• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor Tahun 2013"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisir dan dilihat

dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah

yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, akan

tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup

orang lain. Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang

menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam suatu lembaga yang diakui

dan diterima keberadaannya.1

Beberapa pakar hukum pun telah memberikan pendapatnya tentang Yayasan,

menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Yayasan atauStichting (Belanda),

suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.2. Subekti,

menyatakan bahwa, Yayasan adalah badan hukum di bawah pimpinan suatu badan

pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang legal.3

1Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi,Hukum Yayasan Di Indonesia, PT. Abadi, Jakarta, 2003, hal. 1. 2

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil,Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hal. 198.

3

(2)

Dari pengertian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa Yayasan

merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang tidak

bertujuan untuk mencari keuntungan.

Kemudian menurut Mr. Paul Scholten sebagai berikut: Yayasan adalah

suatu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan

itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk tujuan tertentu dengan

menunjukkan bagaimanakah kekayaan itu diurus atau digunakan.4

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yayasan adalah badan

hukum yg tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan

untuk tujuan sosial (mengusahakan layanan dan bantuan seperti sekolah, rumah

sakit).5

Istilah Yayasan pada mulanya digunakan dari sebagai terjemahan dari istilah

stichting” dalam Bahasa Belanda dan “foundation” dalam Bahasa Inggris.6

Sebagaimana istilah Yayasan yang berasal dari penterjemahan bahasa Belanda,

lembaga Yayasan pun sebenarnya sejak zaman Hindia Belanda sudah dikenal dan

banyak digunakan dalam masyarakat. Hal ini berlaku terus sampai Indonesia menjadi

negara yang merdeka dan berdaulat.7

4 R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan

Koperasi, Yayasan, Wakaf,Alumni, Bandung, 2001, hal. 107. 5

http://kamusbahasaindonesia.org/yayasan (diakses tanggal 4 April 2016, Jam 20:00 Wib) 6 Chatamarassjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal. 5.

(3)

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota, hal ini sesuai dengan ini Pasal 1 Ayat

1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

Sebelum tahun 2001 pendirian yayasan di Indonesia dilakukan berdasarkan

kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang yayasan, bahwa yayasan di Indonesia telah berkembang pesat

dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan, serta menjamin kepastian dan

ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya

berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu

membentuk undang-undang tentang yayasan.

Pada tanggal 6 agustus 2001 disahkan undang–undang nomor 16 tahun 2001

tentang Yayasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112

yang mulai berlaku 1 (satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan

yaitu tanggal 6 agustus 2002, dan penjelasan atas Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan pada Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4132.8

Kemudian dalam kurun waktu 3 tahun setelah Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan diundangkan, pada tanggal 6 Oktober 2004 melalui

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, disahkan Undang–Undang

Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Yayasan. Hal ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mulai

8

(4)

berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, namun Undang-undang tersebut dalam

perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum

dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan

berbagai penafsiran, maka perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-undang

tersebut, bahwa perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan

ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat

mengenai Yayasan.9

Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini tidak mengganti Undang–Undang

Nomor 16 Tahun 2001. Perubahan ini hanya sekedar mengubah sebagian Pasal–Pasal

dari Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2001. Jadi Undang–Undang Nomor 28 Tahun

2004 tidak mengubah seluruh Pasal yang ada didalam Undang–Undang Nomor 16

Tahun 2001

Dengan disahkannya Undang-undang Yayasan, maka status yayasan

merupakan Badan Hukum, hal ini sesuai dengan isi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang

Yayasan : "Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota."10 Hal ini berlaku apabila yayasan

tersebut melakukan pengesahan akta pendiriannya dengan akta notaris dan dibuat

dalam bahasa Indonesia serta memperoleh pengesahan dari menteri.

9Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

10Pasal 1 ayat 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas

(5)

Di Indonesia kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan yayasan

diperkirakan muncul dari kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan

kekayaannya untuk membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Adapun

alasan mereka memilih mendirikan yayasan karena jika dibandingkan dengan bentuk

badan hukum lain yang hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha,

yayasan dinilai lebih memilih ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial

seperti pendidikan, kesehatan serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani

oleh badan-badan hukum lain.11

Dalam memperoleh status badan hukum diatur dalam Pasal 11

Undang-undang No 16 Tahun 2001 disebutkan :

(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan

memperoleh pengesahan dari Menteri.

(2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan

sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya

meliputi tempat kedudukan Yayasan

Pengesahan akta pendirian diatur kemudian di Pasal 12 yaitu :

(1) Pengesahan akta pendirian diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan

mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.

(2) Pengesahan diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung

(6)

(3) Dalam hal diperlukan pertimbangan pengesahan diberikan atau tidak diberikan

dalam jangka waktu :

a. paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan

Pertimbangan DITERIMA dari instansi terkait; atau setelah lewat 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaanpertimbangan kepada instansi

terkait TIDAK DITERIMA.

Tahun 2004 dilakukan perubahan Undang-undang Yayasan yaitu dengan

keluarnya Undang-undang No 28 Tahun 2004, dalam proses mendapatkan badan

hukum di Undang-undang ini terdapat perubahan dari Undang-undang lamanya. Pasal

11 mengalami perubahan menjadi,

(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan

memperoleh pengesahan dari Menteri.

(2) Untuk memperoleh pengesahan, pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan

kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut.

(3) Notaris, wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menteri dalam

jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta

pendirian Yayasan ditandatangani

Proses pengesahannya juga mengalami perubahan, sebagaimana ini pasal 12 yaitu

(1) Permohonan pengesahan diajukan secara tertulis kepada menteri. ketentuannya

diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

(7)

dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal

jawaban atas permintaan pertimbangan dari instansi terkait diterima.

(3) Dalam hal jawaban atas permintaan pertimbangan tidak diterima, pengesahan

diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan disampaikan kepada instansi

terkait."

Dalam pelaksanaan Undang-Undang yayasan tersebut, pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan dari

Undang-undang tentang Yayasan. Dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 63

Tahun 2008 menyebutkan bahwa: Yayasan yang belum memberitahukan kepada

Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 ayat

(3) Undang- undang tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-undang dan harus

melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 UU Yayasan dan Pasal 39 Peraturan

Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tersebut, sudah jelas diatur bahwa penyesuaian

dan pengajuan permohonan kepada Menteri dapat dilakukan sebelum jangka waktu

yang telah ditetapkan :

1. Untuk ‘Yayasan lama yang telah berstatus badan hukum paling lambat melakukan

penyesuaian anggaran dasar tanggal 6 Oktober 2008 dan memberitahukan kepada

(8)

2. Untuk ‘Yayasan lama yang belum berstatus badan hukum’ paling lambat

melakukan penyesuaian dan memohon pengesahan tanggal 6 Oktober 2006.

Dalam jarak lima tahun setelahnya, tepatnya Pada tahun 2013 diterbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2013 yang mulai berlaku sejak tanggal 2

Januari 2013, yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63

Tahun 2008.

Dalam mendirikan Badan usaha, yayasan harus memperhatikan bunyi Pasal 3

ayat (1) Undang-undang Yayasan menentukan sebagai berikut : Yayasan dapat

melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya

dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.

Kemudian bunyi Pasal 7

(1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud

dan tujuan yayasan.

(2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat

prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua

puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.

(3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai

Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas

dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Pada Pasal 8, Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak

(9)

perundang-undangan yang berlaku. Dan konkritnya pada penjelasan Pasal 8, Kegiatan usaha dari

badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi

manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup,

kesehatan, dan ilmu pengetahuan

Dalam menjalankan usahanya di bidang pendidikan, yayasan harus mengacu

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional selanjutnya disebut UU

Sisdiknas. Baik itu jalur pendidikan formal maupun informal (Pasal 13 ayat 1 UU

sisdiknas). Pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,

dan pendidikan tinggi (Pasal 14 UU sisdiknas). Pendidikan dasar berbentuk Sekolah

Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk

lain yang sederajat (Pasal 17 ayat 2 UU sisdiknas). Pendidikan menengah berbentuk

Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang

sederajat (Pasal 18 ayat 3 UU sisdiknas). Pendidikan tinggi merupakan jenjang

pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan

diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan

tinggi. (Pasal 19 ayat 1 UU sisdiknas)12

Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga

negara. Artinya, semua satuan pendidikan yang ada harus memberikan kesempatan

menjadi peserta didiknya kepada semua warga negara yang memenuhi persyaratan

tertentu sesuai dengan kekhususannya, tanpa membedakan status sosial, ekonomi,

12

(10)

agama, suku bangsa, dan sebagainya oleh semua satuan pendidikannya. Hal ini sesuai

dengan bunyi Pasal 31 Undang-undang Dasar Republik Indonesia :

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya.

Dapat disimpulkan bahwa, Hak atas pendidikan merupakan salah satu Hak

Asasi Manusia, dan hal tersebut telah tercantum di Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945 sebagai jaminan yang diberikan oleh Negara kepada warga Negara

Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1

dan 2, maka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional, maka tujuan pendidikan nasional ditetapkan untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam, rangka meencerdaskan kehidupan bangsa, untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta

bertanggung jawab.

Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan

dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang

(11)

adalah warga negara yang berpendidikan minimal setingkat SLTP. Ada kata "wajib"

dalam ayat ini yang berimplikasi terhadap pelaksanaan lebih lanjut program wajib

belajar. Di antaranya adalah setiap anak usia pendidikan dasar (6-15 tahun) wajib

bersekolah di SD dan SLTP.

Sebelumnya pernah berlaku Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang

Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), sehingga dalam menyelenggarakan kegiatan

pendidikan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 UU BHP satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk badan hukum

pendidikan. Namun terakhir Undang-undang ini dicabut berlakunya dengan

Keputusan Mahkamah konsitusi, dengan PUTUSAN NOMOR

11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, pada hari Rabu tanggal 31 Maret tahun 2010 yang dihadiri

lengkap oleh 9 Hakim Mahkamah Konstitusi, yang salah satu amar putusannya menyatakan

bahwa, Menyatakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum

Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965) bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.13

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 menyebutkan dalam Pasal 36 Ayat (1)

bahwa : “Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang dan tidak diakui

sebagai badan hukum dan tidak melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang,

harus mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status

badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.” Pasal 15 Peraturan Pemerintah

13

(12)

Nomor 63 Tahun 2008 menyatakan bahwa jangka waktu untuk mengajukan

permohonan pengesahan akta pendirian yayasan untuk memperoleh status badan

hukum kepada Menteri adalah paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal

akta pendirian Yayasan ditandatangani.

Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2013 yang mulai

berlaku sejak tanggal 2 Januari 2013, yang merupakan perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 terdapat suatu perubahan mendasar dalam

kaitannya dengan kedudukan Yayasan yang sebenarnya sudah tidak lagi dapat

menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya. Yayasan tersebut yang sebelumnya

berdasarkan UU Yayasan dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 sudah

tidak dapat lagi disesuaikan anggaran dasarnya dengan UU Yayasan, dengan

terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 kembali dimungkinkan untuk

menyesuaikan anggaran dasarnya.

Yayasan Lama yang semula tidak dapat lagi menyesuaikan anggaran dasarnya

untuk disesuaikan dengan UU Yayasan dan tidak dapat lagi menggunakan kata

“Yayasan” di depan namanya, saat ini kembali dapat melakukan penyesuaian

anggaran dasarnya dengan UU Yayasan dan karenanya selanjutnya setelah disahkan

sebagai badan hukum atau disetujuinya perubahan anggaran dasar yayasan yang

bersangkutan eksistensinya sebagai badan hukum dapat kembali diakui.

Perubahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 menambah 1

(satu) pasal diantara Pasal 15 dan 16 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008,

(13)

Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan kekayaan awal Yayasan

berasal dari Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan

namanya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Perubahan UU Yayasan, yayasan

yang telah didirikan sebelum UU Yayasan dan tidak memenuhi syarat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Perubahan UU Yayasan, wajib menyesuaikan

anggaran dasarnya dengan UU Yayasan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun untuk

memperoleh status sebagai badan hukum. Dan pada Pasal 71 ayat (4) Perubahan UU

Yayasan menetukan bahwa yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya

dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” didepan namanya

dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan

atau pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa, sesuai dengan

ketentuan Pasal 71 UU Yayasan maka dengan lewatnya jangka waktu yang

ditetapkan dalam UU Yayasan berarti yayasan-yayasan yang tidak menyesuaikan

anggaran dasarnya dengan UU Yayasan tidak dapat lagi melakukan penyesuaian

anggaran dasar dan dengan demikian yayasan tersebut menjadi tidak berbadan hukum

dan dapat dibubarkan, kecuali dilakukan perubahan kembali atas Pasal 71 UU

Yayasan tersebut. Perubahan kembali Pasal 71 Perubahan UU Yayasan tersebut

(14)

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013,

pemerintah bersama pembuat UU bermaksud membuka kembali kemungkinan

yayasan lama yang belum menyesuaikan anggaran dasar nya dengan Perubahan UU

Yayasan (Yayasan yang sudah tidak lagi dapat menggunakan kata “Yayasan” didepan

namanya) untuk dapat melakukan penyesuaian anggaran dasar dengan persyaratan

tertentu. Dengan demikian, yayasan yang tadinya sudah tidak dapat lagi dilakukan

penyesuaian anggaran dasar karena telah lewatnya jangka waktu penyesuaian,

sekarang kembali dapat melakukan penyesuaian.

Sebuah yayasan yang telah berdiri sebelum diterbitkannya UU Yayasan

namun tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar sampai batas jangka waktu yang

ditentukan oleh UU Yayasan, maka yayasan tersebut tidak lagi berbadan hukum.

Kemudian apabila berdiri suatu badan usaha yang didirikan oleh suatu yayasan,

dimana yayasan tersebut kehilangan status badan hukumnya karena tidak melakukan

penyesuaian anggaran dasar, maka secara otomatis kegiatan usaha yang dilakukan

oleh badan usaha tersebut tidak memiliki legalitas. Seperti misalnya badan usaha

yang didirikan oleh yayasan yaitu dibidang pendidikan. Apabila suatu yayasan

pendidikan yang telah dianggap tidak berbadan hukum lagi karena tidak melakukan

penyesuaian anggaran dasar dalam waktu yang telah ditentukan oleh UU Yayasan

tersebut tetap melakukan kegiatannya, misalnya kegiatan belajar mengajar dan

penerbitan ijasah siswa yang telah lulus tetap dilakukan, maka perlu dipertanyakan

legalitas status ijasah yang dikeluarkan oleh yayasan yang dianggap sudah tidak

berbadan hukum tersebut. Lalu bagaimanakah pengaruhnya terhadap pihak ketiga,

(15)

Berdasarkan uraian diatas, timbul pertanyaan tentang bagaimana penyesuaian

anggaran dasar yayasan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013,

bagaimana tanggung jawab organ-organ yayasan yang belum menyesuaikan anggaran

dasar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013, serta apa kendala

yang ditemui Yayasan dalam proses penyesuaian anggaran dasar berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013. Berdasarkan latar belakang yang telah

dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan penelitian guna mengungkapkan hal-hal

yang berkaitan dengan notaris khususnya mengenai, Kewajiban Yuridis

Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan

Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah :

1. Bagaimana penyesuaian anggaran dasar Yayasan yang menjalankan kegiatan

pendidikan berdasarkan PP No 2 Tahun 2013, serta akibat yang ditimbulkan bagi

yayasan yang belum menyesuaikan?

2. Bagaimana Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan bagi yayasan yang

menjalankan kegiatan pendidikan yang belum menyesuaikan anggaran dasar

berdasarkan PP No 2 Tahun 2013?

3. Apa saja kendala yang dihadapi Yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan

(16)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Bagaimana penyesuaian anggaran dasar Yayasan yang

menjalankan kegiatan pendidikan berdasarkan PP No 2 Tahun 2013, serta akibat

yang ditimbulkan bagi yayasan yang belum menyesuaikan.

2. Untuk mengetahui Bagaimana Tanggung Jawab Organ-Organ Yayasan bagi

yayasan yang menjalankan kegiatan pendidikan yang belum menyesuaikan

anggaran dasar berdasarkan PP No 2 Tahun 2013.

3. Untuk mengetahui Apa saja kendala yang dihadapi Yayasan yang menjalankan

kegiatan pendidikan dalam proses penyesuaian anggaran dasar berdasarkan PP

No 2 Tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya tentang Kewajiban Yuridis

Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan

Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013, serta menambah khasanah

perpustakaan

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan

dalam mempelajari Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan

Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013,

khususnya para Notaris dan pengelola Yayasan Pendidikan, para akademisi,

(17)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi

dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khusus pada

Perpustakaan Magister Kenotariatan USU, penelitian dengan judul “Kewajiban

Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan

Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013” belum pernah dilakukan. Pernah

ada penelitian sebelumnya terkait dengan Yayasan yang dilakukan oleh:

1. Tesis Rosniaty Siregar, Mahasiswa Magister Kenotariatan USU, Tahun 2010,

Nim : 087011173, dengan judul “Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Akta

Yayasan Pendidikan Dengan Berlakunya Undang-Undang BHP”. Permasalahan

dalam tesis ini adalah, pertama, bagaimana ketentuan tentang penyesuaian akta

Yayasan penyelenggara pendidikan setelah berlakunya UU BHP, kedua

bagaimana proses penyesuaian akta Yayasan penyelenggara pendidikan menurut

UU BHP, dan terakhir bagaimana hambatan dalam penyesuaian akta Yayasan

penyelenggara pendidikan menurut UU BHP.

2. Tesis Rini Afrianty Mahasiswa Magister Kenotariatan USU, Tahun 2011, Nim :

097011130, dengan judul “Pelaksanaan penurunan hak milik menjadi hak guna

bangunan pada yayasan pendidikan harapan medan”. Permasalahan dalam tesis

ini adalah, pertama bagaimanakah pelaksanaan perubahan Hak Milik atas tanah

menjadi Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar Medan, kedua bagaimanakah

kepastian hukum terkait pelaksanaan perubahan Hak Milik atas tanah menjadi

(18)

kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perubahan Hak Milik atas tanah

menjadi Hak Guna Bangunan pada Yaspendhar Medan.

Namun jika diperhadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan

penelitian ini, maka berbeda materi dan pembahasan yang dilakukan. Oleh sebab itu,

penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan atau mendefenisikan

mengapa gejala spesifik atau satu proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji

dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak

benarannya.14Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis

mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan,

pegangan teoritis.15

Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam

penelitian hukum, dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, bahkan

menurut mereka kedua kerangka tersebut merupakan unsur yang sangat penting.16

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori 17. Teori

merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan

14M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203 15M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 16

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.7

(19)

suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar

konsep.18

Status hukum yayasan sebagai badan hukum dapat pula diketahui dari

berbagai teori mengenai badan hukum. Dalam kaitannya dengan badan hukum dapat

dikemukakan teori-teori sebagai berikut :

1. Teori fiksi dari von savigny yang berpendapat, badan hukum itu semata-mata

buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai

subjek hukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi saja, yaitu sesuatu yang

sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu

pelaku hukum (badan hukum) sebagai subjek hukum diperhitungkan sama

dengan manusia.

2. Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz. Meurut teori ini hanya manusia saja

yang dapat menjadi subjek hukum. Namum, juga tidak dapat dibantah adanya

hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusiapun yang menjadi

pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum,

sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai penggantinya

adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan

suatu tujuan.

3. Teori organ dariOtto van Gierke. Badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya

sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum.

Disini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga

(20)

mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat

perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Apa yang mereka putuskan,

adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan

badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia.

4. Teori kekayaan kolektif yang dikemukakan oleh rudolf von Jhering. Menurut

teori ini, hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Mereka bertanggung jawab

bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu

merupakan harta kekayaan bersama. Dengan kata lain, bahwa orang yang

berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu

pribadi yang disebut badan hukum. Oleh sebab itu, badan hukum adalah suatu

konstruksi yuridis belaka. Pada hakekatnya badan hukum adalah suatu yang

abstrak.19

Dalam menjawab rumusan permasalahan tentang Kewajiban Yuridis

Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan

Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau

analisis dalam penulisan ini adalah kekayaan bertujuan dan teori kepastian hukum.

Teori kekayaan bertujuan sebagaimana dikemukakan Brinz, bahwa hanya

manusia dapat menjadi subjek hukum. Karena itu, badan hukum bukan subjek hukum

dan hak-hak yang diberi kepada suatu badan hukum pada hakikatnya hak-hak dengan

tiada subjek hukum.20Teori ini menyatakan bahwa kekayaan badan hukum itu tidak

19Ali Ridho,Op Cit.,hal. 8-9

(21)

terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada yang menjadi pendukung hak-hak

tersebut, manusia). Kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang memegangnya

(onpersoonlijk/subjectloos). Dalam hal ini yang penting bukan siapakah badan hukum itu,

tetapi kekayaan tersebut dikelola dengan tujuan tertentu.

Karena itu, menurut teori ini tidak peduli manusia atau bukan, tidak peduli kekayaan

itu merupakan hak-hak yang normatif atau bukan, pokoknya adalah tujuan dari kekayaan

tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, apa yang disebut hak-hak badan hukum,

sebenarnya hak-hak tanpa subjek hukum, karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan

yang terikat oleh suatu tujuan.21

Chatamarrasjid Ais mengemukakan Teori kekayaan bertujuan yang dikaitkan dengan

kedudukan yayasan yaitu : Teori kekayaan bertujuan yang mulanya diajukan oleh Brinz.

Menurut teori ini hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum. Akan tetapi, merupakan

suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan,

sedangkan tidak ada satu manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa

yang dinamakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang

tidak ada yang memilikinya dan sebagai gantinya adalah suatu harta kekayaan yang

terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan tertentu. Pada Yayasan

tujuan itu adalah bersifat idealistis, sosial dan kemanusiaan. Teori ini secara selintas

mendukung pula pandangan bahwa yayasan adalah milik masyarakat.22

21Ibid.,hal. 34-35.

(22)

Pengakuan Yayasan sebagai badan hukum yang berarti sebagai subyek hukum

mandiri seperti halnya orang, secara teoritis dalam kenyataannya hanya didasarkan

antara lain karena adanya kekayaan terpisah, tidak membagi kekayaan atau

penghasilannya kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai tujuan tertentu,

mempunyai organisasi yang teratur, didirikan dengan akta notaris.23 Ciri demikian

memang cocok dengan ciri-ciri badan hukum pada umumnya, yaitu: adanya kekayaan

terpisah, adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan sendiri dan adanya organisasi

yang teratur.24

Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU

Yayasan), maka yayasan telah diakui sebagai badan hukum privat dengan syarat akta

pendiriannya yang dibuat dihadapan notaris disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia. Yayasan kemudian diakui sebagai subyek hukum mandiri yang

terlepas dari kedudukan subyek hukum para pendiri atau pengurusnya. Sebagai

subyek hukum mandiri berarti yayasan dapat menyandang hak dan kewajiban, dapat

menjadi debitur maupun kreditur, dengan kata lain yayasan dapat melakukan

hubungan hukum apapun dengan pihak ketiga.

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Yayasan, Yayasan adalah badan

hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk

23Chidir Ali,Badan Hukum,Alumni, Bandung, 1987, hal. 70.

(23)

mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak

mempunyai anggota.

Soerjono Soekanto mengemukakan tentang teori kepastian hukum bahwa

Wujud kepastian hukum adalah peraturan-peraturan dari pemerintah pusat yang

berlaku umum diseluruh wilayah Negara. Kemungkinan lain adalah peraturan

tersebut berlaku umum, tetapi bagi golongan tertentu, selain itu dapat pula peraturan

setempat, yaitu peraturan yang dibuat oleh penguasa setempat yang hanya berlaku di

daerahnya saja, misalnya peraturan kotapraja.25

Arti penting kepastian hukum menurut Soedikno Mertokusumo bahwa

masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian

hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum

karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. tanpa kepastian hukum, orang tidak

tau apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika

terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum dan ketat menaati peraturan hukum,

maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi

peraturannya tetap demikian, sehingga harus ditaati atau dilaksanakan.

Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat,lex dure, sed tamen

scripta(Undang-undang itu kejam, tapi memang demikianlah bunyinya).26

25Soerjono Soekanto, 1974,Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan

Indonesia, UI Pres, Jakarta, hal. 56 26

(24)

Tujuan hukum memang tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum

dan kemanfaatan. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya.

Putusan hakim, misalnya, sedapat mungkin merupakan resultante dari ketiganya.27

Menurut teori ini, hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan dengan

memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima serta memerlukan

peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka

menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemen Regels

(peraturan/ketentuan umum). Dimana peraturan/ketentuan umum ini diperlukan

masyarakat demi kepastian hukum.

Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai

sikap bathin yang buruk,akan tetapi yang diberi sanksi adalah perwujudan dari sikap

bathin yang buruk tersebut atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit.

Namun demikian dalam prakteknya apabila kepastian hukum dikaitkan dengan

keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini

dikarenakan di suatu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip

keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prisip-prinsip

kepastian hukum.

Dari apa yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa kepastian hukum bertujuan

untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum

menjadi jaminan tersendiri bagi manusia dalam melakukan suatu hubungan hukum,

27Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2008,Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana

(25)

sehingga manusia merasa aman dalam bertindak. Jika dikaitkan dengan penelitian ini,

teori kepastian hukum menandai landasan bagi Yayasan untuk mendapatkan

kepastian hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasar agar memperoleh status

badan hukum.

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh

atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh

Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara

putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa

yang telah di putuskan.28

Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak,

meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud kongkrit. Oleh karenanya pertanyaan

tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaaan yang jawabannya tidak

mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi orang mengenai hukum itu beraneka ragam,

tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Kalangan hakim akan

memandang hukum itu dari sudut pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuwan

(26)

hukum akan memandang hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil

akan memandang hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya.

2. Konsep

Konsep merupakan salah satu bagian terpenting dari teori dan tidak bisa

dipisahkan. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak

menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.29 Ini

merupakan hal yang penting untuk mendefinisikan operasional guna untuk

menghindarkan perbedaan pengertian atau multi tafsir dari suatu istilah yang dipakai.

Berpijak dari hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan didefinisikan beberapa

konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan

tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.30

2. Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.31

3. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

29 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi

Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.

30Pasal 1 angka 1 Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas

(27)

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.32

4. Anggaran dasar adalah peraturan penting yg menjadi dasar peraturan yg lain-lain

(bagi perusahaan, perkumpulan, dsb).33

5. Penyesuaian adalah proses, cara, perbuatan menyesuaikan.34

6. Kewajiban Yuridis adalah kewajiban yang terletak dalam kaidah hukum, yang

berarti bahwa, pertama kewajiban yuridis merupakan suatu keharusan yang

ekstern saja, dimana hukum harus ditaati sebab seorang yang tidak mentaatinya,

akan dihukum, kedua bahwa kewajiban yuridis ditanggapi sebagai kewajiban

intern, dimana orang mentaati undang-undang sebab mereka merasa suatu

keharusan dalam batin.35

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu penelitian

yang menggambarkan, mendeskripsikan, menelaah, menjelaskan, menganalisis, dan

menyimpulkan hukum baik itu dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil

penelitian di lapangan,36 tentang Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar

32Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sisdiknas

33 http://kamusbahasaindonesia.org/anggaran%20dasar/mirip (diakses tanggal 4 April 2016,

Jam 20:30 Wib)

34 http://kamusbahasaindonesia.org/penyesuaian (diakses tanggal 4 April 2016, Jam 21:00

Wib) 35

Theo Huijbers,filsafat hukum, kanisius, Yogyakarta, 1995, hal 46

(28)

Yayasan Yang Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun

2013.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan,

khususnya yang menyangkut Undang-Undang Yayasan dan Undang-Undang

Sisdiknas, PP Nomor 63 Tahun 2008, PP Nomor 2 Tahun 2003, dan peraturan

lainnya. Jadi, penelitian ini adalahjuridis normatif,yaitu penelitian kepustakaan atau

studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang

tertulis atau bahan hukum yang lain.37 Dan sekaligus juridis sosiologis yaitu

penelitian hukum yang menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang

kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan, Meneliti efektivitas

suatu Undang-Undang dan Penelitian yang ingin mencari hubungan (korelasi) antara

berbagai gejala atau variabel sebagai alat pengumpul datanya terdiri dari studi

dokumen, pengamatan (observasi), dan wawancara (interview)

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang didukung

juga oleh penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan

dengan cara, menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan

atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tertier.38

37Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.13. 38

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(29)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:

1) Undang-Undang Dasar 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

4) Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang Undang Yayasan

6) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan.

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan

8) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pengesahan Badan Hukum Yayasan

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah

baik itu jurnal hukum, ataupun yang lainnya dari kalangan hukum, yang terkait

dengan masalah penelitian.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus

ensiklopedia, kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, atau majalah yang

terkait dengan masalah penelitian.

3. Alat Pengumpul Data

(30)

1. Studi Dokumen yaitu dengan menghimpun data kemudian melakukan

penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa

dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan

dengan Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Anggaran Dasar Yayasan Yang

Menjalankan Kegiatan Pendidikan Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013.

2. Wawancara yaitu dengan menghimpun data melalui kegiatan wawancara yang

menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data

primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu :

a. Dinas Pendidikan Kota Medan

b. Notaris di Kota Medan, sebanyak 2 (dua) orang

c. Pengelola Yayasan Pendidikan di Kota Medan, sebanyak 5 (lima) orang

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi

berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan, pendapat

para ahli, nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta

dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan

analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat

satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data

(31)

diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan

menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban

khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas di mana perkembangan mikroorganisma dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau

Dengan demikian peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsidari produk yang cacat

Sebuah katrol dari benda pejal dengan tali yang dililitkan pada sisi luarnya ditampilkan seperti gambar.. Gesekan

Program ADR Indosat awalnya dilaksanakan pada tahun 1994 untuk memberikan akses likuiditas dari para investor yang tidak dapat menanamkan modalnya secara langsung di pasar

Latihan bebanan adalah merupakan salah satu latihan paling sesuai untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskulara. Aktiviti tekan tubi dalam latihan untuk meningkatkan daya tahan

Hadirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejateraan pekerja sektor informal khususnya

Tujuan: Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan edema serebri yang meliputi pengkajian, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan..

Teknik kluster merupakan teknik pengelompokan yang sudah di kenal, dimana dalam teknik ini bertujuan untuk mengelompokkan data ke dalam kluster sehingga setiap kluster