• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Sales Promotion Girl Rokok (Studi Deskriptif Kualitatif Sales Promotion Girl Rokok di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Sales Promotion Girl Rokok (Studi Deskriptif Kualitatif Sales Promotion Girl Rokok di Kota Medan)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Paradigma merupakan kekuatan dasar yang mampu mempertahankan keberadaan sebuah ilmu pengetahuan. Paradigm pada wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian serta memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Pada hakikatnya, paradigm memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diprioritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain, paradigm akan memberikan rambu-rambu tentang apa yang harus dihindari dan tidak digunakan dalam penelitian. Menurut sebuah analisis yang dikutip dari Bogdan dan Biklen, paradigm merupakan kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian (Narwaya, 2006 : 110)

(2)

Dalam menentukan paradigma yang akan digunakan dalam penelitian, peneliti memiliki beberapa alasan yaitu (Pujileksono, 2015 : 26):

1. Paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian.

2. Paradigma penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan tipe penjelasan yang digunakan.

Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metode, teknik penentuan subyek penelitian / sampling, teknik pengumpulan, teknik uji keabsahan data dan analisis data. Menurut Dedy N. Hidayat ada tiga paradigma ilmu komunikasi yang mengacu pada pemikiran Guba dan Lincoln (dalam Bungin, 2006 : 263) yaitu : (1) paradigma klasik yang mencakup positivism dan pospositivisme (2) paradigma kritis dan (3) paradigma konstruktivisme. Namun dalam perkembangan komunikasi saat ini telah muncul paradigma intrepretasi. Mengacu pada pendapat sandjaja, bahwa pendekatan intrepretasi yang dikenal dalam istilah Jerman „verstehen’ atau pemahaman, berusaha untuk menjelaskan makna dari tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna tidak

dapat dengan mudah diungkap begitu saja.

Penelitian paradigma positivistik menggunakan metode empiris untuk dapat

(3)

Paradigma pos-positivistik merupakan paradigma yang melakukan kritik terhadap paradigma postivistik. Paradigma ini menganggap bahwa penelitian tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai pribadi peneliti sendiri. Peneliti perlu memasukkan nilai-nilai sebagai pendapatnya sendiri. Realita yang diteliti berada diluar dan peneliti berinteraksi dengan objek penelitian sehingga membuat paradigma penelitian ini lebih bersifat kualitatif (Pujileksono, 2015 : 28)..

Paradigma kritis adalah paradigma yang melihat suatu realitas secara kritis sebagai objek penelitian yang jaraknya dekat dengan peneliti. Realitas yang dijadikan sebagai objek penelitian merupakan proses sejarah dan kekuatan sosial yang semu dalam masyarakat. Penelitian ini sangat subjektif karena penilaian terhadap suatu realitas berasal dari penelitian sendiri. Dalam memasukkan penilaian dalam penelitian, peneliti juga melihat penilaian masyarakat pada umumnya dan bersifat kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun kesadaran kolekftif demi mengubah struktur untuk menjadi lebih baik. Paradigma penelitian ini melihat realitas yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang sebainya seperti ketimpangan, ketidakadilan, penindasan dan sebagainya (Pujileksono, 2015 : 29).

(4)

Paradigma yang digunakan oleh peneliti adalah paradigma konstruktivisme, hal ini dikarenakan paradigma konstruktivisme sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu konsep diri sales promotion girl (SPG) rokok. Dimana para SPG rokok memiliki pemahaman dan cara pandang tersendiri untuk memahami diri mereka sendiri terhadap profesinya tersebut.

2.2Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan acuan atau landasan berpikir peneliti dengan basis padabahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian terdahulu yangberkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan. Pencarian dan penelusuran kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sangat diperlukan. Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong dan tidak pula dapat dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas. Penelitian kekinian sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang telah dirintis oleh peneliti terdahulu (Iskandar, 2009:100).

Dengan adanya kajian pustaka, maka peneliti akan mempunyai landasan untuk menentukan tujuan dan arah penelitian. Adapun teori yang dianggap relevan dalam

penelitian ini adalah:

2.2.1Komunikasi Antar Pribadi

Joseph A. Devito mendefinisikan "komunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika" (Fajar, 2009: 78).

(5)

hubungan interpersonal yaitu percaya, sikap suportif dan sikap terbuka. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, faktor percaya adalah yang paling penting. Percaya meningkatkan komunikasi antar pribadi karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Jika seseorang tidak mau mengungkapkan bagaimana perasaan dan pikirannya, maka akan sulit untuk memahami tentang diri orang tersebut (Rakhmat, 2007 :130)

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang yang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi antar pribadi akan gagal. Karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi dibandingkan memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif daoat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional (Rakhmat, 2007 :133)

Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi

antar pribadi yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatism sehingga untuk memahami sikap terbuka harus mengidentifikasi terlebih dahulu karakteristik

orang dogmatis yaitu menilai pesan berdasarkan motif pribadi, berpikir simplistic, berorientasi pada sumber, mencari informasi dari sumber sendiri, secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya dan tidak mampu membiarkan inkonsistensi (Rakhmat, 2007 :129)

(6)

Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Hal yang harus diperhatikan dalam tujuan komunikasi antar pribadi yaitu komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri. Enam tujuan komunikasi antar pribadi yang dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan adalah sebagai berikut (Fajar, 2009: 78):

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Salah satu cara untuk mengenal diri kita sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi ini memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri. Melalui komunikasi antar pribadi, kita juga belajar tentang bagaimana dan sejauh mana kita harus membuka diri pada orang lain. Selain itu, komunikasi antar pribadi juga akan membuat kita mengetahui nilai, sikap, dan perilaku orang lain. Kita dapat menanggapi dan memprediksi tindakan orang lain.

2. Mengetahui dunia luar

Komunikasi antar pribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik, yakni tentang objek dan kejadian-kejadian orang lain. Banyak

informasi yang kita miliki sekarang berasal dari interaksi antar pribadi. Meskipun ada yang berpendapat bahwa sebagian besar informasi yang ada berasal dari media

massa, tetapi infomasi dari media massa tersebut sering dibicarakan dan diinternalisasi melalui komunikasi antar pribadi. Dalam komunikasi antar pribadi, kita sering membicarakan hal-hal yang telah disajikan media massa. Namun demikian, pada kenyataannya nilai keyakinan, sikap, dan perilaku kita banyak dipengaruhi oleh komunikasi antar pribadi dibandingkan dengan media massa dan pendidikan formal.

(7)

Manusia diciptakan sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Kita juga tidak ingin hidup sendiri terisolasi dari masyarakat dan kita ingin merasakan dicintai serta disukai maupun mencintai dan menyukai orang lain. Oleh karenanya, kita menggunakan banyak waktu berkomunikasi antar pribadi yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan ini membantu mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi, sering kita berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Singkatnya, kita banyak mempergunakan waktu untuk mempersuai orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

5. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Sering kali tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena bisa memberi suasana yang lepas.

Proses-Proses Komunikasi Antar Pribadi

(8)

lancar dan koheren. Terakhir, persepsi sosial adalah kumpulan proses yang kita jalani untuk memaknai dunia sosial, termasuk menyelami diri kita sendiri, orang lain, hubungan sosial dan pranata sosial. Proses-proses dapat dijelaskan dengan cara (C.berger, dkk, 2014 :217) :

a. Memerinci struktur dan proses komponen yang mengawali setiap proses berikutnya

b. Menjabarkan cara berlangsungnya proses, yang berbeda-beda untuk tiap-tiap proses (misalnya, proses otomatis dibandingkan proses terkontrol) dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya cara tertentu

c. Memerinci aspek-aspek esensial keluaran (output) proses yang khas untuk masing-masing proses (yaitu, pesan untuk produksi, interpretasi untuk pengolahan, interaksi untuk koordinasi, serta aneka persepsi dan inferensi untuk persepsi sosial) dan keberagaman keluaran sebagai fungsi dari cara berlangsungnya proses

d. Mengidentifikasi faktor-faktor (seperti arousal emosi) yang secara umum memengaruhi cara berlangsungnya proses dan keluarannya.

Kualitas Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Joseph A. Devito (dalam Fajar, 2009:84), kualitas umum komunikasi antar pribadi dapat dilihat melalui:

1. Keterbukaan

(9)

kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga menyangkut "kepemilikan" perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang miliki kita dan kita bertanggung jawab atasnya.

2. Empati

Empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Secara non verbal, kita dapat mengomunikasikan empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai, konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik, dan sentuhan yang sepantasnya.

3. Sikap Mendukung

Hubungan antar pribadi yang efektif adalah hubungan yang di dalamnya terdapat sikap mendukung. Jack Gibb menyatakan bahwa komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita

memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategis, dan provisional bukan sangat yakin.

4. Sikap positif

(10)

yang menikmati interaksi atau bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan

Dalam beberapa situasi terjadi ketidaksetaraan. Terlepas dari ketidaksetaraan, komunikasi antar pribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga serta memandang satu dengan yang lain sebagai sesuatu yang penting. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain dan memberikan penghargaan positif tanpa syarat.

2.2.1.1Konsep Diri

Pembentukan konsep diri adalah salah satu dari fungsi komunikasi sosial. Selanjutnya Mulyana mengatakan bahwa manusia yang tidak akan pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak akan mungkin memiliki kesadaran bahwa dirinya dalah manusia. Aspek-aspek konsep diri seperti jenis kelamin,

agama, suku, orientasi seksual, rupa fisik merupakan unsur penting dalam pembentukan identitas sebagai manusia. Konsep diri (self concept) merupakan suatu

(11)

Konsep penting yang dikemukakan oleh Mead selanjutnya (dikutip dari West dan Turner, 2008: 106) adalah self (diri). Dijelaskan bahwa self merupakan kemampuan seseorang dalam menilai dirinya sendiri, tidak hanya sebagai subjek tapi juga sebagai objek. Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008) mendefinisikan self sebagai kemampuan individu dalam merefleksikan dirinya, baik dilihat dari diri sendiri, maupun membayangkan jika dilihat oleh orang lain. Dapat dikatakan pula self merupakan kemampuan individu dalam melihat konsep diri individu.

Konsep penting yang dikemukakan oleh Mead selanjutnya (dikutip dari West dan Turner, 2008: 106) adalah self (diri). Dijelaskan bahwa self merupakan kemampuan seseorang dalam menilai dirinya sendiri, tidak hanya sebagai subjek tapi juga sebagai objek. Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008) mendefinisikan self sebagai kemampuan individu dalam merefleksikan dirinya, baik dilihat dari diri sendiri, maupun membayangkan jika dilihat oleh orang lain. Dapat dikatakan pula self merupakan kemampuan individu dalam melihat konsep diri individu.

Definisi konsep diri menurut Charon (1989) tersebut berkaitan pula dengan konsep penting yang dikemukakan oleh Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008:

22 106), yaitu self yang merupakan kemampuan individu melihat dirinya sebagai subjek dan objek. Melihat diri sebagai objek dapat dilakukan pula dengan istilah yang

disebut Mead (dikutip dari West dan Turner, 2008) sebagai looking-glass self (cermin diri), yaitu individu membayangkan bagaimana individu terlihat di mata orang lain, individu membayangkan penilaian orang lain mengenai penampilannya serta individu merasa tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi.

(12)

Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada psikonanalisa manusia dipengaruhi oleh naruli primitifnya sedangkan pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan. Dalam psikoanalisis, seperti pernyataan Freud sendiri, “we see a man as a savage beast” dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi tanpa jiwa, tanpa nilai. Keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensu manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitass, nilai, makna dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik “humanistic psychology is not just the study of human being, it is a commitment to human becoming” (Rakmat, 2008: 30-32).

1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pibadi dimana,sang “Aku”, ”Ku”, atau diriku menjadi pusat. Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu meddan fenomenal. Medan keseluruhan pengalaman-pengalaman “aku” dan “ku” dan pengalaman yang “bukan aku”.

2. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengaktualisasikan diri.

3. Individu beraksi pada situasi dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya, ia bereaksi pada “realitas” seperti yang di persepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.

4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahan diri,berupa penyempitan dan pangkuan (rigdification) persepsi dan prilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisme.

(13)

Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Menurut Symonds dan Fitts, menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif (Agustiani, 2009:18).

Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya. (Mulyana, 2000: 7).

Beberapa ahli merumuskan defenisi konsep diri, menurut Burns (dalam Mulyana, 2000: 7) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita dan seperti apa diri kita

yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang

diberikan orang lain pada diri individu. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya.

(14)

oleh West dan Turner (2008) merupakan budaya mengutamakan penyampaian pesan secara tidak langsung dan dengan pesan non verbal sehingga makna sebuah pesan diinternalisasi oleh pendengar atau tergantung pada konteks. Negara Indonesia termasuk di dalam budaya konteks rendah, di mana masyarakat pada budaya konteks tinggi masih enggan untuk berbicara secara jujur, langsung dan terbuka.

William D. Brooks mendefenisikan konsep diri sebagai ”those physical, social and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experience and our interaction with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologis, sosial dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian anda tentang diri anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri: komponen kognitif dan komponen afektif (Rakhmat, 1986:124).

Jenis-jenis Konsep Diri

Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas diri anda

(Rakhmat, 1986:130-131) yaitu :

1. Konsep diri negatif

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (1976) ada beberapa tanda yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :

a. Peka terhadap kritikan

(15)

b. Responsif terhadap pujian

Mencoba untuk berpura-pura menghindari pujian, tetapi tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.

c. Tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan atau pengakuan pada kelebihan orang lain

d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain

Merasa tidak diperhatikan dan menganggap orang lain sebagai musuh. e. Pesimis terhadap kompetisi

Menganggap tidak akan berdaya bersaing dengan orang lain yang merugikan dirinya.

2. Konsep diri positif

Konsep diri positif ditandai dengan lima hal : 1) Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 2) Ia merasa setara dengan orang lain

3) Ia menerima pujian tanpa rasa malu

4) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

5) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

(16)

1) Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tetapi, dia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.

2) Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang belebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

3) Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

4) Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.

5) Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya.

6) Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang

lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.

7) Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan meneria pengharggaan

tanpa merasa bersalah.

8) Ia cenderung menolak usaha orang lain yang cenderung mendominasinya.

9) Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai sampai kepuasan yang mendalam pula.

10)Ia mampu menikmati dirinya secarah utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu.

(17)

Pengaruh Konsep Diri Pada Komunikasi Interpersonal

a. Nubuat Yang Dipenuhi Sendiri

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Kecenderungan orang bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang dipenuhinya sendiri.

b. Membuka diri

Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan penegtahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan.

c. Percaya Diri (Self Confidence)

Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negative timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang

kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi.

d. Selektivitas

(18)

2.2.1.2 Pengungkapan diri (Self Disclosure)

Pengungkapan diri ialah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Pengungkapan diri adalah jenis komunikasi yang mengacu pada pengungkapan informasi secara sadar, seperti pernyataan mengenai sesuatu. Pengungkapan diri berupa informasi yang sebelumnya tidak diketahui oleh penerima. Pengungkapan diri merupakan informasi tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dan perilaku seseorang atau tentang orang lain yang sangat dekat dan yang sangat dipikirannya. Pengungkapan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif disembunyikan (DeVito, 1997: 62).

Teori self disclosure atau pengungkapan diri merupakan proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi guna memahami suatu tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukan atau perasaan kita terhadap suatu kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan (DeVito, 1997: 231-232).

Beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut (DeVito, 1997 :234):

a. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubunga yang sehat antara dua orang.

b. Semakin kita bersikat terbuka kepada orang lain, maka orang tersebut akan menyukai diri kita, sehingga ia akan semakin membuka diri kepada kita.

c. Orang yang membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstrovert, fleksibel, adaptif dan intelegen. d. Membuka diri pada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan

komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.

(19)

Menurut DeVito, ada beberapa keuntungan dari self disclosure (DeVito, 1997: 30)

1. Memahami diri sendiri

2. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi rasa bersalah 3. Energy release

4. Meningkatkan efisiensi dan berkomunikasi 5. Membina hubungan yang bermakna

6. Kesehatan Fisiologis

Faktor-faktor pengungkapan diri ialah (DeVito, 1997: 62)

1. Besar kelompok 2. Perasaan menyukai 3. Efej diadik

4. Kompetensi 5. Kepribadian 6. Topik

7. Jenis kelamin

Kualitas hubungan antar pribadi dapat diteliti melalui komunikasi antar pribadi.

Salah satu yang terpenting dalam komunikasi antar pribadi adalah self disclosure. Self disclosure merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain atau sebaliknya (DeVito, 1997).

Self disclosure memiliki berbagai dimensi (DeVito, 1997: 40): 1. Ukuran/Jumlah self disclosure

(20)

pesan-pesan yang mengandung self disclosure pada selirih kegiatan komunikasi kita dengan lawan komunikasi kita.

2. Valensi self disclosure

Ini berkaitan dengan kualitas self disclosure kita positif atau negatif. Saat kita menyampaikan siapa diri kita secara menyenangkan, penuh humor dan menarik.

3. Kecermatan dan Kejujuran

Kecermatan dalam self disclosure yang kita lakukan akan sangat ditentukan oleh kemampuan kita mengetahui atau mengenal diri kita sendiri. Apabila kita mengenal dengan baik diri kita maka kita akan mampu melakukan self disclosure dengan cermat.

4. Maksud dan Tujuan

Salah satu hal yang dipertimbangkan dalam melakukan self disclosure

adalah maksud dan tujuan. Tidak mungkin orang yang menyatakan dirinya apabila tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu.

5. Kakraban

(21)

ditentukan oleh derajat keakraban kita dengan lawan komunikasi. Makin akrab kita dengan seseorang makan akan makin dalam self disclosure tersebut. Selain itu, makin luas juga cakupan bahasa yang kita komunikasikan melalui self disclosure itu.

Johari Window

Dalam komunikasi antar pribadi dibutuhkan pemahaman terhadap beberapa pengetahuan. Pertama, individu yang berinteraksi harus paham cara terbentuknya konsep diri. Konsep diri dapat dibentuk melalui perspektif sosial. Kedua, individu membutuhkan informasi mengenai diri sendiri. Salah satu cara untuk mendapatkan informasi ini melalui pembukaan diri, yaitu suatu proses mengungkap informasi mengenai diri kita dengan dibantu oleh pandangan orang lain. Membuka diri adalah cara yang penting untuk membantu penilaian terhadap diri sendiri. Seperti ketika mengungkapkan harapan, ketakutan, impian, dan perasaan, kita mendapatkan respons dari orang lain. Selain itu, kita juga mendapatkan wawasan mengenai diri kita dengan melihat cara kita berinteraksi dengan situasi baru (Wood, 2013: 60).

Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang

diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensive dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain (Rakhmat, 2007 :107)

(22)

Dalam Johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesabaran tentang diri kita. Untuk membuat Johari Window gambarlah segi empat dengan garis yang membelah jendela itu menjadi dua bagian. Sebelah atas jendela menunjukkan aspek diri kita yang diketahui orang lain – public self. Sebelah bawah adalah aspek diti yang tidak diketahui orang lain – private self.

Gaambar 2.1 Public dan Private Area

Publik (diketahui rang lain)

Privasi

(tidak diketahui orang lain)

bila jendela kita belah ke bawah, sebelah kiri adalah aspek diri yang kita

ketahui, dan sebelah kanan adalah aspek diri yang tidak diketahui.

Gambar 2.2 Hidden dan Blind Area

Diri yang kita

ketahui

Diri yang tidak kita

(23)

1. Area terbuka atau publik, informasi dalam area ini diketahui oleh kita dan orang lain. Misalnya informasi mengenai nama, tinggi tubuh, alamat rumah merupakan contoh informasi yang dapat kita bagikan kepada orang lain.

2. Area buta, informasi pada area ini diketahui oleh orang lain namun tidak disadari oleh diri kita sendiri. Misalnya, orang lain menyadari kecemasan yang kita alami tetapi tidak kita rasakan atau orang lain melihat kita berbakat melukis tetapi kita tidak menyadarinya.

3. Area tersembunyi, kita mengetahui informasi di dalam area ini namun kita memilih untuk tidak mengungkapkannya kepada orang lain. Kita memilih untuk tidak menyampaikan beberapa kelemahan atau trauma yang pernah terjadi di masa lalu.

4. Area gelap, area ini berisi informasi yang tidak diketahui oleh diri sendiri maupun orang lain. Area ini berisi informasi mengenai potensi yang belum terungkap, bakat yang belum dimanfaatkan, dan reaksi terhadap peristiwa yang belum pernah kita alami. Kita tidak akan tahu cara menangani sebuah konflik hingga kita sendiri mengalaminya.

Gambar 2.3. Johari Window

(sumber: Wood)

Area Tersembunyi

Area Terbuka Area Buta

(24)

2.2.1.3 Disonansi Kognitif

Pengertian Disonansi Kognitif

Disonansi kognitif adalah ketidaksetujuan menyebabkan konflik dan ketegangan, membuat anda mengubah pandangan-pandangan Anda atau mengakhiri hubungan didasarkan pada konsep penguatan (Debbie Clayton & Jenny, 2012: 175)

Teori disonansi kognitif telah menunjukkan secara keseluruhan kemampuan yang amat beraneka ragam, keuletan dan kemampuan melakukan prediksi. Dalam teori ini Festinger mengganti konsep mengenai konsistensi atau keseimbangan dengan konsonan atau consonance dan ketidakkonsistenan atau ketidakseimbangan dengan istilah disonan atau dissonance. Menurut pandangannya, adanya tekanan untuk menghasilkan hubungan-hubungan konsonan diantara kesadaran-kesadaran atau cognitions dan menghindarkan disonan. Kognisi atau cognition dapat berupa pengetahuan, dapat berupa keyakinan, dapat berupa pendapat yang ada pada orang tentang dirinya, perilakunua atau lingkungannya (Budyatna, 2011 : 264)

Sebuah keadaan yang tidak menyenangkan, terjadi ketika kita menyadari bahwa

ada diskrepansi antara sikap-sikap kita atau antara sikap dan tingkah laku kita itu disebut disonansi kognitif dan peneliti mengindikasikan bahwa hal itu menghasilkan

afek negative. Disonansi seringkali terjadi dalam situasi yang melibatkan induced (forced) compliance, kepatuhan dimana kita dibujuk/didorong oleh faktorneksternal untuk mengatakan atau melakukan perbuatan yang tidak konsisten dengan sikap kita sebenarnya.

(25)

Menurut Aronson dan Festinger disonansi difokuskan pada tiga mekanisme dasar (Robert A. Baron&Donn Byrne, 2003:147) :

1. Kita dapat mengubah sikap atau tingkah laku sehingga konsisten satu sama lain 2. Kita dapat mengurangi disonansi kognitif dengan mencari informasi baru yang

mendukung sikap dan tingkah laku.

3. Dapat memutuskan bahwa sebenarnya ketidakkonsistenan tidak terlalu berpengaruh, dengan kata lain dapat melakukan trivilisasi.

Steele, menyarankan individu yang mengalami disonansi dapat memfokuskan diri tidak pada usaha untuk mengurangi perbedaan antara sikap mereka dan tingkah laku, namun melakukan penegasan diri

Asumsi dari Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek inkonsistensi yang ada di antara kognisi-kognisi. Berikut merupakan asumsi dasar dari teori disonansi kognitif :

 Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap dan

perilakunya

 Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis

 Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur

 Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dari usaha untuk

(26)

Asumsi pertama menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi. Asumsi kedua berbicara mengenai jenis konsistensi yang penting bagi orang. Teori ini tidak berpegang pada konsistensi logis yang kaku. Sebaliknya, teori ini merujuk pad fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis (dibandingkan tidak konsisten secara logis) satu dengan yang lainnya untuk menimbulkan disonansi kognitif.

Asumsi ketiga menyatakan bahwa ketika orang mengalami inkonsistensi psikologis disonansi yang tercipta menimbulkan perasaan tidak suka. Jadi, orang tidak senang berada dalam disonansi. Akhirnya teori ini mengasumsikan bahwa rangsangan yang diciptakan oleh disonansi akan memotivasi orang untuk menghindari situasi yang menciptakan inkonsistensi dan berusaha mencari situasi yang mengembalikan konsistensi. (West & Turner 2009: 139).

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40). Peneliti akan

(27)

Sales Promotion Girl di Kota Medan

Kerangka teori - KAP

- Disonansi kognitif - Konsep diri

Konsep diri Sales Promotion Girl rokok

Tujuan penelitian - Pembentukan konsep

diri SPG rokok - Alasan memilih SPG

Gambar

Gambar 2.2 Hidden dan Blind Area
Gambar 2.3. Johari Window

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media komik ilmiah dan media peta konsep dalam pembelajaran IPA biologi siswa kelas IX

Objektif Pertama : Untuk mengenalpasti sejauh manakah tahap-tahap kepentingan bahasa pertama dalam kalangan pelajar-pelajar di Institusi Pengajian Tinggi Awam IPTA khususnya

Selama menyusun skripsi ini maupun dalam mengikuti kegiatan akademik dan non akademik di lingkungan Universitas Katolik Widya Mandala, banyak sekali pihak-pihak

Jabatan RA sebagai Komandan Peleton 2 dianggapnya sebagai beban yang dapat dikatakan berat maupun ringan karena RA dituntut agar segera menyesuaikan diri di Batalyon

Apakah terdapat perbedaan pengaruh prudence dan tax avoidance sebelum dan setelah penerapan IFRS terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur kelompok

JUDUL : INFORMASI TENTANG KESEHATAN HOAX MEDIA : HARIAN JOGJA. TANGGAL : 12

Sehingga dapat dijelaskan bahwa apabila seseorang individu pembelajar (peserta didik) tersebut mampu mengkonsep dirinya atas permasalahan atau persoalan yang

Sundjadja & Inge Barlian (2004: 190) yang menjelaskan pengaruh investasi dalam aktiva tetap dan aktiva lancar terhadap tingkat profitabilitas, bahwa total