain selalu ada tumpang tindih dan ciri-ciri maju-mundur. Berbagai situasi sosial jauh lebih kompleks dari gambaran siklus murni, sehingga sering bermunculan siklus jamak
(multiple spirals) berwujud topik dan subtopik, bahkan sering sekali berbagai
kajian AR nampak chaotic bagi yang kurang memahami prosesnya. Meskipun
demikian, penulisan laporan AR nampak jauh lebih rapi daripada kejadian
sebenarnya. Dengan dukungan teori seperlunya, proses yang mengandung
perubahan nampak lebih logis dan jelas. Namun harus dimengerti bahwa
berbagai perubahan yang tidak disangka bisa muncul, sehinga kadang-kadang muncul peralihan fokus atau penambahan fokus. Hal tersebut dapat dilakukan dalam kajian tambahan. Meskipun tujuan dirumuskan dan dilaksanakan secara
logis dan teratur, namun masalah sosial sering menemukan hal-hal yang “diverse,”
tetapi ternyata dapat merupakan segi yang relevan dan efektif dalam perjalanan proses tersebut.
Bagi peneliti riset sosial tidak ada kebenaran mutlak namun terjadi intersubjektivitas, yaitu suatu kondisi ontologis terhadap gejala fenomenologis
yang dilandasi oleh insight (pemahaman) disertai empati, menjadikan gejala
tersebut objektif bermakna (=intersubjektivitas). Inilah yang direspons oleh
konsep Verstehen yang pemahaman kebermaknaan merupakan keterkaitan
pengertian fenomena atau bagian tertentu dari keseluruhan yang bermakna,
serta beranjak dari asumsi akan adanya multiple reality.
3. Karakteristik AR
Penelitian sosial yang naturalistis sifatnya bertumpu pada perspektif yang
melihat kenyataan yang sifatnya jamak, divergen dan berbeda, namun
interelasinya menampilkan berbagai bentuk kebenaran.
Jadi ciri-ciri AR adalah:
• Keprihatinan pada masalah-masalah sosial (termasuk situasi pendidikan);
• Bertujuan terhadap kemajuan masa depan proses bersiklus dalam empat
tahap : rencana, tindakan, observasi dan refleksi;
• Melibatkan inkwairi sistematis;
• Terjadi proses reflektif secara kolaboratif;
• Ditentukan oleh praktisioner profesional
• Memandang kenyataan secara jamak, namun mengupayakan fokus
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Pengamatan Partisipatif
Yang dimaksud pengamatan partisipatif sebagai teknik pengumpulan data dalam AR adalah peran peneliti dalam mengamati berbagai gejala yang terjadi dalam latar sosial. Fokus pengamatan diarahkan pada masalah yang menjadi pusat perhatian peneliti. Apa yang dapat diamati dari prilaku subjek ketika mereka melakukan proses? Begitu pun pengamatan terhadap dirinya sebagai peneliti. Apakah yang dilakukan peneliti telah sesuai dengan apa yang direncanakan dalam rancangan penelitian ?
b. Catatan Lapangan
Yang dimaksud “Catatan lapangan” dalam penelitian AR adalah bukti otentik berupa catatan pokok, atau catatan terurai tentang proses apa yang terjadi di lapangan, sesuai dengan fokus penelitian, ditulis secara deskriptif dan reflektif.
Menurut Schaltzman dan Strauss model catatan lapangan dapat diorganisasikan ke dalam tiga paket, yaitu : 1) Catatan Pengamatan (CP); 2) Catatan Teori (CT); dan 3) Catalan Metodologi (CM).
Catatan Pengamatan, berisi tentang semua peristiwa yang terjadi, apa yang dilihat, didengar dan segala apa yang teramati di lapangan, pada latar tertentu. Catatan ini berisi jawaban atas pertanyan siapa, apa, bilamana, di mana dan bagaimana suatu aktivitas terjadi. Catatan Teori, merupakan bagian catatan yang berisi pendapat pengamat (peneliti) yang didasarkan pada suatu teori. Jadi, catatan teori, bukan lagi berisi fakta, melainkan sudah merupakan interpretasi,
pemaknaan suatu gejala (interpretive meaning). Sedangkan catatan metodologi,
terkait dengan pernyataan tindakan operasional, berupa kritik terhadap diri sendiri tentang cara-cara atau taktik dalam melaksanakan pengamatan di lapangan (Hopkins, 1993).
c. Wawancara
d. Rekaman Audio Visual
Gambaran utuh tentang latar penelitian, apa yang terjadi secara keseluruhan, baik kegiatan peneliti maupun aktivitas subjek, gambaran fisik, situasi atau dinamika, akan tampak pada rekaman vidio. Setiap usai liputan, rekaman diputar ulang, dilihat bersama (peneliti dan para kolaborator). Kemudian diadakan diskusi, untuk melihat gejala apa, data apa yang dapat diakses ? apa yang dapat dikritisi sebagai titik lemah, terutama pada sisi cara atau pendekatan pembelajaran, atau teknik penilaian serta alat-alat yang digunakan.
Akses data penelitian lewat teknik ini, lebih bersifat otentik dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Artinya, objektivitas data yang dituturkan secara deskriptif betul-betul didasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, data dokumentasi gambaran utuh itu, digunakan pula dalam proses validasi data.
e. Bukti Dokumen
Dokumen yang berguna dalam pengumpulan data penelitian ini, adalah “biodata subjek” dan “nilai-nilai harian” yang dikumpulan sebelum, penelitian dimulai. Data ini dikumpulkan sebagai data sekunder untuk mendukung penelitian ini. Misalnya, untuk menggambarkan kondisi awal, pada kala peneliti mendeskripsikan hasil praobservasi guna membuat rencana umum penelitian.
5. Kriteria dan Pemeriksaan Keabsahan Data
Para peneliti AR tidak mempromosikan “context-free-knowledge”.
Kredibilitas, validitas (keteralihan) dan realibilitas (kebergantungan) maupun
objektivitas diukur melalui kesiapan para stakeholders untuk bertindak
terhadap hasil AR dan sampai seberapa kredibilitas hasil tersebut sesuai dengan harapannya.
Seperti halnya dalam tradisi paradigma kualitatif, AR juga menempatkan empat kriteria keabsahan data, yakni kredibilitas, keteralihan, kebergantungan dan kepastian.
Kredibilitas. Keabsahan atau kesahihan data menjadi tolok ukur, apakah simpulan dari penelitian ini dapat dipercaya atau tidak ?
Kebergantungan (realibilitas).Data yang diperoleh hendaknya reliabel (baca istilah pada paradigma kuantitatif). Artinya, bagaimana peneliti dapat mengakses data secara konsisten dari waktu ke waktu. Konsistensi ini menunjuk pada fokus yang menjadi perhatian utama, dari teknik dan cara-cara yang digunakan serta kaidah-kaidah berfikir dalam melakukan interpretasi data.
Kepastian (objektivitas). Kepastian data indentik dengan makna objektivitas. Objektif berarti sesuai dengan fakta apa adanya, bukan data rekaan dan bukan interpretasi yang melanggar kaidah intersubjektivitas.
Apabila solusi terhadap masalah sosial diperoleh melalui AR, maka validitas tersebut ditunjukkan dengan menjadikan perubahan sosial terwujud. Dalam “context centered knowledge” efektivitas cara tersebut harus dikomunikasikan. Meskipun lokasinya khusus, AR difokuskan terhadap penyelesaian masalah dan perubahan sosial. Hasil tersebut harus nyata dalam mengatasi masalah sehingga
yang disebut generalisasi (validitas eksternal) dalam situasi yang berbeda
harus direformulasi dalam konteks yang berbeda (lokasi maupun situasi) dan akan merupakan perbandingan silang antara berbagai kasus yang serupa.
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
a. Monitoring Data
1) Monitoring diri sendiri
2) Monitoring rekan (kolaborator) 3) Monitoring oleh subjek
4) Monitor bersama b. Triangulasi
Teknik “triangulasi” dalam penelitian AR dapat dilakukan melalui triangulasi data, triangulasi teori, triangulasi metode. Pada umumnya yang dilakukan adalah triangulasi data, yang adalah suatu teknik pemeriksaan keabsahan data melalui sumber yang berbeda. Triangulasi metode merupakan perlakuan beberapa metode yang berbeda (wawancara, observasi, catatan lapangan dan rekaman vidio) dan triangulasi teori adalah konfirmasi dengan teori (dukungan teori yang relevan).
c. Pengecekan Diskusi Sejawat (Kolaboator) d. Kecukupan Referensial
e. Uraian Rinci
siklus yang mencerminkan empat tahap: 1) perencanaan (planning), 2)
tindakan (action), 3) pengamatan (observing) dan 4) Perenungan (
reflect-ing). Uraian rinci secara total (the total action), dituturkan secara simultatif
dalam tataran proses berkelanjutan (on going process).
f. Auditing
Seperti dijelaskan Harpern (1983) bahwa pelaksanaan audit sepatutnya di-awali dengan tahap penelusuran data dan melakukan proses audit dengan empat tahap : 1) praentri, 2) penetapan dapatnya diaudit, 3) kesepakatan
formal, 4) penentuan keabsahan dan diakhiri dengan closure.
Untuk memenuhi proses audit, data diklasifikasi sebagai berikut: (1)
data mentah: hasil rekaman video, catatan lapangan, dan hasil wawancara; (2) data yang direduksi: catatan lapangan lengkap, ikhtisar hasil obser-vasi, ikhtisar data kuantitatif berupa data asesmen proses dan produk, dan hipotesis kerja. Data yang terreduksi dikemas dalam satu paket anali-sis data (koleksi data, validasi data, penafsiran data dan rencana tindak
lanjut); (3) sintesis data: temuan dan pembahasan dengan tinjauan teori
kepustakaan, simpulan dan laporan akhir; (4) catatan proses
penyeleng-garaan, dari awal hingga akhir penelitian; (6) bahan yang terkait dengan proyeksi hasil penelitian, terkait dengan prediksi dan implikasi; (6) informasi tentang pengembangan instrumen yang digunakan: format observasi, for-mat asesmen kinerja guru, forfor-mat asesmen kinerja subjek, dan forfor-mat asesmen produk.
7. Analisis, Interpretasi dan Sintesis Data
a. Analisis dan lnterpretasi Data
Analisis data
Analisis data dilakukan selama proses berlangsung (ongoing proses data
analysis). Menurut Becker (dalam Hopkins, 1993: 148-161), ada empat
tahap data analisis proses berkelanjutan yakni : 1) koleksi data (data
collection), 2) pemeriksaan keabsahan data (validation), 3) penafsiran
data (interpretation) dan 4) rencana tindak lanjut (action plan). Analisis
data juga sangat terkait dengan reduksi data mentah menjadi data yang bermakna dan dapat diinterpretasikan. Proses analisis dilakukan sejak praobservasi, fase penghangatan --bila ada--, fase tindakan dan pasca tindakan mengikuti alur dan disain yang telah dirumuskan.
Penafsiran Data
untuk menjustifikasi bahwa sudah terjadi peningkatan yang berarti
(significant improvement), dapat digunakan kriteria kuantitatif sebagai tolok ukur atau justifikasi kualitatif. Kriteria kuantitatif dapat menggunakan rerata, varians, atau nilai mutlak pada pengujian statistik non parametrik bila diperlukan.
b. Sintesis Data
Mensintesis data berarti merangkum semua informasi yang diperlukan sedemikian rupa sehingga mudah dikomunikasikan kepada dan difahami oleh orang lain. Sintesis data akan menggambarkan hasil analisis data berdasarkan suatu kriteria bahwa perubahan atau peningkatan telah terjadi sampai pada titik atau level yang diestimasikan.
Referensi
Brezinka dan Wigger, dalam Wigger, 1985, Action and Education: A Critical
Analysis of Action Concepts in Education Theories in Education: A Biannual
Collection of Recent German Contributions to the Field of Education Research. Vol.
31. Tübungen, Germany: Institute for Scientific Education.
Greenwood, D.J & Levin, M dalam Denzin, N & Lincoln, Y.S (ed). 2003. The
Landscape of Qualitative Research, Theories & Issues. Thousand Oaks, London: Sage Publication International Education & Professional Publication.
Guba, E. G & Lincoln, Y. S. 1985. Effective Evaluation. London: Jossey Bass
Publ.
Hitchock, Graham, Hughes, David. 1994. Research and the Teacher, A
Qualitative Introduction to School-Based Research, 2nd ed. London, New York:
Routledge.
Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research, 2nd ed.
Buckingham-Philadelphia: Open University Press.
Kember, D. 2000. Action Learning and Action Research. London: Kogan Page
Limited.
Lankshear, Colin & Knobel, Michele. 2004. A Handbook for Teacher Research
from Design to Implementation. Glasgow, UK : Open University Press, Printed in the UK by Bell & Blain Ltd.
Mc Niff, Jean. 1992. Action Research, Principles and Practices. London:
Reprinted by Routledge.
Payne, G & Payne, J. 2004. Key Concepts in Social Research. London: Sage
Publications.
Stern, W. 1930. Psychologie der Fruhen Kindheit. Leipzig Verlag con Quelle