• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Komunitas Makrozoobentos yang Berasosiasi dengan Padang Lamun di Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Komunitas Makrozoobentos yang Berasosiasi dengan Padang Lamun di Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Chapter III V"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian di lakukan pada Mei 2017, bertempat di Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Rencana Jadwal Penelitian terlampir pada Lampiran 1. Identifikasi jenis bentos dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis sampel air di lakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan Sumatera Utara.Analisis Sampel substrat di lakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan, Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang di gunakan pada penelitian ini adalah Termometer, DO meter, refraktometer, bola duga, underwater camera, GPS, stopwatch, spidol, rol meter, pH meter, secchi disk, buku identifikasi lamun, buku identifikasi bentos, tongkat berskala, transek 50 cm × 50 cm, kertas millimeter, sieve net, botol sampel, alat tulis, dan meteran 100 m.Rincian Dana Penelitian terlampir pada Lampiran 2.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah software Microsoft excel, botol sampel air, sampel lamun, sampel substrat, sampel bentos, alkohol, aquades, kertas label dan sampel air. Rincian Alat dan Bahan terlampir pada Lampiran 3.

Deskripsi Area

(2)

yang berada pada beberapa lokasi bedasarkan kenampakan visual kerapatan lamun. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian (Skala dicetak pada kertas A4)

Stasiun I

Pada lokasi ini terdapat lamun yang memiliki karakteristik yang unik yaitu berpencar dan tidak terlalu rapat. Stasiun I terletak pada koordinat N 1°34ꞌ 26,88ꞌꞌdan E 98°45ꞌ40,25ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun I dapat dilihat pada Lampiran 4. Stasiun II

(3)

7

Stasiun III

Stasiun III memiliki kerapatan yang tinggi apabila dilihat secara visual, posisinya dekat dengan bagan tancap. Stasiun III terletak pada koordinat N 1°34ꞌ 24,37ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ 39,27ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun III dapat dilihat pada Lampiran 4.

Stasiun IV

Stasiun IV memiliki kerapatan yang tinggi apabila dilihat secara visual. Stasiun IV terletak pada koordinat N 1°34ꞌ 24,22ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ 38,06ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun IV dapat dilihat pada Lampiran 4.

Prosedur Penelitian Pengamatan Lamun

(4)

Gambar 3. Skema Transek Kuadrat di Padang Lamun (Rahmawati dkk., 2014).

Analisis Data

Perhitungan kerapatan dan tutupan lamun menggunakan metode ditetapkan Rahmawati dkk., (2014) lalu diolah menggunakan perangkat Microsoft Excel. Dengan tahap mencari tutupan per kuadrat, per stasiun, hingga per lokasi,

begitu juga dalam menentukan kerapatan lamun.

Menghitung Penutupan Lamun dalam Satu Kuadrat

Persentase penutupan lamun dalam satu kuadrat adalah menjumlah nilai penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam kuadrat dan membaginya dengan jumlah kotak kecil yaitu 4. Rumus menghitung persentase tutupan lamun dalam kotak kecil penyusun kuadrat adalah sebagai berikut (Rahmawati dkk., 2014):

Persentase penutupan lamun=Jumlah penutupan lamun per kotak kecil 4

Tabel 2. Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak Kecil Penyusun Kuadrat Kategori Nilai Penutupan Lamun(%)

Tutupan penuh 100

Tutupan 3/4 kotak kecil 75

Tutupan 1/2 kotak kecil 50

Tutupan 1/4 kotak kecil 25

Kosong 0

(5)

9

Menghitung Rata-rata Penutupan Lamun per Stasiun

Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun adalah menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat pada seluruh transek di dalam satu stasiun kemudian dibagi dalam jumlah kuadrat pada stasiun tersebut. Perhitungan

penutupan lamun per stasiun menggunakan sebagai berikut (Rahmawati dkk., 2014):

Rata-rata penutupan lamun(%)=

Jumlah penutupan lamun seluruh transek

Jumlah kuadrat seluruh transek

Kerapatan Lamun

Kerapatan lamun merupakan jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas. Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus (Rahmawati dkk., 2014):

Kerapatan Lamun= Jumlah jenis Tegakan lamun × 4

Kerapatan lamun = Jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas (individu/m2) Angka 4 = Konstanta untuk konversi 50 × 50 cm2 ke 1 m2

Analisis Substrat

Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu : 1. Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi

pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.

(6)

3. Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA) (Ritung dkk., 2007)

Pengambilan Sampel Makrozoobentos

(7)

11

Gambar 5. Skema Pengambilan Sampel Makrozoobentos di Padang Lamun

Sedimen diambil dengan menggunakan sekop yang memiliki bukaan 20 cm x 20 cm, setelah itu sampel makrozoobentos disaring dengan menggunakan sieve net ukuran 1 mm. Organisme yang tersaring kemudian dimasukkan ke dalam kantong sampel, sedangkan organisme yang mudah hancur seperti cacing dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol 70% dan dipisahkan antara makrozoobentos dengan sedimen.

Sampel yang telah disortir kemudian akan diidentikasi menggunakan makroskop atau lup dengan bantuan buku identifikasi makrozoobentos. Buku identifikasi makrozoobentos adalah Carpenter dan Niem (1998).

Analisis Data

Kepadatan Makrozoobentos

Kepadatan organisme makrozoobentos dihitung dengan menggunakan rumus Shanon-Wiener (Odum, 1993).

�=

10000

(8)

Keterangan :

K : Kepadatan Individu (Ind/m2 )

Ʃxi : total individu pada transek (ind) n : jumlah ulangan tiap stasiun (9 kali)

a : luas transek kuadran (50 cm × 50 cm) = 2500 cm2 10000 : nilai konversi dari cm2 ke m2

Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos

Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya, dan akan menyatakan struktur komunitasnya. Keanekaragaman makrozoobentos dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Odum, 1993).

Hꞌ= − �Pi ln Pi �

�=1

Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman jenis Pi : ni/N (Proporsi spesies ke-i) ni : jumlah individu jenis N : jumlah total individu

Menurut Wilhm dan Dorris (1986), kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam 3 kategori yaitu:

H’ < 1 : Kenekaragaman jenis rendah 1 < H’ < 3 : Keanekaragaman jenis sedang H’ > 3 : Keanekaragaman jenis tinggi

Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman organisme makrozoobentos dihitung dengan menggunakan rumus Evennes Indeks (Odum, 1993).

� = �

(9)

13

Keterangan:

E : Indeks keseragaman jenis H’ : Indeks keanekaragaman jenis S : jumlah jenis organisme

Menurut Krebs (1989) besarnya indeks keseragaman jenis berkisar antara 0 sampai dengan 1.

Keterangan: E < 0,4 : Keseragaman jenis rendah 0,4 < E < 0,6 : Keseragaman jenis sedang E > 0,6 : Keseragaman jenis tinggi

Indeks Dominansi

Indeks dominasi organisme makrozoobentos dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1993).

� = Σ �ni N�

2

Keterangan:

C : Indeks dominansi

ni : jumlah individu setiap spesies N : jumlah total individu

Kriteria indeks dominansi menurut Odum (1993) :

0 < C < 0,5 : Tidak ada jenis yang mendominansi 0,5 < C < 1 : Terdapat jenis yang mendominansi

Hubungan Kerapatan Lamun dengan Makrozoobentos Analisis Regresi

(10)

Y = a + bx Keterangan :

Y : Kepadatan Makrozoobenthos X : Kerapatan Mangrove

a : Konstanta b : Slope

Analisis Korelasi

Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji korelasi pearson (r). nilai r, berkisar antara 0,0 (ada korelasi) sampai dengan 1,0 (korelasi yang sempurna). Interpretasi indeks korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Interpretasi Koefisien Korelasi (r)

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat lemah

0,20 – 0,399 Lemah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Sumber : Steel and Torrie (1980)

Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengambilan data kualitas air dilakukan hanya sekali sebelum transek lamun di lakukan. Pengukuran kualitas air dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia perairan

Parameter Satuan Alat Tempat Analisis

Fisika

Suhu °C Termometer In Situ

Kedalaman cm Tongkat Berskala In Situ

Kecerahan % Secchi disc In Situ

Substrat - Uji Laboratoriun Ex Situ Salinitas ppm Refraktometer In Situ

Arus m/s Bola Duga In Situ

Kimia

pH - pH meter In Situ

DO mg/l DO Meter In Situ

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Spesies Lamun

Spesies lamun yang di dapatkan pada pulau Unggeh kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara adalah:

Enhalus acoroides (Ea)

Morfologi Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar 6.Enhalus acoroides memiliki daun panjang seperti pita dan serabut hitam pada Rhizoma

nya.

(12)

Menurut Waycott, dkk (2004), klasifikasi dari spesies ini sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Ordo : Hidrocharitales Famili : Hydrocharitaceae Genus : Enhalus

Species : Enhalus acoroides

Cymodocea serrulata (Cs)

Morfologi Cymodocea serrulata meliki daun ujung nya bergerigi seperti pada Gambar 7, setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun saja.

(13)

31

Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Ordo : Potamogetonales Famili : Potamogetonaceae Genus : Cymodocea

Species : Cymodocea serrulata

Halodule pinifolia (Hp)

Morfologi Halodule pinifolia pada Gambar 8.memiliki ujung daun membentuk bulat dan ada bekas luka di tengah nya. Setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun.

(14)

Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Division : Angiospermae Class : Liliopsida Order : Potamogetonales Family : Potamogetonaceae Genus : Halodule

Species : Halodule pinifolia

Parameter Fisika-Kimia Perairan

Setiap jenis biota lamun dan makrozoobentos memiliki kisaran parameter fisika-kimia air yang berbeda, dikarenakan faktor-faktor tersebut merupakan faktor pendukung maupun pembatas untuk hidup lamun dan makrozoobentos itu sendiri. Dari hasil pengukuran parameter Fisika-Kimia air yang di lakukan di Pulau Unggeh , maka hasil pengukuran parameter tersebut dapat di lihat di Tabel 5.

(15)

33

m/s, pada Stasiun II adalah sebesar 0,05 m/s, pada Stasiun III adalah sebesar 0,034 m/s, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 0,025 m/s, arus terkuat berada pada Stasiun II. Jenis substrat yang ditemukan pada empat stasiun keseluruhan merupakan substrat berpasir. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia air dapat dilihat pada Tabel 5.

Parameter Kimia yang diukur adalah pH, DO, Nitrat dan Posfat.pH yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 7,91, pada Stasiun II adalah sebesar 7,91, pada Stasiun III adalah sebesar 7,94, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 7,99. pH berkisar antara 7,91- 7,99. DO yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 4,7 mg/l, pada Stasiun II adalah sebesar 4,6 mg/l, pada Stasiun III adalah sebesar 4 mg/l, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 5,4 mg/l. DO berkisar antara 4-5,4 mg/l. Nitrat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran 4,5-4,6 mg/l. Posfat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran <0,03 mg/l. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia air Parameter Satuan Stasiun

(16)

Tutupan dan Kerapatan Lamun

Rata-rata Penutupan Lamun per Stasiun

Rata – rata penutupan lamun berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan pada bulan Mei 2017 di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah secara keseluruhan diperoleh persentase penutupan lamun pada Stasiun I sebesar 51,704 %, pada Stasiun II perentase tutupan sebesar 50,189 %, pada Stasiun III persentase tutupan sebesar 24,810%, dan pada Stasiun IV persentase tutupan sebesar 42,994%. Hasil Persentase tutupan total lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Gambar 9. Perhitungan data lamun terlampir pada Lampiran 5.

Pada Stasiun I, ada 2 jenis lamun yang tumbuh di lokasi ini seperti Enhalus acoroides dengan persentase tutupan 7,007% dan Cymodocea serrulata

(17)

35

Gambar 9. Rata – rata Penutupan Lamun per Stasiun Tabel 6. Persentase Tutupan Lamun per Stasiun dan per Jenis

Lokasi Dominasi Lamun (%)

Ea Cs Hp

Kerapatan lamun adalah jumlah individu lamun atau jumlah suatu spesies lamun per satuan luas.Secara umum, peneliti menggunakan satuan jumlah individu jenis lamun/m².

Enhalus acoroides merupakan spesies lamun yang ditemukan di semua

stasiun. Jenis lamun ini ditemukan pada stasiun I dengan nilai kerapatan 35 individu/m². kemudian pada stasiun II dengan nilai kerapatan 42 individu/m² sebagai kerapatan tertinggi dari setiap stasiun, pada stasiun III dengan nilai kerapatan 17 individu/m² dan pada stasiun IV dengan nilai kerapatan 5 individu/m² sebagai kerapatan terendah dari setiap stasiun.

(18)

Cymodocea serrulata merupakan spesies lamun yang ditemukan di semua

stasiun. Jenis lamun ini ditemukan pada stasiun I dengan nilai kerapatan 364 individu/m² sebagai kerapatan tertinggi dari setiap stasiun, kemudian pada stasiun II dengan nilai kerapatan 331 individu/m², pada stasiun III dengan nilai kerapatan 107 individu/m² sebagai kerapatan terendah dari setiap stasiun dan pada stasiun IV dengan nilai kerapatan 296 individu/m².

Halophila ovalis memiliki nilai kerapatan rendah yaitu 25 individu/m2 dan hanya dapat ditemukan pada stasiun IV.Nilai Kerapatan lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri, Kanupaten Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kerapatan lamun per Stasiun

Spesies Makrozooobentos

Spesies makrozoobentos yang di dapatkan pada Pulau Unggeh Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ditemukan

(19)

37

sebanyak 21 jenis seperti tertera pada tabel 7. dan klasifikasi dan foto sampel terlampir pada Lampiran 6.

Tabel 7. Klasifikasi Makrozoobentos

Makrozoobentos yang didapatkan di Pulau Unggeh Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara keseluruhannya berjumlah 22 jenis. Terdapat 5 jenis yang berasal dari Fillum Echinodermata, 13 jenis dari Fillum Mollusca, 3 jenis dari Fillum Arthropoda, dan 1 jenis dari Fillum Hemichordata.

Kepadatan Makrozoobentos

Kepadatan makrozoobentos tertinggi dari seluruh stasiun ada pada spesies Monodonta labio, dengan nilai kepadatan sebesar 56,166 ind/m2. Kepadatan terendah dimiliki oleh spesies Xenophora solaris, Nerita picea, Nerita chameleon, Polinices mammilla, Bufonaria rana dan Nassarius dorsatus, yang

(20)

Tabel 8. Kepadatan Makrozoobentos (ind/m2)

Spesies Jumlah Jenis Kepadatan Rata rata (Ind/m2)

Barbatia fusca 3 0,333

Scapharca pilula 3 0,333

Trisidos tortuosa 3 0,333

Xenophora solaris 1 0,111

Clypeomorus batillariaeformis 153 16,983

Monodonta labio 506 56,166

Tectus fenestratus 6 0,666

Nerita picea 1 0,111

Nerita chameleon 1 0,111

Polinices mammilla 1 0,111

Cymatium pileare 4 0,444

Bufonaria rana 1 0,111

Nassarius dorsatus 1 0,111

Calappa hepatica 10 1,11

Ashtoret lunaris 2 0,222

Charybdis anisodon 5 0,555

Diadema setosum 9 0,999

Astropecten polycanthus 70 7,77

Glossobalanus minutus 21 2,331

Actinopyga echinites 2 0,222

Actinopyga miliaris 4 0,444

Holothuria scabra 2 0,222

Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)

(21)

39

adalah sebesar 0,41367, pada Stasiun II adalah sebesar 0,55482, pada Stasiun III adalah sebesar 0,41694, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 0,47324. Dominansi tertinggi terdapat pada Stasiun II. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Makrozoobentos dapat dilihat pada Tabel 9. dan perhitungan indeks makrozoobentos terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 9. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Makrozoobentos

Stasiun H' E C

I 1,11105 0,194452 0,41367 II 1,25046 0,253785 0,55482 III 1,10613 0,241793 0,41694 IV 1,11127 0,198366 0,47324

Hubungan Struktur Komunitas Makrozoobentos denganKerapatan Lamun Hubungan kepadatan makrozoobentos dengan kerapatan lamun di pesisir Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah ditunjukkan dengan persamaan y = 14,083x + 44,448 dengan R2 sebesar 0,4655 dan r = 0,6822. Grafik seperti pada Gambar 11. Analisis data terlampir pada Lampiran 8.

Gambar 11. Hubungan Kepadatan Makrozoobentos dengan Kerapatan Lamun y = 14,08x + 44,44

Kepadatan Makrozoobentos (ind/m2) Hubungan Kepadatan Makrozoobentos dengan

(22)

Pembahasan

Parameter Fisika-Kimia Perairan

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dapat kita ketahui Suhu perairan di ke empat stasiun memiliki kesamaan yaitu berada pada ukuran 32oC, menurut Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut menyatakan bahwa suhu yang baik untuk keberlangsungan hidup biota laut untuk lamun adalah 28-30oC, disesuaikan dengan keadaan alam dan berfluktuasi setiap saat. Pengukuran suhu dilakukan pada pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB sehingga suhu yang terukur cukup tinggi karena waktu sudah menjelang siang dan kedalaman air pada kondisi surut yang menyebabkan penetrasi cahaya tinggi hingga ke dasar perairan. Suhu yang terukur masih memenuhi bagi pertumbuhan lamun secara optimal hal ini dikemukakan oleh Handayani (2016) yang menyatakan bahwa Enhalus acoroides mampu hidup pada suhu 26,5 - 32,5oC dan pada bagian perairan yang dangkal bahkan dapat mentolerir suhu sampai dengan 38oC saat air surut pada siang hari.

Kedalaman perairan berada pada kisaran 38 cm – 104 cm. Pengukuran parameter diambil saat surut. Kecerahan yang terukur adalah 100 %, sehingga artinya keping secchi terlihat hingga ke dasar perairan dan menunjukkan tingkat penetrasi cahaya matahari hingga ke dasar perairan, menurut Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut kecerahan perairan Pulau Unggeh telah memenuhi persyaratan kehidupan biota yang baik.

(23)

41

ini menyebabkan air laut menjadi satu-satunya penentu kadar salinitas, menurut Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut salinitas untuk air laut ekosistem lamun adalah sekitar 33-34 ppm, hal ini juga disesuaikan dengan waktu pengambilan atau pengukuran sampel. Untuk salinitas 27-30 ppm masih memungkinkan untuk keberlangsungan biota air, hal ini berdasarkan hasil penelitian Latuconsina dkk., (2012) yang menyatakan bahwa untuk nilai salinitas rata-rata yang diamati selama periode spring tide sebesar 31,93 dan selama periode neap tide sebesar 31,57 dengan

kisaran 29,40 – 33,10 ‰ dan masih merupakan kisaran optimal air laut yaitu 30‰ - 40‰.

(24)

bahwa terdapat kecendrungan daun lamun dapat menahan kekuatan arus sehingga kecepatannya semakin berkurang di bagian dalam.

Padatan tersuspensi atau yang dikenal dengan TSS terukur pada kisaran 1-2 mg/l. Berdasarkan Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut kadar TSS yang dapat diterima lamun dan biota laut adalah sebesar 20 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa peranan lamun dalam memerangkap dan mempercepat sedimentasi adalah nyata. Sedimen yang terendap akan dimanfaatkan bagi makrozoobentos yang berasosiasi dengan lamun. Hal ini didukung hasil penelitian Amri dkk., (2011) yang menyatakan bahwa nilai TSS ditemukan rendah pada bagian tengah ekosistem lamun yang menguatkan bahwa lamun berfungsi dalam mengendapkan padatan tersuspensi.

Substrat yang ditemukan di semua stasiun adalah pasir. Untuk jenis lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata dapat dengan mudah menyesuaikan

dengan substrat pasir karena karakteristiknya adalah mendiami zona intertidal. Halodule pinifolia memiliki kecendrungan untuk hidup pada substrat yang lebih

(25)

43

lebih cocok hidup pada substrat berpasir sehingga kepadatannya lebih tinggi daripada jenis yang lain.

DO yang terukur berkisar antara 4-5,4 mg/l. pH yang terukur berkisar antara 7,91-7,99. Berdasarkan Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut kadar DO yang bagus berada pada ukuran >5 mg/l, dan pH 7-8,5. Hal ini memperkuat bahwa kadar DO dan pH yang terukur di perairan Pulau Unggeh masih dapat mendukung kehidupan biota laut di ekosistem lamun. Hal ini juga diungkapkan oleh Latuconsina dkk., (2012) yang menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan ikan adalah di atas 5 mg/l sampai batas kompensasi.

(26)

Tutupan dan Kerapatan Lamun

Rata – rata Penutupan Lamun per Stasiun

Untuk penutupan lamun di Pulau Unggeh tercatat tertinggi pada Stasiun I sebesar 51,704 % yang termasuk dalam kategori Padat berdasarkan indeks kategori tutupan lamun dalam buku panduan monitoring lamun oleh Rahmawati dkk., (2014) dan yang paling rendah tercatat pada Stasiun III yaitu sebesar 24,810 % yang termasuk dalam kategori Jarang. Stasiun II sebesar 50,189% yang termasuk dalam kategori Sedang dan Stasiun IV sebesar 42,994% yang termasuk dalam kategori sedang. Stasiun I dihuni oleh Enhalus acoroides dengan persentase tutupan 7,007% dan Cymodocea serrulata dengan persentase tutupan 42,994%.Persentase tutupan merupakan tingkat penutupan kotak transek oleh organisme lamun, persentase penutupan lamun dipengaruhi oleh pertumbuhan lamun itu sendiri dan amat erat hubungannya dengan ketersediaan unsur hara dan pengaruh kualitas air.

Jenis lamun di Stasiun I tergolong rendah karena hanya ditumbuhi oleh 2 jenis lamun saja.Tetapi hal ini dapat terjadi karena setiap lamun memiliki ciri khusus untuk tempat hidupnya.Substrat berpasir di pantai Pulau Unggeh merupakan lokasi yang tepat bagi pertumbuhan Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata.Hal ini juga sesuai dengan pendapat dari Handayani dkk.,

(27)

45

Peta Lamun, diungkapkan fakta bahwa status padang lamun Indonesia tepatnya pada lokasi penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara adalah masuk dalam kategori Miskin dan Kurang Sehat, hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan tingkat penutupan dan kerapatan lamun yang cenderung sedang hingga rendah.

Kerapatan Lamun

Kerapatan lamun adalah jumlah individu lamun atau jumlah suatu spesies lamun per satuan luas.Spesies Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata merupakan spesies lamun yang ditemukan di semua stasiun. Spesies Enhalus acoroides memiliki nilai kerapatan tertinggi sebesar 42 ind/m2 termasuk dalam kategori jarang berdasarkan skala kondisi padang lamun menurut Braun-Blanquet (1965). Spesies Cymodocea serrulatamemiliki nilai kerapatan tertinggi sebesar 364 ind/m2 termasuk dalam kategori sangat rapat berdasarkan skala kondisi padang lamun menurut Braun-Blanquet (1965). Selain kedua spesies ini ada juga Spesies Halophila ovalis yang hanya ditemukan pada Stasiun IV dengan kerapatan yang cukup rendah yaitu 25 ind/m2 termasuk dalam kategori jarang berdasarkan skala kondisi padang lamun menurut Braun-Blanquet (1965).

(28)

mempengaruhi seperti adanya kegiatan nelayan, pembangunan bagan tancap dan aktivitas manusia lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Handayani dkk., (2016) yang menyatakan bahwa hilangnya lamun secara luas telah terjadi di berbagai tempat di belahan dunia sebagai akibat dari dampak langsung kegiatan manusia termasuk kerusakan secara mekanis (pengerukan), pengaruh pembangunan konstruksi pesisir, penambatan perahu di padang lamun dan penangkapan tidak ramah lingkungan.

Kepadatan Makrozoobentos

Secara keseluruhan didapatkan 22 jenis makrozoobentos di perairan pulau unggeh.Keseluruhan spesies terdiri dari fillum Echinodermata, Mollusca, Arthropoda, dan Hemichordata.Jumlah terbanyak di dominasi oleh Spesies dari Class Gastropoda.Kepadatan rata-rata tertinggi dari seluruh stasiun dimiliki oleh spesies Monodonta labio.Spesies ini tergolong dalam fillum Mollusca dengan nilai kerapatan sekitar 56,166 ind/m2. Selanjutnya diikuti spesies Clypeomorus batillariaeformis dengan nilai kerapatan sekitar 16,983 ind/m2, spesies Astropecten polychantus dengan nilai kerapatan sekitar 7,77 ind/m2, dan Glossobalanus minutus dengan nilai kerapatan sekitar 2,331 ind/m2.

(29)

47

kehidupan makrozoobentos dan hewan-hewan laut lainnya yang berada dalam kawasan Pulau Unggeh. Agustinus dkk., (2013) dalam penelitiannya juga mengemukakan bahwa golongan Mollusca dan Bivalvia dari Class Gastropoda adalah biota yang paling banyak ditemukan dan mendominansi dalam suatu lingkungan perairan laut.

Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)

Berdasarkan perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’) yang telah dilakukan didapatkan hasil Stasiun I adalah sebesar 1,11105, pada Stasiun II adalah sebesar 1,25046, pada Stasiun III adalah sebesar 1,10613, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 1,11127. Keanekaragaman tertinggi terdapat pada Stasiun II.Berdasarkan nilai indeks yang telah dikemukakan oleh Wilhm dan Dorris (1986) dapat kita ketahui bahwasanya keanekaragaman pada Stasiun I berada pada kategori keanekaragaman jenis sedang, Stasiun II keanekaragaman jenis sedang, Stasiun III keanekaragaman jenis sedang, dan Stasiun IV keanekaragaman jenis sedang. Tingkat keanekaragaman berkaitan dengan banyaknya jenis individu biota yang mendiami suatu ekosistem. Dimana dalam hal ini ekosistem lamun Pulau Unggeh memiliki indeks keanekaragaman sedang.

(30)

kategori keseragaman jenis rendah, dan Stasiun IV berada pada kategori keseragaman jenis rendah. Tingkat keseragaman ini menunjukkan rendahnya kesamaan dari spesies yang ditemukan di semua lokasi pengamatan.

Berdasarkan hasil pengolahan data Indeks dominansi pada Stasiun I adalah sebesar 0,41367, pada Stasiun II adalah sebesar 0,55482, pada Stasiun III adalah sebesar 0,41694, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 0,47324. Dominansi tertinggi terdapat pada Stasiun II.Berdasarkan nilai indeks yang telah dikemukakan oleh Wilhm dan Dorris (1986) dapat kita ketahui bahwasanya dominansi pada Stasiun I berada pada kategori dominansi jenis tidak ada dominansi. Stasiun II berada pada kategori dominansi jenis ada dominansi, Stasiun III berada pada kategori dominansi jenis tidak ada dominansi, dan Stasiun IV berada pada kategori dominansi jenis tidak ada dominansi. Tingkat dominansi ini menunjukkan tidak adanya dominansi dari spesies yang ditemukan di Stasiun I, III, dan IV tetapi terdapat dominansi pada Stasiun II.

(31)

49

bivalva sangat besar, banyak diantaranya merupakan spesies yang bernilai ekonomis penting.

Hubungan Indeks Keanekaragaman makrozoobentos dengan kerapatan lamun di pesisir Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah ditunjukkan dengan persamaan y = 231,53x-163,1 dengan R2 sebesar 0,1532 dan r = 0,3914. Hubungan keduanya adalah lemah. Hubungan yang lemah ini dapat disebabkan akibat perubahan kondisi kualitas perairan sekitar lamun yang membuat tekanan lingkungan pada makrozoobentos sehingga terjadi penurunan jumlah jenis yang dapat bertahan. Hal ini juga dikemukakan oleh Komala (2010) bahwa indeks keanekaragaman yang ia temukan juga dalam kisaran yang rendah dan hal ini menunjukkan tingkat kestabilan dan jumlah individu per spesies yang rendah di setiap stasiun pengamatan.

Hubungan Indeks Keseragaman makrozoobentos dengan kerapatan lamun di pesisir Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah ditunjukkan dengan persamaan y = -552,82x + 224,71 dengan R2 sebesar 0,1592 dan r = 0,3989. Hubungan keduanya adalah lemah. Hal ini dapat menggambarkan bahwa antara keseragaman makrozoobentos dan kerapatan mangrove tidak ada hubungan yang signifikan.

(32)

Indeks dominansi yang sedang menurut Andriana (2008) disebabkan oleh karena banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang dapat mengganggu habitat organisme makrozoobentos. Hal ini dapat dilihat dari kondisi bahan organik (kandungan BOD dan COD) yang masuk ke perairan cukup tinggi sehingga menimbulkan dampak tercemar sangat ringan terhadap kualitas perairannya.

Rekomendasi Pengelolaan Padang Lamun

Hamparan padang lamun di perairan Pulau Unggeh, perlu dipertahankan keberadaannya, karena memiliki fungsi ekologis penting di wilayah pesisir dan kelangsungan perikanan pantai.

Tutupan Lamun yang relatif rendah dan semakin menurunnya tingkat kerapatan semakin jauh transek dilakukan, memerlukan perhatian dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah, serta masyarakat yang berada disekitar daerah Pulau Unggeh baik melakukan penanaman lamun sesuai karakteristik substrat dasar perairan, maupun melakukan pemantauan secara regular untuk mengetahui persentase tutupan dan kerapatan lamun, serta pengendalian aktivitas masyarakat di daerah padang lamun.

(33)

51

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dirangkum dari keseluruhan tulisan ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Kepadatan rata-rata tertinggi dari seluruh stasiun dimiliki oleh spesies Monodonta labio. Spesies ini tergolong dalam fillum Mollusca dengan

nilai kerapatan sekitar 56,166 ind/m2. Indeks Keanekaragaman pada lamun terukur sebesar 1,11105 – 1,25046 yang berarti keanekaragaman pada ukuran sedang. Indeks Keseragaman pada lamun terukur sebesar 0,1944 – 0,2537 yang berarti keseragaman jenis yang rendah, dan Indeks Dominansi pada lamun terukur sebesar 0,41367 – 0,55482 yang berarti dominansi tidak terjadi pada stasiun I, III, dan IV dan hanya terjadi di stasiun II. 2. Dari hasil analisis uji didapatkan hubungan antara kerapatan lamun dengan

kepadatan makrozoobentos memiliki hubungan kuat, hubungan antara kerapatan lamun dengan indeks keanekaragaman makrozoobentos memiliki hubungan lemah, hubungan antara kerapatan lamun dengan indeks keseragaman makrozoobentos memiliki hubungan lemah, dan hubungan antara kerapatan lamun dengan indeks dominansi makrozoobentos memiliki hubungan sedang.

Saran

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian (Skala dicetak pada kertas A4)
Tabel 2.  Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak Kecil Penyusun Kuadrat
Gambar 4. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)            (Ritung dkk., 2007)
Gambar 5. Skema Pengambilan Sampel Makrozoobentos di Padang Lamun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada table ini juga menunjukkan bahwa komposisi BSK yang paling banyak adalah kalsium oksalat yang ditemukan pada semua penderita laki-laki maupun perempuan

Menu berikutnya dari aktifitas peminjaman kolesksi museum yaitu menu transaksi yang digunakan untuk manajemen data transaksi peminjaman benda koleksi museum yang berisi

Menanggapi berbagai orientasi ideologis gerakan-gerakan Islam yang muncul, Muhammad Abduh (dalam Gibb: 1978:33) memperjuangkan pemurnian Islam dengan empat rumusan,

Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.

Perubahan panjang ruas cabang bunga lipstik ‘Soeka’ pada perlakuan GA 3 , etefon, dan paklobutrazol yang berbeda saat pengamatan awal (minggu ke-0 setelah aplikasi

Untuk mengurangi getaran pada sistem roda mobil maka yang harus dilakukan adalah proses balancing yaitu dengan memasang massa penyetimbang (counterweight) pada roda

Formulasi strategi pemasaran berdasarkan perilaku pembelian keripik pisang menunjukkan bahwa industri keripik pisang perlu menjaga harga jual pada kisaran harga yang

Suatu titik itu visible dengan pointcode jika nilai l, r, t dan b adalah nol, artinya jika salah satu nilai dari l, r, t dan b tidak sama degan nol maka dapat diketahui bahwa titik