23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunyi / Suara
2.1.1 Defenisi Bunyi / Suara
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber
bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau
penghantar lainnya (Suma’mur, 2009). Defenisi lain, suara adalah sensasi yang
dihasilkan yang dihasilkan ketika getaran longitudinal dari molekul – molekul dari
lingkungan luar tubuh, di mana terjadi perubahan yaitu kompresi dan peregangan
molekul suara yang bergantian, ini menimbulkan fluktuasi di dalam tekanan udara
(atmosphersic pressure) secara berulang – ulang disebut gelombang suara (sound
wave) dan akan dirambat ke segala arah, kemudian mencapai gendang
pendengaran (membrane tympani). Perubahan pada gerakan ini merupakan
perubahan tekanan pada membran timpani telinga kita maka membran ini akan
bergetar sebagai jawaban pada fluktuasi tekanan udara tersebut. Getaran ini akan
sampai di otak dan diinterpretasikan sebagai suara (Ganong, 1995).
2.1.2 Karakteristik Suara
Terdapat 2 karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau
suara, yaitu (Suma’mur, 2009) :
1. Frekuensi
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz
Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi
tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan
terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi.
2. Intensitas
Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu
satuan logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan memperbandingkannya
dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan
frekuensi 1.000 Hz yang tepat dapat didengar telinga normal. Dalam rumus :
dB = 2010 log (p/p0)
p = intensitas suatu bunyi
p0 = intensitas bunyi standar (0,0002 dine/cm2)
2.1.3 Sumber Bunyi / Suara
Sumber bunyi adalah sumber getaran yang dihasilkan dari suatu
gelombang bunyi. Sumber getaran tersebut menggetarkan semua medium yang
ada di sekelilingnya. Adapun wujud-wujud dari sumber bunyi dibedakan menjadi
sumber bunyi sebagai senar atau disebut juga dawai, pita dan permukaan
(Soedojo, 1999).
Sumber bunyi dapat berupa benda-benda yang mampu bergetar, seperti
denar gitar, tali suara manusia atau disebut juga dengan pita suara, loudspeaker,
serta bunyi tepuk tangan. Penerima bunyi tersebut adalah telinga manusia, ada
juga suatu alat yang dapat menerima bunyi yaitu microphone. Bunyi harus
bunyi tersebut tidak mampu merambat sampai ke penerima bunyi yang disebut
dengan pendengaran.
2.2 Anatomi Dan Fisiologi Alat Pendengaran 2.2.1 Alat Pendengaran Manusia
Alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Telinga merupakan organ
pendengaran dan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan
keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan dalam pendengaran yaitu (Watson,
2002) :
a. Telinga Bagian Luar
Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampai membrane
tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi dan di
konsentras pada membrane tympani (Tambunan, 2005). Telinga bagian luar
berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan
menyebabkan membrane timpany bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran
semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya
(Buchari, 2007).
b. Telinga Bagian Tengah
Telinga bagian tengah merupakan ruang kecil dalam tulang temporal,
dipisahkan oleh membran timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya
dibentuk oleh dinding bagian lateral telinga dalam (Watson, 2002). Mulai dari
membrane tympani sampai tube eustachius, yang terdiri dari tiga buah tulang
pendengaran (osicles) yaitu tulang malleus, Incus, stapes (Tambunan, 2005).
dari membrane timpany dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval
window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari
cochlea (Buchari, 2007).
c. Telinga Bagian Dalam
Telinga dalam berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari
cochlea (rumah siput) dan oval window (tingkat oval). Cochlea berbentuk
spiral (seperti rumah siput) dengan isi cairan di dalamnya (Tambunan, 2005),
terdapat membran basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang
merupakan reseptor pendengaran (Buchari, 2007). Organ corti mengandung
lebih dari 20.000 sel sensor, terletak pada membran basiler, sejumlah rambut
halus terletak pada ujung sel sensor tersebut dan berhadapan dengan membran
tektorial, dan serat-seratnya bergabung bersama sel-sel rambut untuk
tersambung/memben-tuk saraf pendengaran. Jika suara sampai pada telinga
luar maka akan diteruskan ke gendang yang akan mengentarkan dan
menggerakkan tulang pendengaran. Tulang tapes melekat pada oval window
dan cairan pada saluran membran yang diubah menjadi gerakan gelombang,
dan berbalik kemudian merangsang organ corti (Tambunan, 2005).
2.2.2 Mekanisme Mendengar
Suara dari lingkungan akan diterima daun telinga dan liang telinga yang
merupakan bagian telinga luar. Semua bunyi yang mencapai telinga kita
sebenarnya merupakan tenaga suatu gelombang suara. Selanjutnya gelombang
suara akan menggetarkan gendang telinga (membrane tympani) yang merupakan
telinga tengah yang berisi tulang-tulang pendengaran. Tulang tersebut antara lain
tulang-tulang malleus, incus dan stapes. Sebagian tulang malleus melekat pada
sisi dalam gendang telinga dan akan bergetar bila membran tympani bergetar.
Tulang stapes berhubugan dengan selaput oval window (tingkat oval) yaitu telinga
bagian dalam. Karena ketiga tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain
maka akan menjembatani getaran dari gendang telinga, memperkeras dan
menyampaikan ke telinga dalam (Watson, 2002).
Cochlea termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang mempunyai
struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang mirip rumah siput. Pergerakan
tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan selaput oval window yang
menyebabkan aliran cairan cochlea. Aliran tersebut akan menggerakkan sel-sel
rambut yang halus yang melekat pada saluran cochlea, pada saat inilah terjadi
perubahan gelombang suara menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang
timbul akan diteruskan ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf
pendengaran. Peristiwa gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf
melalui tulang-tulang pendengaran ini dinamakan sebagai gejala sensasi bunyi
atau bone conductio. Proses terjadinya getaran pada gendang telinga dan
kemudian sampai pada tulang pendengaran dinamakan air conduction, sehingga
gelombang yang datang dari telinga luar sampai ke telinga dalam berlangsung
2.3 Kebisingan
2.3.1 Defenisi Kebisingan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/MENLH/11/1996
yang dimaksud dengan kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyaman lingkungan.
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber
bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau
penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh
karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka
bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur,
2009).
Kebisingan menurut Sv Szokolay dalam jurnal penelitian Setiawan (2010)
didefenisikan sebagai getaran-getaran yang tidak teratur, dan memperlihatkan
bentuk yang tidak biasa. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah
pola intensitas, frekuensi dan pembangkitan.bunyi terjadi ketika telinga manusia
mendengar pada tekanan kecil yang naik turun di udara, yang disebabkan oleh
pergerakan getaran dari benda padat. Kebisingan dapat dideskripsikan dalam
beberapa istilah dari tiga variable yaitu amplitude, frekuensi dan pola waktu. Dari
1. Amplitudo
Kerasnya dari suatu bunyi bergantung pada amplitude dari naik turunnya
tekanan atmosfir di atas dan di bawah yang digabungkan dengan gelombang
suara. Dan besarnya berlaku pada tekanan suara dalam gelombang suara yang
dinyatakan dalam root-mean-square (rms).
2. Frekuensi
Suara adalah fluktuasi dari tekanan udara. Bilangan dari terjadinya
fluktuasi waktu dalam satu detik disebut frekuensi. Dalam akustik frekuensi
dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz). Hubungan frekuensi dengan panjang
gelombang dinyatakan dalam :
f λ = v
3. Pola waktu
Karakteristik pentung yang ketiga dari kebisingan yaitu variasi dalam
waktu.
2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan
Secara umum kebisingan dapat dikelompokkan berdasarkan kontinuitas,
intensitas dan spectrum frekuensi sura yang ada, seperti berikut (Chandra, 2005) :
1 Steady state and narrow band noise
Kebisingan yang terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti
suara mesin dan kipas angin.
2 Nonsteady state and narrow band noise
Kebisingan yang tidak terus menerus dengan spectrum suara yang sempit
3 Kebisingan intermiten
Kebisingan semacam ini terjadi sewaktu-waktu dan terputus, misalnya suara
pesawat terbang dan kereta api.
4 Kebisingan impulsive
Kebisingan yang impulsive atau memekakkan telinga, misalnya bunyi
tembakan bedil, meriam, atau ledakan bom.
Berdasarkan sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam
kebisingan, yaitu (Wardhana, 2001) :
1. Kebisingan impulsive, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus
menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya: kebisingan yang datang
dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin
pemancang tiang pancang.
2. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus menerus
dalam waktu yang cukup lama. Contohnya: kebisingan yang dating dari suara
mesin yang dijalankan (dihidupkan).
3. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang
hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Contohnya:
suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat.
2.3.3 Sumber Kebisingan
Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio (1985) dapat bersumber dari:
1. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat
2. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi,
industry, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat
pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar
ruangan atau gedung.
2.3.4 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan
Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada
indra pendengar yang dapat menyebabkan ketulian progresif. Pengaruh tersebut
tentunya sangat penting bagi higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Chandra,
2005).
Dampak kebisingan terhadap kesehatan adalah sebagai berikut: (Prabu, 2009):
a. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus – putus atau yang datangnya tiba – tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.
Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi vestibular dalam telinga
dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur
dan sesak napas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ dan keseimbangan elektrolit. Melalui makanisme hormonal
b. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
kejengkelan, kecemasan, ketakutan dan cepat marah. Bila kebisingan diterima
dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis,
jantung, stres, kelelahan.
c. Gangguan komunikasi
Kebisingan bisa mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung (tatap
muka/ via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu
percakapan diperhatikan dengan seksama karena suara yang mengganggu
komunikasi tergantung konteks suasana.
d. Gangguan tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari
keadaan terjaga sampai tidur terlelap. Kebisingan bisa menyebabkan gangguan
dalam bentuk perubahan tahap tidur. Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh
beberapa factor antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan,
fluktuasi kebisingan dan umur manusia. Standart kebisingan yang berhubungan
dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain tergantung faktor – faktor
tersebut di atas, gangguan kebisingan terhadap tidur juga berhubungan dengan
karakteristik individual. Environmental protection Agency menetapkan bahwa
tingkat kebisingan harian 45 dB A cukup untuk melindungi seseorang dari
e. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula – mula efek bising pada
pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus menerus di
area bising maka terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya
dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian semakin meluas ke frekuensi
sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk
percakapan (Prabu, 2009).
2.3.5 Kebisingan dan Produktivitas Kerja
Menurut Chandra (2005) kebisingan ternyata mempunyai efek yang
merugikan terhadap produktivitas kerja. Pengaruh-pengaruh negatif dari
kebisingan, antara lain:
1. Gangguan.
Menurut WHO, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki.
Besarnya gangguan bergantung pada jenis dan intensitas suatu kebisingan.
Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi yang
terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga.
Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila sumber kebising-an tersebut
2. Komunikasi dengan pembicaraan.
Risiko potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan
pembicaraan harus dilakukan secara berteriak. Gangguan komunikasi
semacam itu dapat menyebabkan gangguan pada pekerjaan atau bahkan
mengakibatkan kesalahan dan kecelakaan kerja terutama pada pekerja baru.
Pengaruh pada komunikasi percakapan dapat dipastikan dengan cara
mengukur rata-rata intensitas oktaf-oktaf di antara 600-1.200; 1.200-2.400;
dan 2.400-4.800 Hz. Nilai yang dihasilkan disebut Tingkat Gangguan
Pembicaraan (Speech Interference Level).
3. Efek pada pekerjaan.
Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi pekerja pada pekerjaannya,
terutama suara yang bernada tinggi, karena dapat menimbulkan reaksi
psikologis dan kelelahan. Pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan
otak, kebisingan sebaiknya ditekan serendah mungkin.
4. Reaksi masyarakat.
Apabila kebisingan akibat suatu proses produksi sudah sedemikian
hebatnya, pengaruhnya pasti sangat besar. Masyarakat sekitar pun pasti
mengajukan protes dan menuntut agar kegiatan produksi tersebut segera
dihentikan.
2.3.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat
kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dari 5
(lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. NAB kebisingan tersebut
merupakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor:
Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Temapat Kerja dan
merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004 Nilai
Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan getaran tangan-lengan dan radiasi
sinar ultra ungu di tempat kerja. SNI dimaksud juga memberikan informasi
tentang pengendalian kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat
paparan sebagaimana substansinya (Suma’mur, 2009).
Batasan nilai tingkat untuk beberapa kawasan atau lingkungan Menurut
Menteri Negara Lingkungan Hidup dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan
Zona Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
1. Rumah Sakit atau Sejenisnya 55
2. Sekolah dan Sejenisnya 55
3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55
Selain melalui tingkat keras, kebisingan juga dikaitkan dengan lama
paparannya. Semakin keras tingkat bunyi, semakin pendek waktu paparan yang
disarankan bagi telinga.
Standar kebisingan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No.51/MEN/1999 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemaparan Intensitas Kebisingan (dB)
8 Jam 85
Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999. Keterangan : Tidak boleh terapajan lebih dari 140 dB, walaupun sesaat.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 Tahun 1987 tentang kebisingan yang
berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam 4 zona :
Tabel 2.3 Pembagian zona-zona peruntukan
Zona Peruntukan Tingkat Kebisingan dB (A)
Dianjurkan Diperbolehkan A Laboratorium, rumah sakit, panti perawatan 35 45
B Rumah, sekolah, tempat rekreasi 45 55
C Kantor, pertokoan 50 60
D Industry, terminal, stasiun KA 60 70
2.3.7 Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan cara, antara lain (Budiono, 2003):
1. Pengendalian Secara Teknis
a) Mengubah cara kerja dari yang menimbulkan bising menjadi berkurang
suara yang menimbulkan bisingnya.
b)Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap suara.
c) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.
d)Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising.
e) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang
goyang dan mengganti bagian-bagian logam dengan karet.
f) Modifikasi mesin atau proses.
g)Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodic sehingga dapat
mengurangi suara bising.
2. Pengendalian secara administrasi
a) Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu (misalnya bagian diesel).
b)Tenaga kerja di bagian tersebut hanya melihat dari ruang berkaca yang
kedap suara dan sesekali memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu
yang telah ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).
c) Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada. Cara ini
dilakukan untuk mengurangi waktu pemajanan dan tingkat kebisingan,
sehingga suara yang diterima organ pendengaran pekerja, masih dalam
3. Pengendalian secara medis
Pemeriksaan audiometri sebaiknya dilakukan pada saat awal masuk kerja,
secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja.
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Apabila pengendalian secara teknis dan administrasi belum dapat mereduksi
tingkat dan lama kebisingan yang diterima maka digunakan alat pelindung
kebisingan yaitu ear plug atau ear muff disesuaikan dengan jenis pekerjaan,
konsidi dan penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan.
2.3.8 Pengukuran Intensitas Kebisingan
Standar alat untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM).
Pengukuran dalam SLM dikategorikan dalam tiga jenis karakter respon frekuensi,
yaitu ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala A yang ditemukan paling dapat
mewakili batas pendengaran manusia dan respon telinga manusia terhadap
kebisingan, termasuk kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Skala A tersebut dinyatakan dalam satuan dBA (Djalante, 2010).
Dalam penelitian Buchari (2007), menjelaskan untuk alat ukur kebisingan
yaitu Sound Level Meter (SLM) dan untuk mengukur ambang pendengaran
digunakan alat Audiometer. Sound Level Meter (SLM) adalah alat untuk
mengukur suara. Mekanisme kerja dari SLM adalah apabila ada benda bergetar,
maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang mana
perubahan tersebut dapat ditangkap oleh alat ini, sehingga akan menggerakkan
meter petunjuk atau jarum petunjuk. Sedangkan untuk Audiometer, adalah alat
suara yang paling lemah yang dapat didengar manusia. Audiogram adalah chart
hasil pemerikasaan audiometri.
2.3.9 Kebisingan Lalu Lintas
Perkembangan yang semakin meningkat pada transportasi di jalan raya
tentunya mempunyai dampak lingkungan di sepanjang jalan yang ramai dengan
sarana transportasi. Di negara berkembang seperti Indonesia, yang pengaturan dan
penyediaan kendaraan umum belum tertata secara baik, masyarakat akan
cenderung menggunakan kendaraan pribadi untuk mendukung kegiatannya.
Berdasar kecepatan dan kenyamanan berkendara maka kendaraan bermotor
pribadi lebih dipilih dibanding kendaraan tidak bermotor. Kebisingan di
perkotaan yang padat lalu lintasnya bukan merupakan masalah baru lagi, tetapi
permasalahan lama yang perlu dipecahkan bersama. Meski kini
kelompok-kelompok masyarakat pengguna sepeda telah terbentuk, seperti Bike to Work,
namun jumlah anggotanya masih sedikit. Di waktu mendatang diharapkan
pengguna sepeda terus meningkat jumlahnya sehingga dapat menurunkan polusi
udara dan bunyi. Hal itu juga perlu didukung dengan penyediaan jalur khusus
sepeda agar keselamatan dan kenyamanan pengguna sepeda.
Kebisingan pada kendaraan bermotor terutama bersumber pada mesin dan
saluran gas buang. Juga terdapat sumber lain meski bukan sumber pokok, yaitu
gesekan roda dengan jalan dan klakson. Pada kendaraan bermotor dengan usia
pembuatan 10 tahun ke bawah serta yang mesinnya terawat dengan baik,
kebisingan yang dihasilkan mesin dapat dianggap sesuai baku. Hal ini
tertentu. Bila jumlah dan jenis kendaraan sesuai baku makan munculnya
kebisingan dapat dihindari. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terpenuhi.
Ruas jalan dipenuhi kendaraan melebihi kemampuan hingga terjadi kemacetan.
Keadaan ini, tentu menimbulkan polusi udara dan bunyi (Mediastika, 2009).
Sumber kebisingan lalu lintas termasuk dalam kriteria kebisingan garis,
kebisingan tersebut ditimbulkan oleh suara-suara dari kendaraan bermotor yang
melewati jalanan dan semakin padatnya lalu lintas yang ada di jalan tersebut.
Adapun penyebab kebisingan dari kendaraan bermotor adalah mesin dari
kendaraan bermotor itu sendiri biasanya berjenis mesin bakar, jenis kipas
pendingin kendaraan, bagian sistem pembuangan kendaraan yang berbeda-beda,
dan model kendaraan. Selain penyebab kebisingan dari kendaraan tersebut, ada
pula parameter dari kendaraan itu sendiri yaitu kecepatan dan kepadatan
kendaraan bermotor yang ada di lalu lintas jalan, komposisi kendaraan bermotor
tersebut, sifat dari pengemudi kendaraannya sendiri, dan kestabilan atau
ketidakstabilan lalu lintas kendaraan bermotor. Selain parameter lalu lintas, ada
pula parameter dari jalan yang dilalui oleh kendaraan, yaitu kondisi yang
membentuk fisik dari jalan, contohnya bentuk jalan, kemiringan jalan,
kelengkungan jalan atau tikungan jalan, permukaan jalan yang berbeda-beda dan
2.4 Tekanan Darah
2.4.1 Defenisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan
yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (Sloane,
2004).
Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang
dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke
seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang
dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh (Guyton dan
Hall, 2006).
Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara di mana detak jantung
pertama kali di dengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat
dengan mengambil dua ukuran yang biasa ditunjukkan dengan angka seperti
berikut: 120/80 mmHg. Angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh
arteri ketika jantung berkontraksi, yang biasanya disebut dengan sistolik. Angka
80 mmHg menunjukan jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah diastolik
(Ganong, 1995).
2.4.2 Sistem Sirkulasi Tekanan Darah
Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung
oksigen ini memasuki jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh bagian tubuh
melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar
bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah lebih kecil hingga
pembuluh-pembuluh darah sangat kecil yang disebut kapiler. Jaringan ini
mengalirkan darah ke sel-sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian
darah, yang sudah tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah
vena, dan di pompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen lagi. Saat
jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh
tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal sebagai tekanan sistolik. Kemudian
otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini paling rendah,
yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur
ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002).
2.4.3 Jenis Tekanan Darah
Tekanan darah terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yaitu : Tekanan darah
sistolik adalah tekanan darah yang diturunkan sampai suatu titik dimana denyut
dapat dirasakan. Tekanan yang terjadi apabila oto jantung berdenyut memompa
untuk mendorong darah keluar melalui pembuluh darah arteri. Tekanan ini
berkisar antara 95-140 mmHg. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan
di atas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau denyut
arteri dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghilang
tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg (Tahang, 2004). Perbedaan tekanan
darah antara sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi dan normalnya adalah
2.4.4 Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan darah diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1 Tekanan darah normal
Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah normal bila tekanan darah
uuntuk sistolik <140 mmHg dan diastolik ,90 mmHg (Guyton dan Hall,
2006). Nilai tekanan darah normal:
a. Pada usia 15-29 tahun : sistolik 90-120 mmHg, diastolik 60-80 mmHg.
b. Pada usia 30-49 tahun : sistolik 110-140 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.
c. Pada usia >50 tahun : sistolik 120-150 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.
2 Tekanan darah rendah
Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah rendah bila tekanan darah
untuk sistolik <100 mmHg dan diastolik <60 mmHg (Watson, 2002).
3 Tekanan darah tinggi
Seseorang dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi apabila untuk tekanan
darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg (Watson, 2002).
Klasifikasi tekanan darah bagi orang dewasa usia 18 tahun ke atas yang
tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit
serius dalam jangka waktu tertentu menurut Seventh Report of the Joint National
Committe VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Kategori Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik Diastolik
Normal Pre-hipertensi
Di bawah 120 Di bawah 80
120-139 80-89
Darah tinggi atau hipertensi (stadium 1) 140-159 90-99 Darah tinggi atau hipertensi (stadium 2 atatu
berbahaya) Diatas 160 Di atas 100
2.4.5 Pengukuran Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan
darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung
atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam
arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare,
2001). Menurut Nursecerdas (2009), bahaya yang dapat ditimbulkan saat
pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan
darah karena tertekuknya kateter, perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan
tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun
atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang
berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa
sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam
milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare,
2001).
Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan
manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan
pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial
menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah
dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20
sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset
palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan
dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih
akurat (Smeltzer & Bare, 2001).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk
corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku
(rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul
diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempeskan dengan kecepatan 2 sampai
3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang
menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi
Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar
dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan
diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu :
1. Usia
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan
tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya
meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan (Gunawan, 2001).
2. Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih
2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan
darah diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah
memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan
setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Depkes,
2006).
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.
Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada
wanita umur 45-55 tahun (Dwi, 2009).
3. Masa Kerja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu
organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang perlu diketahui
karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para
pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya.
1. masa kerja baru (< 2 tahun)
2. masa kerja lama (> 2 tahun)
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia
terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur,
2009).
4. Ras
Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada
masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain.
Suku bangsa mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan
darah, seperti yang ditujukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang
meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang
Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika
berkulit putih. Perbedaan tekanan darah rata-rata antara kedua golongan
tersebut beragam, mulai dari yang agak lebih rendah dari 5 mmHg (0,67 kPa)
pada usia 20-an sampai hampir 20 mmHg (2,67 kPa) pada usia 60-an. Orang
Amerika hitam keturunan Afrika telah menunjukkan pula mempunyai tekanan
darah yang lebih tinggi daripada orang Afrika hitam. Hal ini memberi kesan
bahwa ada penambahan pengaruh lingkungan pada kecenderungan kesukuan
Peran kesukuan yang bebas dari faktor lingkungan perlu dijelaskan pada
golongan suku Lin di Negara yang mempunyai keanekaragaman suku (WHO,
5. Faktor Sosial Ekonomi
Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan
ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah
dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan
sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan
tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam
masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, aras tinggi
tekanan darah dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat
pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali
menggambarkan tahap awal epidemik penyakit kardiovaskular (WHO, 2001).
6. Faktor Genetik
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(esensial). Faktor genetik juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang
kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Bila
kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45% turun ke anak -
anaknya dan bila salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka sekitar
30% turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).
7. Kebiasaan Merokok
Nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh
a. Nikotin meransang pelepasan epinetrinlokal dari saraf adregenik dan
meningkatkan sekresi katekolamin dari modula adrenalis dan dari jaringan
kromafin di jantung.
b. Nikotin bekerja pada kemoreseptor di glomus caroticus dan glomera aotica
yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan arteri.
c. Nikotin bekerja langsung pada miokardium untuk menginduksi efek
inotropik dan kronotopik positif.
Nikotin dalam merokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih
cepatdan penyempitan pembuluh saluran– saluran nadi sehingga menyababkan
jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan
darah ke seluruh tubuh (Singgih, 1995).
8. Kebiasaan Minum Kopi
Minum kopi yang mengandung kafein disebut dapat menghasilkan
perubahan dalam hemodinamik diantaranya dapat meningkatkan tekanan
darah (Lane, 1993). Dalam tubuh manusia senyawa kafein dapat memacu
hormon adrenalin, yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah dan
detak jantung, sekresi asam lambung, senyawa gula pada aliran darah dan otot
dalam kondisi siap beraktivitas.
Sebahagian orang, minum kopi dapat menimbulkan jantung
berdebar-debar, denyutnya bisa melebihi 80 kali per menit. Hal itu disebabkan efek
stimulan kopi. Mengkonsumsi kopi secara berlebihan dapat meningkatkan
tekanan darah, yang berpotensi mempercepat terjadinya penyakit jantung
korona kiri dan kanan, bila pembuluh darah korona tersumbat terjadilah PJK
(Afian, 2010).
9. Konsumsi Alkohol
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Di
negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan
oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya.
Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder
di usia ini (Depkes, 2006).
Penelitian Riyadina (2002) yang dilakukan terhadap operator pompa
bensin (SPBU) di Jakarta menyatakan bahwa risiko untuk terjadinya
hipertensi pada peminum alkohol sebesar 2,208 kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang bukan peminum alkohol. Artinya risiko hipertensi akan 2
kali lebih besar pada peminum alkohol dibandingkan yang bukan peminum
alkohol.
10.Stres
Stres menurut Greenberg (2002) adalah interaksi antara seseorang dengan
lingkungan termasuk penilaian seseorang terhadap tekanan dari suatu kejadian
dan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi tekanan tersebut, keadaan
psikologis antara lain berupa emosi, kecemasan, depresi, dan perasaan stres.
Sedangkan respon secara fisiologis dapat berupa rangsangan fisik meningkat,
perut mulas, badan berkeringat, jantung berdebar-debar. Respon secara
perilaku antara lain mudah marah, mudah lupa, susah berkonsentrasi.
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam,
rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Peningkatan darah akan lebih besar
pada individu yang mempunyai kecenderungan stres emosional yang tinggi.
Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian
sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang
muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi
atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi
dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stres atau rasa tidak puas
orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006).
Penelitian Framingham dalam Nasution (2013) bahwa bagi wanita
berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegangan,
ketidakcocokan perkawinan, tekanan ekonomi, stres harian, mobilitas
pekerjaan dan kemarahan terpendam didapatkan bahwa hal tersebut
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi klinik
penyakit kardiovaskuler apapun. Hal yang mempengaruhi fungsi tubuh diatas
11.Konsumsi Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam
dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi
melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga
kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada
hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang
berpengaruh. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan
prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15
gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh
asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah (Radecki, 2000).
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar
7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau
2400 mg/hari (Gunawan, 2001).
12.Kebisingan
Paparan bising dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang lama
berlangsung lama/secara periodik menyebabkan arterial hipertensi
(Tambunan, 2005).
13.Status gizi
Kriteria status gizi menurut Asmadi (2008) sebagai berikut :
a) Kurus jika IMT :
1) < 17 : kekurangan berat badan tingkat berat.
2) 17 – 18,4 : kekurangan berat badan tingkat rendah.
b) Normal jika IMT : 18,5 – 24,9
c) Gemuk jika IMT :
1) 25 – 27 : kelebihah berat badan tingkat ringan.
2) > 27 : kelebihah berat badan tingkat berat.
Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah
telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan Indeks Masa Tubuh
(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang - orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20 -33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes,
2006).
Hal ini disebabkan makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air (Muhummadun, 2010).
Penelitian Sigarlaki (2000) yang dilakukan di RSU FK-UKI menyatakan
bahwa ada hubungan orang yang berat badan berlebihan dengan kejadian
hipertensi. Dalam penelitian itu mempunyai OR sebesar 3,74 artinya bahwa
orang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita hipertensi sebesar
3,74 kali dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas.
14.Kehamilan
Selama kehamilan normal, tekanan darah sistolik sedikit berubah tetapi
diastolik menurun kira – kira 10 mmHg pada awal kehamilan (13 – 20
minggu) dan meningkat kembali ke tingkat sebelum kehamilan pada trimester
ketiga (Suyono, 2001). Perubahan yang terjadi pada jantung, yang khas denyut
nadi istirahat meningkat sekitar 10 sampai 15 denyut permenit pada kehamilan
(Yeyeh, 2009).
2.4.7 Pengendalian Tekanan Darah
Hal yang penting untuk mengendalikan tekanan darah adalah dengan cara
berikut, antar lain :
1. Diet
a. Diet rendah natrium
Asupan natrium yang berlebih dapat mengecilkan diameter
mendorong volume darah melalui ruang yang makin sempit, sehingga
tekanan darah menjadi naik akibatnya terjadi hipertensi. Karena itu
disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur),
penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat
(soda kue), natrium benzoat untuk mengawetkan makanan, natrium
bosulfit untuk mengawetkan daging, natrium sitrat pada minuman.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih
dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh (Anggraini, Waren,
Situmorang, Asputra, & Siahaan, 2003).
b. Diet rendah kolesterol
Kolesterol merupakan lemak seperti lilin dan berwarna
kekuningan. Kadar kolesterol dalam darah dipengaruhi oleh asupan
makanan dan sebagian besar hasil sistesa hati. Apabila jumlahnya normal,
kolesterol sebenarnya bermanfaat memperlancar metabolisme tubuh
seperti bahan pembentuk dinding sel, pembentukan hormon, pembungkus
jaringan saraf, garam empedu, membuat vitamin D, dan juga membantu
perkembangan otak pada anak-anak. Namun bila kadar kolesterol dalam
darah jumlahnya berlebihan, dapat membahayakan tubuh karena memicu
timbulnya penyakit. Agar kolesterol tidak memicu timbulnya penyakit,
kadarnya harus dikendalikan yaitu dengan mengatur pola makan.
Memperbanyak konsumsi makanan rendah kolesterol, serta membatasi
nabati dan mengganti lemak berbahaya dengan lemak sehat (Sutomo,
2008).
2. Aktivitas fisik cukup dan berolahraga secara teratur
Aktivitas fisik juga sangat berperan dalam menurunkan tekanan darah.
Aktivitas fisik (olahraga) dapat memperbaiki profil lemak darah, yaitu
menurunkan kadar total kolesterol, LDL dan trigliserida. Bahkan yang lebih
penting, olahraga dapat memperbaiki HDL. Takaran olahraga yang tepat dapat
menurunkan hipertensi, obesitas, serta diabetes mellitus. Hasil penelitian
dengan olahraga saja sama efektifnya dengan kombinasi antara olahraga dan
obat. Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat mengurangi atau
menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh darah. Olahraga yang
dimaksud adalah latihan aerobik menggerakkan semua nadi dan otot tubuh
seperti gerak jalan/jalan kaki, senam, jogging, berenang, naik sepeda. Tidak
dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan (Soeharto, 2004).
3. Istirahat tidur
Istirahat yang dilakukan seharusnya tidak berlebihan dan kekurangan.
Istirahat akan membuat tubuh kembali segar. Istirahat siang yang paling baik
dilakukan adalah selama 2 jam. Istirahat yang dilakukan secara berlebihan
tidak baik untuk kesehatan tubuh. Seseorang yang tidur kurang dari 5 jam
setiap malamnya memiliki resiko lebih tinggi 39% terkena penyakit jantung
dibandingkan dengan yang tidur 8 jam. Seseorang yang tidur kurang dari 6
tidur 9 jam atau lebih diperkirakan memiliki resiko lebih tinggi 37% terkena
penyakit jantung (Novita, 2008).
4. Manajemen stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres atau
ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa
marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak
ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
Penderita hipertensi yang mendapatkan penatalakasanaan hipertensi
ataupun tidak cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi meski ada
kalanya tekanan darah mereka berada dalam batas normal. Kondisi ini akan
diperburuk dengan adanya peningkatan tekanan darah akibat stres, maka
tekanan darah akan menjadi semakin tinggi. Apabila kondisi ini berlangsung
terus menerus dalam kurun waktu yang lama tanpa ada penangganan yang
tepat maka tekanan darah yang tinggi tersebut akan sulit dikontrol. Tekanan
darah pada penderita hipertensi yang tidak terkontrol inilah, yang menjadi
penyebab utama terjadinya stroke (Mahendra, 2004).
5. Pembatasan konsumsi rokok dan tidak mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan merokok juga harus dikurangi bahkan dihindari, karena
keadaan jantung dan paru-paru mereka yang merokok tidak akan dapat bekerja
secara efisien. Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran
darah. Untuk konsumsi rokok pecandu, mengurangi secara bertahap mulai dari
5 batang rokok sampai memberhentikan total. Perokok pasif atau orang yang
tidak merokok tetapi berada di dekat orang yang merokok pun terkena dampak
negative dari asap rokok yang lebih bahaya dari perokon itu sendiri.
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kematian
kardiovaskular. Tujuh penelitian kematian pecandu alkohol menunjukkan
bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah besar diikuti dengan peningkatan
kematian penyakit jantung koroner. Penelitian pada lebih dari 700 pria yang
diotopsi dengan usia 30-69 tahun, terdapat aterosklerosis koroner yang luas
diantara sampel yang mengkonsumsi alkohol dalam 16 hari atau lebih setiap
bulannya daripada peminum sedang atau bukan peminum. (Sutomo, 2008).
Jika pada penderita hipertensi yang mempunyai riwayat candu alkohol
sebaiknya mengurangi minuman alkohol pada batas maksimal 1 gelas (pada
kadar 15% alcohol) sampai memberhentikannya mengkonsumsi (Cahyono,
2008).
2.5 Hubungan Paparan Kebisingan Dengan Tekanan Darah
Pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah terlihat jelas dari
respon-respon fisiologis yang nampak terhadap pekerja. Kebisingan tidak hanya dapat
menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan
terhadap mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan
mental emosional yaitu berupa tergangguanya ken yamanan kerja, mudah
tersinggung, mudah marah. Melalui mekanisme hormonal yaitu dihasilkan
peningkatan tekanan darah. Hal tersebut termasuk gangguan kardiovaskuler
(Hartanto, 2011).
2.6 Kerangka Konsep
2.7 Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak ada hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU
terhadap tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015
Ha : Ada hubungan paparan kebisingan dan karakteristik operator SPBU terhadap
tekanan darah di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015.
- Paparan Kebisingan
Lalu Lintas
Karakteristik Operator
SPBU
- Usia
- Jenis Kelamin
- Lama Paparan
Kebisingan per hari
- Masa Kerja
- Kebiasaan Minum
Kopi
- Kebiasaan Merokok