BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid berasal dari jaringan mesodermal pada masa embrio yang berada pada dasar faring di foramen cecum, kemudian melingkar ke arah anterior trakea dan bifurkasio, membentuk dua lobus, masing-masing
berukuran 4x2x1 cm. Jaringan tiroid bagian luar berada sepanjang duktus tiroglosus, yang berasal dari pangkal lidah sampai ke mediastinum. Bagian
bawah duktus tiroglosus membentuk lobus seperti piramida, yang dapat teraba pada kondisi dimana terjadi infeksi dan inflamasi.13,14
2.2. Regulasi HormonTiroid
Regulasi tiroid dilakukan oleh TSH.14 Berbagai enzim dibutuhkan dalam proses sintesis hormon tiroid seperti natrium-iodine symport (NIS), tiroglobulin (TBG), dan enzim thyroid peroxidase (TPO). Hormon tiroid diiodinasi oleh
tironin, yang merupakan gabungan dari dua tirosin, yang berikatan satu sama lain. Sel folikel kelenjar tiroid berfungsi khusus mensintesis protein prekursor
hormon yang besar, yang menyimpan yodium pada intrasel dari sirkulasi, dan mengeluarkan reseptor yang mengikat TSH atau tirotropin, yang
mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi biosintesis sel tirosit.15
Hormon tiroid disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid dan mengalami proses aktivasi dan inaktivasi oleh tahapan monoiodinasi pada
target jaringan. Metabolisme dimulai dengan pemecahan hormon T4 menjadi hormon T3 melalui outer ring deiodination (ORD) atau metabolit inaktif yaitu rT3 melalui inner ring deiodination (IRD). Hormon T3 mengalami inaktivasi
oleh IRD menjadi diiodothyronine. Hormon tiroksin dan T3 dimetabolisme oleh grup konyugasi phenolic hydroxyl dengan sulphate dan glucuronic
Gambar 2.2. Sintesis hormon tiroid 2
2.3. Cara kerja hormon tiroid di dalam tubuh
Pengatur terbesar fungsi tiroid dilakukan oleh TSH.14 TRH menstimulasi sel tirotropik di hipofisis anterior untuk menghasilkan TSH, yang merangsang sekresi hormon tiroid.15 Jika tidak ada TRH, kadar FSH dan T4 akan sangat menurun.14 Proses deiodinasi pada hipofisis dan jaringan perifer memodulasi fungsi hormon tiroid untuk mengubah dalam bentuk T4 menjadi bentuk T3 yang lebih aktif. Bentuk T3 tersebut akan dimodulasi oleh reseptor T3 dengan
cara aktivasi gen spesifik, kemudian berinteraksi dengan ikatan lain. TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus mencapai hipofisis anterior melalui sistem
Sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis dibawah pengaruh umpan balik positif
yang diatur oleh TRH.14
Hormon tiroid disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid yang
mengaktifkan dan diaktifkan oleh langkah-langkah monodeiodinasi pada target jaringan.15 Mekanisme utama metabolisme hormon tiroid adalah proses deiodinasi yang dimediasi oleh enzim iodotironin monodeiodinase.
Deiodinasi tipe I paling bertanggungjawab terhadap sirkulasi T3, terutama pada hati dan ginjal. Sebaliknya, deiodinasi tipe II berada di otak, hipofisis,
plasenta, dan jaringan adiposa cokelat, sedangkan deodinasi tipe III terutama berada pada jaringan fetal (limfa, ginjal), dan plasenta. Kadar yodida pada kelenjar tiroid berasal dari darah dan kembali ke jaringan perifer dalam
bentuk hormon. Substansi utama dalam sintesis hormon tiroid adalah yodida dan tirosin. Yodium diserap dari sistem pencernaan bagian atas dan didistribusikan ke pool yodida di luar kelenjar tiroid. Pool ini memiliki yodida
yang relatif konstan yang akan dieksresikan melalui ginjal. Akumulasi yodida pada kelenjar tiroid dalam bentuk organik secara langsung berhubungan
dengan jumlah yodida yang akan dikonversi dalam bentuk organik pula. Jumlah yodida yang akan dikonversi berbanding terbalik dengan yang akan
2.4. Hipotiroidisme sebagai salah satu bentuk gangguan fungsi tiroid
Hipotiroidisme merupakan gangguan metabolisme hormon tiroid yang
ditandai dengan defisiensi aktivitas maupun produksi hormon tiroid.
Hipotiroidisme merupakan bentuk gangguan hormonal yang sering dijumpai
pada anak. Pada keadaan hipotiroidisme primer dijumpai produksi TSH yang sangat tinggi. Pada hipotiroidisme sekunder dijumpai produksi hormon TSH
yang rendah, sedangkan hipotiroidisme tersier produksi hormon TRH sangat rendah.2 Penyebab hipotiroidisme primer ada beberapa, diantaranya tiroiditis limfositik kronik, penyakit Hashimoto, abnormalitas kongenital, defisiensi
iodine, pemberian obat-obatan seperti antitiroid dan anti epilepsi. Penyebab hipotiroidisme sekunder dan tersier adalah abnormalitas kongenital dan
didapat seperti tumor di hipotalamus dan hipofisis, terapi untuk keganasan, pembedahan dan radiasi.3,16
Pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan nilai TSH merupakan
tes awal yang baik untuk meilhat adanya hipotiroidisme primer. Apabila nilai
TSH meningkat, maka pengukuran T4 diperlukan untuk membedakan bentuk
kompensasi ataupun murni. Dikatakan kompensasi apabila dijumpai nilai T4
normal atau hipotiroidisme primer murni bila nilai T4 rendah.2 Subklinikal hipotiroid didefinisikan terjadinya peningkatan dari kadar TSH diatas dari
batas nilai normal dengan kadar T4 normal dan kadar T3 yang normal.17,18 Secara klinis gangguan hormon tiroid berupa: hipotiroid, hipertiroid
Hipotiroid dapat bersifat kongenital dan juvenilis. Pada hipotiroid kongenital
terjadi kekurangan atau tidak adanya hormon tiroid sejak di dalam kandungan. Kelainan ini merupakan penyebab tersering keterbelakangan
mental yang dapat dicegah.16 Sedangkan hipotiroidisme juvenilis adalah keadaan terdapatnya defisiensi hormon tiroid, yang biasanya timbul sebagai akibat suatu tiroiditis atau penyakit autoimun lainnya.16
Gejala klinis dari hipotiroid kongenital berupa ikterus, letargi, konstipasi, malas minum dan masalah makan lainnya serta hipotermi.
Beberapa bayi menunjukkan tanda klasik berupa wajah sembab, pangkal hidung rata, pelebaran fontanela, hernia umbilikalis, kulit yang dingin dan
mottled, ikterik, hipotoni, hiporefleksia, galaktore dan meningkatnya kadar
prolaktin. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai kadar T4 yang rendah dan meningkatnya kadar TSH.16
2.5. Sindroma Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik yang ditandai dengan proteinuria masif (≥40mg/m2 LPB/ jam), hipoalbuminemia (<2.5 g/dL), edema
dengan atau tanpa hiperlipidemia.19 SN pada anak dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok yaitu SN sekunder, SN kongenital dan infantil, dan SN idiopatik.20
SN sekunder didefinisikan sebagai SN yang terjadi oleh karena
Henoch-Schoonlein, amyloidosis, keganasan, dan infeksi (hepatitis, HIV dan
malaria).20,21 SN kongenital dan infantil adalah SN yang terjadi sebelum usia satu tahun dan kebanyakan berhubungan dengan infeksi (sifilis,
toksoplasmosis) atau mutasi gen.20,22 Sedangkan SN idiopatik didefinisikan berdasarkan hubungan gambaran klinis SN dengan hasil biopsi berupa
diffuse foot process effacement pada mikroskop elektron dan SN kelainan
minimal (SNKM), glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), atau proliferasi mesangial difus (PMD) pada pemeriksaan mikroskop cahaya. Dari ketiga
jenis SN tersebut yang paling sering pada anak adalah SN idiopatik , dimana lebih dari 90% kasus terjadi pada usia antara 1 hingga 10 tahun dan 50% setelah usia 10 tahun.20,22
Batasan Sindrom Nefrotik dan Klasifikasi Sindrom Nefrotik:
Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2/ LPB/ 3 jam)
3 hari berturut-turut.
Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria > 40 mg/m2 LPB/ jam) tiga hari
berturut-turut dalam satu minggu.
Relaps jarang: relaps kurang dari dua kali dalam 6 bulan pertama setelah
respon awal atau kurang dari 4 kali dalam setahun.
Dependen steroid : relaps dua kali berturutan saat dosis steroid diturunkan
(selang hari) atau 14 hari setelah pengobatan dihentikan.
Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/ kg/ hari selama 4 minggu.
Sensitif steroid : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu.21-23
Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respon terhadap
pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat
ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinis:4,21 1. SN sensitif steroid
2. SN resisten steroid
Berdasarkan respon pengobatan terhadap steroid, SN dibagi atas: SN sensitif steroid, SN jarang, SN sering, SN dependen steroid dan SN resisten steroid. Dikatakan SN, bila proteinuria ≥ 2+ (proteinuria > 40 mg/m2 LPB/jam)
3 hari berturut-turut dalam 1 minggu, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi. Disebut jarang bila terjadi < dari 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respon awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan, sedangkan disebut sering bila terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
singkat, dengan terjadinya remisi spontan dalam 4 hingga 14 hari. Meskipun
mendapat steroid inisial jangka panjang sekitar 40 sampai 50% penderita SN remisi dapat berkembang menjadi sering atau dependen steroid.22
Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan empat gejala klinis antara lain: Proteinuria massif, dimana protein urin ≥ 40 mg/m2 lpb/jam atau > 50
mg/kgBB/24 jam, atau rasio albumin/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg, atau dipstik ≥ 2+
Hipoalbuminemia, albumin serum <2,5 g/dL
Edema
Hiperlipidemia, dengan kadar kolesterol serum > 200 mg/dL.21,22
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada pasien anak adalah
edema, yang diawali di sekitar kelopak mata pada pagi hari dan di ekstremitas bawah. Pada awalnya SN sering salah didiagnosis sebagai gangguan alergi karena pembengkakan pada kelopak mata. Hingga akhirnya
dapat didiagnosa SN jika edema semakin berat dan menetap atau sampai dijumpai hasil urinalisis. Dalam praktek klinik, kebanyakan anak dengan SN
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosa SN antara lain:
– Urinalisa
– Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
– Pemeriksaan darah rutin, kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar
ureum, kreatinin, titer ASTO komplemen C3
– Bila ada kecurigaan lupus eritematosis sistemik perlu dilakukan
pemeriksaan anti nuclear antibody (ANA tes) dan anti-dsDNA.21
Biopsi ginjal berperan penting dalam mengevaluasi penderita SN oleh karena beberapa lesi histopatologi berhubungan dengan SN.25 Pada SN akut, terutama selama episode tahap awal biopsi ginjal biasanya tidak diperlukan.26 Komplikasi SN dibagi atas dua kategori yaitu sehubungan dengan penyakit dan komplikasi akibat obat. Komplikasi sehubungan dengan
penyakit yaitu infeksi (peritonitis primer, sepsis, selulitis, campak), kecendrungan tromboemboli (tromboemboli vena, emboli paru), krisis hipovolemik (nyeri perut, takikardi, hipotensi), komplikasi kardiovaskular
(hiperlipidemia, vaskulitis), anemia, gagal ginjal akut, dan perubahan hormonal. Komplikasi sehubungan dengan pemakaian obat-obat seperti kortikosteroid , ankylating agents, cyclosporin A, tacrolimus, rituximab.21,24,27
Mortalitas pada SNKM kira-kira 2% dengan mayoritas kematian oleh karena peritonitis atau trombus dimana hal ini dapat terjadi meskipun pasien
steroid mengalami berulang yang mana ini menurun seiring dengan
bertumbuhnya anak.22
2.6. Hubungan kadar hormon tiroid dan Sindrom Nefrotik
Interaksi antara fungsi ginjal dan tiroid sudah dikenal selama bertahun-tahun.11,28 Hormon tiroid yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan ginjal dan untuk pemeliharaan air dan elektrolit homeostasis. Di sisi lain ginjal terlibat dalam metabolisme dan eksresi hormon tiroid.11
Disfungsi tiroid mempengaruhi fisiologi dan perkembangan ginjal, sedangkan penyakit ginjal dapat meyebabkan disfungsi tiroid. Gangguan tiroid dan ginjal dapat saling mempengaruhi dengan berbagai faktor-faktor
penyebab.28 Efek dari hormon tiroid pada ginjal secara fisiologi yaitu: hormon tiroid mempengaruhi ginjal melalui pre-renal dan renal secara langsung:11.28 1. Efek pre-renal dimediasi oleh pengaruh hormon tiroid pada sistem
kardiovaskular dan aliran darah ginjal (RBF).
2. Efek renal secara langsung dimediasi oleh efek hormon tiroid pada, laju
filtrasi glomerulus (GFR), sekresi tubular dan proses penyerapan, serta pengaruh hormonal pada fisiologi tubular ginjal.
Efek hipotiroid pada ginjal adalah biasanya berlawanan dengan efek
hipertiroid. Aliran darah ginjal (RBF) berkurang di hipotiroid oleh penurunan (chronotropic negatif dan inotropik efek), peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer, intrarenal vasokonstriksi, berkurang respon ginjal untuk vasodilator. Selain itu, perubahan patologis dalam struktur glomerulus di hipotiroid, seperti membran basal glomerulus terjadi penebalan dan
perluasan matrix mesangial, mungkin juga berkontribusi untuk mengurangi aliran darah ginjal.11,28
Perbedaan dalam selektivitas dan penanganan ginjal akan hormon tiorid yang bebas dan hormon tiroid yang terikat protein serta TSH antara anak-anak dengan SNRS dan SNSS saat onset penyakit dan selama
perkembangan penyakit, mungkin ini yang menyebabkan mengapa hipotiroid berkembang pada beberapa pasien SN, sedangkan yang lain memiliki nilai
tiroid yang normal:11,29
1. Perbedaan selektivitas proteinuria akan menyebabkan perbedaan hilangnya pada hormon tiroid yang terikat protein urine.
2. Ini dapat mengubah jumlah dan konsentrasi T3 bebas dan T4 sejak protein dalam filtrat dapat mengikat tiroid hormon yang bebas.
3. Potensi mekanisme lain patofisiologi pengembangan hipotiroid selama progresi penyakit adalah sebuah hubungan SNRS yang lanjut dengan fungsi penyerapan protein yang melewati glomerulus barrier filtrasi. Hal ini
hormon tiroid lewat urin tapi juga karena kegagalan kelenjar tiroid untuk
mengkompensasi dari kehilangan ini, yang mengarah ke stimulasi sumbu pituitari-tiroid dan respon TSH yang tinggi. Seperti terlihat pada gambar di
bawah ini.
Gambar 2.6 Efek penyakit ginjal kronik pada aksis hypothalamus – pituitari – tiroid11
Pada SN terjadi peningkatan permeabilitas glomerulus dan
peningkatan klirens bermuatan negatif (seperti albumin) sehingga albumin bisa melewati membrana basalis glomerulus dan mengakibatkan
hipoalbuminemia.21,22 Hubungan ini terjadi karena hormon tiroid dalam darah sebagian besar (>79%) terikat oleh protein (globulin, prealbumin dan albumin) dengan sendirinya bila SN kehilangan banyak protein (terutama
albumin) maka dengan sendirinya hormon tiroid akan ikut keluar bersama Penyakit ginjal
protein pengikatnya.2,3,11 Peran proteinuria dikonfirmasi oleh korelasi negatif yang signifikan antara TSH dan serum albumin seperti yang diamati oleh penelitian sebelumnya.30 Menurunnya kadar hormon tiroid (T4) akan terjadi mekanisme umpan balik negatif terhadap TSH, sehingga kadar TSH akan meningkat yang akan merangsang kelenjar tiroid untuk mensintesa dan mensekresi hormon tiroid.29,31 Hal ini menunjukkan hipotiroid sebagai komplikasi umum pada pasien SN yang harus terus dievaluasi.31
Gangguan hormonal pada SN karena adanya proteinuria, sehingga
hormon yang terikat oleh protein akan berkurang kadarnya, seperti hormon tiroid.9 Hormon yang sering terganggu pada penderita SN adalah hormon tiroid.9 Hormon tiroid bebas dalam sirkulasi darah bisa masuk ke dalam sel dengan transport pasif melewati membran sel menuju sitoplasma sel. Di dalam sel T4 mengalami deiodinasi menjadi T3, sehingga diduga T4
merupakan prohormon dan T3 merupakan bentuk aktif hormon tiroid yang sesungguhnya.3,16
Pengaruh hormon tiroid sangat besar dimulai sejak janin dalam
kandungan sampai usia lanjut, efek hormon tiroid sangat luas mulai dari pertumbuhan jaringan, pematangan otak, meningkatkan produksi panas dan
konsumsi oksigen, sehingga meningkatkan pembentukan energi. Hal ini terjadi karena hormon tiroid mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, lemak, enzim dan hormon yang lain. Jadi tidak ada satupun organ yang tidak
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan akibat produksi hormon tiroid
yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Periode paling rawan akan kebutuhan hormon ini terhadap pertumbuhan dan perkembangan adalah
pada beberapa tahun awal kehidupan. Telah dibuktikan bahwa akibat defisiensi hormon tiroid yang berat pada masa-masa kritikal perkembangan otak akan mengakibatkan defisiensi mental dan psikomotor yang
irreversibel.2,3
Diagnosis dini hipotiroidisme perlu segera ditegakkan, sehingga
mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Diagnosis secara klinis sulit ditegakkan. Gejala hipotiroidisme yang didapat bila terdapat gangguan percepatan tumbuh, pendek, gemuk (obesitas), penurunan
intelegensia, kesukaran belajar dan miksedema.19,29,32 Pemeriksaan laboratorium sangat membantu untuk menentukan status hormon tiroid.
Hipotiroid primer ditandai rendahnya kadar T4 darah serta tingginya kadar TSH, bila T4 rendah dan TSH rendah mungkin suatu hipotiroidisme sekunder atau tersier, untuk itu perlu pemeriksaan tambahan kadar TRH. Bila
2.7. Kerangka Konseptual
: Yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.7 Kerangka konseptual
Sindrom Nefrotik
Albuminuria
Faktor risiko: 1. BMI 2. Usia
3. Jenis kelamin 4. Lama menderita 5. Tingkat GFR Kadar albumin
dalam darah
Kadar T3, T4, TSH