• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Tanggung Jawab Perusahaan Bumn Dalam Bentuk Hibah Kredit Usaha Rakyat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Tanggung Jawab Perusahaan Bumn Dalam Bentuk Hibah Kredit Usaha Rakyat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Chapter III V"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BUMN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003

A. BUMN sebagai Perusahaan Perseroan

Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian

besar modalnya dimiliki dari kekayaan negara yang dipisahkan.42 BUMN juga diartikan sebagai suatu kegiatan usaha berbadan hukum yang dibentuk pemerintah

pusat yang berfungsi untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi.43 Kekayaan negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal

negara pada BUMN (Persero dan Perum serta Perseroan terbatas lainnya).44 Pemisahan itu sesuai dengan kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus

mempunyai kekayaan sendiri terlepas dari pada kekayaan umum negara dan

dengan demikian, dapat dikelola terlepas dari pengaruh Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara.

Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada

BUMN bersumber dari berikut ini.45

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Termasuk dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara yaitu meliputi pula proyek-proyek Anggaran

(Jakarta: Quantum MediaPress, 2010), hlm. 60.

44

Baca Penjelasan Umum Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

45

(2)

Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN atau piutang

negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara.

2. Kapitalisasi cadangan, adalah penambahan modal disetor yang berasal dari

cadangan.

3. Sumber lainnya, yang dimaksud dengan sumber lainnya tersebut, antara lain

adalah keuntungan revaluasi aset.

Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau

Perseroan Terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pemisahan kekayaan negara

untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya dapat

dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam modal BUMN

tersebut, sehingga setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah. Demikian juga setiap dilakukan perubahan penyertaan modal negara,

baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur

kepemilikan negara atas saham Persero atau Perseroan terbatas, ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah.

Hal ini dilakukan dengan tujuan mempermudah memonitor dan

penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN dan Perseroan

Terbatas. Namun demikian, bagi penambahan penyertaan modal negara yang

berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya tidak perlu ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah, melainkan cukup melalui Keputusan RUPS bagi

(3)

dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan. Karena pada prinsipnya kekayaan

negara tersebut telah terpisah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 2 UU BUMN, menjelaskan maksud dan tujuan pendirian sebuah

BUMN adalah ;

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

b. Mengejar keuntungan;

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan korporasi;

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Sebagai sebuah badan usaha yang dimiliki oleh negara, BUMN memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:46

1. Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah;

2. Pengawasan dilakukan, baik secara hirarki maupun secara fungsional

dilakukan oleh pemerintah;

3. Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan

pemerintah;

4. Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan

kegiatan usaha;

5. Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab

pemerintah;

6. Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan

negara;

46

(4)

7. Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup

orang banyak;

8. Melayani lembaga ekonomi umum atau pelayanan kepada masyarakat;

9. Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari

keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan;

10. Merupakan salah satu stabilisator perekonomian negara;

11. Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya

prinsip-prinsip ekonomi;

12. Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang

dipisahkan;

13. Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh

masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49% sedangkan minimal 51%

sahamnya dimiliki oleh negara;

14. Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi;

15. Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri.

16. Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan

rakyat;

17. Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.

Adapun manfaat keberadaan BUMN bagi suatu negara adalah sebagai

berikut:47

1. Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai

alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa;

47

(5)

2. Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja;

3. Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan kebutuhan

masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat;

4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai

sumber devisa, baik migas maupun non migas;

5. Menghimpun dana untuk mengisi kas Negara, yang selanjutnya dipergunakan

untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.

B. Pokok-Pokok Pengaturan BUMN Berdasarkan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2003

Persero bentuknya sama seperti PT pada umumnya. UU BUMN mengatur

tentang pemberlakuan segala ketentuan dan prinsip pada Persero yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (selanjutnya disebut dengan UU

PT). Maka dari itu, penjelasan mengenai pokok pengaturan BUMN sebagai

Persero akan ditarik melalui UU PT.

1. Pendirian

Sebagaimana diketahui bahwa BUMN ada 2 (dua) macam bentuk hukum

yatu Persero (Perusahaan Perseroan) dan Perum (Perusahaan Umum). Kedua

bentuk BUMN ini memilik cara pendirian yang berbeda. Dalam skripsi ini saya

akan membahas tentang cara pendirian BUMN yang berbentuk Persero.

Dilihat dari namanya yaitu Perusahaan Perseroan dapat diketahui bahwa

bentuk perusahaan ini selalu berhubungan dengan sero atau saham. Karena erat

(6)

berupa saham. Selanjutnya negara sebagai pendiri Persero kedudukannya juga

sebagai pemegang saham.

Sejalan dengan hal ini di dalam UU BUMN Pasal 1 angka 2 memberikan

pengertian, Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan terbatas yang

modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh

satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan

utamanya mengejar keuntungan. Dengan ditugaskan bahwa Persero berbentuk

Perseroan Terbatas, membawa konsekuensi Persero berlaku UU PT. Hal ini juga

ditegaskan di dalam Pasal 11 UU BUMN, bahwa Persero berlaku UU No. 1

Tahun 1995, yang pada waktu UU BUMN dibentuk masih berlaku UU No. 1

Tahun 1995 yang kemudian diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007.

Persero modalnya terbagi atas saham, karena UUPT memberikan syarat

demikian, dan pendirinya wajib mengambil bagian atas saham. Sebagai BUMN,

Persero didirikan oleh Negara, maka saham seluruhnya atau saham mayoritas

wajib dimiliki oleh negara. Pemilikan saham oleh negara tersebut menjadi ciri

khas Persero. Oleh karena sebagai pemegang saham mayoritas, maka negara

sebagai pengendali Persero.

Tata cara pendirian Persero adalah sebagai berikut:

a) Usul menteri

Pendirian Persero berasal dari usul seorang Menteri yang ditunjuk atau

diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham Negara pada

Persero. Usul tersebut sebelumnya disampaikan kepada Presiden, dilakukan

(7)

kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat BUMN melakukan kegiatan

usaha) dan Menteri Keuangan. Hasil pengkajian digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi Presiden untuk mengeluarkan PP (Peraturan Pemerintah).

b) Dengan ditetapkan Peraturan Presiden

Apabila Presiden dapat menerima usul Menteri yang mewakil pemerintah

selaku pemegang saham dimaksud, maka Presiden harus menertibkan PP sebagai

peraturan pelaksanaan pendirian BUMN, karena sesuan dengan Pasal 5 Ayat (1)

PP No. 5 Tahun 2005 pendirian BUMN dtetapkan dengan PP.

Adapun mengenai isi PP pendirian Persero sekurang-kurangnya memuat

hal-hal sebagai berikut:

1) penetapan pendirian Persero;

2) maksud dan tujuan pendirian Persero;

3) penetapan besarnya penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan

dalam rangka pendirian Persero;

c) Akta pendirian

Meskipun telah ada PP tentang penetapan pendirian BUMN, namun

berhubung Persro berlaku aturan UUPT, maka Menteri yang mewakil pemerintah

selaku pemegang saham wajib membuat akta pendirian Persero. Akta pendirian

terseut dibuat dengan syarat dalam bentuk akta otentik.48 Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Yang dimaksud notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

48

(8)

akta otentik dan kewenangan lainnya. Akta pendirian itu harus dibuat dengan akta

notaris, hal ini berkaitan dengan beberapa persoalan antara lain mengenai bentuk

akta, pembuktian dan kepercayaan.

Oleh karena itu jika Menteri yang mewakili pemerintah selaku pemegang

sahan tidak bersama pihak lain (swasta) dalam mendirikan Persero maka menteri

itu sendiri yang datang menghadap ke notaris untuk membuat akta pendirian

Persero. Untuk pendirian Persero yang demikian mendapat pengecualian dari

Pasal 7 Ayat (7) UUPT, karena Persero tidak harus didirikan dengan 2 (dua)

pendiri, sesuai dengan UU BUMN modalnya dapat seluruhnya dari negara

sehingga Persero dapat didirikan negara secara sendirian.

d) Pengesahan

Setelah memiliki akta pendirian Persero, dan untuk dapat memperoleh

status badan hukum diperlukan pengesahan akta tersebut dari Menteri Hukum dan

HAM. Pengesahan tersebut merupakan suatu kewajiban hukum karena itu pendiri

wajib mengajukan permohonan pengesahan dalam waktu yang telah ditentukan

oleh undang-undang. Tanpa adanya pengesahan tidak mungkin sebuah Perseroan

terbatas akan menjadi badan hukum. Bagi Perseroan yang tidak berstatus badan

hukum, adalah bukan Perseroan terbatas. Pasal 10 Ayat (10) UUPT sangat tegas

menyebutkan, bahwa Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum

bubar karena hukum.

Pengesahan tersebut didasarkan atas adanya sebuah permohonan. Pihak

yang mengajukan permohonan adalah para pendiri Perseroan terbatas secara

(9)

diajukan melalui notaris yang membuat akta pendirian. Permohonan itu harus

diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM paling lambat 60 hari terhitung sejak

tanggal akta pendirian ditandatangani oleh pendiri Perseroan.

Permohonan pengesahan dapat diajukan dengan menggunakan sistem

elektronik. Permohonan pengesahan harus dilengkapi dengan keterangan

mengenai dokumen pendukung sebagaimana Peraturan Menteri Hukum dan HAM

No. M-01.HT.01.10 Tahun 2007 yang meliputi antara lain salinan akta pendirian,

bukti pembayaran biaya untuk persetujuan pemakaian nama, pengesahan badan

hukum Perseroan, dan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik

Indonesia, bukti setor modal Perseroan, urat keterangan alamat lengkap Perseroan

dari pengelola gedung atau surat pernyataan tentang alamat lengkap Perseroan

yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama dengan semua

pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan. Apabila semua

persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, Menteri Hukum dan HAM

menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang

ditandatangani secara elektronik.49 e) Daftar perseroan

Daftar Perseroan merupakan register atau catatan-catatan dari Perseroan

terbatas seluruh Indonesia yang telah berbadan hukum, yang dapat disusun

berdasarkan nama Perseroan menurut urutan abjad (huruf) atau berdasarkan

tanggal Perseroan menjadi badan hukum. Daftar Perseroan merupakan hal yang

baru dalam sejarah Perseroan di Indonesia. Penyelenggaraan daftar Perseroan

49

(10)

dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan dasar hukum Pasal 29 Ayat (1)

UUPT. Setelah Menteri Hukum dan HAM memberikan pengesahan akta

pendirian yang berakibat Perseroan memperoleh status badan hukum, baru

pelaksanaan daftar Perseroan dilakukan.

f) Pengumuman dalam tambahan berita negara

Setiap badan hukum yang bentuknya berupa Perseroan, koperasi, maupun

yayasan wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Tambahan Berita Negara tersebut merupakan media pemerintah untuk

mengumumkan berdirinya badan hukum perdata maupun adanya perubahan

anggaran dasarnya. Dengan dimuatnya di dalam Tambahan Berita Negara ini

merupakan pengumuman resmi yang disampaikan oleh pemerintah dengan tujuan

agar masyarakat mengetahui.

Pengumuman ke dalam Tambahan Berita Negara RI sudah diurus oleh

Menteri Hukum dan HAM50 dan yang diumumkan adalah akta pendirian Perseroan beserta keputusan Menteri tersebut. Dengan adanya pemberitahuan

tersebut supaya masyarakat mengetahui tentang adanya Perseroan baru di

kalangan bisnis. Waktu untuk melakukan pengumuman dalam Tambahan Berita

Negara sudah ditentukan dalam Pasal 30 Ayat (2) UUPT dimana waktu dibatasi

paling lambat 14 hari sejak Menteri Hukum dan HAM menerbitkan keputusannya.

Diaturnya waktu pengumuman tersebut untuk memberikan kepastian hukum

kepada masyarakat bahwa Perseroan memang benar berbadan hukum karena

mempengaruhi siapa yang bertanggungjawab di dalam sebuah Perseroan.

50

(11)

g) Nama Persero

Setiap badan hukum yang berupa Perseroan terbatas termasuk Persero,

pendirinya perlu memberikan nama kepada Perseroan yang didirikannya. Dengan

memberi nama kepada Perseroan, maka terutama pada masyarakat dapat

mengetahui atau membedakan antara Perseroan yang satu dengan yang lainnya.

Warga masyarakat akan mengingat nama sebuah Perseroan ketika ia mempunyai

kepentingan yang berhubungan dengan sebuah Perseroan, kemudian akan

mengingat pula identitas Perseroan yang lainnya antara lain, alamatnya, usahanya,

nama pengurusnya, dan sebagainya.

2. Organ

Setiap badan hukum yang berupa perusahaan termasuk BUMN

mempunyai organ atau alat perlengkapan yang berfungsi untuk menjalankan

kegiatannya sehari-hari. Pada umumnya perusahaan yang berbadan ukum

mempunyai 3 (tiga) alat perlengkapan yaitu rapat pemilik modal, pengurus, dan

pengawas. Untuk BUMN pada prinsipnya sama, juga mempunyai alat

perlengkapan yang istilahnya berbeda satu dengan lainnya yang didasarkan atas

bentuk hukumnya. Untuk Persero alat perlengkapannya yaitu RUPS, Direksi dan

Dewan Komisaris.

a. RUPS

Organ tertinggi pada Persero adalah RUPS. Apabila pendiri BUMN hanya

Negara saja, maka Menteri selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal selaku

(12)

swasta, kedudukan para pendiri masing-masing sebagai pemegang saham,

keputusan RUPS diambil secara bersama-sama.

Seorang Menteri yang dipercaya sebagai pemegang saham Persero dan

kedudukannya juga sebagai pmbantu Presiden, mempunyai pekerjaan yang sangat

sibuk dalam mengurus Negara, sehingga sewaktu “mengurus” Persero

kemungkinan waktunya sedikit sekali, bahkan terkadang berhalangan untuk itu.

Agar dapat menjalankan tugas dengan lancer Pasal 14 Ayat (2) UU BUMN

memberi kesempatan kepada Menteri tersebut untuk memberi kuasa kepada

seseorang atau badan hukum.

Orang yang diberi kuasa disini adalah terbatas pada bawahan Menteri

dalam hal ini kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Meskipun

Menteri telah memberikan kuasa kepada seseorang badan hukum, namun untuk

mengambil keputusan RUPS terhadap hal-hal tertentu yang sifatnya strategis bagi

kelangsungan Persero, yaitu:

1) Perubahan jumlah modal;

2) Perubahan anggaran dasar;

3) Rencana penggunaan laba;

4) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta

pembubaran Persero;

5) Investasi dan pembiayaan jangka panjang;

6) Investasi dan pembiayaan jangka panjang;

7) Kerja sama Persero;

(13)

9) Pengalihan aktiva.

Ketentuan Pasal 14 Ayat (3) UU BUMN ini maksudnya baik, setidaknya

Menteri merasa dihormati sebelum mengambil keputusan RUPS, apalagi yang

penerima kuasa bawahan Menteri dan materinya merupakan hal-hal yang penting

bagi Perseroan. Namun sesungguhnya ketentuan tersebut tidak sejalan dengan

asas pemberian kuasa yang diatur dalam Buku Ketiga KUH.Perdata, karena di

dalam pemberian kuasa hubungan antara pemberi kuaa dengan penerima kuasa

bukan hubungan antara atasan dengan bawahan dalam organisasi kerja, juga

bukan hubungan antara orang yang memerintah dengan orang yang diperintah,

tetapi hubungan pemberian kuasa, tidak perlu meminta persetujuan lagi, karena

perjanjian itu sendiri merupakan bentuk persetujuan.

b. Direksi

Direksi adalah organ yang melakukan kepengurusan perusahaan. Pada

umumnya dikehendaki direksi dapat menjalankan tugas-tugas secara bebas dan

professional. Idelanya seorang direksi bukan berasal dari orang dalam perusahaan

serta telah berpengalaman sehingga dapat independen dalam mengurus

perusahaan karena tidak mempunyai kepentingan pribadi atau kepentingan yang

berhubungan dengan pihak lain.

Persyaratan ntuk menjadi anggota direksi BUMN sesuai dengan Pasal 93

Ayat (1) UUPT yaitu, orang-perorangan yang mampu/cakap melakukan perbuatan

hukum, dan 5 (lima) tahun sebelumnya yang bersangkutan tidak pernah

dinyatakan oleh pengadilan, sebagai berikut:

(14)

2) menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang

dinyatakan besalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit;

atau

3) dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan

Negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Jumlah direksi sebuah perusahaan pada dasarnya bebas memiliki beberapa

saja orang yang mampu mengurus perusahaan. Memang pada umumnya, banyak

sedikitnya jumlah anggota direksi selalu dipengaruhi besar kecilnya usaha

perusahaan. Dengan kata lain banyaknya personel direksi tergantung dari

kebutuhan perusahaan untuk BUMN prinsipnya juga demikian. Anggota Direksi

dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:51

1) anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha

milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan

benturankepentingan;

2) jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga

pemerintah pusat dan daerah; dan/atau

3) jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

c. Komisaris

Pengangkatan dan pemberhentian komisaris dilakukan oleh RUPS. Dalam

hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian komisaris

dilakukan oleh Menteri. Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan

51

(15)

integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang

berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang

memadai di bidang usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang

cukup untuk melakukan tugasnya.52 3. Anggaran dasar

Semua organisasi baik yang berupa perusahaan maupun yang bukan

perusahaan pada umumnya mempunya anggaran dasar. Anggaran dasar tidak

lebih dari sebuah aturan permainan organisasi yang sengaja dibuat dan sifatnya

mengikat secara intern. Semua organ yang ada di dalam organisasi harus tunduk

kepada peraturan dasar ini.

Anggaran dasar Persero bentuknya sama seperti PT pada umumnya karena

berlaku Pasal 15 sampai dengan Pasal 28 UU PT. Isi anggaran dasar pada garis

besarnya berisi tentang identitas Perseroan, tujuan, jangka waktu berdirinya,

personel yang duduk dalam organ Perseroan, serta masalah laba Perseroan.

Anggaran dasar Perseroan pertama kali dibuat oleh para pendirinya, yaitu dimuat

di dalam akta pendirian Perseroan.53 Ketika Perseroan memperoleh status badan hukum dengan pengesahan akta pendirian oleh Menteri Hukum dan HAM, maka

anggaran dasar Perseroan serta merta memperoleh pengeahan. Dengan adanya

pengesahan tersebut, anggaran dasar apabila dilakukan perubahan, Menteri

Hukum dan HAM harus pula mengetahuinya, karena perubahan tersebut juga

dicatat dalam daftar Perseroan.

52

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 28 Ayat (1).

53

(16)

Isi anggaran dasar pada garis besarnya berisi tentang identitas Perseroan,

tujuan, jangka waktu berdirinya, personel yang duduk dalam organ Perseroan,

serta masalah laba Perseroan. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 Ayat (1) UUPT,

anggaran dasar Perseroan berisi sekurang-kurangnya memuat mengenai hal-hal

sebagai berikut:

a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan.

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan.

c. Jangka waktu berdirinya Perseroan.

d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.

e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk

tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai

nominal setiap saham.

f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris.

g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS.

h. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan

Dewan Komisaris.

i. Tata cara penggunaan laba dan pembagan deviden.

4. Penggunaan laba

Telah diketahui di atas bahwa BUMN adalah perusahaan yang tujuan

utamanya adalah mencari keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya.

Penggunaan laba BUMN untuk Persero diatur di dalam Pasal 70 sampai dengan

73 UU PT. Laba yang diperoleh BUMN pada prinsipnya tidak digunakan

(17)

pemilik modalnya. Pada umumnya laba dihitung selama satu tahun mengikuti

sistem pembukuan perusahaan.54 a. Macam-macam laba

Barang dagangan yang laku terjual dan hasilnya setelah dihitung lebih

besar daripada modalnya maka selisihnya disebut keuntungan (laba). Ada 2 (dua)

macam laba, yaitu laba kotor dan laba bersih. Adapun yang dinamakan laba kotor,

adalah pendapatan yang diperoleh dikurangi dengan modal yang telah

dikeluarkan, maka sisanya inilah yang disebut laba kotor. Dikatakan laba kotor

karena laba ini masih utuh, karena belum pernah dikurangi oleh biaya-biaya

apapun yang pernah dikeluarkan perusahaan.

Apabila laba kotor sudah terjadi pengurangan dengan sejumlah biaya,

maka sisanya sering disebut laba bersih. Menurut Penjelasan Pasal 70 Ayat (1)

UUPT, laba bersih adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi pajak.

Dengan kata lain, pendapatan kotor dikurangi pajak sama dengan laba bersih.

Laba bersih inilah yang akan dimanfaatkan Perseroan untuk kepentingan

kemakmuran dalam Perseroan itu sendiri.

Pasal 70 Ayat (1) UUPT menghendaki sebagian dari laba bersih disisihkan

dalam jumlah tertentu untuk kepentingan dana cadangan. Untuk kepentingan

tersebut Perseroan wajib membentuk dan cadangan lainnya yang bukan sebuah

kewajiban. Cadangan wajib adalah jumlah tertentu yang wajib disisihkan oleh

Perseroan setiap tahun buku, dan digunakan untuk menutup kemungkinan adanya

54

(18)

kerugian Perseroan pada masa yang akan datang.55 Bentuk cadangan wajib tidak harus selalu berupa uang tunai, tetapi dapat berbentuk aset lainnya yang mudah

dicairkan. Cadangan ini tidak dapat dibagikan sebagai deviden. Mengenai

besarnya cadangan wajib sudah ditentukan olh undang-undang sebagai jumlah

yang dinilai layak adalah paling sedikit 20% dari jumlah modal BUMN.

Kewajiban untuk menyisihkan laba bersih untuk membersihkan dana

cadangan hanya berlaku untuk Perseroan yang mempunyai saldo laba yang

positif. Saldo laba positif yaitu laba bersih dalam tahun buku berjalan yang telah

dapat menutup akumulasi kerugian BUMN dari tahun buku sebelumnya. Jika

tidak mempunyai saldo laba yang positif, maka konsekuensinya Perseroan tidak

ada kewajiban untuk melakukan hal itu.

Sebagaimana diketahui bahwa dana cadangan wajib minimal sebesar 205

dari modal BUMN. Apabila cadangan wajib nilainya belum mencapai batas

minimal tersebut, menurut ketentuan Pasal 70 Ayat (3) UU PT hanya boleh

dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan

lain. Sedangkan yang dinamakan dengan cadangan lainnya, adalah cadangan di

luar cadangan wajib yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan perusahaan,

misalnya untuk perluasan usaha, untuk pembagian dividen, untuk tujuan social,

dan lain sebagainya.

Pada prinsipya penggunaan laba BUMN ditentukan oleh keputusan

RUPS/Menteri sebagaimana ketentuan Pasal 71 Ayat (1) UU PT. Hal ini

55

(19)

dikarenakan laba yang diperoleh oleh Perseroan itu sebenarnya milik pemilik

modal.56

Modal yang berasal dari pemilik dijalankan oleh direksi dengan diawasi

oleh komisaris/dewan pengawas. Oleh karena itu pemilik modallah yang berhak

mengaturnya. Meskipun demikian UUPT maupun UU BUMN menghendaki

keputusan RUPS /Menteri dalam mengatur penggunaan laba tersebut harus

memperhatikan tentang kepentingan perusahaan dan tingkat kewajaran.

Dengan berdasarkan keputusan RUPS Menteri dapat ditetapkan sebagian

atau seluruh laba bersih digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang

saham, cadangan, dan pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk anggota

direksi dan anggota komisaris/dewan pengawas, serta bonus ntuk karyawan.

Pemberian tansiem dan bonus tersebut berkaitan dengan kinerja Perseroan yang

dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya.

5. Kewajiban Pelayanan Umum

Amanat yang diemban BUMN untuk melakukan kewajiban pelayanan

umum atau public service obligation (selanjutnya disebut PSO) diatur dalam Pasal

66 UU BUMN, yaitu:

1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk

menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap

memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.

2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih

dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri.

56

(20)

Berdasarkan Pasal 66 UU BUMN tersebut, pemerintah dapat memberikan

penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan

umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Apabila

penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus

memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN

tersebut termasuk margin yang diharapkan.57 Pada prinsipnya, penugasan PSO pada BUMN merupakan implementasidari Pasal 34 Ayat 3 Undang-Undang

Dasar 1945 Amandemen ke IV yang mengatur bahwa “Negara bertanggung jawab

atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayananan umum

yang layak.“ Hal ini berarti, apapun alasannya dan bagaimanapun caranya PSO

harus dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

Di sisi lain, BUMN sebagai entitas bisnis juga dituntut untuk dapat

berkompetisi dengan pelaku usaha lainnya (swasta) sebagai penggerak

perekonomian dengan tujuan menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya.

Berdasarkan fakta tersebut, pemerintah sebagai pemberi tugas, seharusnya

memikirkan pemberian dana untuk melaksanakan PSO. Permasalahan yang

timbul adalah tidak sedikit BUMN pengemban PSO yang merugi, atau pemberian

dana PSO yang tidak seimbang dengan beban kewajiban pelayanan umum yang

diemban BUMN, bahkan ada BUMN yang sama sekali tidak menerima dana

PSO.58

57

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, bagian penjelasan Pasal 66.

58

(21)

Penerapan PSO pada BUMN semakin menimbulkan beban, mengingat

dana PSO berasal dari APBN, yang pertanggungjawabannya tunduk pada

pengelolaan keuangan Negara berdasarkan Undang –Undang Nomor 15 Tahun

2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan

Negara beserta peraturan-peraturan yang terkait lainnya.59 Pemberlakuan Undang-Undang yang mengatur tentang Keuangan Negara seringkali menyebabkan

implementasi PSO terhambat baik secara teknis maupun besarannya. Hambatan

teknis sangat dirasakan oleh BUMN yang menerima tugas mengemban PSO pada

awal tahun anggaran, namun baru menerima dana PSO pada akhir tahun,

mengingat pemerintah melalui Departemen Keuangan harus melakukan verifikasi

sebelum dana PSO diberikan. Mekanisme pemberian dana PSO yang demikian

tentu saja akan mengganggu arus kas BUMN.

C. Tanggung Jawab BUMN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2003

Adapun tanggung jawab perusahaan BUMN dapat dilihat pada Bab V

Pasal 74 UU PT, yaitu:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau

bersangkutan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab

sosial dan lingkungan.

59

(22)

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang

dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenakan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Surat Edaran Menteri Negara BUMN Nomor SE-21/MBU/2008

menyebutkan:

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) diwajibkan kepada BUMN yang kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam, atau kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Walaupun BUMN di bidang lain pun dapat saja melaksanakan TJSL. Pasal 88 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan:

“BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN”.

Suatu bank baik berbentuk BUMN ataupun tidak dalam menyalurkan

kredit kepada nasabahnya berpegangan pada prinsip pedoman kelayakan

penyaluran kredit, antara lain :60 1. Prinsip Kepercayaan

Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap

pemberian kredit sebenarnya mesti selalu dibarengi oleh kepercayaan. Yakni

kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaligus

kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya.

Tentunya untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan ini, oleh kreditur

mestilah dilihat apakah calon debitur memenuhi berbagai kreteria yang

biasanya diberlakukan terhadap pemberian kredit.

60

(23)

2. Prinsip Kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian (prudent) adalah salah satu konkretisasi dari prinsip

kepercayaan dalam pemberian kredit. Disamping pula sebagai perwujudan

dari prinsip prudent banking dari selutuh kegiatan perbankan.

Munir Fuadi berpendapat selain prinsip kepercayaan dan kehati-hatian

terdapat juga prinsip 5 C yaitu singkatan unsur-unsur character, capacity, capital,

conditions of economy dan collateral. Yang kalau diuraikan sebagai berikut :61 1. Character (kepribadian)

Salah satu unsur yang diperhatikan oleh bank sebelum memberikan kreditnya

adalah penilaian atas karakter atau kepribadian/watak dari calon debiturnya.

Karena watak yang jelek akan menimbulkan perilaku-perilaku jelek pula.

Perilaku yang jelek tidak mau membayar hutang atau memenuhi kewajian.

Untuk itu perlu adanya survey dari bank terhadap calon debiturnya.

2. Capacity (kemampuan)

Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya sehingga

dapat diprediksi kemampuannya untuk melunasi hutangnya. Kalau

kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit yang besar,

demikian pula jika tren bisnisnya menurun maka kredit mestinya tidak

diberikan.

3. Capital (modal)

Permodalan dari suatu debitur juga merupakan hal yang penting harus

diketahui oleh calon krediturnya, karena permodalan dan kemampuan

61

(24)

keuangan dari suatu debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan

tingkat kemampuan bayar kredit. Jadi masalah likuiditad dan solvabi;itas dari

suatu badan usaha menjadi penting artinya.

4. Condition of economy (kondisi ekonomi)

Kondisi perekonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor

penting pula untuk dianalisis sebelum kredit diberikan, terutama berhubungan

langsung dengan bisnis debiturnya.

5. Collateral (agunan)

Tidak diragukan lagi betapa pentingnya fungsi agunan/jaminan dalam setiap

pemberian kredit, karena itu bahkan menurut undang-undang mensyaratkan

bahwa agunan harus ada dalam setiap pemberian kredit.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk Persero pada

umumnya sama dengan PT, pada UU BUMN diatur tentang pemberlakuan segala

ketentuan dan prinsip pada Persero yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40

(25)

BAB IV

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BUMN DALAM

BENTUK HIBAH KREDIT USAHA RAKYAT BERDASARKAN

UNDANG – UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003

A. Mekanisme Pemberian Hibah Kredit Usaha Rakyat

Pemberian kredit perbankan untuk pengembangan sektor UMKMK

masyarakat perlu melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya demi

meningkatkan kesejahteraannya. Dalam kenyataanya tidak semua masyrakat

terutama masyarakat lapisan menengah ke bawah yang memiliki modal yang

cukup untuk membuka atau mengembangkan usaha dan produktifiasnya, sehingga

dalam hal ini mereka membutuhkan bantuan yang berupa pinjaman atau kredit.

Kredit dibutuhkan oleh masyarakat baik oleh perorangan maupun badam usaha

untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya ataupun untuk meningkatkan kegiatan

produksinya.

Mekanisme pelaksanaan KUR dapat dilihat berikut ini:

1. Pemerintah melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan

penjamin kredit.

2. Pemerintah membayar imbal jasa (IJP) sebesar 3,25% per tahun dari

outstanding KUR.

3. MoU antara Pemerintah, Bank Pelaksana dan Perusahaan Penjamin yang

mengatur mekanisme KUR serta hak dan kewajiban masing-masing pihak.

4. Bank menyalurkan KUR. Dana yang disalurkan sebagai KUR, 100%

(26)

5. Penerima KUR wajib memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan cicilan

pokok kepada bank.

6. Bank pelaksana mengajukan Daftar Nominatif Penerima KUR

7. PPK menerbitkan Sertifikat Penjamin (SP) dengan penjaminan sesuai dengan

yang ditetapkan dalam SOP KUR

8. Bank Pelaksana mengajukan klaim penjamin untuk kredit dengan

kolektabilitas 4 dan 5.

9. Perusahaan Penjamin Kredit membayar klaim yang diajukan setelah

melakukan verifikasi.

Mekanisme penyaluran KUR terdiri dari:

1. Langsung dari Bank Pelaksana ke UMKMK

2. Tidak langsung, melalui lembaga linkage dengan pola executing

3. Tidak langsung, melalui lembaga linkage dengan pola channeling.

Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara langsung ke UMKMK

adalah sebagai berikut:62

Skema. 4.1. Penyaluran KUR secara Langsung ke UMKMK

b

a

62

http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/klaster-iii/progam-kredit-usaha-rakyat-kur/ (diakses tanggal 5 Mei 2016)

Bank Pelaksana Perusahaan Penjamin

(27)

Keterangan:

a = Bank melakukan penilaian secara individu terhadap calon debitur KUR.

Apabila dinilai layak dan disetujui oleh Bank Pelaksana, maka Debitur

KUR menandatangani Perjanjian Kredit

b = Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada Perusahaan Penjamin

Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara tidak langsung melalui

lembaga linkage dengan pola executing adalah sebagai berikut:

Skema. 4.2. Penyaluran KUR secara Tidak Langsung Pola Executing

c

PK b

a d

e

Keterangan:

a = Lembaga linkage mengajukan permohonan Kredit/Pembiayaan kepada

Bank Pelaksana

b = Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur dan

analisa kelayakan. Apabila dinyatakan layak dan disetujui, maka Bank

Pelaksana menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayaan dengan

Lembaga Linkage.

Bank Pelaksana Perusahaan Penjamin

(28)

c = Bank Pelaksana mengajukan permintaan penjaminan kredit/pembiayaan

kepada Perusahaan Penjamin.

d = Lembaga Linkage menyalurkan kredit/pembiayaan yang diterima dari

Bank Pelaksana kepada debitur UMKMK dari Lembaga Linkage.

e = Debitur UMKMK melakukan pembayaran kewajiban kredit/pembiayaan

kepada Lembaga Linkage.

f = Lembaga Linkage bertanggungjawab terhadap pelunasan KUR kepada

Bank Pelaksana.

Skema penyaluran KUR yang dilakukan secara tidak langsung melalui

lembaga linkage dengan pola channeling adalah sebagai berikut:

Skema. 4.3. Penyaluran KUR secara Tidak Langsung Melalui Linkage

d

PK b c

e

a

Keterangan:

a = Untuk mendapatkan kredit/pembiayaan dari Bank Pelaksana, UMKMK

memberikan kuasa kepada pengurus Lembaga Linkage untuk

mengajukan kreditdan menjaminkan agunan kepada Bank Pelaksana;

b = Lembaga Linkage mewakili UMKMK mengajukan permohonan kredit

kepada Bank Pelaksana.

Bank Pelaksana Perusahaan

Penjamin

(29)

c = Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur dan

analisa kelayakan. Apabila layak dan disetujuimaka Bank Pelaksana:

1) Berdasarkan kuasa dari Bank Pelaksana, maka Lembaga Linkage

menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayaan dengan UMKMK

atau;

2) Berdasarkan kuasa dari UMKMK, maka Lembaga Linkage

menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayaan dengan Bank

Pelaksana.

d = Bank mengajukan permohonan penjaminan kepada perusahaan penjamin.

e = Lembaga Linkage menerus pinjamkan kredit/pembiayaan yang diterima

dari Bank Pelaksana kepada debitur UMKMK. Debitur UMKMK

melakukan pembayaran kewajiban kredit/pembiayaan kepada Bank

Pelaksana melalui Lembaga Linkage. UMKMK bertanggung jawab

melunasi KUR kepada BankPelaksana.

Lembaga Linkage yaitu Koperasi Sekunder, Koperasi Primer (Koperasi

Simpan Pinjam, Unit Simpan Pinjam Koperasi), Badan Kredit Desa (BKD),

Baitul Mal Wa Tanwil (BMT), Bank Perkreditan Rakyat/Syariah (BPR/BPRS),

Lembaga Keuangan Non Bank,Kelompok Usaha, Lembaga Keuangan Mikro.

Kepada debitur KUR dapat diberikan jangka waktu fasilitas KUR maksimal

selama 3tahun untuk modal kerja dan maksimal lima (5) tahun untuk investasi.

Pemberian penambahan plafon dapat dilakukan tanpa menunggu pinjaman

dilunasi, dengan ketentuan sebagai berikut:

(30)

2. Total pinjaman setelah penambahan tidak melebihi Rp 5.000.000,- untuk

KURMikro atau tidak melebihi sebesar Rp 500.000.000,- (untuk KUR Ritel

atau tidak melebihi Rp.1.000.000.000 untuk KUR yang diberikan kepada

Lembaga Linkage dengan pola executing.

3. Ketentuan lainnya, sesuai dengan ketentuan KUR Mikro atau KUR Ritel atau

KUR melalui Lembaga Linkage.

Ketentuan penyaluran KUR kepada Lembaga Linkage dengan pola

executing adalah sebagai berikut:63

1. Lembaga Linkage tersebut diperbolehkan sedang memperoleh Kredit/

Pembiayaandari perbankan.

2. Lembaga Linkage tersebut tidak sedang memperoleh Kredit Program

Pemerintah.

3. Plafon KUR yang dapat diberikan oleh Bank Pelaksana kepada Lembaga

Linkage maksimal sebesar Rp. 1.000.000.000,- dengan jangka waktu sesuai

ketentuan KUR.

4. Suku bunga KUR dari Bank Pelaksana kepada Lembaga Linkage maksimal

sebesar14 % efektif pertahun.

5. Suku bunga dan plafon kredit/pembiayaan dari Lembaga Linkage kepada

UMKMK ditetapkan maksimal sebesar 22% efektif per tahun dan maksimal

Rp 100 juta perdebitur.

6. Lembaga Linkage bertanggung jawab atas pengembalian KUR yang diterima

dari Bank Pelaksana.

63

(31)

7. KUR yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin adalah KUR yang diterima

oleh Lembaga Linkage yang masih termasuk dalam kriteria terjamin sesuai

dengan perjanjian kerjasama Bank Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin.

Ketentuan penyaluran KUR kepada Lembaga Linkage dengan pola

channeling adalah sebagai berikut:

1. Lembaga Linkage diperbolehkan sedang memperoleh Kredit/Pembiayaan dari

perbankan maupun Kredit Program Pemerintah.

2. Jumlah KUR yang disalurkan oleh Bank Pelaksana adalah sesuai dengan

daftar nominatif calon debitur yang diajukan oleh Lembaga Linkage.

3. Plafon, suku bunga dan jangka waktu KUR melalui Lembaga Linkage kepada

debitur mengikuti ketentuan KUR Retail dan KUR Mikro.

4. Atas penyaluran KUR tersebut, Lembaga Linkage berhak memperoleh fee

dari Bank Pelaksana yang besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan

dengan Bank Pelaksana.

5. Debitur KUR bertanggungjawab atas pengembalian KUR.

6. Jumlah kredit yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin adalah sesuai dengan

yang diterima oleh Debitur KUR.

Plafon KUR yang dapat diperoleh UMKMK yaitu:

1. KUR Mikro: KUR yang diberikan dengan plafon sampai dengan Rp.

5.000.000,00 (lima juta rupiah).

2. KUR Ritel: KUR yang diberikan dengan plafon diatas Rp. 5.000.000,00 (lima

juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

(32)

1. Memenuhi persyaratan KUR yang ada pada Bank Pelaksana.

2. Menyerahkan agunan kepada Bank.

3. Membayar kewajiban (pokok pinjaman dan bunga) atas KUR yang diterima

sesuai repayment yang disepakati dengan Bank sampai kredit lunas.

4. Apabila debitur UMKMK tidak melunasi kewajiban KUR, maka:

a. Bank pelaksana akan melakukan penjualan agunan dan apabila nilai

penjualan agunan masih tidak mencukup maka debitur masih wajib

melunasi KUR.

b. Terdaftar sebagai debitur blacklist Bank Indonesia.

Kementerian Teknis mempunyai peranan dalam penyaluran KUR sebagai

berikut:

1. Mempersiapkan UMKMK yang melakukan usaha produktif yang bersifat

individu, kelompok, kemitraan dan /atau cluster yang dapat dibiayai dengan

KUR.

2. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima

penjaminan KUR.

3. Melakukan pembinaan dan pendampingan UMKMK selama masa

kredit/pembiayaan atau ketika usulan kredit/ pembiayaan UMKMK ditolak

oleh Bank Pelaksana.

4. Memfasilitasi hubungan antara UMKMK dengan pihak lainnya seperti

perusahaaninti/offtaker yang memberikan kontribusi dan dukungan untuk

kelancaran usaha.

(33)

a. Menyiapkan rencana kerja pendukung pelaksanaan KUR (penyiapan calon

debitur KUR, pembinaan dan pendampingan selama masa

kredit/pembiayaan, serta penyediaan fasilitasi dengan pihak lain,

khususnya Pemerintah Daerah, yang mendukung kelancaran UMKMK;

b. Memasukkan rencana kerja pendukung pelaksanaan KUR sesuai

tupoksinya dalam rancangan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja

K/L) masing-masing, dan mengusulkan penganggarannya;

c. Pengaturan lebih lanjut mengenai kegiatan perencanaan terkait

pelaksanaan KUR dapat dirumuskan dalam SOP tersendiri oleh

Kementerian.

Apabila menurut Bank Pelaksana UMKMK tersebut dinyatakan layak dan

memenuhi ketentuan dan persyaratan KUR, maka kepada UMKMK tersebut dapat

diberikan KUR. KUR bukan merupakah hibah pemerintah kepada masyarakat.

Sesuai dengan pengertian KUR sebelumnya disebutkan bahwa KUR adalah

kredit/pembiayaan kepada UMKMK, sehingga UMKMK wajib mengembalikan

dana pinjaman KUR tersebut kepada Bank pemberi KUR. Perlu dipahami bahwa

uang KUR bukanlah dana dari pemerintah melainkan dana dari pihak perbankan,

sehingga disalurkan melalui mekanisme perbankan dan juga harus dikembalikan

sesuai ketentuan dari pihak perbankan. Sumber dana penyaluran KUR adalah

100% (seratus persen) bersumber dari dana Bank Pelaksana yang dihimpun dari

dana masyarakat berupa giro, tabungan dan deposito.

Manfaat KUR bagi UMKM adalah membantu pembiayaan yang

(34)

manfaat KUR adalah tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan

pemberdayaan UMKMK dalam rangka penanggulangan/pengentasan kemiskinan

dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melalui

BPKP akan melakukan pengawasan yang bersifat preventif danmelakukan

verifikasi secara selektif dan Bank Indonesia akan mengawasi Bank Pelaksana

dalam kapasitas sebagai pengawas bank.

B. Pelaksanaan Tanggung Jawab Perusahaan BUMN dalam Bentuk Hibah

Kredit Usaha Rakyat Berdasarakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2003

Ada tiga (3) pilar penting dalam pelaksanaan program ini. Pertama adalah

pemerintah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Departemen Teknis (Departemen

Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan

dan Perikanan, Departemen Perindustrian, dan Kementerian Koperasi dan UKM).

Pemerintah berfungsi membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian berikut

penjaminan kredit. Kedua, lembaga penjaminan yang berfungsi sebagai penjamin

atas kredit dan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan. Ketiga, perbankan

sebagai penerima jaminan berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKM dan

Koperasi.

Bertindak sebagai lembaga penjaminan dalam program ini adalah PT.

(Persero) Asuransi Kredit Indonesia (selanjutnya disebut PT. Askrindo) dan

Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (selanjutnya disebut Perum

(35)

yaitu Bank Penyalur terdiri dari tujuh (7) Bank Umum dan duapuluh enam (26)

Bank Pembangunan Daerah (BPD). Keenam Bank Umum penyalur KUR sampai

saat ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah

Mandiri dan Bank Bukopin. Adapun 13 BPD penyalur KUR diantaranya adalah:

Bank Nagari, Bank DKI, Bank Jatim, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jabar Banten,

Bank NTB, Bank Kalbar, Bank Kalteng, Bank Kalsel, Bank Sulut, Bank Maluku

dan Bank Papua.

Pihak-pihak yang terkait dengan penyaluran KUR di tingkat daerah

disesuaikan dengan keberadaan masing-masing bank di daerahnya. Tujuh bank

umum selaku penyalur secara umum berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Untuk

bank pembangunan daerah selaku bank penyalur tergantung daerah

masing-masing sesuai dengan tugas penyaluran KUR sebagaimana disebutkan

sebelumnya. Koordinasi program KUR secara umum dilakukan oleh TKPK

Daerah melalui kelompok program Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi

Mikro dan Kecil. Di beberapa daerah, keberadaan TKPK Daerah ini didukung

oleh Tim Percepatan Penyalur KUR dibawah koordinasi Biro Ekonomi

Pemerintah Tingkat I dan II.

Sumber dana penyaluran KUR 100% bersumber dari dana Bank

Pelaksana. Pemerintah, melalui perusahaan penjamin hanya memberikan

sebagian penjaminan terhadap Bank Pelaksana atas KUR yang diberikan kepada

UMKMK. Perusahaa penjaminan mendapat Imbal Jasa Penjaminan (IJP) yang

dibayar pemerintah. Karena itu, UMKMK wajib melunasi KUR yang diterima

(36)

Sasaran program KUR adalah kelompok masyarakat yang telah dilatih dan

ditingkatkan keberdayaan serta kemandiriannya pada kluster program

sebelumnya.Harapannya agar kelompok masyarakat tersebut mampu untuk

memanfaatkan skema pendanaan yang berasal dari lembaga keuangan formal

seperti Bank, Koperasi, BPR dan sebagainya. Dilihat dari sisi kelembagaan, maka

sasaran KUR adalah UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi).

Sektor usaha yang diperbolehkan untuk memperoleh KUR adalah semua sektor

usaha produktif.

1. Upaya bank dalam menangani debitur KUR bermasalah

a. Bentuk upaya bank menangani debitur KUR bermasalah melalui

pemenuhan kewajiban penyediaan jaminan tambahan. Menurut Standar

Operasional dan Prosedur KUR disebutkan bahwa debitur KUR yang

bermasalah dimungkinkan untuk direstrukturisasi sesuai dengan ketentuan

yang berlaku di bank pelaksana, dengan ketentuan :64

1) Tidak diperbolehkan penambahan plafond pinjaman KUR.

2) Ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan KUR Mikro atau KUR

Ritel.

3) Terhadap KUR yang direstrukturisasi tidak menggugurkan hak klaim

dari bank pelaksana kepada perusahaan penjamin.

Debitur dan kreditur membuat perjanjian kredit dalam benturk tertulis. Di

dalam perjanjian kredit debitur diwajibkan untuk menyediakan jaminan

64

(37)

tambahan kepada bank guna mengurangi risiko kredit macet, karena

jaminan tambahan yang dijadikan oleh debitur merupakan barang yang

menjadi beban debitur kerika dilpaskan dari debitur sendiri. Pada

pelaksanaan pemberian KUR untuk KUR Mikro atau KUR yang

plafondnya sampai dengan Rp.20.000.000 (dua puluh juta rupiah) dapat

diberikan tanpa agunan, namun agunan tambahan tetap diminta oleh pihak

bank pemberi kredit. Hal ini bertujuan untuk menanggulangi risiko kredit

sebesar 30 %.65

b. Bentuk upaya bank menangani debitur KUR bermasalah melalui klaim

bank terhadap jaminan pokok yang dijamin oleh perusahaan asuransi KUR

bukan merupakan hibah pemerintah kepada masyarakat. KUR adalah

kredit/pembiayaan kepada UMKMK, sehinggga UMKMK wajib

mengembalikan dana pinjaman KUR tersebut kepada bank pemberi KUR.

Perusahaan penjamin yang dapat melakukan penjaminan KUR saat ini

adalah PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo.66 Jika suatu saat KUR yang dicairkan bermasalah, maka perusahaan penjamin akan membayar sisa

hutang debitur kepada Bank Pelaksana.

Klaim dapat diajukan kepada Perusahaan Penjamin setelah perjanjian kredit

jatuh tempo dan debitur KUR tidak melunasi kewajiban pengembalian pinjaman,

atau KUR yang bersangkutan dalam kolektibilitas kredit 4 (diragukan) sesuai

ketentuan Bank Indonesia, atau keadaan insolvent :

65

Bank Indonesia, Laporan Kredit Usaha Rakyat Tahun 2012 (online), Lihat http://www.bi.go.id (diposting tanggal 08 Desember 2012)

66

(38)

1) Debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan yang berwenang.

2) Debitur dikenakan likuidasi berdasarkan keputusan Pengadilan yang

berwenang dan untuk itu telah ditunjuk likuidator.

3) Debitur diletakkan dibawah pengampuan.

Klaim penjaminan yang dapat diajukan oleh Bank Pelaksana yaitu :67 1) Untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan

industri kecil : 80% (delapan puluh persen) x (sisa pokok + bunga

pada saat pengajuan klaim + denda) dengan setinggi-tingginya sebesar

80% (delapan puluh persen) x plafon KUR.

2) Untuk sektor lainnya : 70% (tujuh puluh persen) x (sisa pokok +

bunga pada saat pengajuan klaim + denda) dengan setinggi-tingginya

sebesar 70% (tujuh puluh persen) x plafon KUR.

Ketika bank tidak melakukan penjaminan risiko yang akan dihadapi di

masa yang akan datang yaitu :

1) Bencana alam nasional (dan/atau wabah penyakit menular pada

manusia/hewan berkuku/unggas) yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat.

2) Reaksi nuklir, sentuhan radio aktif, radiasi reaksi inti atom yang

langsung mengakibatkan kegagalan usaha debitur untuk melunasi

KUR tanpa memandang bagaimana dan dimana terjadinya.

67

(39)

3) Peperangan baik dinyatakan maupun tidak atau sebagian wilayah

Indonesia dinyatakan dalam keadaan bahaya atau dalam keadaan

darurat perang.

4) Huru-hara yang berkaitan dengan gerakan atau kerusuhan politik yang

secara langsung mengakibatkan kegagalan debitur untuk melunasi

KUR.

5) Tindakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia

terhadap debitur dan/atau bank yang mengakibatkan debitur

wanprestasi. Kecuali ditetapkan lain oleh Komite Kebijakan.

Klaim bank terhadap lembaga penjamin yang telah dibayar kepada bank tidak

membebaskan debitur dari kewajibannya untuk melunasi kredit debitur harus

memenuhi jaminan tambahannya yang sebesar 30% atau 20% sesuai dengan

kegiatan usaha yang dilakukan oleh debitur. Dalam hal perusahaan penjamin telah

membayar klaim kepada Bank Pelaksana maka hak tagih dan hasil penjualan

agunan beralih menjadi hak subrogasi yang dibagi secara prosporsional antara

perusahaan penjamin dan bank pelaksana.

C. Kendala dalam Pelaksanaan Hibah Kredit Usaha Rakyat

Kendala yang umumnya dihadapi dalam penyelenggaraan program KUR

adalah:

1. Masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyerapan kredit oleh UMKMK.

Sebagai contoh, penyerapan KUR hingga Desember 2010 misalnya, masih

(40)

sekitar 46,7% atau sekitar 8,05 trliun yang terserap. Total debitur yang

memperoleh KUR adalah 1.437.650 unit usaha. Meskipun angka-angka ini

membaik pada tahun 2011, akan tetapi hal ini masih tetap menjadi tantangan

dalam pelaksanaan program KUR.

2. Masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit ke berbagai

sektor yang potensial. Sektor-sektor potensial seperti sektor pertanian dan

industri pengolahan merupakan sektor-sektor yang berpotensi untuk

peningkatan penyaluran kredit. Selama ini yang dominan dalam memperoleh

alokasi pembiayaan ialah sektor perdagangan, hotel dan restoran.

3. Meningkatkan peran TKPKD dalam melakukan koordinasi dan pengendalian

program penanggulangan kemiskinan menjadi sangat penting, mengingat

pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan melibatkan beberapa K/L

terkait.

Peran perbankan nasional dalam menghimpun dana terutama dalam

menyalurkan dana kepada masyarakat haruslah lebih memperhatikan pembiayaan

kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada UMKMK serta

kepada berbagai lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi, sehingga bila

dilakukan dengan baik maka akan memperkuat struktur perekonomian

nasional.68

Hal ini dikarenakan UMKMK merupakan suatu bentuk kegiatan usaha

yang paling banyak terdapat di tengah masyarakat. Sehingga jika bank lebih

memperhatikan dan memberikan kemudahan dalam pemberian kredit kepada

68

(41)

UMKMK, maka jika usaha ini bisa semakin tumbuh dan berkembang maka

pendapatan orang per-orang dari UMKMK juga akan terus meningkat, dan taraf

hidup rakyat pun akan meningkat. Hal ini tentu akan mengurangi kemiskinan dan

tingkat pengangguran di masyarakat, dan bila pengangguran berkurang maka

perekonomian masyarakat akan semakin baik dan tentu saja akan berimbas pada

semakin baiknya perekonomian nasional.

1. Faktor pendukung dan penghambat dalam upaya bank untuk menangani

debitur KUR bermasalah

a. Faktor pendukung upaya bank untuk menangani debitur KUR

bermasalah

Faktor pendukung bank dalam menangani debitur KUR bermasalah yaitu

isi perjanjian kredit yang dibuat oleh pihak bank dan debitur. Di dalam

perjanjian kredit yang dibuat antara debitur dan bank tertulis didalamnya

bahwa debitur menyerahkan jaminan tambahan berupa obyek. Bank akan

berlandasakan isi perjanjian kredit ketika debitur KUR mulai

menunjukkan kriteria bermasalah. Hal yang dilakukan oleh bank pertama

kali adalah melakukan klaim asuransi atas kredit yang dijaminkan ke

perusahan penjamin. Selai memperhatikan hal tersebut bank harus

mengetahui apa tujuan dari KUR yang diajukan oleh debitur. Proses

analisis kredit yang dilakukan oleh bank merupakan salah satu faktor

pendukung untuk mengurangi risiko dari pemberian kredit. Suatu

pinjaman KUR yang terbayar lunas tidak akan mengalami masalah lagi.

(42)

1) Bank Pelaksana akan melakukan penjualan agunan dan apabila nilai

penjualan agunan masih tidak mencukupi maka debitur masih wajib

melunasi KUR.

2) Terdaftar sebagai debitur blacklist Bank Indonesia.

b. Faktor penghambat upaya bank untuk menangani debitur KUR

bermasalah.

Faktor penghambat upaya bank yang pertama adalah suatu usaha debitur

yang mengalami gagal usaha sedangkan usaha tersebut merupakan

jaminan atas KUR yang dijalani. Selain itu ada faktor penghambat lainnya

yaitu ketika proses eksekusi jaminan yang dilakukan oleh bank, jaminan

akan dilakukan lelang oleh bank ketika debitur wanprestasi. Obyek

jaminan yang dikuasai oleh debitur akan lebih sulit dilakukan proses

esksekusi. Memahami KUR merupakan hibah dari pemerintah,

nasahbah akan diminta langsung jaminan tambahan sejak pertama kali

mengajukan kredit, alasan bank untuk mengurangi risiko kredit

bermasalah.

Setiap aturan hukum tidak selamanya akan berjalan lancar tetapi ada kalanya

timbul permasalahan apapun itu bentuknya.69 Begitu juga dalam pelaksanaan pemberian KUR dari berbagai penelitian yang dilakukan dalam pemberian KUR

sering terjadi suatu permasalahan, disebabkan oleh salah satu pihak melanggar

apa yang telah disepakati dalam klausula perjanjian kredit. Pelanggaran atau

wanprestasi oleh salah satu pihak ataupun kedua belah pihak adalah hal yang

69

(43)

wajar. Sesuai dengan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program

Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan

pelaksanaan KUR, sebagai kelanjutan dari Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007

Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008

mempunyai sasaran, yaitu KUR yang tersalur dari perbankan semakin meningkat

sebagai alternatif sumber pembiayaan UMKMK. KUR yang tersalur ini

diharapkan akan terus meningkat sehingga diharapkan dapat menghambat tingkat

kemiskinan di Indonesia.

Permasalahan selanjutnya adalah ketidakseimbangan hak dan kewajiban

antara debitur dan kreditur. Ketidakseimbangan ini karena perjanjian kredit bank

merupakan perjanjian baku dimana isi atau klausula-klausula perjanjian tersebut

telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko). Namun demikian

belum ada solusinya karena perjanjian kredit memang dipergunakan dan berlaku

dalam dunia perbankan dan lalu lintas perdangangan.

Permasalahan lain yang terjadi dalam pelaksanaan pemberian KUR adalah

menurunnya jumlah debitur kredit usaha rakyat ini. Faktor penyebabnya adalah

pertama, dari pihak debitur atau nasabah adalah rata-rata nasabah telah meminjam

(44)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan dalam bab-bab

sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hibah KUR di Indonesia tidak ada, karena KUR bukan merupakan hibah

pemerintah kepada masyarakat. Sesuai dengan pengertian KUR sebelumnya

disebutkan bahwa KUR adalah kredit/pembiayaan kepada UMKMK (Usaha

Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi), sehingga UMKMK wajib

mengembalikan dana pinjaman KUR tersebut kepada Bank pemberi KUR.

Perlu dipahami bahwa uang KUR bukanlah dana dari pemerintah melainkan

dana dari pihak perbankan, sehingga disalurkan melalui mekanisme

perbankan dan juga harus dikembalikan sesuai ketentuan dari pihak

perbankan. Sumber dana penyaluran KUR adalah 100% (seratus persen)

bersumber dari dana Bank Pelaksana yang dihimpun dari dana masyarakat

berupa giro, tabungan dan deposito.

2. Tanggung jawab BUMN berdasarkan UU BUMN dapat dilihat pada Pasal 74

UU PT, yaitu: Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya bersangkutan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan. Dalam Surat Edaran Menteri Negara BUMN Nomor

SE-21/MBU/2008 tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) diwajibkan

kepada BUMN yang kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam, atau

(45)

Pasal 88 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan BUMN dapat

menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha

kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.

3. Pelaksanaan tanggung jawab BUMN dalam hal ini bank pelaksana KUR

melakukan penyaluran KUR melalui mekanisme penyaluran yang terdiri dari

tiga cara. Pertama, langsung dari Bank Pelaksana ke UMKMK. Kedua, tidak

langsung, melalui lembaga linkage dengan pola executing. Ketiga, tidak

langsung, melalui lembaga linkage dengan pola channeling. Bertindak

sebagai lembaga penjaminan dalam program ini adalah PT. Askrindo dan

Perum Jamkrindo. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan KUR diantara

debitur bermasalah yang akhirnya mengalami kredit macet.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan terkait permasalahan dalam skripsi ini, yakni:

1. Proses pemberian KUR untuk pemberdayaan UMKMK sebaiknya perlu

mengkaji ulang penilaian aspek karakter dalam tahap peninjauan dan analisis

kredit sehingga tidak mempersulit bagi nasabah khusunya UMKMK untuk

mendapatkan KUR sehingga UMKMK dapat berkembang dengan baik. Dan

BUMN dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam hal ini perbankan

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dengan baik.

2. Pemerintah diharapkan dapat menurunkan kembali tingkat bunga pada KUR

(46)

bagi UMKMK untuk dapat terus bangkit dalam menjalankan usahanya

sehingga dapat diarahkan untuk upaya dalam pengentasan kemiskinan.

3. Bank pelaksana KUR dalam menghadapi hambatan dalam pelaksanaan KUR

sebaiknya mempelajari faktor apa yang menyebabkan masalah dan hambatan

itu terjadi seperti kredit macet, kemudian memperketat analisis kredit dan

melaksanakan KUR sesuai dengan standart operasional dan pelaksanaan yang

Referensi

Dokumen terkait

Apabila fenomena tersebut benar maka semangat pemekaran daerah telah mengikari semangat otonomi daerah karena yang terjadi justru adanya ketergantungan daerah hasil

4.6.1 Pengaruh Citra Merek Terhadap Keputusan pembelian secara parsial

Strategi copyng yang dilakukan para pedagang untuk dapat mengurangi stres atau tekanan yang dialaminya adalah lebih kepada religious coping yaitu berdoa

Paparan Publik tahun 2016 dibuka pada pukul 14.30 WIB oleh pembawa acara ( “ MC ” ) yang dilanjutkan dengan paparan mengenai Profil Perseroan dan Tinjauan

Pelaksanaan orientasi perusahaan dan karakteristik individu terhadap perusahan baik secara parsial maupun simultan mampu membentuk ketertarikan perusahaan, yaitu dalam

Berdarasarkan hasil penilitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pemanfaatan Daana Desa Dalam Pembangunan Desa Biring Ere Kecamatan Bungoro Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat penurunan tekanan darah dan peningkatan ketenangan jiwa setelah diberikan pelatihan dzikir pada lansia

...,Penerapan Metode Group Investigation Untuk Meningkatkan Standar Kompetensi Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Metode Penelitian I, Disampaikan dalam Seminar Hibah Pengajaran Due