• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengertian Perjanjian

Kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakat pastilah pernah melakukan suatu tindakan mengikat janji.Perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kesepakatan itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Sebagai manusia kita tidak dapat menghindari atau lari dari kenyataan bahwa manusia dalam hidup bermasyarakat, pastilah memiliki kepentiungan-kepentingan tersendiri baik bersifat individual maupun kelompok tertentu..Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu yang diperjanjikan atau disepakati.Adapun kata sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak. Berdasarkan pengertian kata sepakat tersebut berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu bertemu satu sama lain 14Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.15

14

R Subekti, Op.cit, hlm.26 15

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 97.

(2)

akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar.Dapat dikatakan pula bahwa sebuah perjanjian terjadi karena adanya suatu perikatan. Begitu pula sebaliknya dengan perikatan, dimana perikatan ada karena adanya suatu perjanjian. Namun dalam hal perikatan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1233 BW bahwa perikatan dilahirkan bukan hanya oleh perjanjian(1313 BW) tetapi dikarenakan adanya undang-undang (Pasal 1352 BW). Melalui perjanjian yang dibuat maka akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bersepakat. Dengan adanya hak dan kewajiban tersebut menuntut para pihak yang bersepakat atau pihak yang membuat kontrak mematuhi setiap kesepakatan yang telah dibuat.Kesepakatan tersebut pastilah memiliki sanksi apabila dilanggar atau tidak ditepati.Perjanjian dalam hal ini dapat dipaksakan untuk dipatuhi dan diberi sanksi apabila dilanggar.

Pengaturan hukum mengenai perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).Selain di dalam KUH Perdata, mengenai hukum perjanjian juga diatur dalam sumber hukum perjanjian/kontrak lainnya seperti UU Perbankan dan Keputusan Presiden tentang Lembaga Pembiayaan serta jurisprudensi dan sumber hukum lainnya.16

16

Baron Wijaya & Dyah Sarimaya,Kitab Terlengkap Surat Perjanjian (Kontrak), Laskar Aksara, Jakarta, 2012, hlm.1.

(3)

KUH Perdata tersebut merupakan pengertian yang tidak sempurna dan kurang memuaskan, karena terdapat beberapa kelemahan, baik itu tidak jelas karena ada dua macam perbuatan yaitu apakah itu perbuatan biasa ataukah perbuatan hukum, selain itu subjek hukum yang disebutkan hanyalah orang perorangan padahal subjek hukum yang kita kenal terdapat juga badan hukum serta perjanjian yang dibuat tidak hanya sepihak melainkan juga ada perjanjian timbal balik.

Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda),

contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama,yaitu suatu perbuatan hukum yang saling mengikatkan para pihak ke dalam suatu hubungan hukum, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.Penggunaan istilah kontrak lebih sering digunakan dalam dunia praktik bisnis. Kontrak dibuat sebagai bukti kuat bahwa telah dilakukan dan disetujuinya suatu ikatan atau hubungan hukum antar pelaku bisnis tersebut.Kontrak bisnis tersebut dibuat dalam bentuk tertulis,sehingga kontrak dapat diartikan adalah suatu perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis.

(4)

dalamPasal 1234 BW yang berbunyi “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”17

1. Memberikan sesuatu/menyerahkan sesuatu, misalnya menyerahkan rumah bernuansa minimalis dalam suatu perjanjian jual beli rumah.

Mengenai prestasi tersebut meliputi 3 jenis perbuatan hukum sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 1234 KUHPerdata, maka akan dijelaskan satu persatu,yaitu:

2. Berbuat sesuatu/melakukan sesuatu, misalnya mengerjakan pembangunan got dan jalan raya sesuai surat perjanjian pemborongan.

3. Tidak berbuat sesuatu, tidak dapat menjalin hubungan pertalian suami istri dalam satu instansi yang samasebagaimana disebutkan dalam surat perjanjian kerja.

B. Asas Umum Dan Unsur-Unsur Suatu Perjanjian

1. Asas-asas perjanjian

Asas – asas perjanjian dalam hukum perdata terdiri dari : a. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme diartikan bahwa lahirnya perjanjian ialah pada saat terjadinya kesepakatan.Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah perjanjian, walaupun perjanjian itu belum dilaksanakan pada saat itu juga.Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa perjanjian tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi perjanjian tersebut. Dengan kata lain asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dua orang atau

17

(5)

lebih telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.18

1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak. b. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya:

2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian. 3. Bebas menentukan isi klausul perjanjian.

4. Bebas menentukan bentuk perjanjian.

5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

c. Asas Mengikatnya Suatu Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

d. Asas Itikad Baik

18

(6)

Ketentuan tentang asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Di Belanda dan Jerman, itikad baik menguasai para pihak pada periode praperjanjian, yaitu dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.

2. Unsur-unsur perjanjian

Suatu perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur yaitu19

a. Unsur Esensialia

:

Unsur esensialia yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsuresensialiaini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal yang diperjanjikan.

b. Unsur Naturalia

19

(7)

Unsur naturalia yaitu unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsurnaturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi.

c. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia yaitu unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur yang esensialia dalam kontrak tersebut.

Salim H.S. menyatakan bahwa unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dikategorikan sebagai berikut: 20

1) Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis.Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual

20

(8)

beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

2) Subyek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban.Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur.Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3) Adanya Prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan sesuatu; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu

4) Kata sepakat

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus).Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5) Akibat hukum

(9)

C. Syarat Sah Dan Macam – Macam Perjanjian

1. Syarat sah perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu:

a. Kesepakatan

Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak.Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian.

Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.21

Pengertian sepakat merupakan suatu pernyataan kehendak yang telah disetujui antara para pihak, dimana dalam kesepakatan yang terjalin ada terdapat tawaran oleh pihak yang menawarkan dan akseptasi oleh pihak yang menerima tawaran. Keadaan tawar menawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Saat penerimaan paling akhir dari serangkaian penawaran adalah saat tercapainya kesepakatan.Hal

21

(10)

ini dipedomani untuk perjanjian konsensuil dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan dari penawaran yang disampaikan terakhir.

Adapun beberapa teori yang menjelaskan saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak 22

Syarat adanya kesepakatan dalam perjanjian dimaksudkan bahwa kedua pihak yang mengadakan perjanjian secara bebas tidak ada paksaan, penipuan dari siapa pun, menyepakati apa yang diisyaratkan atau diminta oleh masing-masing pihak. Untuk lebih memperjelas lagi, berikut ada empat sebab yang membuat kesepakatan tidak bebas dalam sebuah perjanjian

, yaitu:

1) Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

2) Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

3)Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui tawarannya diterima.

4) Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

23

22Ibid

, hlm.74. 23

Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hlm 58.

(11)

(a) Kekhilafan terjadi apabila orang dalam suatu persesuaian kehendak mempunyai gambaran yang keliru mengenai orangnya dan mengenai barangnya.

(b) Paksaan dalam arti luas meliputi segala ancaman baik kata-kata atau tindakan. Orang yang di bawah ancaman maka kehendaknya tidak bebas maka perjanjian dapat dibatalkan (Pasal 1324 BW). (c) Penipuan dilakukan dengan sengaja dari pihak lawan untuk

mempengaruhi ke tujuan yang keliru atau gambaran yang keliru. Penipuan tidak sekedar bohong tetapi dengan segala upaya akal tipu muslihat dengan kata-kata atau diam saja yang menimbulkan kekeliruan dalam kehendaknya (Pasal 1328 BW).

(d) Penyalahgunaan keadaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal, atau tidak berpengalaman tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti bahwa sebenarnya ia harus mencegahnya.

b. Kecakapan

(12)

Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah sebagai berikut :

1) Orang-orang yang belum dewasa

Ketentuan mengenai orang-orang yang belum dewasa terdapat perbedaan antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya (Pasal 330 BW), UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikatakan dewasa adalah apabila telah berumur 18 tahun keatas (Pasal 47 UU No.1/1974), UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan dalam Pasal 1 angka 5 bahwa anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 tahun dan belum menikah, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin(Pasal 1 UU No.3/1997).

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

Orang-orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang berada dalam keadaan dungu, sakit otak, gelap mata, dan pemboros.

(13)

Perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian. Berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap.

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata, yaitu :

1) Objek yang akan ada (kecuali warisan ), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.

2) Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian)

Dalam membuat perjanjian, objeknya tersebut haruslah jelas atau tidak samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.

d. Suatu sebab yang halal.

Suatu sebab yang halal memiliki pengertian bahwa dalam sebuah kontrak/perjanjian tidak boleh bertenatngan dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 1337 BW “Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan, baik

atau ketertiban umum.24

24

(14)

2. Macam-macam perjanjian

Menurut Satrio jenis - jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu25 a. Perjanjian Timbal balik dan Perjanjian Sepihak

:

Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Jenis perjanjian ini yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.

b. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan atas Hak yang Membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

c. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya terbatas. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

d. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator

25

(15)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator.Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak untuk menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berkewajiban untuk menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

e. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian riil adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari barangnya

Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian di atas disebut dengan perjanjian

nominaat. Dasar hukum perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku Ke Tiga KUHPerdata

(16)

1) Pasal 1457 KUHPerdata

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

2) Pasal 1541 KUHPerdata

Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.

3) Pasal 1548 KUHPerdata

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.

4) Pasal 1601 KUHPerdata

Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan - ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagipihak laindengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.

(17)

Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.

6) Pasal 1653 KUHPerdata

Selain persekutuan perdata sejati perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.

7) Pasal 1666 KUHPerdata

Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.Undang-undang hanya mengakui penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.

8) Pasal 1694 KUHPerdata

Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya.

9) Pasal 1740 KUHPerdata

(18)

memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.

10) Pasal 1754 KUHPerdata

Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.

11) Pasal 1770 KUHPerdata

Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.

12) Pasal 1774 KUHPerdata

Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.

13) Pasal 1792 KUHPerdata

Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.

(19)

Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.

15) Pasal 1851 KUHPerdata

Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis.

Adapun perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang berada di luar KUH Perdata yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat biasanya disebut dengan istilah innominat.Perjanjian tidak bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam undang-undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).Lahirnya perjanjian ini di dalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi.J.Satrio memberikan pengertian yang dimaksud dengan perjanjian innominat, atau perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam undang-undang. Karena tidak diatur dalam perundang-undangan, baik KUHPer dan KUHD, keduanya didasarkan pada praktek sehari-hari dan putusan pengadilan (jurisprudensi).26

Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak

.

26

(20)

dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

Di luar KUHPerdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan lain sebagainya.Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat.

Salah satu contoh innominaat yaitu Leasing yang sebenarnya berasal dari kata lease yaitu berarti menyewakan. Di Indonesia, leasing lebih sering diistilahkan dengan nama “sewa guna usaha”. Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang (asset) dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak.

(21)

D. Pembatalan Dan Pelaksanaan Perjanjian

1. Pembatalan

Dalam hal syarat objektif tidak terpenuhi yaitu suatu hal dan suatu sebab yang halal, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void), sedangkan apabila syarat subjektif tidak terpenuhi yaitu tentang pihak yang tidak cakap menurut hukum, dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu

secara tidak bebas, maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (canceling). Oleh karna itu maka dalam hal adanya kekurangan mengenai syarat

subjektif, oleh undang-undang diserahkan pada pihak yang berkepentingan apakah

ia menghendaki pembatalan perjanjian atau tidak. Jadi, perjanjian yang demikian

itu, bukannya batal demi hukum, tapi dapat dimintakan pembatalan.

Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perijinan tadi tidak

bebas, yaitu:

a. Pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa (psikis), jadi bukan paksaan fisik atau badan.

b. Kehilafan atau Kekeliruan,apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang

penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun mengenai

orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kehilafan tersebut harus

sedemikian rupa, hingga, seandainya orang ini tidak khilaf mengenai

hal tersebut, ia tidak akan memberikan persetujuannya.

c. Penipuan, Apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan palsu atau tidak benar disertai dengan akal-akalan yang

(22)

perijinan. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk

menjerumuskan pihak lawannya.

Adapun hak meminta pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu

pihak yang oleh undang-undang diberi perlindungan. Meminta pembatalan oleh

Pasal 1454 dalam Kitab Undang-undang Hukum

waktu tertentu yaitu 5 tahun .Batas waktu tersebut adalah dalam hal ketidak-cakapan suatu pihak yaitu sejak orang ini cakap menurut hukum, dalam hal paksaan yaitu sejak hari paksaan itu telah berhenti dan dalam hal kehilafan atau penipuan sejak lahir diketahuinya kehilafan atau penipuan itu. Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku terhadap pembatalan yang diajukan selaku pembela atau tangkisan yang mana selalu dapat dikemukakan.

Menurut Prof. R.Subekti permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara 27

1) Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim; , yaitu:

2) Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.

Di depan sidang pengadilan itu ia memohon kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan. Meminta pembatalan secara pembelaan inilah yang tidak dibatasi waktunya.

2. Pelaksanaan Perjanjian

Pelaksanaan perjanjian adalah merupakan suatu tindakan nyata tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh para pihak demi

27

(23)

mencapai tujuannya. Dalam hal ini menurut Subekti, perjanjian itu adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.28

a. Prestasi yang berupa memberikan sesuatu

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata pelaksanaan prestasi dalam suatu perikatan dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

b. Prestasi yang berupa berbuat sesuatu c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu.

Agar suatu perjanjian itu dapat terwujud maka dibutuhkan adanya pelaksanaan dari para pihak mengenai apa yang telah disepakati bersama mengenai isi dalam perjanjian.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan petunjuk mengenai perjanjian-perjanjian apa saja yang dapat dilaksanakan secara riil. Petunjuk tersebut terdapat dalam Pasal 1240 dan 1241.Pasal-Pasal ini meyebutkan bahwa perjanjian yang dapat dilaksanakan secara riil adalah perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian-perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan) dan perjanjian-perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (tidak melakukan suatu perbuatan)29

Pasal 1240 KUH Perdata menyebutkan tentang perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (tidak melakukan suatu perbuatan), bahwa si berpiutang (kreditur) berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perjanjian dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh hakim untuk

28Ibid ,hlm.36 29Ibid

(24)

menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang yang telah dibuat tadi atas biaya si berutang (debitur), dengan tidak mengurangi haknya untuk menuntut ganti rugi, jika ada alasan untuk itu.30

Pasal 1241 KUH Perdata menerangkan tentang perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan), bahwa apabila perjanjian tidak dilaksanakan (artinya : apabila si berutang tidak menepati janjinya), maka si berpiutang (kreditur) boleh juga dikuasakan supaya dia sendirilah mengusahakn pelaksanaannya atas biaya si berutang (debitur). Perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan) juga secara mudah dapat dijalankan secara riil, asal saja bagi si berpiutang (kreditur) tidak penting oleh siapa perbuatan itu akan dilakukan.31

Dalam melaksanakan suatu perjanjian seyogyanya memaknai Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi “...suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”Itikad baik sudah harus ada sejak fase pra kontrak di mana para pihak mulaimelakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan, dan selanjutnya pada fase pelaksanaan kontrak.32

E. Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum

1. Wanprestasi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, perikatan yang dilakukan oleh subjek hukum selain menimbulkan akibat hukum wanprestasi, juga menimbulkan adanya suatu perbuatan melawan hukum. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban (prestasi) sebagimana yang ditentukan dalam

30Ibid

,hlm.37. 31Ibid

,hlm.37. 32

(25)

perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.33 Wanprestasi terjadi karena adanya salah satu pihak yang berkewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi.34 Dalam buku Yahya Harahap disebutkan bahwa wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.35

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu perikatan. Dengan demikian wujud prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.36

1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1237 KUHPerdata).

Menurut Pasal1234 KUHPerdata prestasi terbagi dalam 3 macam:

2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

3. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

Ada terdapat 4 kategori sehingga dapat dikatakan suatu subjek hukum melakukan wanprestasi,37

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; yaitu:

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya,tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

33

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Adhitya Bakti, Bandung, 1992, hlm.27

34

Ibid, hlm.8 35

Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum PerjanjianCetakan. II, Alumni, Bandung, 1986, hlm.60

36

Abdul Kadir Muhammad, Op.cit, hlm.17 37

(26)

3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk38 1. Pemenuhan perjanjian;

:

2. Pemenuhan perjanian ditambah ganti rugi; 3. Ganti rugi;

4. Pembatalan perjanjian timbal balik; 5. Pembatalan dengan ganti rugi.

Dalam hal kerugian yang tejadi haruslah merupakan akibat dari wanprestasi.Lebih jelas lagi bahwa antara rugi dan wanprestasi haruslah ada hubungan sebab akibatnya.

Dalam hal ini kreditur haruslah dapat membuktikan 39 a. Besarnya kerugian yang dialami.

:

b. Bahwa faktor penyebab kerugian tersebut adalah wanprestasi karena kelalaian kreditur, bukan karena faktor diluar kemampuan debitur.

Adapun pembelaan debitur yang dituduh dapat didasarkan atas tiga alasan, yaitu 40

a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan yang memaksa; :

b. Mengajukan bahwa si kreditur sendiri juga wanprestasi;

c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

(27)

Faktor penyebab terjadinya wanprestasi menurut Abdulkadir Muhammad diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu 41

a. Faktor dari luar , yaitu peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga akan terjadi ketika perjanjian dibuat.

:

b. Faktor dari dalam diri para pihak , yaitu merupakan kesalahan yang timbul dari diri para pihak, baik kesalahan tersebut yang dilakukan dengan sengaja ataupun karena kelalaian pihak itu sendiri, dan para pihak itu sendiri, dan para pihak sebelumnya telah mengetahui akibat yang timbul dari perbuatannya tersebut.

2. Perbuatan Melawan Hukum

Berbeda dengan wanprestasi, pada perbuatan melawan hukum, aturan yang dilanggar adalah aturan yang berlaku umum dan aturan tersebut terkadang dibuat tanpa ada keterlibatan si pelanggar.Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu42.Perbuatan melawan hukum tidak didasarkan adanya kesekapakatan sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian seperti halnya wanprestasi.43

Istilah mengenai perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah onrechtmatigedaad.Moegni Djojodirjo dalam pendapatnya menyebutkan bahwa perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan atau

41

Abdulkdir Muhammad,II, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, 1992, hlm. 12.

42

AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, cet.2,Diapit Media, Jakarta, 2002, hlm.77.

43

(28)

suatu kealpaan berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (orang melakukan perbuatan) atau melanggar baik kesusilaan, maupun bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat tentang orang atau barang.44Perbuatan melawan hukum adalah bukan saja perbuatan yang langsung melawan hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain daripada hukum diantaranya peraturan dalam lapangan kesusilaan, keagamaan dan sopan santun. Sehingga perbuatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan, keagamaan dan sopan santun sudah dapat dikatakan perbuatan yang melawan hukum45

44

M.A.Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pranya Paramita,Jakarta,1982, hlm.25.

45

Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur Bandung, Bandung, 1992,hlm. 13

. Perbuatan melawan hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan dalam kehidupan masyarakat.

Hal mengenai pengertian perbuatan melawan hukum memang tidak begitu dijelaskan di dalam KUHPerdata, namun tentang perbuatan melawan hukum sangat erat hubungannya dengan Pasal 1365 KUHPerdata.

(29)

a. Adanya suatu perbuatan

Perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelaku.Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku.Secara umum perbuatan ini mencakup berbuat sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu padahal pelaku memiliki kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul dari hukum.Dalam perbuatan melawan hukum ini, harus tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur kausa yang diperbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu kontrak.46

b. Perbuatan tersebut melawan hukum

Beberapa pendapat ahli yang menjelaskan tentang suatu perbuatan disebut sebagai perbuatan melawan hukum.Perbuatan melawan hukum menurut Munir Fuady mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan sebagai berikut 47

1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain;

:

2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri; 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan; dan

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.

Menurut Rosa Agustina, dalam bukunya dijelaskan bahwa menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat 48

46

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum,Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hlm.6 47Ibid

, hlm. 11. 48

Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, terbitan Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia ,2003, hlm. 117.

: (a) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

(30)

(c) Bertentangan dengan kesusilaan

(d) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. Berikut ini penjelasannya untuk masing-masing kategori sebagai berikut 49

1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.

:

Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hk-hak sebagai berikut:

a) Hak-hak pribadi (persoonlijkheidsrechten)

b) Hak-hak kekayaan (vermosgensrecht)

c) Hak atas kebebasan

d) Hak atas kehormatan dan nama baik

2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.

Adapun yang dimaksudkan dengan kewajiban hukum disini adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.

Tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, manakala tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian bagi pihak lain maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat meminta ganti kerugian berdasarkan atas perbutan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.

49

(31)

Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik ini juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum.Jadi, jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar Pasal-Pasal dari hukum yang tertulis mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat.Keharusan dalam pergaulan masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang bersangkutan.

c. Adanya suatu kesalahan dari pihak pelaku

Karena Pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (sechuld) dalam suatu perbuatan melawan hukum maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur kesalahan tersebut.Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:50

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Adapun yang menjadi model tanggung jawab hukumnya adalah sebagai berikut:51

1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata. 2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian

sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata.

50

Munir Fuady ,Op.cit

(32)

3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata.

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan tidak disengaja atau karena lalai. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1366 KUHPerdata, yaitu setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum di atas merupakan tanggung jawab perbuatan melawan hukum secara langsung , dikenal juga perbuatan melawan hukum secara tidak langsung menurut Pasal 1367 KUHPerdata:

• Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya;

• Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali;

(33)

bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya;

• Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang–orang ini berada di bawah pengawasan mereka;

• Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua-orangtua, wali-wali, guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab52

Pertanggungjawaban majikan dalam Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata tidak hanya mengenai tanggung jawab dalam ikatan kerja saja, termasuk kepada seorang yang di luar ikatan kerja telah diperintahkan seorang lain untuk melakukan sesuatu pekerjaan tertentu, asal saja orang yang diperintahkan melakukan pekerjaan tersebut melakukan pekerjaannya secara berdiri sendiri-sendiri baik atas pimpinannya sendiri-sendiri atau telah melakukan pekerjaan tersebut atas petunjuknya.

.

53

Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dapat dipergunakan. Sebagaimana ditentukan Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa pada setiap bentuk perbuatan melawan hukum yang menimbulkan suatu kerugian adalah wajib untuk mengganti kerugian, namun bentuk ganti rugi atas perbuatan melawan hukum

4. Adanya kerugian bagi korban.

52

R.Subekti & Tjitrosudibio,Op.cit,hlm.346 53

(34)

tersebut tidak sitentukan secara tegas oleh undang-undang , untuk itu para sarjana menganalogikan hal ini dengan menggunakan ketentuan ganti rugi yang disebabkan hal ini dengan menggunakan ketentuan ganti rugi yang disebabkan karena ingkar janji, yaitu Pasal 1243-1252 KUHPerdata54. Adapun kerugian yang disebabkan dapat berupa kerugian materil dan immateril.Kerugian materil (kerugian kekayaan) pada umumnya mencakup kerugian yang diderita oleh penderita dan keuntungan yang diharapkan diterimanya. Sementara kerugian immateril (kerugian idiil ) mencakup kerugian moril atauidiil, yakni ketakutan, terkejut dan kehilangan kesenangan hidup.55

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian yang ditimbulkan juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum.Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact)

hanya merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya.

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

56

54

Mariam Darus Badrulzaman,Op.cit, hlm.108 55

M.A. Moegni Djojodirdjo,Op.cit, hlm.76 56

Referensi

Dokumen terkait

Organ yang dimaksud adalah organ perusahaan seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 1 ayat (2) dengan

Salah satu bentuk tindak pidana terhadap harta kekayaan orang yang sangat sulit untuk dilakukan pengusutan dalam tindakannya adalah tindak pidana penadahan. Bentuk kejahatan ini

Berdasarkan tabel 5 uji koefisien determinasi (R2) di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) R-Square adalah sebesar 0.558 hal ini menunjukkan bahwa

Pendayagunaan harta benda wakaf di wilayah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Trenggalek yang berbentuk sarana kegiatan ibadah, sarana kegiatan pendidikan, sarana

Komponen utama yang digunakan pada sistem ini yaitu Modul GSM SIM 800L sebagai penerima sinyal sekaligus pengirim SMS umpan balik dari sistem, Arduino Mega 2560 sebagai

Bar adalah suatu tempat yang menyediakan atau menyajikan minuman beralkohol dan minuman tidak beralkohol, disamping itu bar juga digunakan oleh tamu untuk berkumpul, santai

Mangkunegara IV sebagai pengarang Serat Wedhatama bertujuan memberi nasihat dan petunjuk kepada ahli warisnya untuk memakai dan tetap melaksanakan ilmu agama yang

Dengan demikian segment untuk DATA, STACK dan CODE pada program COM adalah sama, stack akan menggunakan akhir dari segment yang digunakan oleh segment CODE. Berbeda dengan