• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bunyi Suara 2.1.1 Defenisi Bunyi Suara - Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bunyi Suara 2.1.1 Defenisi Bunyi Suara - Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Operator SPBU terhadap Tekanan Darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunyi / Suara

2.1.1 Defenisi Bunyi / Suara

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar

dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber

bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau

penghantar lainnya (Suma’mur, 2009). Defenisi lain, suara adalah sensasi yang

dihasilkan yang dihasilkan ketika getaran longitudinal dari molekul – molekul dari

lingkungan luar tubuh, di mana terjadi perubahan yaitu kompresi dan peregangan

molekul suara yang bergantian, ini menimbulkan fluktuasi di dalam tekanan udara

(atmosphersic pressure) secara berulang – ulang disebut gelombang suara (sound

wave) dan akan dirambat ke segala arah, kemudian mencapai gendang

pendengaran (membrane tympani). Perubahan pada gerakan ini merupakan

perubahan tekanan pada membran timpani telinga kita maka membran ini akan

bergetar sebagai jawaban pada fluktuasi tekanan udara tersebut. Getaran ini akan

sampai di otak dan diinterpretasikan sebagai suara (Ganong, 1995).

2.1.2 Karakteristik Suara

Terdapat 2 karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau

suara, yaitu (Suma’mur, 2009) :

1. Frekuensi

Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz

(2)

Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi

tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan

terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi.

2. Intensitas

Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu

satuan logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan memperbandingkannya

dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan

frekuensi 1.000 Hz yang tepat dapat didengar telinga normal. Dalam rumus :

dB = 2010 log (p/p0)

p = intensitas suatu bunyi

p0 = intensitas bunyi standar (0,0002 dine/cm2)

2.1.3 Sumber Bunyi / Suara

Sumber bunyi adalah sumber getaran yang dihasilkan dari suatu

gelombang bunyi. Sumber getaran tersebut menggetarkan semua medium yang

ada di sekelilingnya. Adapun wujud-wujud dari sumber bunyi dibedakan menjadi

sumber bunyi sebagai senar atau disebut juga dawai, pita dan permukaan

(Soedojo, 1999).

Sumber bunyi dapat berupa benda-benda yang mampu bergetar, seperti

denar gitar, tali suara manusia atau disebut juga dengan pita suara, loudspeaker,

serta bunyi tepuk tangan. Penerima bunyi tersebut adalah telinga manusia, ada

juga suatu alat yang dapat menerima bunyi yaitu microphone. Bunyi harus

(3)

bunyi tersebut tidak mampu merambat sampai ke penerima bunyi yang disebut

dengan pendengaran.

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Alat Pendengaran 2.2.1 Alat Pendengaran Manusia

Alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Telinga merupakan organ

pendengaran dan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan

keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan dalam pendengaran yaitu (Watson,

2002) :

a. Telinga Bagian Luar

Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampai membrane

tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi dan di

konsentras pada membrane tympani (Tambunan, 2005). Telinga bagian luar

berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan

menyebabkan membrane timpany bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran

semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya

(Buchari, 2007).

b. Telinga Bagian Tengah

Telinga bagian tengah merupakan ruang kecil dalam tulang temporal,

dipisahkan oleh membran timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya

dibentuk oleh dinding bagian lateral telinga dalam (Watson, 2002). Mulai dari

membrane tympani sampai tube eustachius, yang terdiri dari tiga buah tulang

pendengaran (osicles) yaitu tulang malleus, Incus, stapes (Tambunan, 2005).

(4)

dari membrane timpany dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval

window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari

cochlea (Buchari, 2007).

c. Telinga Bagian Dalam

Telinga dalam berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari

cochlea (rumah siput) dan oval window (tingkat oval). Cochlea berbentuk

spiral (seperti rumah siput) dengan isi cairan di dalamnya (Tambunan, 2005),

terdapat membran basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang

merupakan reseptor pendengaran (Buchari, 2007). Organ corti mengandung

lebih dari 20.000 sel sensor, terletak pada membran basiler, sejumlah rambut

halus terletak pada ujung sel sensor tersebut dan berhadapan dengan membran

tektorial, dan serat-seratnya bergabung bersama sel-sel rambut untuk

tersambung/memben-tuk saraf pendengaran. Jika suara sampai pada telinga

luar maka akan diteruskan ke gendang yang akan mengentarkan dan

menggerakkan tulang pendengaran. Tulang tapes melekat pada oval window

dan cairan pada saluran membran yang diubah menjadi gerakan gelombang,

dan berbalik kemudian merangsang organ corti (Tambunan, 2005).

2.2.2 Mekanisme Mendengar

Suara dari lingkungan akan diterima daun telinga dan liang telinga yang

merupakan bagian telinga luar. Semua bunyi yang mencapai telinga kita

sebenarnya merupakan tenaga suatu gelombang suara. Selanjutnya gelombang

suara akan menggetarkan gendang telinga (membrane tympani) yang merupakan

(5)

telinga tengah yang berisi tulang-tulang pendengaran. Tulang tersebut antara lain

tulang-tulang malleus, incus dan stapes. Sebagian tulang malleus melekat pada

sisi dalam gendang telinga dan akan bergetar bila membran tympani bergetar.

Tulang stapes berhubugan dengan selaput oval window (tingkat oval) yaitu telinga

bagian dalam. Karena ketiga tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain

maka akan menjembatani getaran dari gendang telinga, memperkeras dan

menyampaikan ke telinga dalam (Watson, 2002).

Cochlea termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang mempunyai

struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang mirip rumah siput. Pergerakan

tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan selaput oval window yang

menyebabkan aliran cairan cochlea. Aliran tersebut akan menggerakkan sel-sel

rambut yang halus yang melekat pada saluran cochlea, pada saat inilah terjadi

perubahan gelombang suara menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang

timbul akan diteruskan ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf

pendengaran. Peristiwa gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf

melalui tulang-tulang pendengaran ini dinamakan sebagai gejala sensasi bunyi

atau bone conductio. Proses terjadinya getaran pada gendang telinga dan

kemudian sampai pada tulang pendengaran dinamakan air conduction, sehingga

gelombang yang datang dari telinga luar sampai ke telinga dalam berlangsung

(6)

2.3 Kebisingan

2.3.1 Defenisi Kebisingan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/MENLH/11/1996

yang dimaksud dengan kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha

atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan manusia dan kenyaman lingkungan.

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar

dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber

bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau

penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh

karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka

bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur,

2009).

Kebisingan menurut Sv Szokolay dalam jurnal penelitian Setiawan (2010)

didefenisikan sebagai getaran-getaran yang tidak teratur, dan memperlihatkan

bentuk yang tidak biasa. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah

pola intensitas, frekuensi dan pembangkitan.bunyi terjadi ketika telinga manusia

mendengar pada tekanan kecil yang naik turun di udara, yang disebabkan oleh

pergerakan getaran dari benda padat. Kebisingan dapat dideskripsikan dalam

beberapa istilah dari tiga variable yaitu amplitude, frekuensi dan pola waktu. Dari

(7)

1. Amplitudo

Kerasnya dari suatu bunyi bergantung pada amplitude dari naik turunnya

tekanan atmosfir di atas dan di bawah yang digabungkan dengan gelombang

suara. Dan besarnya berlaku pada tekanan suara dalam gelombang suara yang

dinyatakan dalam root-mean-square (rms).

2. Frekuensi

Suara adalah fluktuasi dari tekanan udara. Bilangan dari terjadinya

fluktuasi waktu dalam satu detik disebut frekuensi. Dalam akustik frekuensi

dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz). Hubungan frekuensi dengan panjang

gelombang dinyatakan dalam :

f λ = v

3. Pola waktu

Karakteristik pentung yang ketiga dari kebisingan yaitu variasi dalam

waktu.

2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan

Secara umum kebisingan dapat dikelompokkan berdasarkan kontinuitas,

intensitas dan spectrum frekuensi sura yang ada, seperti berikut (Chandra, 2005) :

1 Steady state and narrow band noise

Kebisingan yang terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti

suara mesin dan kipas angin.

2 Nonsteady state and narrow band noise

Kebisingan yang tidak terus menerus dengan spectrum suara yang sempit

(8)

3 Kebisingan intermiten

Kebisingan semacam ini terjadi sewaktu-waktu dan terputus, misalnya suara

pesawat terbang dan kereta api.

4 Kebisingan impulsive

Kebisingan yang impulsive atau memekakkan telinga, misalnya bunyi

tembakan bedil, meriam, atau ledakan bom.

Berdasarkan sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam

kebisingan, yaitu (Wardhana, 2001) :

1. Kebisingan impulsive, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus

menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya: kebisingan yang datang

dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin

pemancang tiang pancang.

2. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus menerus

dalam waktu yang cukup lama. Contohnya: kebisingan yang dating dari suara

mesin yang dijalankan (dihidupkan).

3. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang

hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Contohnya:

suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat.

2.3.3 Sumber Kebisingan

Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio (1985) dapat bersumber dari:

1. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat

(9)

2. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi,

industry, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat

pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar

ruangan atau gedung.

2.3.4 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan

Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada

indra pendengar yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Pengaruh tersebut

tentunya sangat penting bagi higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Chandra,

2005).

Dampak kebisingan terhadap kesehatan adalah sebagai berikut: (Prabu, 2009):

a. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila

terputus – putus atau yang datangnya tiba – tiba. Gangguan dapat berupa

peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer

terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan

sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.

Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi vestibular dalam telinga

dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur

dan sesak napas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,

keseimbangan organ dan keseimbangan elektrolit. Melalui makanisme hormonal

(10)

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,

kejengkelan, kecemasan, ketakutan dan cepat marah. Bila kebisingan diterima

dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis,

jantung, stres, kelelahan.

c. Gangguan komunikasi

Kebisingan bisa mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung (tatap

muka/ via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu

percakapan diperhatikan dengan seksama karena suara yang mengganggu

komunikasi tergantung konteks suasana.

d. Gangguan tidur

Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari

keadaan terjaga sampai tidur terlelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan

dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh

beberapa factor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan,

fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standart kebisingan yang berhubungan

dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor – faktor

tersebut di atas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan

karakteristik individual. Environmental protection Agency menetapkan bahwa

tingkat kebisingan harian 45 dB A cukup untuk melindungi seseorang dari

(11)

e. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera

pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan

diterima secara umum dari zaman dulu. Mula – mula efek bising pada

pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah

pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus menerus di

area bising maka terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya

dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian semakin meluas ke frekuensi

sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk

percakapan (Prabu, 2009).

2.3.5 Kebisingan dan Produktivitas Kerja

Menurut Chandra (2005) kebisingan ternyata mempunyai efek yang

merugikan terhadap produktivitas kerja. Pengaruh-pengaruh negatif dari

kebisingan, antara lain:

1. Gangguan.

Menurut WHO, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki.

Besarnya gangguan bergantung pada jenis dan intensitas suatu kebisingan.

Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi yang

terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga.

Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila sumber kebising-an tersebut

(12)

2. Komunikasi dengan pembicaraan.

Risiko potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan

pembicaraan harus dilakukan secara berteriak. Gangguan komunikasi

semacam itu dapat menyebabkan gangguan pada pekerjaan atau bahkan

mengakibatkan kesalahan dan kecelakaan kerja terutama pada pekerja baru.

Pengaruh pada komunikasi percakapan dapat dipastikan dengan cara

mengukur rata-rata intensitas oktaf-oktaf di antara 600-1.200; 1.200-2.400;

dan 2.400-4.800 Hz. Nilai yang dihasilkan disebut Tingkat Gangguan

Pembicaraan (Speech Interference Level).

3. Efek pada pekerjaan.

Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi pekerja pada pekerjaannya,

terutama suara yang bernada tinggi, karena dapat menimbulkan reaksi

psikologis dan kelelahan. Pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan

otak, kebisingan sebaiknya ditekan serendah mungkin.

4. Reaksi masyarakat.

Apabila kebisingan akibat suatu proses produksi sudah sedemikian

hebatnya, pengaruhnya pasti sangat besar. Masyarakat sekitar pun pasti

mengajukan protes dan menuntut agar kegiatan produksi tersebut segera

dihentikan.

2.3.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat

kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat

(13)

pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dari 5

(lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. NAB kebisingan tersebut

merupakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor:

Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Temapat Kerja dan

merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004 Nilai

Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan getaran tangan-lengan dan radiasi

sinar ultra ungu di tempat kerja. SNI dimaksud juga memberikan informasi

tentang pengendalian kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat

paparan sebagaimana substansinya (Suma’mur, 2009).

Batasan nilai tingkat untuk beberapa kawasan atau lingkungan Menurut

Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan

Zona Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB a. Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan Pemukiman 55

2. Perdagangan dan Jasa 70

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

4. Ruang Terbuka Hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

7. Rekreasi 70

1. Rumah Sakit atau Sejenisnya 55

2. Sekolah dan Sejenisnya 55

3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55

(14)

Selain melalui tingkat keras, kebisingan juga dikaitkan dengan lama

paparannya. Semakin keras tingkat bunyi, semakin pendek waktu paparan yang

disarankan bagi telinga.

Standar kebisingan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No.51/MEN/1999 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan (dB)

8 Jam 85

Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999. Keterangan : Tidak boleh terapajan lebih dari 140 dB, walaupun sesaat.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 Tahun 1987 tentang kebisingan yang

berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam 4 zona :

Tabel 2.3 Pembagian zona-zona peruntukan

Zona Peruntukan Tingkat Kebisingan dB (A)

Dianjurkan Diperbolehkan A Laboratorium, rumah sakit, panti perawatan 35 45

B Rumah, sekolah, tempat rekreasi 45 55

C Kantor, pertokoan 50 60

D Industry, terminal, stasiun KA 60 70

(15)

2.3.7 Pengendalian Kebisingan

Kebisingan dapat dikendalikan dengan cara, antara lain (Budiono, 2003):

1. Pengendalian Secara Teknis

a) Mengubah cara kerja dari yang menimbulkan bising menjadi berkurang

suara yang menimbulkan bisingnya.

b)Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara.

c) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.

d)Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising.

e) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang

goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet.

f) Modifikasi mesin atau proses.

g)Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodic sehingga dapat

mengurangi suara bising.

2. Pengendalian secara administrasi

a) Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu (misalnya bagian diesel).

b)Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang berkaca yang

kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu

yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).

c) Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. Cara ini

dilakukan untuk mengurangi waktu pemajanan dan tingkat kebisingan,

sehingga suara yang diterima organ pendengaran pekerja, masih dalam

(16)

3. Pengendalian secara medis

Pemeriksaan audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal masuk kerja,

secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja.

4. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Apabila pengendalian secara teknis dan administrasi belum dapat mereduksi

tingkat dan lama kebisingan yang diterima maka digunakan alat pelindung

kebisingan yaitu ear plug atau ear muff disesuaikan dengan jenis pekerjaan,

konsidi dan penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan.

2.3.8 Pengukuran Intensitas Kebisingan

Standar alat untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM).

Pengukuran dalam SLM dikategorikan dalam tiga jenis karakter respon frekuensi,

yaitu ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala A yang ditemukan paling dapat

mewakili batas pendengaran manusia dan respon telinga manusia terhadap

kebisingan, termasuk kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan

pendengaran. Skala A tersebut dinyatakan dalam satuan dBA (Djalante, 2010).

Dalam penelitian Buchari (2007), menjelaskan untuk alat ukur kebisingan

yaitu Sound Level Meter (SLM) dan untuk mengukur ambang pendengaran

digunakan alat Audiometer. Sound Level Meter (SLM) adalah alat untuk

mengukur suara. Mekanisme kerja dari SLM adalah apabila ada benda bergetar,

maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang mana

perubahan tersebut dapat ditangkap oleh alat ini, sehingga akan menggerakkan

meter petunjuk atau jarum petunjuk. Sedangkan untuk Audiometer, adalah alat

(17)

suara yang paling lemah yang dapat didengar manusia. Audiogram adalah chart

hasil pemerikasaan audiometri.

2.3.9 Kebisingan Lalu Lintas

Perkembangan yang semakin meningkat pada transportasi di jalan raya

tentunya mempunyai dampak lingkungan di sepanjang jalan yang ramai dengan

sarana transportasi. Di negara berkembang seperti Indonesia, yang pengaturan dan

penyediaan kendaraan umum belum tertata secara baik, masyarakat akan

cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk mendukung kegiatannya.

Berdasar kecepatan dan kenyamanan berkendara maka kendaraan bermotor

pribadi lebih dipilih dibanding kendaraan tidak bermotor. Kebisingan di

perkotaan yang padat lalu lintasnya bukan merupakan masalah baru lagi, tetapi

permasalahan lama yang perlu dipecahkan bersama. Meski kini

kelompok-kelompok masyarakat pengguna sepeda telah terbentuk, seperti Bike to Work,

namun jumlah anggotanya masih sedikit. Di waktu mendatang diharapkan

pengguna sepeda terus meningkat jumlahnya sehingga dapat menurunkan polusi

udara dan bunyi. Hal itu juga perlu didukung dengan penyediaan jalur khusus

sepeda agar keselamatan dan kenyamanan pengguna sepeda.

Kebisingan pada kendaraan bermotor terutama bersumber pada mesin dan

saluran gas buang. Juga terdapat sumber lain meski bukan sumber pokok, yaitu

gesekan roda dengan jalan dan klakson. Pada kendaraan bermotor dengan usia

pembuatan 10 tahun ke bawah serta yang mesinnya terawat dengan baik,

kebisingan yang dihasilkan mesin dapat dianggap sesuai baku. Hal ini

(18)

tertentu. Bila jumlah dan jenis kendaraan sesuai baku makan munculnya

kebisingan dapat dihindari. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terpenuhi.

Ruas jalan dipenuhi kendaraan melebihi kemampuan hingga terjadi kemacetan.

Keadaan ini, tentu menimbulkan polusi udara dan bunyi (Mediastika, 2009).

Sumber kebisingan lalu lintas termasuk dalam kriteria kebisingan garis,

kebisingan tersebut ditimbulkan oleh suara-suara dari kendaraan bermotor yang

melewati jalanan dan semakin padatnya lalu lintas yang ada di jalan tersebut.

Adapun penyebab kebisingan dari kendaraan bermotor adalah mesin dari

kendaraan bermotor itu sendiri biasanya berjenis mesin bakar, jenis kipas

pendingin kendaraan, bagian sistem pembuangan kendaraan yang berbeda-beda,

dan model kendaraan. Selain penyebab kebisingan dari kendaraan tersebut, ada

pula parameter dari kendaraan itu sendiri yaitu kecepatan dan kepadatan

kendaraan bermotor yang ada di lalu lintas jalan, komposisi kendaraan bermotor

tersebut, sifat dari pengemudi kendaraannya sendiri, dan kestabilan atau

ketidakstabilan lalu lintas kendaraan bermotor. Selain parameter lalu lintas, ada

pula parameter dari jalan yang dilalui oleh kendaraan, yaitu kondisi yang

membentuk fisik dari jalan, contohnya bentuk jalan, kemiringan jalan,

kelengkungan jalan atau tikungan jalan, permukaan jalan yang berbeda-beda dan

(19)

2.4 Tekanan Darah

2.4.1 Defenisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan

yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (Sloane,

2004).

Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang

dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke

seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang

dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh (Guyton dan

Hall, 2006).

Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara di mana detak jantung

pertama kali di dengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat

dengan mengambil dua ukuran yang biasa ditunjukkan dengan angka seperti

berikut: 120/80 mmHg. Angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh

arteri ketika jantung berkontraksi, yang biasanya disebut dengan sistolik. Angka

80 mmHg menunjukan jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah diastolik

(Ganong, 1995).

2.4.2 Sistem Sirkulasi Tekanan Darah

Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung

oksigen ini memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh bagian tubuh

melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar

bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga

(20)

pembuluh-pembuluh darah sangat kecil yang disebut kapiler. Jaringan ini

mengalirkan darah ke sel-sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk

menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian

darah, yang sudah tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah

vena, dan di pompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen lagi. Saat

jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh

tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal sebagai tekanan sistolik. Kemudian

otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini paling rendah,

yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur

ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002).

2.4.3 Jenis Tekanan Darah

Tekanan darah terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yaitu : Tekanan darah

sistolik adalah tekanan darah yang diturunkan sampai suatu titik dimana denyut

dapat dirasakan. Tekanan yang terjadi apabila oto jantung berdenyut memompa

untuk mendorong darah keluar melalui pembuluh darah arteri. Tekanan ini

berkisar antara 95-140 mmHg. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan

di atas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau denyut

arteri dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghilang

tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg (Tahang, 2004). Perbedaan tekanan

darah antara sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi dan normalnya adalah

(21)

2.4.4 Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1 Tekanan darah normal

Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah normal bila tekanan darah

uuntuk sistolik <140 mmHg dan diastolik ,90 mmHg (Guyton dan Hall,

2006). Nilai tekanan darah normal:

a. Pada usia 15-29 tahun : sistolik 90-120 mmHg, diastolik 60-80 mmHg.

b. Pada usia 30-49 tahun : sistolik 110-140 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.

c. Pada usia >50 tahun : sistolik 120-150 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.

2 Tekanan darah rendah

Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah rendah bila tekanan darah

untuk sistolik <100 mmHg dan diastolik <60 mmHg (Watson, 2002).

3 Tekanan darah tinggi

Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi apabila untuk tekanan

darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg (Watson, 2002).

Klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa usia 18 tahun ke atas yang

tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit

serius dalam jangka waktu tertentu menurut Seventh Report of the Joint National

Committe VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Pressure adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Kategori Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik Diastolik

Normal Pre-hipertensi

Di bawah 120 Di bawah 80

120-139 80-89

Darah tinggi atau hipertensi (stadium 1) 140-159 90-99 Darah tinggi atau hipertensi (stadium 2 atatu

berbahaya) Diatas 160 Di atas 100

(22)

2.4.5 Pengukuran Tekanan Darah

Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan

darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung

atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam

arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat

berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare,

2001). Menurut Nursecerdas (2009), bahaya yang dapat ditimbulkan saat

pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan

darah karena tertekuknya kateter, perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan

tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan

menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun

atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang

berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa

sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam

milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare,

2001).

Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan

manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan

pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial

menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah

dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20

sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset

(23)

palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan

dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih

akurat (Smeltzer & Bare, 2001).

Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk

corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku

(rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul

diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempeskan dengan kecepatan 2 sampai

3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang

menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi

Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar

dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan

diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).

2.4.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu :

1. Usia

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko

terkena hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan

tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya

meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan (Gunawan, 2001).

2. Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih

(24)

2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan

darah diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat

meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah

memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan

setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi

dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Depkes,

2006).

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon

estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam

mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen

dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.

Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses

ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya

sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada

wanita umur 45-55 tahun (Dwi, 2009).

3. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu

organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang perlu diketahui

karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para

pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya.

(25)

1. masa kerja baru (< 2 tahun)

2. masa kerja lama (> 2 tahun)

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia

terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur,

2009).

4. Ras

Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada

masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain.

Suku bangsa mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan

darah, seperti yang ditujukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang

meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang

Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika

berkulit putih. Perbedaan tekanan darah rata-rata antara kedua golongan

tersebut beragam, mulai dari yang agak lebih rendah dari 5 mmHg (0,67 kPa)

pada usia 20-an sampai hampir 20 mmHg (2,67 kPa) pada usia 60-an. Orang

Amerika hitam keturunan Afrika telah menunjukkan pula mempunyai tekanan

darah yang lebih tinggi daripada orang Afrika hitam. Hal ini memberi kesan

bahwa ada penambahan pengaruh lingkungan pada kecenderungan kesukuan

Peran kesukuan yang bebas dari faktor lingkungan perlu dijelaskan pada

golongan suku Lin di Negara yang mempunyai keanekaragaman suku (WHO,

(26)

5. Faktor Sosial Ekonomi

Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan

ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah

dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan

sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan

tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam

masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras tinggi

tekanan darah dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat

pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali

menggambarkan tahap awal epidemik penyakit kardiovaskular (WHO, 2001).

6. Faktor Genetik

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer

(esensial). Faktor genetik juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang

kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga

berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Bila

kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45% turun ke anak -

anaknya dan bila salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka sekitar

30% turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).

7. Kebiasaan Merokok

Nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh

(27)

a. Nikotin meransang pelepasan epinetrinlokal dari saraf adregenik dan

meningkatkan sekresi katekolamin dari modula adrenalis dan dari jaringan

kromafin di jantung.

b. Nikotin bekerja pada kemoreseptor di glomus caroticus dan glomera aotica

yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan arteri.

c. Nikotin bekerja langsung pada miokardium untuk menginduksi efek

inotropik dan kronotopik positif.

Nikotin dalam merokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih

cepatdan penyempitan pembuluh saluran– saluran nadi sehingga menyababkan

jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan

darah ke seluruh tubuh (Singgih, 1995).

8. Kebiasaan Minum Kopi

Minum kopi yang mengandung kafein disebut dapat menghasilkan

perubahan dalam hemodinamik diantaranya dapat meningkatkan tekanan

darah (Lane, 1993). Dalam tubuh manusia senyawa kafein dapat memacu

hormon adrenalin, yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah dan

detak jantung, sekresi asam lambung, senyawa gula pada aliran darah dan otot

dalam kondisi siap beraktivitas.

Sebahagian orang, minum kopi dapat menimbulkan jantung

berdebar-debar, denyutnya bisa melebihi 80 kali per menit. Hal itu disebabkan efek

stimulan kopi. Mengkonsumsi kopi secara berlebihan dapat meningkatkan

tekanan darah, yang berpotensi mempercepat terjadinya penyakit jantung

(28)

korona kiri dan kanan, bila pembuluh darah korona tersumbat terjadilah PJK

(Afian, 2010).

9. Konsumsi Alkohol

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.

Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah

merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Di

negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh

terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan

oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya.

Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder

di usia ini (Depkes, 2006).

Penelitian Riyadina (2002) yang dilakukan terhadap operator pompa

bensin (SPBU) di Jakarta menyatakan bahwa risiko untuk terjadinya

hipertensi pada peminum alkohol sebesar 2,208 kali lebih besar dibandingkan

dengan orang yang bukan peminum alkohol. Artinya risiko hipertensi akan 2

kali lebih besar pada peminum alkohol dibandingkan yang bukan peminum

alkohol.

10.Stres

Stres menurut Greenberg (2002) adalah interaksi antara seseorang dengan

lingkungan termasuk penilaian seseorang terhadap tekanan dari suatu kejadian

dan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi tekanan tersebut, keadaan

(29)

psikologis antara lain berupa emosi, kecemasan, depresi, dan perasaan stres.

Sedangkan respon secara fisiologis dapat berupa rangsangan fisik meningkat,

perut mulas, badan berkeringat, jantung berdebar-debar. Respon secara

perilaku antara lain mudah marah, mudah lupa, susah berkonsentrasi.

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam,

rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan

hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,

sehingga tekanan darah akan meningkat. Peningkatan darah akan lebih besar

pada individu yang mempunyai kecenderungan stres emosional yang tinggi.

Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian

sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang

muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi

atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi

dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stres atau rasa tidak puas

orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006).

Penelitian Framingham dalam Nasution (2013) bahwa bagi wanita

berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegangan,

ketidakcocokan perkawinan, tekanan ekonomi, stres harian, mobilitas

pekerjaan dan kemarahan terpendam didapatkan bahwa hal tersebut

berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi klinik

penyakit kardiovaskuler apapun. Hal yang mempengaruhi fungsi tubuh diatas

(30)

11.Konsumsi Garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam

dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada

mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi

melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.

Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga

kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada

hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang

berpengaruh. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan

prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15

gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh

asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume

plasma, curah jantung dan tekanan darah (Radecki, 2000).

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik

cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan

tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang

ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar

7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang

dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau

2400 mg/hari (Gunawan, 2001).

12.Kebisingan

Paparan bising dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang lama

(31)

berlangsung lama/secara periodik menyebabkan arterial hipertensi

(Tambunan, 2005).

13.Status gizi

Kriteria status gizi menurut Asmadi (2008) sebagai berikut :

a) Kurus jika IMT :

1) < 17 : kekurangan berat badan tingkat berat.

2) 17 – 18,4 : kekurangan berat badan tingkat rendah.

b) Normal jika IMT : 18,5 – 24,9

c) Gemuk jika IMT :

1) 25 – 27 : kelebihah berat badan tingkat ringan.

2) > 27 : kelebihah berat badan tingkat berat.

Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah

telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan Indeks Masa Tubuh

(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah

sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi

hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang - orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi

ditemukan sekitar 20 -33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes,

2006).

Hal ini disebabkan makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang

dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini

(32)

meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.

Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar

insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan

natrium dan air (Muhummadun, 2010).

Penelitian Sigarlaki (2000) yang dilakukan di RSU FK-UKI menyatakan

bahwa ada hubungan orang yang berat badan berlebihan dengan kejadian

hipertensi. Dalam penelitian itu mempunyai OR sebesar 3,74 artinya bahwa

orang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita hipertensi sebesar

3,74 kali dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas.

14.Kehamilan

Selama kehamilan normal, tekanan darah sistolik sedikit berubah tetapi

diastolik menurun kira – kira 10 mmHg pada awal kehamilan (13 – 20

minggu) dan meningkat kembali ke tingkat sebelum kehamilan pada trimester

ketiga (Suyono, 2001). Perubahan yang terjadi pada jantung, yang khas denyut

nadi istirahat meningkat sekitar 10 sampai 15 denyut permenit pada kehamilan

(Yeyeh, 2009).

2.4.7 Pengendalian Tekanan Darah

Hal yang penting untuk mengendalikan tekanan darah adalah dengan cara

berikut, antar lain :

1. Diet

a. Diet rendah natrium

Asupan natrium yang berlebih dapat mengecilkan diameter

(33)

mendorong volume darah melalui ruang yang makin sempit, sehingga

tekanan darah menjadi naik akibatnya terjadi hipertensi. Karena itu

disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber

natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur),

penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat

(soda kue), natrium benzoat untuk mengawetkan makanan, natrium

bosulfit untuk mengawetkan daging, natrium sitrat pada minuman.

Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih

dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh (Anggraini, Waren,

Situmorang, Asputra, & Siahaan, 2003).

b. Diet rendah kolesterol

Kolesterol merupakan lemak seperti lilin dan berwarna

kekuningan. Kadar kolesterol dalam darah dipengaruhi oleh asupan

makanan dan sebagian besar hasil sistesa hati. Apabila jumlahnya normal,

kolesterol sebenarnya bermanfaat memperlancar metabolisme tubuh

seperti bahan pembentuk dinding sel, pembentukan hormon, pembungkus

jaringan saraf, garam empedu, membuat vitamin D, dan juga membantu

perkembangan otak pada anak-anak. Namun bila kadar kolesterol dalam

darah jumlahnya berlebihan, dapat membahayakan tubuh karena memicu

timbulnya penyakit. Agar kolesterol tidak memicu timbulnya penyakit,

kadarnya harus dikendalikan yaitu dengan mengatur pola makan.

Memperbanyak konsumsi makanan rendah kolesterol, serta membatasi

(34)

nabati dan mengganti lemak berbahaya dengan lemak sehat (Sutomo,

2008).

2. Aktivitas fisik cukup dan berolahraga secara teratur

Aktivitas fisik juga sangat berperan dalam menurunkan tekanan darah.

Aktivitas fisik (olahraga) dapat memperbaiki profil lemak darah, yaitu

menurunkan kadar total kolesterol, LDL dan trigliserida. Bahkan yang lebih

penting, olahraga dapat memperbaiki HDL. Takaran olahraga yang tepat dapat

menurunkan hipertensi, obesitas, serta diabetes mellitus. Hasil penelitian

dengan olahraga saja sama efektifnya dengan kombinasi antara olahraga dan

obat. Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat mengurangi atau

menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh darah. Olahraga yang

dimaksud adalah latihan aerobik menggerakkan semua nadi dan otot tubuh

seperti gerak jalan/jalan kaki, senam, jogging, berenang, naik sepeda. Tidak

dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan (Soeharto, 2004).

3. Istirahat tidur

Istirahat yang dilakukan seharusnya tidak berlebihan dan kekurangan.

Istirahat akan membuat tubuh kembali segar. Istirahat siang yang paling baik

dilakukan adalah selama 2 jam. Istirahat yang dilakukan secara berlebihan

tidak baik untuk kesehatan tubuh. Seseorang yang tidur kurang dari 5 jam

setiap malamnya memiliki resiko lebih tinggi 39% terkena penyakit jantung

dibandingkan dengan yang tidur 8 jam. Seseorang yang tidur kurang dari 6

(35)

tidur 9 jam atau lebih diperkirakan memiliki resiko lebih tinggi 37% terkena

penyakit jantung (Novita, 2008).

4. Manajemen stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres atau

ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa

marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak

ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih

cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

Penderita hipertensi yang mendapatkan penatalakasanaan hipertensi

ataupun tidak cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi meski ada

kalanya tekanan darah mereka berada dalam batas normal. Kondisi ini akan

diperburuk dengan adanya peningkatan tekanan darah akibat stres, maka

tekanan darah akan menjadi semakin tinggi. Apabila kondisi ini berlangsung

terus menerus dalam kurun waktu yang lama tanpa ada penangganan yang

tepat maka tekanan darah yang tinggi tersebut akan sulit dikontrol. Tekanan

darah pada penderita hipertensi yang tidak terkontrol inilah, yang menjadi

penyebab utama terjadinya stroke (Mahendra, 2004).

5. Pembatasan konsumsi rokok dan tidak mengkonsumsi alkohol

Kebiasaan merokok juga harus dikurangi bahkan dihindari, karena

keadaan jantung dan paru-paru mereka yang merokok tidak akan dapat bekerja

secara efisien. Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran

(36)

darah. Untuk konsumsi rokok pecandu, mengurangi secara bertahap mulai dari

5 batang rokok sampai memberhentikan total. Perokok pasif atau orang yang

tidak merokok tetapi berada di dekat orang yang merokok pun terkena dampak

negative dari asap rokok yang lebih bahaya dari perokon itu sendiri.

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kematian

kardiovaskular. Tujuh penelitian kematian pecandu alkohol menunjukkan

bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah besar diikuti dengan peningkatan

kematian penyakit jantung koroner. Penelitian pada lebih dari 700 pria yang

diotopsi dengan usia 30-69 tahun, terdapat aterosklerosis koroner yang luas

diantara sampel yang mengkonsumsi alkohol dalam 16 hari atau lebih setiap

bulannya daripada peminum sedang atau bukan peminum. (Sutomo, 2008).

Jika pada penderita hipertensi yang mempunyai riwayat candu alkohol

sebaiknya mengurangi minuman alkohol pada batas maksimal 1 gelas (pada

kadar 15% alcohol) sampai memberhentikannya mengkonsumsi (Cahyono,

2008).

2.5 Hubungan Paparan Kebisingan Dengan Tekanan Darah

Pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah terlihat jelas dari

respon-respon fisiologis yang nampak terhadap pekerja. Kebisingan tidak hanya dapat

menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan

terhadap mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan

mental emosional yaitu berupa tergangguanya ken yamanan kerja, mudah

tersinggung, mudah marah. Melalui mekanisme hormonal yaitu dihasilkan

(37)

peningkatan tekanan darah. Hal tersebut termasuk gangguan kardiovaskuler

(Hartanto, 2011).

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU

terhadap tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015

Ha : Ada hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap

tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.

- Paparan Kebisingan

Lalu Lintas

Karakteristik Operator

SPBU

- Usia

- Jenis Kelamin

- Lama Paparan

Kebisingan per hari

- Masa Kerja

- Kebiasaan Minum

Kopi

- Kebiasaan Merokok

Gambar

Tabel 2.1   Baku Mutu Kebisingan
Tabel 2.3   Pembagian zona-zona peruntukan
Tabel 2.4   Kategori Tekanan Darah

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhir periode tahunan, biaya overhead pabrik yang telah dibebankan ke dalam produk, yaitu biaya overhead pabrik berdasarkan tarif standar, dibandingkan dengan

Sebagai suatu bentuk penilian dan gambaran akan diri sendiri konsep diri bagi remaja tentunya menjadi hal yang dipikirkan dan diinginkan sehingga memunculkan citra

Pada lingkungan tercekam kekeringan Tabel 5, terdapat lima karakter yang memberikan pengaruh langsung genetik lebih tinggi daripada koefisien korelasi genetiknya, yaitu

Interaksi manusia dan komputer menurut Wicaksono (2005:3) adalah bidang studi yang mempelajari, manusia, teknologi komputer dan interaksi antara kedua belah pihak, merupakan

Bagi siswa melalui penerapan model pembelajaran Advance Organizer dengan Peta Konsep diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X SMK Tritech

Reservoir berfungsi sebagai termpat untuk menampung methanol sebelum dialirkan menuju evaporator, selain itu digunakan untuk memastikan metanol yang akan dialirkan telah berfase

Tidak adanya hubungan antara kepatuhan ibu hamil trimester III dalam mengonsumsi tablet zat besi selama kehamilan dengan kejadian anemia menunjukkan bahwa banyak faktor yang

SUPRASTRUKTUR DAN MAKROSTRUKTUR WACANA DAKWAH DALAM MEDIA SOSIAL I NSTAGRAM: TI NJAUAN PADA AKUN INSTAGRAM RIA YUNITA ( @r iar icis1795). Siti Hannah Sekar w