• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Tunjangan Hari Raya Atau THR Bagi Pekerja Dirumah Sakit Kisaran Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Tunjangan Hari Raya Atau THR Bagi Pekerja Dirumah Sakit Kisaran Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 Chapter III V"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DI RUMAH SAKIT KISARAN

A. Profil Rumah Sakit Kisaran

1. Sejarah berdirinya Rumah Sakit Kisaran

Sejak dahulu Rumah Sakit Kisaran, sudah sangat populer di telinga

masyarakat Asahan. Keberadaannya sebagai rumah sakit rujukan bagi pasien-pasien

“kritis” dari puskesmas di kecamatan seolah menjadikan Rumah Sakit Kisaran

sebagai RSUD kedua setelah Rumah Sakit Umum Daerah Kisaran. Sebagai Rumah

Sakit peninggalan Belanda, fasilitas dan peralatan medis memang relatif memadai.

Oleh karenanya tidak heran kemudian menjadi salah satu rumah sakit rujukan

ketika itu. Pernah disatu masa pada era 80-an setiap menyebut Rumah Sakit Kisaran,

yang terbayang dibenak setiap orang adalah kata Salima dan Jarum Gantung. Kisah

Salima dan Jarum Gantung itu masih melekat dibenak anak-anak Asahan Kisah

Salima dan Jarum Gantung adalah bagian dari perjalanan sejarah budaya bertutur

yang berkembang dimasyarakat Asahan ketika itu. Budaya yang telah membentuk

idiom baru bernama "Salima" dan "Jarum Gantung". Idiom ini menjadi populer dan

melekat dalam benak setiap orang ketika itu karena sangat berhubungan dengan

(2)

Pokoknya jika ada anggota keluarga atau tetangga yang masuk rumah sakit

Kisaran kemudian mendengar informasi tentang Salima dan Jarum Gantung, itu

artinya mereka harus banyak berdoa dan menata hati, karena itu bisa berarti bahwa

kondisi pasien sudah kritis dan sangat mungkin nyawanya tidak tertolong. Jika

dibandingkan, popularitas kisah Salima dan Jarum Gantung ketika itu barangkali

sama seperti halnya popularitas Jalan Gandhi di Medan. Mungkin sebagian besar dari

kita sudah tidak ingat lagi.

Jalan Gandhi adalah lokasi Kantor Laksusda di Medan. Sejak tahun 67-an

sangat populer sebagai tempat penahanan (camp konsentrasi) tahanan politik, atau

tentara-tentara yang dianggap tidak setia kepada Pancasila. Dari Jalan Gandhi ini

banyak beredar cerita mulut kemulut tentang kerasnya perlakuan yang dialami

tahanan ketika itu. Kerasnya kehidupan dalam Jalan Gandhi kemudian diabadikan

dalam sebuah lagu rakyat yang juga beredar dari mulut ke mulut entah siapa

penciptanya, sepenggal lirik yang diingat Seputar Asahan sebagai berikut.

“Sudah berapa kali Abang katakan…. Jangan bermain cinta dengan

Pereman… Nanti Abang ditangkap oleh Polisi… Lalu masuk Jalan Gandhi… Kalau

Abang masuk Jalan Gandhi.. Tangan digari badan dipukuli… Sampai disana Abang

disiksa lagi…. ..dst Kembali ke kisah Salima dan Jarum Gantung”.

Salima itu adalah kependekan dari "Bangsal Lima", ruangan khusus untuk

(3)

yang digantung dan biasanya diletakkan di sebelah fasien. Inilah cara bertutur dari

masyarakat kita yang sangat polos dan sederhana. Mereka tidak ambil pusing dengan

ketepatan artinya dalam tata bahasa. Bagi mereka yang penting maksud dan pesan

yang terkandung didalamnya tersampaikan. Penggunaan istilah "Jarum Gantung"

misalnya, begitu kita mendengarnya memang mengesankan sesuatu yang menakutkan

dan memberikan perasaan mencekam. Walaupun ternyata itu hanyalah untuk

menggambarkan botol infus yang digantung. Padahal, infus-kan tidak selalu

berhubungan dengan orang sakit keras dan kematian? Infus bisa berisi nutrisi biasa,

bahkan kadang hanya berisi glukosa dan cairan untuk pasien yang mengalami

dehidrasi (kurang cairan/minum). Walaupun tidak menutup kemungkinan juga infus

itu berisi antibiotik keras seperti misalnya untuk orang yang sakit kanker.

Penyederhanaan "infus" menjadi "Jarum Gantung" adalah bagian dari kekayaan

budaya bertutur masyarakat Asahan yang perlu di dokumentasikan. Sebab, dengan

demikian dapat mengetahui sejarah perjalanan budaya bertutur masyarakat Asahan

dari masa ke masa.

Sekarang Rumah Sakit Kisaran merupakan sebuah rumah sakit pemerintah

yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara,

terletak di lahan yang luas di pinggiran Kabupaten Asahan. Rumah Sakit ini pernah

menjadi pusat pelayanan dan penanganan korban di Kisaran Rumah Sakit Umum

(4)

2. Jumlah Tenaga Medis berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Non

Sipildi Rumah Sakit Kisaran

Jumlah Dokter Rumah Sakit Kisaran tersedia 19 dokter, terdiri dari 3 Dokter Umum,

15 Dokter Spesialis, dan 1 Dokter Gigi. 0

5 10 15 20 25 30 35

RS. Kisaran Sumatera Utara Sumatera

(5)

Tipe Tenaga Pendukung Jumlah Orang

Pegawai Khusus Kefarmasian 1 Orang -

Pegawai Khusus Kesehatan Masyarakat 2 Orang -

Pegawai Non Kesehatan 8 Orang 2 Orang

0

Pegawai di Rumah Sakit Kisaran

(6)

3. Upah dan Tunjangan yang diberikan di Rumah Sakit Kisaran45

Posisi/Jabatan Rata – Rata/Bulan Gaji

Pokok dan Tunjangan

(Makan dan

Transportasi)

Tunjangan Hari Raya

(THR) Masa Kerja satu

Bulan secara terus

menerus (1 x Upah/bulan)

(7)

Pegawai Non

Kesehatan (PNS)

Rp 3,5JT + Rp 500

Ribu

Rp. 4 JT

Pegawai Non

Kesehatan (Non PNS)

Rp 3 JT + Rp 500 Ribu Rp. 3,5 JT

B. Manfaat Psikologis, Ekonomis, dan Yuridis Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6 Tahun 2016 serta Peraturan Menteri Kesehatan

Pembayaran tunjangan hari raya kepada pegawai negeri sipil di rumah sakit

yang berstatus badan layanan umum (BLU) di lingkungan Kemenkes terdapat

kendala ketika keluar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 83

Tahun 2013 tentang tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan Kementerian

Kesehatan.

Pasal 3 (f) pada peraturan tersebut berbunyi Tunjangan Hari Rayatidak

diberikan kepada Pegawai pada Badan Layanan Umum yang telah mendapatkan

remunerasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012. Pasal tersebut mengikuti

Perpres No. 81 Tahun 2013 tentang Tunjangan Hari Raya Pegawai di lingkungan

(8)

Dalam pelaksanaanya Kementerian Kesehatan memutuskan bahwa pegawai

pada satuan kerja yang berstatus badan layanan umum BLU di lingkungan Kemenkes

tidak dibayarkan Tunjangan Hari Rayadari kementerian (pusat) berdasarkan Perpres

81 Tahun 2013. Padahal besaran insentif yang diterima rata-rata pada rumah sakit

BLU tersebut (khususnya pegawai level menengah bawah) jauh lebih kecil

dibandingkan dengan jumlah yang tercantum dalam lampiran Perpres tersebut.

Sedikit banyak keputusan dari Kemenkes tersebut menimbulkan

ketidakpuasan yang berujung kepada aksi keprihatinan dari beberapa UPT mapun

rumah sakit yang berstatus BLU. Beberapa perwakilan telah mengajukan tuntutan ke

DPR, selain itu juga diperjuangkan ke kementerian terkait sesuai prosedur yang ada

dengan tujuan agar dapat dibayarkan tunjangan hari raya sesuai Perpres No.81 Tahun

2013.

Persoalan yang dianggap sebagai peyebab tidak dibayarkannya tunjangan hari

raya sesuai Perpres No. 81 Tahun 2013 adalah karena Kemenkes beranggapan bahwa

pegawai BLU RS/UPT Vertikal telah menerima tunjangan kinerja berupa remunisasi

sesuai dengan kemampuan badan layanan umum. Tidak salah apabila tunjangan hari

raya tidak dibayarkan namun dengan syarat sistem remunerasi telah diterapkan oleh

rumah sakit BLU sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan

(9)

Pasal 36 ayat (2) PP Nomor 23 tahun 2005 sangat jelas ditegaskan bahwa

besaran remunerasi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan

Pengawas dan Pegawai BLU untuk masing-masing BLU harus ditetapkan dengan

Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan rumah sakit di lingkungan Kemenkes yang sudah mempunyai

penetapan remunerasi dari Kemenkeu hanyalah RS Jantung dan Pembuluh Darah

Harapan Kita Jakarta yaitu dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

165/KMK.05/2008 tentang Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan

Pengawas, dan Pegawai BLU RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada

Depetemen Kesehatan.

Dari sini sebenarnya dapat dipahami bahwa alasan tidak diberikannya

tunjangan hari raya sesuai pasal 3 (f) unsur formilnya tidak terpenuhi, karena tidak

semua RS yang berstatus Badan Layanan Umum sudah ditetapkan remunerasinya

dengan peraturan Menteri Keuangan.

Penerapan remunerasi rumah sakit harus mempertimbangkan faktor-faktor

diantaranya fakor kepatutan, yakni menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang

bersangkutan (dalam hal ini pendapatan PNBP). Usulan remunerasi ke Kementerian

Keuangan harus melalui prosedur atau langkah-langkah tertentu: Persiapan,

(10)

1. Manfaat Psikologis

Budaya yang sangat unik adalah tentang budaya mudik (pulang kampung),

festival kuliner, festival seni, tradisi memberi uang kepada sanak keluarga dan bahkan

sampai pada acara wisata keluarga dan acara reuni. Implementasi suatu budaya

masyarakat kita ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit bahkan sudah menjadi

agenda rutin bagi masyarakat, khususnya bagi warga kota yang masih memiliki

tautan kerabat yang berdomisili di wilayah pedesaan.

Pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja/buruh sudah merupakan

tradisi sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan

keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan.Pembayaran tunjangan hari

raya(THR) harus dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan

Menteri No. 6 Tahun 2016 tentangtunjangan hari rayabagi Pekerja di Perusahaan.46

Pembayaran psikologis dimaksudkan untuk memberikan imbalan finansial

semu, misalnya memberikan liburan tambahan dari yang di tentukan oleh instansi

tanpa mempengaruhi pada gaji, atau memberikan alat baru kepada karyawan atau

kelompok karyawan yang berprestasi atau memberikanTunjangan Hari Raya

(THR)dengan baik sebagai penghargaan untuk membangkitkan semangat bekerja.

(11)

Disini Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan bentuk apresiasi masyarakat

terhadap masyarakat yang lain, dimana setiap orang yang tergabung dalam suatu

komunitas mereka diberikan tambahan penghasilan guna dapat memenuhi keperluaan

konsumtif dan kebutuhan lainnya selama menjalankan keyakinan ajaran agamanya

serta wujud rasa syukur atas nikmat ALLAH sehingga dapat menjalin tali silaturahim

dengan keluarganya yang berada di kampung halaman mereka.

Pemberian tunjangan hari raya seharusnya tidak dianggap sebagai beban oleh

perusahaan/lembaga, karena pegawai sudah memberikan waktu, tenaga dan pikiran

untuk kemajuan perusahaan, bahkan merekapun rela bekerja sesuai dengan irama

yang ditentukan oleh organisasi, mereka telah turut berkontribusi secara riil terhadap

proses kemajuan dan tercapainya tujuan organisasi.

Sangatlah naif jika masih ada kalangan pengusaha atau pimpinan organisasi

menunda bahkan tidak berkenan memberi hak pegawai yang disebut Tunjangan Hari

Raya (THR), memang Tunjangan Hari Raya (THR) bukanlah kewajiban tetapi sudah

menjadi normatif yang tentunya sudah menjadi bagian dari perencanaan organisasi,

tidak cukup alasan karena rugi terus manajemen tidak memikirkan hak pegawainya.47

Pemberian tunjangan hari raya dapat menjadi alat motivasi bagi pegawai

sekaligus menanamkan rasa percaya yang kuat terhadap eksistensi dan

kesinambungan masa depan organisasi, oleh karena itu dapat menambah komitmen

(12)

pegawai semakin kuat dalam rangka menghasilkan karya nyata bagi kemajuan dan

tumbuh berkembangnya organisasi. Sumberdaya manusia merupakan intangible

asset yang memiliki manfaat tak terbatas, tinggal bagaimana cara memilihara dan

memberdayakan mereka untuk menghasilkan value yang terbaik dalam pelayanan

terhadap stakeholder.

2. Manfaat Ekonomi

Perusahaan tanpa pekerja, tak ubahnya hanya sebuah bangunan kosong tanpa

aktivitas, tanpa keuntungan. Sedangkan pekerja tanpa ada perusahaan, tak lebih hanya

sekumpulan pengangguran, karena tidak berupah dan tahu apa yang dikerjakan. Itulah

gambaran sederhana tentang relasi antara perusahaan dengan pekerja. Tidak seperti

yang dikemukakan oleh Karl Marx dalam classs theory, hubungan pengusaha

(pemilik perusahaan) dengan pekerja di sini amat berbeda apabila dikomparasikan

terhadap hubungan antara kaum borjuis dengan ploretar di era Marx dulu. Sekarang,

semestinya tidak perlu lagi timbul kobaran-kobaran konflik antar keduanya jika

menilik tidak bisa dinafikkannya hukum alam yang berlaku, yaitu perusahaan dan

pekerja saling membutuhkan.

Kembali ke masalah substansi, pada tahun 2012, Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.05/MEN/VII/2012 tentang

Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Imbauan Mudik Lebaran

(13)

Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sudah

meminta para buruh untuk segera melapor ke posko pengaduan THR jika merasa

belum mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan hukum. 48

Tetapi dalam hal ini negara seharusya bisa lebih berperan aktif bersama-sama

perusahaan dan pekerja, saling bersinergis membangun hubungan yang haromonis.

Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 1999, maupun yang terbaru UU No. 9 Tahun 2004,

pemerintah yang baik adalah pemerintah yang melaksanakan asas akuntabilitas. Jadi,

tidaklah keliru seandainya tanggung jawab pemerintah terhadap nasib pekerja yang

dipecat oleh perusahaan tempatnya bekerja karena kolaps akibat sanksi patut Namun yang terjadi sekarang, ternyata di atas keidealan Peraturan Menteri

tentang THR plus berbagai Surat Edaran Menteri tentang THR dari tahun ke tahun

tersebut masih dapat ditemukan celah hukum (idealdoesn’t mean perfect). Contoh

kecil, tidak adanya sanksi tegas bagi perusahaan yang otoriter memecat pekerja

sebelum hari raya, serta larangan outsourching.

Namun demikian, jika dilihat menggunakan sisi kenetralan, sanksi yang tegas

kepada perusahaan-perusahaan secara tidak langsung juga akan berdampak buruk

bagi pekerja sendiri. Apalagi jika perusahaan yang bersangkutan adalah perusahaan

berskala mikro-menengah, sangat rawan terhadap kebangkrutan dan PHK. Kembali

lagi, karena antara perusahaan dan pekerja saling membutuhkan.

48

(14)

dipertanyakan. Begitu juga dengan tanggung jawab pemerintah terhadap

kelangsungan usaha berskala mikro yang harus turut pula diperhatikan.49

3. Manfaat Yuridis

Jika menganalisis produk hukumTunjangan Hari Raya(THR), yaitu Peraturan

Menteri Tenaga Kerja No. 6 Tahun 2016, pasti akan terbersit sebuah argumen perihal

betapa idealnya isi peraturan tersebut. Sebelumnya, ada beberapa indikator yang bisa

menjadi alat ukur untuk menilai baik tidaknya content suatu aturan hukum. Pertama,

setidaknya dapat dilihat dari materi isi yang spesifik (termuat pula hitung-hitungan

menentukan besaran THR). Kedua, manfaat yang diberikan kepada masyarakat luas

(terutama bagi para pekerja).

Pasal 4 ayat (2) yang menyebutkan bahwa, “Pembayaran THR sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7

(tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan”.50 Tentu sebenarnya tidak menjadi

masalah jika THR baru dibayarkan 4 sampai 3 hari menjelang hari raya, atau bahkan

setelah hari raya. Namun tidak demikian adanya, karena di dalam ketentuan tersebut

secara implisit terkandung kesadaran etis atau kesadaran moral, yaitu pengetahuan

ada baik dan ada buruk.51

49

Lihat Djumena, THR Belum Dibayarkan, Pemerintah Jangan Hanya Himbau kompas.com //, diunduh pada tanggal 6 Desember 2016 pukul 17.50

50

(15)

Tunjangan Hari Raya (THR), sesungguhnya tidak hanya mengandung

konsekuensi yuridis, akan tetapi juga etis. Pasalnya, aturan yuridis yang

mendasarinya sangat kental oleh muatan-muatan etis dan religius. Jadi, sudah

selayaknya muncul toleransi sosial dan moral sebagai tempat bersandar dalam

menyikapi persoalan THR. Misalnya, pekerja yang tidak perlu terlalu naïf harus

mematok pembayaran THR sesuai dengan hitung-hitungan Peraturan Menteri Tenaga

Kerja No. Per-04/MEN/1994 Tahun 1994. Karena pada substansinya, hitung-hitungan

THR juga bisa berupa kesepakatan kolektif antara perusahaan dan pekerja, tidak pula

harus dibayarkan dalam bentuk uang.52

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, hukum itu dibuat salah

satunya untuk mempertegas etika. Tanpa hukum, etika hanya akan bersifat sebatas

ajaran moral belaka. Dengan demikian, dibuatlah sebuah aturan hukum. Jika hal Kemudian, bagi perusahaan yang berkewajiban membayar THR harus bisa

memahami bahwa THR memang merupakan kepentingan yang sangat urgen

menjelang hari raya. Jadi, sudah selayaknya perusahaan berangkat dari inisiatif moral

dapat menjalankan kewajibannya (membayar THR) kepada pekerja. Terakhir,

pemerintah sebagai decision maker juga wajib untuk pro aktif senantiasa menjadi

supervisor dan bertanggung jawab terhadap segala persoalan yang terkait dengan

THR.

52

(16)

tersebut diresapi dan diimplementasikan, seharusnya tidak akan terjadi

pelanggaran-pelanggaran di dalam pemenuhan THR. Karena pada prinsipnya, isi aturan yang

dibuat sudah sangat ideal. Hanya saja, secara hierarkis (tata urutan)

perundang-undangan sesuai dengan UU No. 10 Tahun 200453

“Keseimbangan antara kepentingan keduniaan dan keakhiratan, antara

kepentingan materiel dan spiritual, antara kepentingan jiwa dan raga, antara

, kedudukan dasar hukum THR

terbilang kurang kuat karena baru diatur oleh Peraturan Menteri. Meskipun telah ada

UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja,

namun isinya masih belum spesifik mengatur tentang THR. Sehingga, Peraturan

Menteri yang sekarang ada sering dipandang sebelah mata. Tetapi terlepas dari semua

itu, bagaimanapun juga hukum yang berlaku, meski hanya sebatas Peraturan Menteri

tetap harus dilaksanakan.

Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, ada semacam istilah populer,

yaitu AUPB (Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik). Jika mempergunakan

a.u.b.p rumusan panitia de Monchy, dapat ditemukan asas keserasian dan atau asas

keseimbangan. Lantas apa relevansinya dengan tinjauan secara holistik di sini? Asas

keseimbangan tersebut bukan hanya asas keseimbangan biasa, akan tetapi asas

keseimbangan yang mengandung nilai-nilai perikehidupan. Artinya, keseimbangan

yang dimaksud bertalian erat dengan:

53

(17)

kepentingan individu dan masyarakat/sosial, antara kepentingan

perikehidupan darat, laut dan udara, serta antara kepentingan nasional dan

internasional.”54

54

Lihat S.F. Marbun,2004, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Semarang : UII Press, hlm. 21.

Kata keseimbangan antara “keduniaan” dan “keakhiratan” secara khusus perlu

dicermati. Makna tersirat dari kedua kata tersebut mengisyaratkan adanya suatu

keharusan untuk menyeimbangkan kepentingan dunia dan akhirat. Itulah fungsi dan

relevansi tinjauan holistik di sini, yaitu mengedepankan cara pandang yang

menyeluruh dalam menyikapi persoalan THR, baik menggunakan kaca mata etis

maupun yuridis (masing-masing, tidak bisa dipungkiri memiliki kaitan terhadap

nilai-nilai religiusitas dan material/keduniaan). Akhirnya, keseimbangan dalam arti

(18)

BAB IV

KENDALA DALAM PEMBAYARAN TUNJANGAN HARI RAYA (THR) BAGI PEKERJA DI RUMAH SAKIT KISARAN

A. Prosedur Pemberian Tunjangan Hari Raya Kepada Pekerja di Rumah Sakit Kisaran

Tunjangan hari raya (THR) merupakan balas jasa yang diberikan kepada

karyawannya sesuai dengan jasa yang karyawan berikan kepada perusahaan. Jasa

disini berupa pengorbanan waktu, tenaga, pikiran yang diberikan untuk perusahaan.

Pemberian tunjangan hari raya (THR) yang diberikan harus mempunyai dasar yang

rasional dan juga mempertimbangkan faktor pri kemanusiaan.

Dalam pemberian tunjangan hari raya (THR) oleh Rumah Sakit Umum

Kisaran menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan serta prestasi karyawan. Besar

kecilnya tunjangan hari raya akan mempengaruhi kinerja karyawan untuk bekerja

lebih bersemangat sehingga karyawan mempunyai produktivitas yang tinggi.

Selain itu salah satu cara rumah sakit meningkatkan laba adalah dengan cara

meningkatkan prestasi kerja, kepuasaan kerja dan motivasi kerja karyawan. Untuk

meningkatkan motivasi kerja karyawan dapat dilakukan dengan cara seperti

(19)

raya (THR) yang diberikan rumah sakit kepada karyawan atas jasa – jasa yang

diberikan karyawan kepada Rumah Sakit Umum Kisaran.55

1. Meningkatkan kompetensi SDM pada semua lini pelayanan RS dalam rangka

memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang profesional, santun dan

mempunyai daya saing yang tinggi.

Rumah Sakit Umum Kisaran menetapkan peraturan dan prinsip – prinsip

dasar sebagai berikut :

2. Menyediakan bangunan yang atraktif, fungsional dan nyaman yang

berwawasan lingkungan.

3. Mengembangkan manajemen modern berbasis Informasi Tekhnologi melalui

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.

4. Memberikan pelayanan unggulan yang didukung dengan peralatan canggih

untuk antisipasi tuntutan lingkungan dan perkembangan penyakit di Kisaran.

5. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan kedokteran dan pendidikan

kesehatan lainnya.

6. Menekan angka kematian ibu dan bayi di Rumah Sakit Umum Kabupaten

Tangerang dalam rangka peran aktif mendukung MDG's sesuai dengan

RPJMD Kisaran.

55

(20)

B. Fakta Hukum Pelanggaran Hak dalam Pemberian Tunjangan Hari Raya Kepada Pekerja di Lingkungan Rumah Sakit Kisaran

Rumah Sakit Kisaran mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak pekerjanya.

Salah satunya adalah rumah sakit wajib membayar tunjangan hari raya (THR) bagi

pekerjanya di tiap tahunnya sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing

pekerja. Pembayaran Tunjangan Hari Raya ini diatur dalam Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya. Peraturan tersebut

dijelaskan bahwa tunjangan hari raya (THR) merupakan pendapatan yang wajib

diterima oleh pekerja. Tunjangan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang ada

pada Permenaker tersebut.

Pelaksanaan pembayaran Tunjangan Hari Raya oleh pengusaha kepada

pekerjanya tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diatur oleh peraturan yang

ada. Banyak pengusaha yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam pada Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016. Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut

memiliki pola yang sama di setiap tahun antara lain keterlambatan pembayaran

Tunjangan Hari Raya, kekurangan jumlah Tunjangan Hari Raya yang diterima atau

tidak sesuai dengan ketentuan dalam pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6

Tahun 2016, serta pengusaha-pengusaha tersebut tidak membayar sama sekali

Tunjangan Hari Raya yang seharusnya mereka peroleh dengan alasan yang beragam.

Permasalahan mengenai pembayaran Tunjangan Hari Raya yang sesuai

(21)

dialami oleh beberapa pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan. Permasalahan

tentang pembayaran ini berpangkal pada pihak Rumah Sakit Kisaran sebagai subyek

pemberi tunjangan. Pihak Rumah Sakit Kisaran belum membayarkan Tunjangan Hari

Raya kepada pekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 2012 karyawan yang sebagian besar adalah

perawat melancarkan mogok kerja sambil berkumpul di teras dan halaman Rumah

Sakit Kisaran menuntut hak untuk mendapat Tunjangan Hari Raya yang belum

dibayarkan. Saleh Suratno yang pada saat itu bertanggung jawab untuk memberikan

gaji maupun Tunjangan Hari Raya (THR) tidak disetor melainkan masuk rekening

pribadi Bank Bank Tabungan Negara (BTN).56

Aksi yang dilakukan pekerja di Rumah Sakit kisaran tersebut membuahkan

hasil dengan terbuat suatu pertemuan antara Sekretaris Provinsi Muabdin Harahap

dan Direktur Rumah Sakit Kisaran Syamsul Bahri dengan agenda membuat suatu

kesepakatan untuk membayar semua hak perawat, pegawai, dan bidan dan akan

dibayarkan kepada direktur Rumah Sakit Kisaran dengan tambahan 5% dari

Tunjangan Hari Raya yang akan diberikan.57

Pemenuhan hak pekerja khususnya dalam hal pembayaran Tunjangan Hari

Raya berada dalam pengawasan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan. Pasal 9

2017 Pukul 23.00 WIB

57

(22)

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 menegaskan bahwa

kewenangan dari Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan ini adalah sebagai pengawas

dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 216 agar

peraturan tersebut ditaati oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan pembayaran

tunjangan hari raya (THR). Sehingga seharusnya tidak perlu ada pelanggaran dalam

pembayaran tunjangan hari raya (THR) jika sudah ada pengawasan dalam

pelaksanaannya.

Pengawasan terhadap pelaksanaan pembayaran tunjangan hari raya (THR)

juga dilakukan oleh pekerja. Hal ini dikarenakan Tunjangan Hari Raya merupakan

hak yang diterima oleh pekerja. Untuk menghindari diabaikannya hak para pekerja

untuk mendapatkan tunjangan hari raya (THR) maka pekerja juga berhak mengawasi

pelaksanaan pembayaran Tunjangan Hari Raya.58

58

Hasil wawancara dengan Iboy Tri S.berprofesi Bag. Farmasi tanggal 4, Hari Rabu, Bulan

Selain pemberian pengawasan terhadap pembayaran tunjangan hari raya

perlunya sanksi yang berfungsi sebagai alat memaksa untuk mengindahkan atau

menegakkan norma hukum. Sanksi diberikan dalam rangka proses lanjutan dalam

penyelesaian perselisihan yang terjadi. Nantinya sanksi ini untuk memberikan

efek jera bagi pengusaha yang melanggar ketentuan mengenai pembayaran

Tunjangan Hari Raya. Dari sanksi ini pun, pemenuhan hak pekerja dalam

(23)

Sanksi yang diberikan kepada pelanggar atas tindakan yang mereka lakukan

dalam hal melakukan pelanggaran terhadap hak dalam hubungan industrial, dibagi ke

dalam 3 (tiga) jenis, yakni :

1. Sanksi Administrasi

Sanksi dalam hukum administrasi merupakan alat kekuasaan yang bersifat

publik, yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidak patuhan pada

norma tentang hukum administrasi. Hakikat dari sanksi administrasi adalah

pelaksanaan kekuasaan pemerintah dimana sanksi ini diberikan oleh pemerintah

bukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

Pasal 9 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 mengatakan

bahwa pengawasan bagi permenaker tersebut dilakukan oleh Pegawai Pengawas

Ketenagakerjaan. Dengan diubahnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang

Ketenagakerjaan menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pada Pasal 178

dinyatakan bahwa Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja tersendiri

pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan

pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit

Kerja Pengawasan Ketenagakerjaan inilah yang nantinya akan memberikan laporan

tentang pengusaha-pengusaha yang melanggar ketentuan tentang tunjangan hari raya

(THR) kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk ditindak lanjuti dengan pemberian

(24)

Pengawas Ketenagakerjaan ini dimaksudkan untuk mendidik agar pengusaha

maupun perusahaan selalu tunduk menjalankan ketentuan-ketentuan hukum yang

berlaku sehingga akan dapat menjamin keamanan dan kestabilan pelaksanaan

hubungan kerja. Perselisihan tentang pembayaran tunjangan hari raya (THR)

seringkali tidak terlaksana karena pengusaha tidak menjamin hak pekerjanya sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, pelaksanaan Pengawas Ketenagakerjaan

akan menjamin pelaksanaan peraturan-peraturan ketenagakerjaan di semua

perusahaan secara sama, sehingga akan menjamin tidak terjadinya persaingan yang

tidak sehat.59

Selain itu, Pengawas Ketenagakerjaan ini juga diberikan kewenangan sebagi

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berwenang khusus sebagai Penyidik tindak Pengawas Ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan

Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Unit Kerja

Pengawasan Ketenagakaerjaan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang diangkat

dan ditugaskan dalam jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan. Pengawas

Ketenagakerjaan inilah yang akan melakukan pengawasan terhadap

pengusaha-pengusaha.

59

(25)

pidana pada lingkup Ketenagakerjaan. Diatur dalam Pasal 181 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 jo. Pasal 20 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 bahwa

Pengawas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala

sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan serta tidak menyalahgunakan

kewenangannya.

Jika hak – hak pekerja salah satunya Tunjangan Hari Raya (THR) tidak

terpenuhi oleh Rumah Sakit Kisaran, sanksi yang diberikan kepada pihak Rumah

Sakit Kisaran terkait hasil laporan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan adalah

berupa sanksi administrasi. Bentuk – bentuk sanksi administrasi yang dapat diterima

oleh pihak rumah sakit karena telah melanggar ketentuan mengenai tunjangan hari

raya menurut Pasal 59 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 yaitu :

a. Teguran tertulis

b. Pembatasan kegiatan usaha

c. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan

d. Pembekuan kegiatan usaha

2. Sanksi Perdata

Pada umumnya sanksi perdata akan diberikan jika pihak yang dirugikan

menggugat pihak yang merugikan dengan cara pemenuhan kewajiban dari pihak yang

merugikan. Sanksi perdata biasanya berbentuk pemenuhan kewajiban beserta ganti

(26)

tentang tunjangan hari raya (THR) adalah mendapat sanksi perdata yakni berupa

pemenuhan hak penerimaan Tunjangan Hari Raya sesuai dengan ketentuan Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016.60

3. Sanksi Pidana

Semua proses yang ada pasti menggunakan tuntutan dipenuhinya kewajiban

pengusaha untuk membayar tunjangan hari raya (THR). Apabila tunjangan hari raya

(THR) diperjanjikan pada Perjanjian Kerja namun perjanjian tersebut bukan karena

kesepakatan dan kecakapan kedua belah pihak maka Perjanjian Kerja serta

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka

perjanjian tersebut batal. Sehingga klausul tentang tunjangan hari raya juga

dibatalkan, mengakibatkan dalam pemberian tunjangan hari raya tidak lagi sesuai

kesepakatan para pihak tetapi harus didasarkan pada Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016. Jadi, bentuk sanksi perdata bagi pelanggar

ketentuan tentang pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah pemenuhan hak pekerja

dalam penerimaan Tunjangan Hari Raya sesuai dengan Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016.

Sanksi pidana merupakan sanksi yang secara jelas disebutkan dalam Pasal 90

ayat 1 dan Pasal 185 ayat 1 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003tentang

Ketenagakerjaan yaitu Sebagai kejahatan dan diancam pidana penjara paling singkat

(27)

100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- bagi pengusaha yang membayar

upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum.61 Sanksi pidana dalam sebuah

peraturan perundang- undangan biasanya bersifat ultimum remedium yakni sanksi ini

dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya atau mampu

memberikan efek jera kepada pelaku.62

C. Upaya Hukum Dalam Rangka Pemenuhan Pembayaran Tunjangan Hari Raya Melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Dengan perkataan lain, dalam suatu

undang-undang sanksi pidana dicantumkan sebagai sanksi yang terakhir, setelah sanksi

perdata, maupun sanksi administratif.

Daritahunketahunselaluterjadiberbagaipelanggarandalampelaksanaan

pembayaranTunjanganHariRaya.Pelanggaranyangterjaditidaklaindatangdari

pihakpengusahasebagaipihakyangberkewajibanuntukmemberikanTunjangan Hari

Raya tersebut. Berkaitan dengan hak menerima Tunjangan Hari Raya, meskipun

pekerja dijaminkan haknya menurut hukum ketenagakerjaan yang berlaku,

namun pada kenyataannya masih saja terjadi banyak pelanggaran oleh

pengusahadalampemenuhanTunjanganHariRayabagipekerjayangsemestinya tidak

bisa ditawar lagi, dikurangi apalagi tidak diberikan atau dihambat. Peran pekerja

sebagai pengawas diperlukan sehingga tidak hanya berperansebagai

penerima. Selain itu juga pekerja juga dapat melakukan upaya dalam rangka

61

Pasal 90 ayat 1 dan Pasal 185 ayat 1 Undang-undang no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

62

(28)

pemenuhan haknya.

Demimenjunjungtinggikeadilan,parapekerjadiberikankesempatanuntuk

melakukan sebuah upaya hukum dalam terciptanya pemenuhan pelaksanaan

Tunjangan Hari Raya. Upaya hukum merupakan suatu sarana atau usaha dalam

rangka pencarian keadilan. Upaya ini adalah hak dari pihak yang dilanggar

kepentingannya sehingga pihak tersebut dapat memperbaiki kepentingan yang

dilanggarmelaluiupayahukumyangada.Karenaupayahukuminihakdariyang

berkepentingan maka pihak yang bersangkutan sendiri yang mengajukan upaya

hukum.

Upaya hukum diajukan oleh pekerja sebagai pemilik hak Tunjangan Hari

Raya. Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran dalam

pelaksanaan pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah sesuai dengan ketentuan

tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,

tepatnya pada Pasal 2 dijelaskan bahwa terdapat 4 (empat) jenis Perselisihan

Hubungan Industrial yaitu :

1. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,

akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan

peraturan perundang undangan, perjanjian kerja peraturan perusahaan, atau

perjanjian kerja bersama. (Pengertianpada

(29)

2. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja

karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau

perubahan syarat – syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja

bersama. (Pengertian pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2

Tahun2004).

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena

tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang

dilakukan oleh salah satu pihak. (Pengertian pada Pasal 1 Angka 4 Undang –

Undang No. 2 Tahun 2004).

4. Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan adalah perselisihan

antara serikat pekerja/ serikat buruh dengan serikatpekerja/serikat buruh lain

hanya dalam satu perusahaan, karena tidakadanya persesuaian paham

mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat

pekerjaan. (Pengertian pada Pasal 1 angka 5

Undang-UndangNomor2Tahun2004)

Dilihat dari keempat jenis perselisihan tersebut, perselisihan yang

menyangkut tentang pembayaran Tunjangan Hari Raya dikategorikan sebagai

perselisihanhak.TunjanganHariRayamerupakanhakdariparapekerja.Apabila hak

ini tidak dibayar oleh pengusaha ataupun terjadi perbedaan pelaksanaan dengan

ketentuan yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

(30)

Permasalahan mengenai tunjangan hari raya dapat dikategorikan sebagai

perselisihan kepentingan apabila pengusaha mengubah perjanjian kerja, Peraturan

Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan cara meniadakan pasal

pemberian tunjangan hari raya (THR). Sehingga ketika terjadi adanya perubahan

dalam perjanjian antar kerja dan pengusaha dipengaruhi oleh adanya kepentingan

pengusaha. Namun dalam prakteknya adanya perselisihan kepentingan dalam

rangka pembayaran tunjangan hari raya yang jarang sekali ditemui.

Namun, dalam praktek adanya perselisihan kepentingan dalam rangka

pembayaran Tunjangan Hari Raya jarang sekali ditemui. Hampir semua

permasalahan tentang pembayaran Tunjangan Hari Raya adalah tentang tidak

dibayarnya Tunjangan Hari Raya atau dibayar tetapi tidak sesuai dengan Pasal 3

Permenaker Nomor 6 Tahun 2016. Jadi, lebih banyak menyangkut tentang

perselisihan hak.

Upaya hukum yang dilakukan dalam rangka penyelesaian perselisihan

tentang ketenagakerjaan diatur pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Maksud dari Perselisihan

Hubungan Industrial menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 1

angka 1 adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara

pengusaha dan gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan

(31)

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Perselisihan yang terjadi diselesaikan sesuai dengan mekanisme yang

telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Pada dasarnya, upaya

yang ditempuh untuk melakukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial

adalah sama. Yang membedakannya hanyalah pada saat mediasi, konsiliasi dan

arbitrase.

Pasal 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatakan bahwa

apabila terjadi perselisihan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha,

wajib diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat terlebih dahulu. Jika

musyawarah untuk mencapai mufakat tersebut tidak tercapai, maka para pihak

menyelesaikan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial

yang dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Sehingga dapat dikatakan

bahwa para pekerja terlebih dahulu melakukan proses musyawarah sebagai

langkah awal dalam melakukan penyelesaian perselisihan tentang Tunjangan Hari

Raya.

Adapun upaya penyelesaian perselisihan menurut Undang – Undang

Hubungan Industrial :

a. Penyelesaian di Luar Pengadilan Hubungan Industrial

Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial di luar pengadilan

dilakukan melalui lembaga ataupun mekanisme. Penyelesaian sengketa di luar

(32)

tunjangan hari raya (THR) untuk menyelesaikan sengketa yang di hadapinya.

Adapun upaya hukumnya :

1. Bipartit

Penyelesaian melalui perundingan bipartit, adalah perundingan/musyawarah

untuk mufakat antara pekerja/Buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan

perselisihan Hubungan Industrial. Dalam hal Perundingan Para Pihak tersebut dicapai

kesepakatan maka Para Pihak wajib membuat Kesepakatan Bersama. Dalam

pelaksanaan Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan pada pengadilan Hubungan

Industrial yang ada di Pengadilan Negeri di wilayah Para Pihak berdomisili.63

Bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

merupakan suatu perundingan yang dilakukan oleh pekerja atau serikat pekerja

dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Bipartit ini dilakukan hanya oleh pekerja atau serikat pekerja dan pengusaha,

tidak ada pihak lain yang menjadi penengah dalam perundingan yang terjadi.

Jangka waktu pelaksanaan proses perundingan bipartit diatur pada Pasal 3 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yakni berlangsung selama 30 hari

kerja sejak dimulainya perundingan. Jika pada saat proses bipartit, para pihak

telah mencapai suatu kesepakatan, maka menurut Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004, bahwa hasilnya dibuat Perjanjian Bersama yang

ditandatangani oleh para pihak.

(33)

Perjanjian Bersama ini bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh

para pihak. Perjanjian ini wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah tempat perjanjian

tersebut diadakan. Apabila setelah pendaftaran perjanjian tersebut terdapat salah

satu pihak yang tidak melaksanakan, maka pihak yang dirugikan dapat

mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri ditempat Perjanjian Bersama tersebut terdaftar. Permohonan

tersebut ditujukan untuk mendapatkan penetapan eksekusi.

Perundingan bipartit dianggap gagal apabila dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari tersebut terdapat salah satu pihak yang menolak untuk berunding atau

proses bipartit telah berjalan namun tidak tercapai suatu kesepakatan. Ketentuan

tentang gagalnya suatu perundingan bipartit diatur dalam Pasal 3 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Sesuai

Dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, hasil

perundingan bipartit yang gagal, oleh salah satu pihak atau kedua belahpihak

mencatatkan pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans)

setempat sebagai instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

Setelah didaftarkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004, Disnakertrans menawarkan kepada para pihak untuk

memilih penyelesaian dengan cara lain yakni melalui konsiliasi atau arbitrase,

(34)

pilihan, maka Disnakertrans melimpahkan penyelesaian perselisihan tersebut

kepada mediator sesuai dengan ketentuan pada Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004.

Para pekerja dapat menjadikan bipartit sebagai langkah awal dalam

pemenuhan hak Tunjangan Hari Raya. Perselisihan yang terjadi tentang

Tunjangan Hari Raya dibicarakan secara musyawarah antara pekerja atau serikat

pekerja dengan pengusaha pemberi Tunjangan Hari Raya. Perundingan ini

dilaksanakan untuk membicarakan pemenuhan hak bagi pekerja dan kewajiban

bagi pengusaha dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya.

2. Mediasi

Jalurmediasi ditempuh karena gagalnya perundingan bipartit. Setelah

pencatatan hasil bipartit, para pihak tidak menetapkan cara lain untuk

menyelesaikan perselisihan, maka Disnakertrans akan menggunakan jalan

mediasi untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Penunjukkan mediasi

sebagai jalan penyelesaian setelah para pihak tidak memilih cara penyelesaian

yang ada (konsiliasi atau arbitrase) didasarkan pada Pasal 3 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyelesaian

perselisihan melalui jalan mediasi adalah wajib karena para pihak tidak memilih

cara penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitersebagai kelanjutan dari

(35)

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, mediasi

dalam hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah

yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Berbeda dengan

perundingan bipartit yang hanya dilakukan oleh para pihak, mediasi dalam proses

pelaksanaannya dilakukan oleh mediator sebagai juru damai yang dapat menjadi

penengah dalam menyelesaikan perselisihan yang ada.65

Penentuan mengenai siapa yang menjadi mediator telah diatur dalam Pasal

1 angka 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Mediator yang melakukan

perdamaian adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di

bidang ketenagakerjaan yakni pegawai Disnakertrans, yang memenuhi

syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dan

Transmigrasi untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban

memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk

menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam

satu perusahaan. Sehingga dengan adanya mediator sebagai pihak penengah,

dapat dikatakan bahwa pemerintah melalui pegawai Disnakertrans sebagai

tripartit yang berkedudukan sebagai pihak ketiga.

(36)

Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, mediator harus

telah menyelesaikan semua tugasnya dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)

hari kerja terhitung setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan

sebagai kelanjutan dari proses bipartit. Setelah menerima pelimpahan

penyelesaian perselisihan, mediator memiliki waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh)

hari kerja untuk mengadakan penelitian tentang perselisihan yang sedang terjadi

dan segera mengadakan sidang mediasi. Selama sidang mediasi, sesuai dengan

anjuran Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mediator dapat

memanggil saksi atau saksi ahli untuk diminta dan didengar keterangannya

menyangkut perselisihan yang terjadi yakni menyangkut tentang tunjangan hari

raya (THR).

b. Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial

Kasus mogok kerja di Rumah Sakit Kisaran dapat diselesaikan melalui PHI,

sebagaimana disebutkan Pasal 57 UU No 2 Tahun 2004 adalah sama dengan Hukum

Acara Perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Perbedaannya hanya

terletak pada pokok gugatan, yaitu dalam surat gugatan hubungan industrial khusus

perkara yang ada hubungannya dengan ketenagakerjaan. Selain itu, perbedaannya

dengan Hukum Acara Perdata, dalam penyelesaian sengketa melalui PHI hanya

melalui dua tingkat pemeriksaan/persidangan, yaitu PHI sebagai pengadilan tingkat

pertama dan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tingkat Terakhir. Pengadilan

(37)

tingkat pertama mengenai perselisihan hak;di tingkat pertama dan terakhir mengenai

perselisihan kepentingan;di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan

hubungan kerja, dan di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.66

Pengadilan Hubungan Industrial menjadi cara penyelesaian yang terakhir

setelah para pihak mencoba melakukan penyelesaian melalui mediasi. Sehingga jika

mediasi atau gagal atau tidak tercapai suatu kesepakatan, salah satu pihak atau

keduanya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Hal ini

dikuatkan dengan Pasal 83 ayat (1) bahwa gugatan akan dikembalikan kepada

penggugat apabila pengajuan gugatan tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui

mediasi atau konsiliasi. Pengadilan Hubungan Industrial sebagai upaya terakhir

yang dapat ditempuh (ultimum remidium) oleh para pihak yang berselisih setelah

melakukan mediasi.

(38)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada bab –

bab sebelumnya mengenai pemberian tunjangan hari raya (THR) oleh pihak Rumah

Sakit Umum Kisaran. Bahwa tunjangan hari raya (THR) adalah balas jasa yang

diberikan kepada karyawannya sesuai dengan jasa yang karyawan berikan kepada

perusahaan. Jasa disini berupa pengorbanan waktu, tenaga, pikiran yang diberikan

untuk perusahaan. Pemberian tunjangan hari raya (THR) yang diberikan harus

mempunyai dasar yang rasional dan juga mempertimbangkan faktor pri kemanusiaan.

1. prosedur pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada pekerja/buruh Dalam

pemberian tunjangan hari raya (THR) oleh Rumah Sakit Umum Kisaran harus

menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan serta prestasi karyawan. Besar

kecilnya tunjangan hari raya akan mempengaruhi kinerja karyawan untuk

bekerja lebih bersemangat sehingga karyawan mempunyai produktivitas yang

tinggi.

Selain itu salah satu cara rumah sakit meningkatkan laba adalah dengan cara

menigkatkan prestasi kerja, kepuasaan kerja dan motivasi kerja karyawan.

Untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan dapat dilakukan dengan cara

(39)

tunjangan hari raya (THR) yang diberikan rumah sakit kepada karyawan atas

jasa – jasa yang diberikan karyawan kepada Rumah Sakit Umum Kisaran.

2. Fakta Hukum Pelanggaran Hak dalam Pemberian Tunjangan Hari Raya di

Rumah Sakit Umum Kisaran adalah Pelaksanaan pembayaran Tunjangan Hari

Raya oleh pihak rumah sakit kepada pekerjanya yang tidak selamanya

berjalan sesuai dengan yang diatur oleh peraturan yang ada. Pihak rumah sakit

terkadang melanggar ketentuan-ketentuan dalam pada Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016. Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut

memiliki pola yang sama di setiap tahun antara lain keterlambatan

pembayaran Tunjangan Hari Raya, kekurangan jumlah Tunjangan Hari Raya

yang diterima atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam pada Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016, serta pengusaha-pengusaha

tersebut tidak membayar sama sekali Tunjangan Hari Raya yang seharusnya

mereka peroleh dengan alasan yang beragam.

Permasalahan mengenai pembayaran Tunjangan Hari Raya yang sesuai

dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 menjadi hal

yang rutin dialami oleh beberapa pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan.

Permasalahan tentang pembayaran ini berpangkal pada pihak rumah sakit

sebagai subyek pemberi tunjangan. Banyak pihak rumah sakit yang belum

membayar tunjangan hari raya kepada pekerja sesuai dengan aturan yang

(40)

dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016.

3. Upaya hukum dalam rangka pemenuhan pembayaran tunjangan hari raya

memalui pengadilan hubungan industrial apabila terjadi persoalan hukum di

kemudian hari dapat meminta ganti rugi baik memalui lembaga di luar

pengadilan (Non Litigasi) dan lembaga pengadilan (Litigasi) yakni

penyelesaian sengketa damai Antara pekerja dan pihak Rumah Sakit Umum

Kisaran dengan cara adanya bipartit yang dibuat kedua belah pihak pihak

dimana Rumah Sakit Umum Kisaran bertanggung jawab atas pelanggaran

pemberian tunjangan hari raya (THR). Persidangan dengan cara mediasi (Win

– Win Solution),. Adapun penyelesaian sengeketa melalui jalur pengadilan

(Litigasi) yang ditempuh melalui Peradilan Hubungan Industrial (PHI)

B. Saran

1. Hendaknya pengusaha sebagai pihak yang menggunakan jasa pekerja

memenuhi segala hak pekerja. Apapun itu bentuknya, baik upah maupun

tunjangan-tunjangan bagi mereka. Pekerja adalah tulang punggung bagi

perusahaan sehingga tanpa pekerja perusahaan tidak akan berjalan. Sehingga

pengusaha harus memenuhi hak pekerja termasuk hak dalam penerimaan

Tunjangan Hari Raya.

2. Perlunya sanksi administrasi, perdata dan pidana yang tegas untuk diberikan

kepada pihak Rumah Sakit Umum Kisaran kepada pihak yang lalai dan telat

(41)

pertanggungjawaban pekerja lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan

tugasnya.

3. Dalam pencapaian pemenuhan penerimaan Tunjangan Hari Raya, pekerja

disarankan menggunakan cara musyawarah secara kekeluargaan dalam

penyelesaiannya. Tidak perlu melalui Pengadilan Hubungan Industrial apabila

melalui musyawarah dapat diselesaikan. Dengan musyawarah, pekerja tidak

membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang banyak, bahkan tuntutan

pekerja dapat dikabulkan. Jika musyawarah tidak berhasil digunakan, gunakan

Pengadilan Hubungan Industrial yang memberikan sanksi perdata bagi

pengusaha dalam rangka pemenuhan tuntutan hak pekerja. Karena melalui

sanksi perdata, hak pekerja dalam menerima Tunjangan Hari Raya akan dapat

Referensi

Dokumen terkait

Proses KBM yang dilaksanakan pada kegiatan lesson study dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas dilihat dari interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bahasa yang digunakan dalam pidato perkawinan, estetika bahasa pidato yang muncul, dan bagaimana konteks pidato menjadi faktor

Pluralisme yang dimaksud oleh Armstrong bukan bertujuan membentuk atau mencip- takan satu bentuk agama baru, yang bersifat global, akan tetapi menja- dikan pemeluk agama

keputusan, pengertian Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) dan mengenai teori yang berhubungan dan diperlukan dalam. pembuatan

Berdasarkan hasil analisis regresi linier ber- ganda, maka kesimpulan yang diperoleh adalah 1) Kinerja keuangan yang diukur dengan ROA mampu meningkatkan nilai

Transporte para o viveiro: assim que retiradas do solo, as mudas devem ser acondicionadas em recipientes com água ou com grande umidade, como sacos plás-

pengembangan masyarakat, pelaksanaan program PKAT pada komunitas Suku Laut di pulau Bertam-Kota Batam memiliki kelemahan mendasar yaitu pelaksanaan program tidak

Darussunnah yang mengatakan:“Adapun faktor-faktor yang mendukung dalam pelaksanaan pembelajaran menghafal Alquran diantaranya: pertama kesadaran atau keinginan santri