• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh faktor ekspose terhadap kontras resolusi CT Scan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh faktor ekspose terhadap kontras resolusi CT Scan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 CT Scan

Pada tahun 1972, Godfrey N. Hounsfield dan J. Ambrose yang bekerja di

Central Research Lab of EMI, di Inggris menghasilkan Gambar klinis pertama

dengan CT-Scan (Computed Tomography Scan). Dan merupakan tanda awal

perkembangan diagnostic imajing. Computed Tomography (CT) merupakan

modalitas pencitraan diagnostik pertama yang mampu menghasilkan citra

penampang lintang bagian internal tubuh dengan memanfatkan sinar-x atau x-ray.

Pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti susunan saraf pusat, otot dan tulang,

tenggorokan dan rongga perut.

Dengan Parameter-parameter dalam Program Pengendalian Kualitas CT

Scan yaitu Noise, keseragaman (Uniformity), Spasial resolution, tebal irisan (Slice

Thichness), Kontras Resolusi (Contras Resolution), dan Dosis Radiasi. Pada CT

Scan kontras resolusi berpengaruh terhadap kualitas citra, kolimasi CT Scan

mengontrol slice thickness, irisan sangat tipis memerlukan batas kolimasi. Tipe

kolimasi jenis ini mengurangi sinar hambur / tersebar yang menginterupsi detektor

dan dengan begitu meningkatkan kontras resolusi. Di dalam CT Scan detektor

harus mampu untuk membedakan perbedaan kecil pada atenuasi sinar-X, yang

mana diperlukan untuk mengukur perbedaan kecil didalam kontras jaringan lunak

(soft tissue) dalam membandingkan sedikitnya 1% (Morgan,1983). CT Scan

dapat mendeteksi perbedaan densitas dari 0.25% sampai 0.5%, tergantung pada

scanner (low-contrast resolusition untuk beberapa CT scan yang populer

diperkenalkan di dalam appendix).

Resolusi ruang pada kontras yang tinggi (resolusi kontras tinggi)

menentukan ukuran minimal dari detail yang ditunjukkan pada pesawat dari

irisan dengan suatu kontras kurang dari atau sama dengan 10%. Resolusi ruang

pada kontras yang rendah (low contras resolution) menentukan ukuran dari detail

yang dapat dengan nyata direproduksi ketika hanya ada suatu perbedaan yang

(2)

rendah sangat dibatasi oleh noise. Ambang batas antara hubungan dengan kontras

dan ukuran detial dapat ditentukan, sebagai contoh pembuatan suatu kurva

contras-detail.

2.2 Komponen CT Scan

Adapun beberapa komponen yang terdapat dalam CT Scan yaitu

1. Table dan Gantry

Table merupakan tempat posisi pasien untuk melakukan

pemeriksaan, bentuk surya yang terbentuk dari Carbon graphite fiber yang

mempunyai nilai penyerapannya rendah terhadap berkas sinar. Table pada

CT dilengkapi sebuah cradle, meja control, serta indicator ketinggian

meja.

Gantry merupakan suatu tempat, didalamnya terdiri dari X-ray

Tube, Filter, Collimator, Lampu indicator untuk sentrasi berupa sinar laser

atau Infra Red dan DAS (Data Acquisition System). Pada gantry

diperlengkapi data digital yang memberikan informasi tentang crandel,

ketinggian meja dan kemiringan gantry.

2. Tabung Sinar X

Mempunyai fungsi sebagai pembangkit sinar-x harus memiliki karakteristk

tertentu diantaranya:

a) Menggunakan ukuran focal spot ukuran kecil 10,6 mm² - 1,2 mm².

b) Idealnya berkas radiasi bersifat monochromatic.

c) Agar reklontruksi gambaran lebih akurat dan mudah.

d) Anode Heat Strorage Capacity (700.000 HU-2000.000 HU).

e) Tahan terhadap goncangan/shock proof.

3. Collimator

Collimator pada Computer tomography terdiri dari dua buah yaitu:

a) Collimator pada X-ray tube, berfungsi mengurangi dosis radiasi,

pembatas luas lapangan penyinaran dan memperkuat berkas sinar.

b) Collimator pada detector, berfungsi penyearah radiasi menuju ke

detector, pengontrolan radiasi hambur. menentukan ketebalan pada

(3)

c) Pixel width tidak ditentukan oleh colimator, tapi berhubungan

dengan program computer.

4. Detector

Merupakan alat yang berfungsi mengubah sinar x setelah menembus objek

menjadi sinyal listrik nya berupa data analog kemudian diproses DAS.

secara garis Detector dan DAS berfungsi sebagai menangakap sinar x yang

telah menembus objek (sinar x yang telah teratenuasi), merubah sinar x

dalam bentuk signal-signal elektronik, menguatkan signal-signal

elektronik dan merubah electronic signal ke data-data digital.

5. X-ray Control

Terdiri dari generator sinar-X bertegangan tinggi/high voltage

transformer, RARC (Rapid Accelerator Rotor Controller) dan X-ray tube

indicator. X-ray control ini berperan penting pada saat dilakukan

pemanasan tabung sinar-X.

6. Computer

Merupakan jantung dari semua instrument pada CT dan berfungsi untuk

melakukan proses scanning, rekontruksi/pengolahan data, display

gambaran serta menganalisa gambaran. Pada CT Scan General Electric

8000 dan 8800 diperlengkapi suatu alat pembantu untuk proses

rekontruksi gambaran yang dikenal dengan nama Array Processor.

7. Disc Unit

Merupakan alat untuk memyimpan program hasil kerja dari computer

ketika melakukan scanning, reconstruction dan display gambaran. Data

yang tersimpan dapat berupa data mentah ma;upun data yang telah

permanen.

8. Magnetic Tape Unit

Digunakan sebagai penyimpan data pasien pada suatu tape atau pita. MTU

dapat diletakan pada Disc Unit sehingga data yang terdapat didalamnya

sewaktu-waktu apabila diperlukan dapat dipanggil kembali. Tapi pada

proses scanning MTU diletakan pada suatu BOX tersendiri, biasanya pada

(4)

merupakan komponen komputer yang berperan penting dalam

pen’display’an suatu gambaran.

2.3 Prinsip Kerja CT Scan

CT-Scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang

diinspeksi. Oleh karena itu, CT Scan memiliki beberapa kelebihan dibanding

X-ray konvensional. Citra yang diperoleh CT Scan beresolusi lebih tinggi, sinar

rontgen dalam CT Scan dapat difokuskan pada satu organ.

Gambar 2.1. Skema Prinsip Kerja CT Scan

Dengan menggunakan tabung sinar-X sebagai sumber radiasi yang berkas

sinarnya dibatasi oleh kollimator, sinar-X tersebut menembus tubuh dan diarahkan

ke detektor. Intensitas sinar-x yang diterima oleh detektor akan berubah sesuai

dengan kepadatan tubuh sebagai objek, dan detektor akan merubah berkas sinar-X

yang diterima menjadi arus listrik, dan kemudian diubah oleh integrator menjadi

tegangan listrik analog. Tabung sinar-X tersebut diputar dan sinarnya di

proyeksikan dalam berbagai posisi, besar tegangan listrik yang diterima diubah

menjadi besaran digital oleh analog to digital Converter (A/D C) yang kemudian

dicatat oleh komputer. Selanjutnya diolah dengan menggunakan Image Processor

dan akhirnya dibentuk gambar yang ditampilkan ke layar monitor TV. Gambar

yang dihasilkan dapat dibuat ke dalam film dengan Multi Imager atau Laser

(5)

Berkas radiasi yang melalui suatu materi akan mengalami pengurangan

intensitas secara eksponensial terhadap tebal bahan yang dilaluinya. Pengurangan

intensitas yang terjadi disebabkan oleh proses interaksi radiasi-radiasi dalam

bentuk hamburan dan serapan yang probabilitas terjadinya ditentukan oleh jenis

bahan dan energi radiasi yang dipancarkan. Dalam CT Scan, untuk menghasilkan

citra objek, berkas radiasi yang dihasilkan sumber dilewatkan melalui suatu

bidang objek dari berbagai sudut. Radiasi terusan ini dideteksi oleh detektor untuk

kemudian dicatat dan dikumpulkan sebagai data masukan yang kemudian diolah

menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan suatu metode yang

disebut sebagai rekonstruksi.

2.4 Kualitas Gambar Pada CT Scan

Citra (image) adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu

obyek atau benda. Citra dikelompokkan menjadi dua yaitu citra tampak dan citra

tak tampak. Citra tampak misalnya foto, lukisan dan apa yang nampak di monitor

atau televise. Sedangakan citra tak tampak misalnya gambar atau file (citra

digital). Untuk dapat dilihat oleh manusia, citra tak tampak ini harus diubah

menjadi citra tampak misalnya dengan menampilkannya di monitor, dicetak

dimedia kertas dan lain-lain.

Dari jenis citra tersebut hanya citra digital yang dapat diolah oleh

computer. Jenis citra lain jika ingin diolah dalam computer harus diubah dalam

bentuk citra digital. Misalnya organ kepala yang dipindai dengan CT Scan.

Kegiatan untuk mengubah informasi citra fisik non digital menjadi digital disebut

sebagai pencitraan (imaging). Citra CT Scan adalah tampilan digital dari

crossectional tubuh dan berupa matriks yang terdiri dari pixel-pixel (Greenfield,

1984) atau tersusun dari nilai pixel yang berlainan (Bushong, 1987).

Adapun komponen yang mempengaruhi kualitas gambar CT-Scan adalah spatial

resolution, kontras resolution, noise dan artefak (Seeram, 2001).

1. Spasial Resolusi

Spasial resolusi adalah kemampuan untuk dapat membedakan objek/ organ

(6)

sama. Resolusi Spatial adalah kemampuan untuk dapat membedakan obyek

yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang yang

sama. Dipengaruhi oleh factor geometri, rekontruksi alogaritma, ukuran

matriks, magnifikasi, dan FOV.

2. Kontras Resolution

Kontras resolusi adalah kemampuan untuk membedakan atau

menampakan obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil dan

dipengaruhi oleh faktor ekspose, slice thickness, FOV dan filter kernel

(rekonstruksi algorithma).

Di dalam CT Scan detektor harus mampu untuk membedakan perbedaan

kecil pada atenuasi sinar-X, diperlukan untuk mengukur perbedaan kecil

didalam kontras jaringan lunak (soft tissue) dalam membandingkan sedikitnya

1% (Morgan,1983). Kontras Resolusi terdiri dari beberapa bagian antara lain :

a. Kontras Jaringan

Pada CT Scan, kontras resolusi dikenal sebagai sensitifitas jaringan

(hounsfield,1978). Kontras sensitivitas sangat signifikan di dalam CT

Scan karena menjadi modalitas pencitraan klinis. Sensitivitas kontras

mengontrol konversi kontras fisik dalam tubuh untuk melihat kontras

pada gambar. Dengan pencitraan CT Scan prinsip kontras adalah

perbedaan densitas fisik antara jaringan.

(7)

Dibandingkan dengan modalitas pencitraan sinar-X lainnya seperti

CT Scan memiliki sensitivitas kontras sangat tinggi untuk melihat

jaringan lunak dan perbedaan antara jaringan dalam tubuh. Dalam tubuh

akan ada jaringan dan benda-benda dengan berbagai kepadatan dan

kontras fisik. Seperti seperti tulang, peluru, dan barium memiliki kontras

relatif fisik yang sangat tinggi pada jaringan lunak. CT Scan, memiliki

sensitivitas kontras tinggi maka jaringan-jaringan dengan perbedaan kecil

dalam kepadatan akan divisualisasikan.

b. Low-Contrast Resolusi pada CT Scan

Kontras resolusi rendah, atau resolusi jaringan, adalah kemampuan

dari suatu sistem penggambaran untuk mempertunjukkan perubahan kecil

di dalam kontras jaringan. Low-contrast resolusi, mempertimbangkan

tiga jaringan yang berbeda dari nomor-atom (Z) dan perbedaan densitas.

Jika jaringan ini digambarkan oleh radiografi konvensional, gambaran

yang diperoleh akan menunjukkan kontras yang baik antara tulang dan

soft tissue (otot dan lemak) saja. Nilai-Nilai yang menyangkut densitas

dan Z untuk otot dan lemak terlalu dekat dan dibedakan oleh radiografi

dan itu nampak seperti bayang-bayang soft tissue. Kontras antara tulang

dengan Z dan soft tissue dengan suatu Z adalah nyata karena perbedaan

yang signifikan antara kepadatan dan Z dua jaringan ini.

Keuntungan CT Scan adalah bahwa kontras resolusi lebih baik

daripada radiografi konvensional. CT Scan dapat menggambarkan

jaringan dalam densitas dan nomor anatomis. Sedangkan radiografi dapat

membeda-bedakan suatu perbedaan densitas sekitar 10% (curry ET

AL,1990), CT dapat mendeteksi perbedaan densitas dari 0.25% sampai

0.5%, tergantung pada scan (low-contrast resolusi untuk beberapa CT

scan yang populer diperkenalkan di dalam appendix). Low-Contrast

resolusi pada CT Scan mempengaruhi beberapa faktor termasuk fluks

photon, slice thickness, ukuran pasien, sensitivitas pada detector,

reconstruksi algorithma, image display, recording, dan noise (morgan

(8)

c. High-Resolution CT Scan

High-Resolution CT Scan (HRCT) adalah suatu teknik yang

diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980an sebagai hasil penemuan

penting di dalam memproses CT Scan dan di dalam bidang komputer. Hal

ini dikembangkan untuk mengevaluasi penyakit yang menyangkut

paru-paru dan yang paling akurat untuk evaluasi struktur paru-paru-paru-paru "

(Mayo,1991). Aspek teknik HRCT ialah suatu teknik yang

mengoptimalkan spatial resolusi pada scanner konvensional (swensen et

all,1992). Batas berkas kolimasi memastikan bahwa irisan / slice tipis

dapat diperoleh. Ketebalan irisan (slice thickness) 1.0 mm, 1.5 mm, dan

2.0 mm dibandingkan dengan slice thickness 8 sampai 10 mm pada CT

Scan merupakan suatu yang umum. Hight resolution CT Scan memiliki

resolusi < 1 mm, teknik highest resolution bernilai 0,25 mm. Untuk

menentukan barisan lubang terkecil, atau organ terkecil dapat terlihat

dengan jelas,maka citra semakin baik (QA CT Scan 2014).

3. Noise

Noise adalah fluktuasi (standar deviasi) nilai CT number pada jaringan atau

materi yang homogen. Noise tergantung pada beberapa faktor antara lain :

mA, scan time, kV, tebal irisan, ukuran objek dan algoritma Sebagai contoh

adalah air memiliki CT Number 0, semakin tinggi standar deviasi nilai CT

Number pada pengukuran titik-titik air berarti noisenya tinggi. Noise ini akan

mempengaruhi kontras resolusi, semakin tinggi noise, maka kontras resolusi

akan menurun.

4. Artefak

Secara umum Artefak adalah kesalahan dalam gambar (adanya sesuatu dalam

gambar) yang tidak ada hubungannya dengan obyek yang diperiksa. Dalam

CT Scan artefak didefinisikan sebagai pertentangan / perbedaan antara

rekonstruksi CT Number dalam gambar dengan koefisien atenuasi yang

(9)

2.5 Proses pembentukan gambar pada CT Scan

Pembentukan gambar oleh CT Scan terdiri atas tiga tahap, yaitu : akuisisi

data; rekonstruksi citra; dan tampilan gambar, manipulasi, penyimpanan,

perekaman dan komunikasi (Seeram, 2001).

2.5.1 Akuisisi Data

Akusisi data berarti kumpulan hasil penghitungan transmisi sinar-X

setelah melalui tubuh pasien. Sekali sinar-X menembus pasien, berkas tersebut

diterima oleh detektor khusus yang menghitung nilai transmisi atau nilai atenuasi

(penyerapan). Penghitungan transmisi yang cukup atau data harus terekam sebagai

syarat proses rekonstruksi. Pada skema kumpulan data yang pertama kali tabung

sinar-X dan detektor bergerak pada garis lurus atau translasi melewati kepala

pasien, mengumpulkan hasil penghitungan transmisi selama pergerakan dari kiri

ke kanan. Lalu sinar-X berotasi 1 derajat dan mulai lagi melewati kepala pasien,

kali ini dari kanan ke kiri. Proses gerak translasi-rotasi-stop-rotasi ini dinamakan

scanning yang berulang 180 kali.

Permasalahan dasar yang muncul dengan metode pengambilan data ini

adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mendapat data yang cukup untuk

rekonstruksi gambar. Berikutnya, diperkenalkan skema scanning pasien yang

lebih efisien. Sebagai tambahan, sinyal dari detektor harus dikonversikan menjadi

data yang dapat dipakai oleh komputer untuk menghasilkan gambar (Seeram,

2001).

Pemrosesan data pada CT scan terjadi seperti diterangkan pada gambar

dibawah ini, yaitu suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray

didadapatkan dari perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi

oleh collimator dan detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai

(10)

Gambar 2.3. Skema Collimator dan Detektor

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi

menjadi arus listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk

sinyal melaui proses berikut :

Gambar 2.4. Proses Pembentukan Citra

Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi

dikonversi ke bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini

dapat diolah oleh komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya. Hasilnya

dapat dilihat langsung pada monitor komputer ataupun dicetak ke film.

Sistem akusisi data terdiri atas sistem pengkondisi sinyal dan interfacae

(antarmuka) analog ke komputer. Metode back projection banyak digunakan

dalam bidang kedokteran. Metode ini menggunakan pembagian pixel-pixel yang

kecil dari suatu irisan melintang. Pixel didasarkan pada nilai absorbsi linier.

Kemudian pixel-pixel ini disusun menjadi sebuah profil dan terbentuklah sebuah

matrik. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan saling menambah antar elemen

matrik. Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka

digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan

(11)

konvolusi dan transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi

dan dikoreksi sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik.

2.6 Densitas

Densitas merupakan ukuran kerapatan suatu zat yang dinyatakan banyak

zat (massa) per satuan volume. Pada alat konvensional tube sinar-X berputar

secara fisik dalam bentuk sirkuler. Sedangkan pada alat Elektron Beam

Tomography (EBT) yang berputar adalah aliran elektronnya saja. Data yang

dihasilkan akan memperlihatkan densitas dari berbagai lapisan. Pada saat sinar-X

melalui sebuah lapisan maka lapisan tersebut akan mengabsorbsi sinar dan sisanya

akan melalui lapisan tersebut yang akan ditangkap oleh detektor yang sensitive

terhadap elektron.

Jumlah radiasi yang diabsorbsi akan tergantung pada densitas jaringan

yang dilaluinya. Pada tulang energi yang melalui jaringan itu lebih sedikit maka

akan muncul gambaran berwarna putih atau abu-abu yang terang. Sedangkan pada

cairan serebrospinal dan udara akan menghasilkan gambaran lebih gelap. CT-Scan

dapat memberikan gambaran pada potongan 0,5-11,3 cm dan memberikan

gambaran akurat pada abnormalitas yang sangat kecil. CT Scan digunakan di

dalam kedokteran sebagai alat diagnostic, bisa juga digunakan membandingkan

material yang ada dalam tubuh.

Ukuran gambar (piksel) yang didapat pada CT Scan adalah radiodensitas.

Ukuran tersebut berkisar antara skala -1024 sampai +3071 pada skala housfield

unit. Hounsfiled sendiri adalah pengukuran densitas dari jaringan. Peningkatan

teknologi CT Scan adalah menurunkan dosis radiasi yang diberikan, menurunkan

lamanya waktu dalam pelaksanaan Scaning dan peningkatan kemampuan

merekonstruksi gambar. sebagai contoh, untuk lihat di penempatan yang sama

dari suatu penjuru/sudut berbeda) telah meningkat dari waktu ke waktu. Meski

demikian, dosis radiasi dari CT Scan meneliti beberapa kali lebih tinggi dibanding

penyinaran konvensional meneliti. Sinar-X adalah suatu format radiasi pengion

(12)

Tabel 2.1. Gambaran Jaringan Pada CT –Scan

Jaringan Warna Abu-Abu

Udara Hitam (↓↓↓)

Lemak Hitam (↓↓)

Cairan Serebrospinal Hitam (↓)

Otak Abu-abu (-)

Darah Putih (↑↑)

Tulang Putih (↑↑↑)

Catatan : (↓↓↓),(↑↑↑) → Tingkat Kontras

(-) → Struktur jelas terlihat

Pembentukan gambar pada pemeriksaan dengan menggunakan sinar-X sangat dipengaruhi oleh faktor koefisien attenuasi linier yang diberi symbol ( μ ) dan ketebalan jaringan yang dilewati berkas sinar-X.

Gambar 2.5. Efek transmisi sinar-X pada dua bahan yang berbeda

menghasilkan pola densitas pada film yang berbeda pula (Merideth,1977)

Dalam rentang pencitraan diagnostik faktor yang mempengaruhi nilai koefisien attenuasi liner (μ) adalah bergantung pada proses interaksi sinar-X dengan materi yang disebut proses fotolistrik dan efek Compton. Kedua proses ini

peristiwanya bergantung pada nomor atom bahan (Z) dan energi sinar-X. Energi

sinar-X bergantung pada panjang gelombang dan besarnya nilai tegangan pada

(13)

Jaringan lemak dan otot mempunyai nomor atom (Z) berkisar antara 6 -7,5

sedangkan tulang nomor atom efektif ( Z ) adalah 14. Pengaruh efek Compton terjadi pada energi tinggi maka nilai koefisien atteuasi liner (μ) menurun secara lambat seiring kenaikan energi sinar-X. Sedangkan pada energi radiasi sinar-X

rendah efek fotolistrik lebih dominan. Pada jaringan tulang dengan nomor atom 14 maka didominasi efek fotolistrik, sehingga koefisien atteuasi liner (μ) akan menurun dengan cepat seiring dengan kenaikan energi sinar-X. Kontras yang

terlihat di radiograf sebanding dengan perbedaan nilai koefisien atenuasi linear µ.

Gambar 2.6. Grafik variasi nilai koefisien attenuasi linier (μ) dari tulang, otot dan

lemak pada variasi kenaikan nilai tegangan tabung (kV), (Merideth,1977)

Gambar 2.6. menjelaskan hubungan kenaikan nilai koefisien attenuasi liner (μ) dengan kenaikan nilai tegangan (kV). Kenaikan tegangan mengakibatkan penurunan perbedaan nilai koefisien attenuasi liner (μ) yang berakiba menurunkan nilai kontras.

2.7 CT Number

Untuk memperjelas suatu struktur yang satu dengan struktur yang lainnya

yang mempunyai nilai perbedaan koefisien atenuasi kurang dari 10% maka dapat

digunakan window width untuk memperoleh rentang yang lebih luas. CT Number

(14)

jaringan yang diamati, yaitu berupa CT Number. Tulang memiliki nilai besaran

CT Number yang tertinggi yaitu sebesar 1000 HU (Hounsfield Unit) Udara

mempunyai nilai CT Number yang terendah yaitu -1000 HU (Hounsfield Unit)

Sebagai standar digunakan air yang memiliki CT Number 0 HU (Hounsfield

Unit).

Citra yang dihasilkan oleh CT Scan secara matematis dapat dipandang

sebagai peta distribusi spasial parameter fisis f(x,y) dalam bidang dua dimensi

tampang lintang obyek, tegak lurus sumbu z. Parameter fisis ini, yang besarnya

dinyatakan dengan angka-angka, ditampilkan pada perangkat display dalam

representasi warna, biasanya dalam derajat keabuan (grayscale) sehingga peta ini

tampak sebagai gambar hitam putih di layar monitor. Bagian gambar yang

memiliki warna paling gelap atau derajat keabuan paling tinggi merepresentasikan

nilai parameter fisis yang kecil, sebaliknya bagian gambar yang paling terang atau

derajat keabuan paling kecil merepresentasikan nilai parameter fisis yang besar.

Parameter fisis yang ditampilkan ini bersesuaian dengan besaran fisis yang

disebut koefisien atenuasi linear (linear attenuation coefficient) dan diberi

lambang mu. Besarnya mu ditentukan oleh jenis bahan yang merujuk pada nomor

atom (Z) dan energi radiasi (E). Jumlah intensitas radiasi terusan, selain

ditentukan oleh tebal bahan, juga ditentukan oleh harga mu ini.

Tabel 2.2. Nilai CT Pada Jaringan Yang Berbeda Penampakannya Pada Layar Monitor (Bontrager, 2010).

Tipe Jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu merah

Materi putih +45 Abu-Abu

Materi abu-abu +40 Abu-Abu

Darah +20 Abu-Abu

CSF +15 Abu-Abu

Air 0 Abu-Abu

Lemak -100 Abu-Abu

Paru-paru -200 Abu-Abu

(15)

Dasar dari pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk tulang

mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi

udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan

atau substansi lain dengan nilai yang berbeda-beda pula tergantung pada tingkat

perlemahannya. Dengan demikian, penampakan tulang dalam layar monitor

menjadi putih dan penampakan udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan

dikonversi menjadi warna abu-abu yang bertingkat yang disebut gray scale.

Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat

menjadi putih jika diberi media kontras (Bontrager, 2010).

2.8 Parameter pada CT Scan

Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas

sinar-X yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap detektor, dan

dilakukan pengolahan dalam komputer. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

dalam CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan

output gambar yang optimal. Adapun beberapa parameter dalam CT Scan Sebagai

Berikut :

1. Slice Thickness

Slice Thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang

diperiksa. Ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail

yang rendah sebaliknya dengan ukuran yang tipis akan menghasilkan

detail-detail yang tinggi. Bila ketebalan meninggi akan timbul

gambaran-gambaran yang mengganggu (artefak) dan bila terlalu tipis noise akan

meningkat.

2. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness

dengan ketebalan irisan berbeda pada masing-masing range tetapi masih

dalam satu volume investigasi.

3. Volume Investigasi

Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang

(16)

4. Faktor Ekspose

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi

meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu (S).

5. Field of View (FOV)

Field of view adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan

direkonstruksi.

6. Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan

gantry (tabung sinar-X dan detector).

7. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element

(pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks

berfungsi untuk merekonstruksi gambar.

8. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang

digunakan dalam merekonstruksi gambar. Semakin tinggi resolusi

algorithma yang dipilih maka akan semakin tinggi pula resolusi gambar

yang akan dihasilkan.

9. Window Width

Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang dikonversi

menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam TV monitor dengan satuan

HU (Hounsfield Unit). Menurut Amarudin (2007), window width yang

sempit akan menghasilkan image yang memiliki kontras yang tinggi, tetapi

struktur di luar window tidak terepresentasikan bahkan terabaikan.

Sementara bila mengunakan window yang luas, perbedaan kepadatan yang

kecil akan terlihat homogen dan data akan termasking (tertutup/

tersembunyi). Amarudin merekomendasikan teknik doubel window yaitu

teknik untuk mendisplaykan dua tipe jaringan yang perbedaan

kepadatannya sangat besar (paru dan usus halus). Teknik ini baik untuk

(17)

10. Window Level

Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk

penampilan gambar.

2.9 Faktor Ekspose

Faktor ekspose merupakan faktor yang mengontrol karakteristik foton

sinar-X dalam aspek jumlah (kuantitas) dan (kualitas) serta durasi dalam

pembuatan CT Scan. Faktor ekspose yang mempengaruhi kontras resolusi

sehingga dapat perbedaan kontras dengan perbedaan yang sangat kecil pada citra

CT Scan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekspose yang meliputi tegangan tabung,

dan arus tabung dan waktu. Salah satu usaha dalam pengendalian Image noise

pada gambaran CT Scan adalah dengan melakukan pemilihan tegangan tabung

yang tepat pada saat scanning dengan harapan dapat memberikan kualitas hasil

yang optimum dalam rangka menegakkan diagnosis. Berikut faktor ekspose yang

dapat di kontrol :

2.9.1 Tegangan tabung

Tegangan tabung adalah beda potensial antara kutub anoda dan katoda.

Pada tegangan tabung sama seperti halnya radiografi konvesional, sumber radiasi

pada CT Scan adalah sinar-X. Tegangan tabung berhubungan dengan kecepatan

dan energi kinetik elektron menumbuk bidang target. Tegangan tabung

berhubungan dengan energi sinar-X yang dihasilkan makin besar serta daya

tembusnya juga besar. Pengaturan tegangan tabung pada CT Scan mengontrol

nilai kontras. CT Scan beroperasi antara tengangan tabung 80 kV-140 kV.

Perubahan nilai tegangan tabung dapat mempengaruhi daya tembus sinar-X,

radiasi hambur, dosis pasien, dan terutama kontras gambar (Bushong, 2001).

Pemilihan tegangan direkomendasikan untuk menghasilkan resolusi yang tinggi.

Sebagai dasar estimasi efek dari variasi perbedaan penggunaan tegangan

tabung pada pesawat CT Scan Siemen Emotion (Brindha, Subramanian dkk,

2006). Tegangan yang lebih rendah menghasilkan kontras yang tinggi dan

(18)

beda tegangan antara anoda dan katoda, elektron akan semakin di percepat dan

sinar-X yang di hasilkan memiliki energi rata-rata yang lebih tinggi.

Dengan penambahan nilai tegangan tabung radiasi hambur yang sampai ke

film akan bertambah. Penambahan nilai tegangan tabung akan menurunkan

kontras, dan ketika kontras rendah maka latitude menjadi tinggi dan terdapat

faktor kesalahan yang besar (Bushong, 2001). Dengan bertambahnya tegangan,

maka energi elektron akan bertambah sehingga kemampuan menembus bahan

juga bertambah.

Gambar 2.7. Tabung Insersi pesawat sinar X

Di dalam komponen tabung insersi dan wadah tabung terdapat

perangkat-perangkat yaitu :

1. Katoda / elektroda negatif (sumber elektron)

2. Anoda / elektroda positif (acceleration potential)

3. Focusing cup

4. Rotor atau stator (target device)

5. glass metal envelope (vacum tube)

6. Oil

(19)

1. Katoda

Katoda terbuat dari nikel murni dimana celah antara 2 batang katoda

disisipi kawat pijar (filamen) yang menjadi sumber elektron pada tabung sinar X

(sinar Rontgen). filamen terbuat dari kawat wolfram (tungsten) digulung dalam

bentuk spiral.

2. Anoda

Anoda atau elektroda positif biasa juga disebut sebagai target jadi anoda

disini berfungsi sebagai tempat tumbukan elektron.

3. Focusing cup

Focusing cup ini sebenarnya terdapat pada katoda yang berfungsi sebagai

alat untuk mengarahkan elektron secara konvergen ke target agar elektron tidak

terpancar ke mana-mana.

4. Rotor atau stator

Rotor atau stator ini terdapat pada bagian anoda yang berfungsi sebagai

alat untuk memutar anoda. Rotor atau stator ini hanya terdapat pada tabung sinar

X (sinar Rontgen) yang menggunakan anoda putar.

5. Glass metal envalope (vacum tube)

Glass metal envelope atau vacum tube adalah tabung yang gunanya

membungkus komponen-komponen penghasil sinar X (sinar Rontgen) agar

menjadi vacum atau kata lainnya menjadikannya ruangan hampa udara.

6. Oil

Oil berfungsi sebagai pendingin tabung sinar X (sinar Rontgen).

7. Window

Window atau jendela adalah tempat keluarnya sinar X (sinar

Rontgen).Window terletak di bagian bawah tabung

2.9.2 Arus Tabung

Arus tabung dinyatakan dalam satuan Milli ampere (mA) merupakan

besarnya arus listrik antara anoda dan katoda. Nilai arus tabung dipilih

mengontrol citra yang di hasilkan agar selalu dalam rentang densitas

(0,25%-0,5%). Dalam praktek dipilih dengan waktu ekspose atau durasi sinar-X terjadi

(20)

tabung berada pada rentang 20-580. Sehingga intensitas sinar-X akan bertambah

sesuai dengan peningkatan intensitas radiasi sinar-X. Oleh sebab itu, kontras dapat

diatur dengan mengubah arus tabung. Pengaruh arus tabung terhadap gambaran

sama dengan tegangan tabung yaitu menaikan nilai arus tabung akan menurunkan

nilai noise.

. Jika tegangan tabung sinar-X dan lamanya penyinaran tetap maka

penambahan kuat arus akan berpengaruh pada banyaknya elektron yang mengalir

pada tabung sinar-X, sehingga semakin banyak sinar-X yang diproduksi jika

waktu eksposi tetap. Hubungan ini berbanding lurus dengan penambahan arus

tabung. Ini berarti dengan penambahan arus tabung dengan waktu eksposi tetap

akan berpengaruh terhadap penambahan kuantitas dan dosis radiasi yang diterima

pasien (Bushong, 2001).

Dengan meningkatkan arus tabung akan meningkatkan jumlah elektron

yang bertumbukkan ke anoda, sehingga sinar-X yang dihasilkan semakin banyak

(Meredith, 1977). Ketika arus tabung ditingkatkan, kuantitas radiasi juga

meningkat atau sebanding (Bushong, 2001).

Menurut Bushong (2001), arus tabung berpengaruh terhadap densitas.

Kenaikkan arus tabung sebanding dengan kenaikan densitas gambar. Pengaruh

arus tabung terhadap gambaran sama dengan tegangan tabung yaitu menaikan

nilai arus tabung akan menurunkan nilai noise. Batas dosis aman di atur pada

perka BAPETEN No.1 tahun 2003 tentang pedoman dosis pasien radiodiagnostik.

2.9.3 Waktu

Dapat diartikan sebagai waktu yang di butuhkan selama sinar-X keluar

dalam durasi waktu tertentu. CT Scan mampu melakukan scaning continue tanpa

putus sampai dengan 100 detik. Sedangkan scan time per rotation merupakan

waktu yang di perlukan untuk satu putaran tabung sinar-X. Scan time per rotasi

untuk masing-masing pesawat berbeda.

2.10 Densitometer

Densitometer adalah alat pengukur densitas optik radiograf sinar-X dan

(21)

dapat dimanfaatkan dalam radiodiagnostik antara lain dapat menembus bahan,

menimbulkan radiasi sekunder (lumenisasi) pada semua bahan yang ditembusnya,

dan menghitamkan emulsi film. Berdasarkan teori tersebut, sinar-X dapat

dimanfaatkan dalam dunia kedokteran untuk menampakkan bagian dalam tubuh

yang mengalami kelainan sehingga diperoleh diagnosa suatu penyakit. Sebelum

dilakukan diagnosa maka radiograf terlebih dahulu diperhatikan kualitasnya

dengan mengukur skala densitas optik serta skala kontrasnya. Alat yang

digunakan untuk mengukur densitas optiknya dinamakan densitometer. Nilai

densitas optik radiograf diperlukan untuk mengetahui kualitas radiograf tersebut.

2.10.1 Diagram Blok

Diagram blok rangkaian alat pengukur densitas optik radiograf sinar-X

digital dapat dilihat pada gambar seperti dibawah ini.

Gambar 2.8 Diagram Blok Densitometer PHOTO

RESISTOR RADIOGRAFI

LED OP AMP ADC

PENDE KODE SEVEN

Gambar

Gambar 2.1. Skema Prinsip Kerja CT Scan
Gambar 2.3. Skema Collimator dan Detektor
Tabel 2.1. Gambaran Jaringan Pada CT –Scan
Gambar 2.6. Grafik variasi nilai koefisien attenuasi linier (μ) dari tulang, otot dan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik pada gambar IV.5, nilai CTDIvol mengalami kenaikan secara linier seiring dengan kenaikan tegangan tabung sinar-X, semakin tinggi pemilihan tegangan