• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution) Menggunakan Metode Gravity

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution) Menggunakan Metode Gravity"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum

Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang dilakukan manusia setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perjalanan ini menyebabkan perpindahan seseorang dari suatu tempat ke tempat lainnya yang disebut sebagai kegiatan transportasi. Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita. Perpindahan atau pergerakan manusia merupakan hal yang penting dipikirkan khususnya daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat penting untuk menunjang kehidupan perekonomian. Dari pengertian diatas telah menggambarkan fungsi utama dari transportasi yaitu untuk menghubungkan manusia dengan tata guna lahan.

Dengan kata lain transportasi menjadi fasilitas pendukung seluruh kegiatan, tanpa harus melihat lokasi, perkembangan transportasi harus setara dengan perkembangan kegiatan kehidupan.

(2)

II.2. Perencanaan Transportasi

Perkembangan yang terjadi pada masa kini dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk yang begitu signifikan, sehingga memberikan dampak secara langsung pada perencanaan transportasi. Karena dari waktu ke waktu objek yang diangkut selalu bertambah. Adanya pertambahan jumlah penduduk tersebut dengan sendirinya akan membutuhkan pertambahan alat pendukung untuk kegiatan setiap penduduk tesebut. Jika hal ini tidak diantisipasi sejak dini, maka dimasa yang akan datang akan menimbulkan suatu masalah ketidakseimbangan antara kebutuhan transportasi dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang ada. Ketidakseimbangan tersebut berdampak pada permasalahan transportasi yang akan kita hadapi, seperti:

 Kemacetan, kesemrawutan lalu-lintas, kecelakaan  Lambannya perkembangan suatu daerah

 Dan tingginya biaya ekonomi

Akhirnya suatu daerah baik itu kawasan industry, kota, pusat bisnis dan lain sebagainya akan menjadi kawasan mati yang tidak bisa ditempati.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka dilakukanlah perencanaan transportasi untuk mencapai suatu keseimbangan. Menurut Bruton (1970), proses perencanaan transportasi perkotaan didasarkan pada seperangkat prinsip dan asumsi yang paling dasar yaitu bahwa pola perjalanan yang nyata, stabil dan dapat diprediksi. Berikut prinsip-prinsip dalam perencanaan transportasi menurut Bruton (1970):

(3)

2. Sistem transportasi mempengaruhi perkembangan suatu daerah, serta melayani daerah itu.

3. Daerah urbanisasi terus menerus memerlukan pertimbangan wilayah dengan berbagai macam situasi transportasi.

4. Studi transportasi merupakan bagian penting dari proses perencanaan secara keseluruhan.

5. Proses perencanaan transportasi itu berlangsung secara kontinu, dan membutuhkan data terbaru untuk mengetahui perubahannya.

Menurut (Ofyar Z Tamin, 1997) Transportasi diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:

i. Mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur.

ii. Memadukan transportasi lainnya dalam suatu kesatuan system transportasi nasional.

iii. Menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong, dan penunjang pembanguna nasional.

(4)

Gambar II.1 Tujuan Perencanaan Transportasi Sumber: Fidel Miro (2005)

Sebagai sebuah proses, perencanaan transportasi memberikan solusi kepada para ahli dan orang-orang yang berkepentingan dalam perencanaan transportasi untuk memberikan pilihan alternatif-alternatif kebijakan transportasi untuk mencapai tujuan yang optimal.

Berikut ini merupakan empat tahap dalam perencanaan: II.2.1 Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)

(5)

nanti, sangat ditentukan oleh karakteristik tata guna lahan/petak-petak lahan serta karakteristik tata guna lahan serta karakteristik sosioekonomi tiap-tiap kawasan tersebut yang terdapat dalam ruang lingkup wilayah kajian tertentu, seperti area kota, regional/propinsi atau nasional.

Adib Kanafani (1983), mengatakan bahwa analisa bangkitan perjalanan secara konvensional dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Produksi perjalanan (Trip Production), yang mengacu pada jumlah perjalanan yang dilakukan oleh seorang individu atau rumah tangga, melalui kelompok rumah tangga seperti dengan zona tempat tinggal. 2. Tarikan Perjalanan (Trip Attraction), yang mengacu pada jumlah

perjalanan yang tertarik menuju lokasi perkotaan tertentu atau kegiatan. Seperti objek wisata, perbelanjaan, perkantoran, sekolah dan lain sebagainya.

Pergerakan dari zona asal (i) Pergerakan menuju zona tujuan (d) Gambar II.2 Bangkitan Dan Tarikan Pergerakan

(6)

II.2.2 Sebaran Perjalanan (Trip Distribution)

John Black (1998), sebaran perjalanan merupakan jumlah atau banyaknya perjalanan yang bermula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah atau banyaknya perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal. Sebaran perjalanan ini akan membentuk suatu pola sebaran arus lalulintas antara zona asal ke zona tujuan. Jadi sebaran perjalanan merupakan jumlah perjalanan yang berasal dari suatu tata guna lahan ( seperti zona: i) yang akan menuju suatu tata guna lahan (seperti zona: d).

Gambar II.3 Sebaran Perjalanan

Pola sebaran arus lalulintas antara zona asal ke zona tujuan adalah hasil yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan menghasilkan arus lalulintas, dan pemisahan ruang, interaksi antara dua buah tata guna lahan yang akan menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang. Lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan menghasilkan arus lalulintas. Semakin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam menarik lalulintas.

Zona

i

(7)

Pemisahan ruang. Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batas pergerakan. Jarak yang jauh atau biaya yang besar akan membuat pergerakan antara tata guna lahan menjadi lebih sulit (aksesibilitas rendah).

(8)

Berikut salah satu contoh gambaran pola penyebaran perjalanan dari dan ke berbagai zona:

menyebar

Gambar II.4 Pola Penyebaran Perjalanan dari dan ke Berbagai Zona II.2.3 Pemilihan Moda (Moda Split/Moda Choice)

Pada proses perencanaan transportasi empat tahap, pemilihan moda merupakan tahap ketiga. Menurut beberapa para ahli perencanaan transportasi, tahap ini merupakan tahap terpenting dan juga merupakan tahap tersulit. Ini karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Dan hal ini menyangkut efisiensi pergerakan di suatu daerah, ruang yang harus disediakan suatu daerah untuk dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat pilih oleh penduduk.

Dalam tahapan ini merupakan tahapan dalam menentukan model dari perilaku orang banyak terutama para pengguna jasa transportasi dalam memilih layanan transportasi yang akan digunakan untuk melakukan perjalanan. Pemilihan moda ini sangat sulit dimodel, walaupun hanya ada dua pilihan moda yang

Zona Asal i 1000 perjalanan Menghasilkan

(9)

digunakan (angkutan umum atau pribadi). Pemilihan moda juga mepertimbangkan pergerakan yng menggunakan lebih dari satu moda dalam perjalanan.

Sehingga menurut Fidel Miro (2005), tahap pemilihan moda ini merupakan suatu tahapan proses perencanaan angkutan yang bertugas untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

II.2.4 Pembebanan jaringan (Traffic Assignment)

Pembebanan jaringan atau pilihan rute ini merupakan tahap ke empat dalam perencanaan transportasi, yang proses pemilihannya bertujuan untuk memodelkan perilaku dari pelaku perjalanan dalam memilih rute yang menurutnya rute terbaik dimana rute tersebut memiliki waktu tempuh yang cepat, bernialai ekonomis dan terhindar dari kemacetan ataupun berbagai jenis hambatan lainnya.

II.3. Jangka Waktu Perencanaan

(10)

II.3.1. Jangka Pendek (Short Term Planning)

 Batasan waktunya antara 0 sampai 4 tahun.

 Yang direncanakan adalah segala sesuatu yang segera terwujud.  Sumber-sumber pendukungnya, entah berupa dana, keahlian,

materi, maupun data yang diperlukan dan kebijakan, tidak diperlukan dalam jumlah banyak.

 Dalam transportasi, biasanya berupa program-program penambahan armada angkutan, pengaturan jadwal, pengaturan ruas, proyek-proyek pengadaan dan pemeliharaan fasilitas dan prasarana.

 Secara prosedur berupa kegiatan pelaksanaan di lapangan.  Secara hirarki berupa program pemakaian anggaran

II.3.2. Jangka Menengah (Medium Term Planning)  Batasan waktunya antara 5 sampai 20 tahun.

 Rencana ini berbentuk kajian atau studi terhadap kebijakan yang sudah digariskan.

 Kegiatan ini secara batasan waktu dapat berupa penyiapan dokumen-dokumen teknis,fisik dan finansial.

 Dalam formatnya, rencana ini merupakan kegiatan penyiapan rencana umum,detail teknis,studi kelayakan, rencana umum transportasi, studi kelayakan proyek, dokumen rancangan induk jaringan transportasi.

(11)

masa depan, perumusan beberapa rencana, dan pengevaluasian kelayakan rencana.

 Secara hirarki, dapat berupa pembiayaan dan dapat pula berupa kegiatan yang dilakukan oleh perencana (planner) yang tergabung dalam lembaga-lembaga riset dan pengembangan.

 Tahapan ini bersifat semi-fleksibel terhadap situasi yang terjadi selama jangka waktu rencana.

II.3.3. Jangka Panjang (Long Term Planning)  Batasan waktunya diatas 20 tahun.  Disebut sebagai:

o Strategi o Perspektif o Cakrawala o Horizon Plan

 Dalam formatnya, rencana ini berupa kebijakan-kebijakan jangka panjang yang telah menetapkan sasaran 25 tahun ke depan dan ditentukan oleh badan legislative.

 Secara prosedur, rencana ini berupa ide-ide, dengan sasaran yang dituju berada pada masa diatas 25 tahun.

(12)

II.4. Dasar-Dasar Prinsip Analisis Sebaran Perjalanan

Banyak pertanyaan tentang distribusi perjalanan muncul karena pelaku perjalanan di daerah perkotaan biasanya memiliki sejumlah tujuan untuk perjalanan dari asal yang berbeda. Karena itu jelas bahwa setiap pelaku perjalanan akan memilih jalan alternatif terdekat untuk mencapai tujuan tersebut, dan melakukan itu secara konsisten, maka proses distribusi perjalanan akan benar-benar dipahami, dan skema perhitungan sederhana dari model distribusi perjalanan yang rumit akan cukup untuk memperkirakan arus lalu lintas. Namun menurut Adib Kanafani (1983), tidak semua pelaku perjalanan memilih tujuan terdekat, dan ciri utama dari pelaku perjalanan adalah tidak selalu memilih tujuan yang sama, kecuali untuk perjalanan untuk bekerja. Tujuan dari analisis distribusi perjalanan adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu proses ini dan untuk mengadopsi permintaan dan penawaran variabel yang secara konsisten dapat memprediksi cara perjalanan didistribusikan dari asal ke tujuan.

(13)

Berikut adalah pendekatan untuk perjalanan pemodelan distribusi (Adib Kanafani, 1983):

Model distribusi perjalanan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sesuai dengan pendekatan pemodelan dasar, kategorinya sebagai berikut:

1.Model asal-tujuan 2. Model pilihan

3. Model fisik interaksi spasial

Agar dapat digunakan untuk perencanaan lalulintas, setiap model distribusi perjalanan harus memenuhi sifat sebagai berikut:

Adib Kanafani (1983), memberikan sifat dasar dari model distribusi perjalanan

sebagai berikut: 1. Konservasi

Dalam hal ini dikatakan bahwa dalam kebanyakan studi transportasi perkotaan, banyak upaya telah dilakukan untuk mendapatkan solusi model distribusi perjalanan untuk memastikan kesetaraan yang tepat antara baris dan kolom jumlah dan perkiraan sebelumnya produksi perjalanan dan daya tarik.

2. Non-negatif

Memberikan batasan, ini mungkin terlihat seperti aturan berlebihan. Namun, yang sering terjadi di kalibrasi model distribusi jika tidak dibatasi, beberapa skema perhitungan akan menghasilkan perkiraan negatif.

3. Divisibility dan Kompresibilitas.

(14)

harus ditambahkan hingga perkiraan untuk keaslian zona . Compressibility adalah sebaliknya dan membutuhkan bahwa jika dua zona yang dikompresi bersama-sama menjadi satu, lalu lintas model estimasi arus untuk zona baru harus jumlah dari nilai-nilai untuk asli dua zona.

II.5. Model Sebaran Perjalanan

Model merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk mencerminkan atau menggambarkan dan menyederhanakan suatu realita secara terukur (Tamin,1997). Sedangkan pemodelan merupakan suatu aktivitas meringkas dan

menyederhanakan kondisi nyata (Fidel Miro, 2005). Pemodelan sebaran pergerakan merupakan bagian informasi yang sangat berharga dalam memperkirakan besarnya pergerakan antar zona selain informasi bangkitan dan tarikan perjalanan. Pemodelan pola sebaran perjalanan antarzona ini sudah pasti sangat dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas sistem jaringan antarzona dan tingkat bangkitan dan tarikan setiap zona.

(15)

Tabel II.2 Tabel Matriks Asal Tujuan

Oi = jumlah pergerakan yang berasal dari zona i. Dd = jumlah pergerakan yang menuju zona tujuan d.

(16)

Menurut Wayongkere (2012) Matriks Asal Tujuan (MAT) sering digunakan untuk:

 Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah pedalaman atau antarkota,

 Pemodelan kebutuhan akan transportasi untuk daerah perkotaan,

 Pemodelan dan perencangan manajemen lalulintas baik di daerah perkotaan maupun antarkota,

 Pemodelan kebutuhan akan transportasi didaerah yang ketersediaan datanya tidak begitu mendukung baik dari sisi kuantitas maupun kualitas (misalnya di Negara sedang berkembang),

 Perbaikan data MAT pada masa lalu dan pemeriksaan MAT yang dihasilkan oleh metode lainnya,

 Pemodelan kebutuhan akan transportasi antarkota untuk angkutan barang multi moda.

Berdasarkan data yang terdapat dalam Matriks Asal Tujuan (MAT) nantinya dapat diolah dengan berbagai metode untuk mengetahui nilai kuantitas dari sebaran perjalanan.

Menurut Bruton (1970) terdapat beberapa metode (model matematis-statistik) untuk memperkirakan jumlah perjalanan antar zona pada periode tahun rencana yang sering digunakan para peneliti sebagai berikut:

 Metode Analogi (Faktor Pertumbuhan).

 Metode Sintetis (Formulasi Perjalanan antar area/analitis).  Metode Analisi Regresi Linear.

(17)

Oleh Tamin, (1997). Metode untuk mendapatkan MAT dapat dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode konvensional dan metode tidak konvensional Untuk lebih jelasnya, pengelompokkan digambarkan berupa diagram seperti Gambar II.5.

Gambar II.5 Metode Untuk Mendapatkan MAT Sumber: Tamin, O.Z (1997)

II.6. Metode Konvensional

Metode konvensional dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.

II.6.1. Metode Langsung

(18)

penggunaan metode ini, seperti kesalahan teknis dan kesalahan manusia yang sering terjadi. Berikut adalah beberapa teknik yang tersedia dalam metode langsung untuk mendapatkan nilai MAT.

 Wawancara di tepi jalan  Wawancara di rumah

 Metode dengan menggunakan bendera  Metode foto udara

 Metode mengikuti mobil.

Dapat dikatakan bahwa pendekatan dengan metode langsuung pada umumnya mahal, terutama dalam hal kebutuhan akan sumber daya manusia, waktu proses yang lama, serta hasil akhirnya hanya berlaku untuk selang waktu pendek saja. II.6.2. Metode Tidak Langsung

Metode factor pertumbuhan dan metode sintetis oleh Bruton, dikelompokkan oleh Tamin sebagai metode tidak langsung. Dalam metode ini dilakukan pemodelan, yang mana pemodelan tersebut merupakan kegiatan penyederhanaan dengan menggunakan suatu system dalam bentuk unsur atau factor yang dapat dipertimbangkan mempunyai kaitan dengan situasi yang hendak digambarkan.

III.7. Metode Analogi (Faktor Pertumbuhan)

(19)

………(Pers.2.1)

Dimana:

= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d. E = tingkat pertumbuhan

Tergantung dari metode yang digunakan, tingkat pertumbuhan ( E ) dapat berupa satu faktor saja atau merupakan kombinasi dari berbagai faktor, yang bisa didapat dari proyeksi tata guna lahan atau bangkitan lalulintas.

Adapun pengembangan kelima metode analogi itu secara kronologis adalah:

 Model seragam (Uniform)  Model rata-rata (average)  Model fratar

 Model Detroit  Model furnes.

II.7.1 Model Seragam (Uniform)

Model seragam adalah model tertua dan paling sederhana untuk keseluruhan daerah kajian hanya ada satu nilai tingkat pertumbuhan yang digunakan untuk mengalikan semua pergerakan pada saat sekarang untuk mendapatkan pergerakan pada masa mendatang. Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

……….(Pers.2.2)

(20)

Dimana:

= jumlah perjalanan masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d. = jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d. E = tingkat pertumbuhan

T = total pergerakan pada masa mendatang di dalam daerah kajian t = total pergerakan pada masa sekarang di dalam daerah kajian

II.7.2. Model Rata-Rata (Average)

Model average digunakan pada kondisi dimana masing-masing zona di dalam sebuah lingkup wilayah memiliki karakteristik pertumbuhan yang berbeda-beda satu sama lain. Tingkat pertumbuhan yang berberbeda-beda ini dirata-ratakan dengan jalan menjumlahkan pertumbuhan dizona asal i dan di zona tujuan d kemudian dibagi dua, seperti berikut:

………...………..…(Pers.2.4)

Dimana:

= jumlah perjalanan masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d. = jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d. E = tingkat pertumbuhan zona i dan zona d.

II.7.3. Model Fratar

Model ini dikembangkan oleh pakar transportasi yang dalam penggunaannya model ini menggunakan proses pengulangan. Secara matematis model fratar dapat dinyatakan sebagai berikut:

(21)

Dimana:

= perkiraan jumlah perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d.

= jumlah perjalanan masa mendatang yang diharapkan berdasarkan hasil bangkitan perjalanan dari zona asal i.

= jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal i ke seluruh zona-zona tujuan d….n yang lainnya.

= factor pertuumbuhan masing-masing zona dalam wilayah studi

II.7.4. Model Detroit

Model ini merupakan penyempurnaan dari dua model yaitu model rata-rata dan model fratar. Secara matematis, model ini dinyatakan sebagai berikut:

………...……….……….(Pers.2.6)

Dimana:

= jumlah perjalanan masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d. = jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal ke zona i ke zona tujuan d. E = tingkat pertumbuhan zona i dan zona d.

II.7.5. Model Furness

Pada saat sekarang model ini sering digunakan dalam perencanaan transportasi berhubung penggunaannya yang sederhana dan mudah. Bentuk matematisnya adalah:

Iterasi ke-1

(22)

Iterasi ke-2

Iterasi ke-3

Dan seterusnya secara selang seling………(Pers.2.7)

Dimana:

= jumlah perjalanan pada masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d. = jumlah perjalanan masa sekarang dari zona asal i ke zona tujuan d.

= faktor pertumbuhan di zona asal i. = faktor pertumbuhan di zona tujuan d.

II.8. Metode Sintetis

Metode ini merupakan alternative dari metode faktor pertumbuhan yang didasari oleh dua asumsi:

a. Sebelum pergerakan pada masa mendatang diramalkan, terlebih dahulu harus dipahami alasan terjadinya pergerakan pada masa sekarang.

b. Alasan tersebut kemudian dimodelkan dengan menggunakan analogi hukum alam yang terjadi.

Prinsip pada metode ini adalah perjalanan dari zona asal ke zona tujuan berbanding lurus dengan jumlah bangkitan di zona asal serta tarikan dizona tujuan. Dan berbanding terbalik dengan kemudahan (aksesibilitas) lalulintas antara kedua zona tersebut.

(23)

Sama halnya seperti metode analogi, metode sintetis juga memiliki model-model yang dapat dipakai untuk memprediksi arus perjalanan masa yang akan datang. Adapun model-model yang terdapat dalam metode sintetis ini antara lain adalah:

 Model Gravity  Model Opportunity

 Model Gravity-Opportunity.

II.8.1 Model Gravity (GR)

Dalam metode sintetis, model gravity merupakan model yang paling sering digunakan dan paling terkenal karena sangat sederhana dan mudah dimengerti dalam penggunaannya. Dalam penggunaannya pada perencanaan transportasi, model gravity ini menggunakan konsep gravity yang diperkenalkan oleh Isaac Newton seorang ahli fisika tahun 1686.

Adapun formula gravity model dalam transportasi adalah:

……….…(Pers.2.8)

Di mana :

= jumlah perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d.

= banyak perjalanan yang dihasilkan (berasal) dari zona asal i dan yang tertarik (menuju) ke zona tujuan d.

= kuadrat jarak atau ukuran tingkat aksesibilitas berupa jarak antara i-d, waktu tempuh i-d dan ongkos i-d disebut dengan hambatan i-d.

(24)

Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkatian juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau pun biaya. Secara umum, model gravity dinyatakan dalam bentuk perssamaan sebagai berikut:

………(Pers 2.9)

Dimana:

adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir di zona d.

adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai factor penyeimbang.

adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d.

Dalam pemakaiannya, sebenarnya ada empat jenis model Gravity, yaitu antara lain:

 Model Tanpa Batasan (UnConstrained Gravity/UCGR)

 Model Dengan Satu Batasan (Single Constrain Gravity/SCGR), dengan batasan di zona asal (Production Constrain Gravity/PCGR).

 Model Dengan Satu Batasan (Single Constrain Gravity/SCGR), dengan batasan di zona tujuan (Atraction Constrain Gravity/ACGR).

 Model Dengan Dua Batasan (Double Constrain Gravity/DCGR) yaitu berupa batasan di kedua zona asal dan tujuan (Production-Atraction Constrain Gravity/PACGR) atau disebukan juga dengan model dengan

(25)

II.8.1.A Model Tanpa Batasan (UnConstrained Gravity/UCGR)

Model ini bersifat tanpa batasan, dimana model ini tidak diwajibkan menghasilkan total perjalanan yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona hasil bangkitan perjalanan. Secara matematis model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

……….………...……(Pers 2.10)

Dengan untuk seluruh i dan untuk seluruh d. Dimana:

adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir di zona d.

adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.

adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d.

Dalam model UCGR ini, jumlah bangkitan dan tarikan yang dihasilkan tidak harus sama dengan perkiraan hasil bangkitan pergerakan. Namun, persyaratan yang perlu diperhatikan adalah total pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan total pergerakan yang di dapat dari hasil bangkitan pergerakan.

II.8.1.B Model Dengan Batasan Di Zona Asal (Production Constrain Gravity/PCGR).

(26)

persamaan yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.10), tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu:

………(Pers 2.11)

Dimana:

adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir di zona d.

adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.

adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d.

Pada model UCGR, nilai untuk seluruh i dan untuk seluruh d. Akan tetapi, dalam model PCGR nilai kontanta harus dihitung sesuai dengan persamaan (2.11) untuk setiap zona tujuan i. Konstanta ini memberikan batasan bahwa total baris dari matriks harus sama dengan total baris dari matriks hasil tahap bangkitan pergerakan.

II.8.1.C Model Dengan Batasan Di Zona Tujuan (Atraction Constrain Gravity/ACGR).

(27)

yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Untuk model ini persamaan yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.10), tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu:

………(Pers 2.12)

Dimana:

adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir di zona d.

adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.

adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d.

Dimana dalam model ini, konstanta dihitung sesuai dengan persamaan (2.12) untuk setiap zona tujuan d. Konstanta ini memberikan batasan bahwa total kolom dari matriks harus sama dengan total kolom dari matriks hasil tahap bangkitan pergerakan.

II.8.1.D Model Dengan Batasan di Zona Asal dan Tujuan ( Production-Atraction Constrain Gravity/PACGR)

Dalam model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Untuk model ini persamaan yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.10), tetapi dengan syarat batas sebagai berikut:

(28)

………(Pers 2.12)

Dimana:

adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan yang berakhir di zona d.

adalah konstanta yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan, dimana konstanta ini disebut sebagai faktor penyeimbang.

adalah fungsi hambatan atau ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d.

Kedua konstanta ini menjamin bahwa total baris dan kolom dari matriks hasil pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari matriks yang didapat dari hasil bangkitan pergerakan.

II.8.1.E Fungsi Hambatan

Dalam model gravity fungsi hambatan adalah hal yang terpenting untuk diketahui yang harus dianggap sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan) antar zona. Hyman (1969) menyarankan tiga jenis fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model gyravity, yaitu:

(fungsi pangkat)………...…(Pers 2.13)

(fungsi eksponensial-negatif)……...…………(Pers 2.14)

(fungsi tanner)………..(Pers 2.15)

(29)

lebih cocok untuk pergerakan jarak jauh, sedangkan fungsi eksponensial sering digunakan untuk pergerakan jarak pendek, dan fungsi tanner mengkombinasikan kedua faktor tersebut.

Banyak peneliti berpendapat bahwa parameter fungsi hambatan dapat menggambarkan biaya rerata perjalanan di daerah kajian tersebut, semakin besar nilai , semakin kecil nilai biaya rerata perjalanan.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter model gravity, yaitu:

 Metode Sederhana  Metode Hyman

 Metode Analisis Regresi-Linear  Metode Penaksiran Kuadart Terkecil  Metode Penaksiran Kemiripan-Maksimum  Metode Penaksiran Entropi-Maksimum

II.8.1.F Metode Analisis Regresi-Linear

(30)

II.8.1.F.a Fungsi Hambatan Eksponensial-Negatif

Dalam hal ini, model gravity berfungsi hambatan eksponensial-negatif dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

……….……(Pers 2.16)

Persamaan (2.16) dapat disederhanakan dengan urutan penyederhanaan sebagai berikut:

……….(Pers 2.17)

[ ]………...………(Pers 2.18)

………..…..(Pers 2.19)

………...…..(Pers 2.20)

Kemudian persamaan (2.20) ditransformasi linear. Dapat disederhanakan dan ditulis kembali sebagai persamaan linear dengan mengasumsikan

dan .

Dengan transformasi linear tersebut, maka dengan menggunakan analisis regresi-linear, parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut: dan dengan persamaan:

∑ ∑ ∑

( ) (∑ ) ………...…(Pers 2.21)

̅ ̅……….(Pers 2.22)

̅ ̅ adalah nilai rerata dari dan .

(31)

II.8.1.F.b Fungsi Hambatan Pangkat

Dalam hal ini, model gravity yang mempunyai fungsi hambatan pangkat dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut:

……….………...…(Pers 2.23)

Sama dengan model gravity berfungsi hambatan eksponensial-negatif, persamaan (3.13) dapat disederhanakan dengan urutan penyederhanaan seperti berikut:

………..…….(Pers 2.24)

[ ]………..……(Pers 2.25)

………..…..(Pers 2.26)

………...(Pers 2.27)

Dengan melakukan transformasi linear, persamaan (2.27) dapat disederhanakan dan ditulis kembali sebagai persamaan linear dengan mengasumsikan dan .

Dengan transformasi linear tersebut, maka dengan menggunakan analisis regresi-linear (persamaan 2.21 dan 2.22), parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut: dan . Dengan nilai ditentukan sesuai dengan jenis batasan model gravity yang digunakan.

II.8.1.F.c Fungsi Hambatan Tanner

Dalam hal ini, model gravity berfungsi hambatan tanner dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut:

(32)

Persamaan tersebut dapat disederhanakan dengan urutan penyederhanaan seperti berikut:

………..………..….(Pers 2.29)

( ) [ ]……….…(Pers 2.30)

……….….(Pers 2.31)

………...(Pers 2.32)

Dengan melakukan transformasi linear, persamaan (2.32) dapat disederhanakan dan ditulis kembali sebagai persamaan linear dengan mengasumsikan dan .

Maka dengan menggunakan analisis regresi-linear (persamaan 2.21 dan 2.22), parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai sebagai berikut:

dan .

Dengan nilai ditentukan sesuai dengan jenis batasan model gravity yang digunakan.

II.8.2 Model Opportunity (O)

(33)

II.8.3 Model Gravity-Opportunity (GO)

Gambar

Tabel II.1 Interaksi antardaerah
Tabel II.2 Tabel Matriks Asal Tujuan
Gambar II.5 Metode Untuk Mendapatkan MAT

Referensi

Dokumen terkait