• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM EKONOMI DAN ETOS KERJA DALAM ISLA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM EKONOMI DAN ETOS KERJA DALAM ISLA (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM EKONOMI DAN ETOS KERJA DALAM ISLAM

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Pendidikan Agama Islam

Yang dibina oleh H. Abdul Adzim, Lc., M.A

Oleh

Intan Choni Kustantia 160731614803

Martha Herninda 160731614865

Novita Arumsari 160731614835

Dinda Prima 160731614884

Rica Filasari 160731614846

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN SEJARAH

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sistem Ekonomi dan Etos Kerja Dalam Islam ini tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas matakuliahPengantar Ilmu Sejarah yang diampu oleh Bapak H. Abdul Adzim, Lc., M.A.

Dalam makalah ini memuat materi tentang sistem ekonomi dalam Islam yang berupa pengertian, nilai dasar dan instrumental ekonomi islam serta perbedaan ekonomi islam dengan sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Kedua tentang respon Islam atas transaksi ekonomi modern yang berupa –commerce dan buang bank. Ketiga tentang etos kerja dan kemandiriann hidup yang berupa etos kerja islami dan kemandirian dalam Islam

Segala upaya telah kami dilakukan untuk menyempurnakan makalahini, namun bukan tidak mungkin dalam penulisan makalahini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam menyempurnakan makalah lain di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Malang, 28 September2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penulisan... 2 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sistem Ekonomi Islam... 3 2.2 Respon Islam Atas Transaksi konomi Modern... 7 2.3 Etos Kerja dan Kemandirian Hidup... 11 BAB III PENUTUP

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Banyak orang menerjemahkan makna dari sejahtera secara berbeda beda, dari yang sekedar tercukupi kebutuhannya sehari hari, memiliki asset yang berlimpah, hingga memiliki semua yang ada. Pun untuk mencapai semua keingginannya itu banyak dari mereka yang lakukan segala hal, bahkan cenderung bagi mereka untuk tak mempedulikan orang lain.

Banyak teori teori ekonomi yang mendeskripsikan tentang pola tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan teori teori itu lahir dari pola tingkah laku manusia itu sendiri. Tapi ketika sebuah teori yang merupakan hasil deskripsi polah tingkah laku manusia tersebut telah gagal dalam memenuhi sesuatu yang di idam idamkan, maka dengan otomatis manusia akan melakukan perubahan dalam pola tingkah laku mereka dan yang berujung pada munculnya teori ekonomi baru.

Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja.

Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem ekonomi dalam Islam?

2. Bagaimana respon Islam atas transaksi ekonomi modern? 3. Bagaimana etos kerja dan kemandirian hidup dalam Islam?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sistem ekonomi dalam Islam.

2. Untuk mengetahui respon Islam atas transaksi ekonomi modern. 3. Untuk mengetahui etos kerja dan kemandirian hidup dalam Islam.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sistem Ekonomi Islam

2.1.1 Pengertian Sistem Ekonomi Islam

(6)

Sebagai pakar ekonomi Islam mengistilahkan dasar-dasar itu dalam istilah “Madzab Ekonomi Islam.” Sementara pakar ekonomi mengistilahkannya dengan “bangunan perkonomian yang didirikan di atsa landasan dasar-dasar yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa” (Ahmadi, 1980: 14).

Berdasar pendapat-pendaat dia atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud sistem ekonomi Islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari al-Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan diatas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa tertentu.

Menurut Halide, pendekatan Islam dalam masalah ekonomi berbeda dengan pendekatan kebijakan ekonomi Barat berdasarkan perhitungan materialistic dan sedikit sekali memasukkan pertimbangan moral agama. Pendekatan Islam dan ekonomi, antara lain:

a. Konsumsi manusia dibatasi sampai pada tingkat yang perlu dan bermanfaat bagi kehidupan manusia

b. Alat pemuas dan kebutuhan manusia harus seimbang

c. Dalam pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus ditegakkan

d. Pemerataan pendapatan harus dilakukan dengan mengingat bahwa sumber kekayaan seseorang yang diperoleh berasal dari usaha yang halal

e. Zakat sebagai sarana distribusi pendapatan dan peningkatan taraf hidup golongan miskin merupakan alat yang ampuh (Ali, 1986: 5).

2.1.2 Nilai Dasar dan Instrumental Ekonomi Islam

Nilai-nilai dasar ekonomi Islam sebagai implikasi dari asas filsafat tauhid ada tiga, yaitu:

a. Kepemilikan

(7)

sumber daya alam itu kini dikiaskan pada minyak dan gas bui, barang tambang, dan kbutuhan barang pokok lainnya.

b. Keseimbangan

Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek tingkah laku ekonomi seorang muslim. Atas keseimbangan ini, misalnya terwujud dalam kesederhanaan, hemat, dan menjauhi pemborosan.

”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (Q.S. Al-Furqan: 67).

Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat, keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

c. Keadilan

Keadilan harus diterapkan di semua bidang ekonomi dalam proses produksi, konsumsi maupun distribusi. Selain itu, keadilan juga harus menjadi alat pengatur efisiensi dan pemberantasan pemborosan.

”Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya” (Q.S. Al-Isra’: 16).

(8)

Ketiga nilai dasar ekonomi Islam itu, menurut Saefuddin (dalam Ali, 1988:17), merupakan pangkal nilai-nilai instrumental dari sistem ekonomi islam yang berjumlah lima, yaitu zakat, larangan riba, kerjasama, jaminan sosial, dan peranan Negara. Kelima nilai instrumental strategis ini mempengaruhi tingkah-laku ekonomi seorang Muslim, masyarakat, dan pembangunan ekonomi pada umumnya (Ali, 1998:9).

2.1.3 Perbedaan Sistem Ekonomi Islam dngan Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis

Jika dipandang semata-mata dari tujuan dan prinsip ekonominya, maka tidak ada perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain. Sebab menurut Daud Ali, semua sistem ekonomi, termasuk sistem ekonomi Islam, memiliki tujuan yang sama, yaitu mengupayakan pemuasan atas berbagai keperluan hidup masyarakat secara keseluruhan. Di samping itu, setiap sistem ekonomi bekerja diatas motif ekonomi yang sama, yaitu berusaha mencapai hasil sebesar-besarnya dengan tenaga dan ongkos seminim-minimnya.

Namun jika dilihat dari perbedaan keperluan hidup harus dipnuhi, trdapat perbedaan dalam upaya mencapai tujuan, terutama dalam pelakssanaan prinsip ekonomi. Karena perbedaan-perbedaan itu pula, muncul beragam sistem ekonomi manusia sekarang ini yaitu sistem ekonomi yang mmpengaruhi pemikiran dan kegiatan ekonomi manusia sekarang ini, yaitu sistem eknomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Disamping kesua sistem itu, kini sedang berkembang sisteem ekonomi Islam.

Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dari ekonomi kapitalis maupun sosialis. Ekonommi Islam juga tidak berada diantara keduanya, karena ini sangat brtolak belakang dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih bersifat individual, dan sistem ekonomi sosialis yang membrikan hampir smua tanggung jawab kepada warganya. Ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta penntuan yang boleh dan tidak boleh ditransaksikan.

(9)

a. Asumsi dasar dan norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan. Asumsi dasar sistem ekonomi Islam adalah syariat Islam. Syariat Islam dibrlakukan secara menyluruh trhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, pengusaha dan pemerintah dalam upaya mereka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk kebutuhan jasmani maupun rohani. Perintah agar melaksanakan ajaran Islam alam seluruh kegiatan umat Islam dapat dilihat di Q.S. Al-Baqorah: 208.

b. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelstarian lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. Al-Rum: 41.

c. Motif konomi Islam adalah mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat dengan jalan beribadah dalam arti yang luas. Persoalan motif ekonomi menurut pandangan Islam dapat dilihat diketentuannya dalam Q.S. Al-Qashash: 77.

2.2 Respon Islam Atas Transaksi Ekonomi Modern 2.2.1 E-Commerce (Perdagangan Elektronik)

Teknologi merubah banyak aspek bisnis dan aktivitas pasar. Dalam bisnis perdagangan misalnya, kemajuan teknologi telah melahirkan mtode transaksi yang dikenal dngan istilah e-commerce (elctronic commerce). Menurut Raharjo, e-commrce adalah suatu cara berbelanja atau brdagang secara online dngan memanfaatkan internet yang di dalamnya terdapat website yang dapat menyediakan layanan get and deliver. Dalam istilah lain, E-Commerce adalah bisnis online yang menggunakan media elektronik internet secara keseluruhan, baik dalam hal pemasaran, pemesanan, pengiriman, serta transaksi jual beli.

(10)

orang yang melakukan akad , mampu menyerahkan, dan barang yang diakadkan ada pada diri orang tersebut.

Fikih memandang bahwa transaksi bisnis di dunia maya diprbolehkan karena maslahat. Maslahat adalah mengambil manfaat dan menolak bahaya dalam rangka memelihara tujuan syara’. Bila E-Commrce dipandang seperti layaknya perdagangan dalam islam, maka dapat dianalogikan sebagai berikut. Pertama, penjualnya adalah mrcant (internet servic provider atau ISP), sedangkan pembelinya disebut customer. Kedua, obyek adalah barang dan jasa yang ditawarkan dngan berbagai informasi, profil, harga gambar barang, serta status perusahaan. ketiga , sighat (ijab-qabul) dilakukan dengan payment gateway, yaitu software pendukung (otoritas dan monitor) bagi acquirer, serta berguna untuk service online.

Komoditi yang diperdagangkan dalam E-Commerce dapat berupa komoditi digital dan non digital. Untuk komoditi digital seperti electronik neewspaper, -book, digital libraru, virtual school, software program aplikasi komputer dan lain sebagainya, dapat langsung diserahkan melalui media internet kepada pembeli, misalnya pembeli mendonwload produk tersebut dari website yang ditentukan. Sedang untuk komoditi non digital, karena komoditi ini tidak dapat diserahkan lagsung melalui internet, maka prosedur pengirimannya harus sesuai kesepakatan bersama, begitu juga spsifikasi komoditi, waktu dan tempat penyerahannya. Sebelum transaksi berlangsung perlu disepakati batas waktu penyerahan komoditi.

2.2.2 Bunga Bank

Bunga bank adalah ketetapan nilai mata uang oleh bank yang memiliki tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari pinjamin sejumlah tambahan tetap.

Menurut UU Nomor 7 Tahun 1992 (pasal 1, ayat 1) tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Lubis, 2000:8).

(11)

kepentingan umum. Dilihat dari sistem pengelolahannya, bank dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah.

a. Bank Konvensional

Bank konvensional adalah bank yang menggunakan sistem bunga dalam bertransaksi dengan nasabah. Bank jenis ini ada dua macam, yaitu bank umum dan bank perkreditan. Dalam era globalisasi sekarang ini, umat Islam boleh dikatakan hampir tidak dapat menghindarkan diri dari bertransaksi dengan bank konvensional, termasuk dalam hal kegiatan ibadah (misalnya ibadah haji). Di sisi lain, dalam bidang aktivitas perekonomian nasional dan internasional serta era perdagangan bebas dewasa ini, penggunaan jasa bank konvensional tidak dapat dikesampingkan.

Pokok persoalannya sekarang ialah bagaimana perdagangan hukum Islam terhadap umat Islam yang menggunakan jasa bank konvensional. Pertanyaan ini mendapatkan jawaban yang berbeda dari para ulama. Dengan mengambil dasar Q.S. Ali ‘Imran:130, ada ulama yang mengatakan haram, mubah, dan mutasyabihat (tidak jelas halal haramnya).

b. Bank Syariah dan Praktiknya

Bank syariah adalah bank yang dirancang sesuai dengan ajaran atau syariat Islam. Perbankan Islam yang beroperasi atas prinsip syirkah (mitra usaha) telah diakui di seluruh dunia. Artinya, seluruh bagian sistem perbankan yakni pemegang saham, depositor, investor, dan peminjam turut beerperan – serta atas dasar mitra usaha

(12)

mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Pengawas Syariah sebelum diluncurkan ke tengah – tengah masyarakat.

Perbedaan pokok antara bank konvensional dan bank syariah adalah operasionalnya. Pada bank konvensional, sistem operasionalnya didasarkan pada bunga, sedangkan pada bank syariah dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai lima prinsip operasional yang terdiri dari :sistem simpanan, sistem bagi hasil, margin keuntungan, sewa, dan fee (Antonio, 1994:138). Selain itu ada pula akad qardh, hiwalah, rahn, wakalah, kafalah yang semuanya menjadi ciri khas sekaligus pembeda antara Bank syariah dan Bank Konvensional.

Akan tetapi banyaknya pelayanan dan transaksi, sering dijumpai praktik menyimpang dari perbankan syariah. Misalnya dalam akad musyawarah, penentuan margin sepenuhnya dilakukan oleh Bank Syariah. Penentuan sepihak tidak diperbolehkan karena dalam akad harus ada ketrbukaan dari pihak bank. Kebanyakan Bank syariah tidak menyerahkan barang kepada nasabah, tetapi memberi uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli barang untuk membeli barang yang dibutukan. Hal ini menyimpang dari aturan fikih, karena ada dua transaksi dalam satu akad yaitu wakalah dan Murabahah.

Selain itu, dalam praktik masih ada Bank syariah yang hanya mau memberikan pembiayaan pada usaha yang sudah berjalan selama kurun waktu tertentu, artinya bank memilih calon nasabah (mudharib). Pembagian return pembiayaan tidak berdasarkan pada sistem bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing). Sistem ini dipilih karena Bank Syariah belum sepenuhnya berani berbagai resiko secara penuh. Jika keadaannya seperti ini maka dapat dikatakan bahwa kegiatan bank syariah belum secara sempurna mengacu pada tujuan Ekonomi Islam (Hidayat, t.t).

c. Hukum Bunga Bank: Riba atau bukan?

(13)

sampai saat ini belum berkonsensus secara bulat. Berikut pendapat para ulama yang berbeda-beda tersebut:

1) Abu Zahra, Guru Besar Hukum Islam dari Universitas Kairo Mesir, mengatakan bahwa bunga (rente) adalah sama dengan riba nasi’ah yang dilarang dalam Islam. Akan tetapi karena sistem perekonomian sekarang dan peranan bank dan bunga tidak dapat dihapuskan, maka umat Islam dapat melakukan transaksi melalui bank berdasarkan keadaan darurat. 2) Menurut Mustafa Ahmad Az Zaqra, Guru besar Hukum Islam dan hukum

Perdata, bunga dalam hutang piutang yang bersifat konsumtif adalah riba, sedangkan bunga dalam hutang piutang yang bersifat produktif tidak sama dengan riba nasi’ah.

3) A. Hasan, ahli tafsir dan tokoh Islam Persatuan Islam (PERSIS), berpendapat bahwa bunga bank bukanlah riba yang diharamkan karena tidak bersifat berlipat ganda, sebagaimana disebut dalam Q.S Ali Imron 130.

4) Hasil muktamar Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa bunga yang diberikan oleh bank milik negara kepada para nasabahnya termasuk dalam kategori tidak jelas hukumnya (Ali, 1988:12 – 13).

5) Hasil lokakarya Majlis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 19 – 20 Agustus 1990 tentang status bunga bank menyebutkan bahwa untuk menghindari kesulitan, maka daat dimungkinkan adanya rukhshah (keringanan hukum) jika dapat dipastikan adanya kebutuhan (Lubis, 2000: 42 – 46).

2.3 Etos Kerja dan Kemandirian Hidup 2.3.1 Etos Kerja Islami

Sebelum membahas etos kerja Islami, perlu dipahami hakikat kerja. Kerja adalah sebuah aktivitas yang telah direncanakan dan dilakukan tahap demi tahap agar bisa mendapatkan nilai lebih demi memenuhi kbutuhan hidup serta memberikan manfaat bagi seluruh manusia (Agung, 2007: 112).

(14)

adalah pekerja karena ia memiliki motif untuk mendapatkan nilai tambah, baik dari dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Seorang muslim harus memiliki prinsip bahwwa bekerja adalah ibadah dengan menjadikan taqwa sebagai landasannya. Sehingga yang mnjadi tujuan utamanya adalah mencari ridha Allah, tidak semata mengejar materi belaka. Selain itu seorang muslim harus juga memperhatikan etika bekerja, yaitu:

a. Menyadari pekerjaannya terkait dengan Allah, sehingga membuat dia bersikap cermat, bersungguh-sungguh dalam bekeerja, dan menjalin hubungan baik dengan relasinya demi memperoleh keridhaan Allah;

b. Bekerja dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan;

c. Tidak membrikan beban berlebih pada pekerja, alat produksi atau binatang dalam bekrja. Semua harus dipekerjakan secara profesional dan wajar. d. Tidak melakukan pekrjaan yang melanggara aturan Allah.

e. Profesional dalam setiap pekerjaan (Ismail, 2012)

Untuk mendapat kesuksesan dalam bekerja dan mendapatka rezeki yang baik dan barkah, seorang muslim dituntut untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Etos berasal dari kata Yunani ‘ethos’ yang berarti sikap, watak, kepribadian, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakini (Ismail, 2012). Dengan etos kerja yang kuat, sebuah perkerjaan akan mencapai hasil yang maksimal. Berkaitan dengan etos kerja, Allah berfirman:

Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya, orang-orang yang dzalim itu tidak akan mendapat keberuntungan (Q.S. Al-An’aam: 135)

(15)

diharuskan untuk bekerja dan dilarang untuk menganggur atau bermalas-malasan. Hal ini disebutkan dalam Q.S al-Mulk ayat 15.

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setekepada-Nya-lah) dibangkitkan.

Ungkapan Arab menyebutkan’alfaraaghu mafsadtun’, menganggur itu merusak. Sifat malas, tidak memiliki etos kerja, sikap menganggur, hanya akan melahirkan pikiran-pikiran negatif, kesengsaraan, penyakit jiwa, kerapuhan jaringan saraf, mengkhayal tanpa realitas, keresahan dan kegundaan. Sebaliknya, kerja dan semangat akan menghadirkan kreativitas, kegembiraan, sukacita, dan kebahagiaan.

Islam sangat mnganjurkan kepada pemeluknya untuk bekerja dan berusaha. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah SWA menguji seorang sahabat mencari nafkah dengan cara mencari dan membelah kayu di hutan. Tangannya keras dan kaku, pakaian dan penampilannya sangat sederhana dan bersahaja. Itu dilakukannya setiap hari untuk menafkahi anak dan istrinya. Rasulullah menghampiri sahabat tersebut dan memegang tangannya seraya berkata, “Inilah tangan yang dicintai Allah SWT.”

Agama Islam memberikan apresiasi yang sangat tingki kepada siapapun yang mlakukan kerja keras mencari rezeki yang halal, thayyib (baik), dan berkah. Lebih dari itu, bekerja merupakan sarana untuk menjadikan watak dan kepribadian manusia bersifat mandiri, tekun, teliti, peduli, berani, taat, dan bertanggung jawab. Rasulullah SAW bersabda: “Adalah Nabiyullah Daud tidak makan kecuali dari hasil kerja kedua tangannya” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah).

(16)

melakukan perjalanan jauh melintasi beberapa kota sampai ke negeri Syam.

Dengan bekrja, seseorang bisa hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain. Dengan bekerja pula, seseorang dapat memiliki harga diri dan percaya diri, bahkan menjadi manusia terhormat karena bisa meringankan beban orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak bermanfaat (HR. Bukhari Muslim).

Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berdoa dan berusaha (bekerja) demi mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Hal ini dinyatakan dalam al-Qur’an,

Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Q.S. An-Nahl: 97).

Agar dalam bekerja bisa memperoleh kesuksesan dan keridhaan, terdapat sejumlah panduan yang perlu dipatuhi, diantaranya adalah:

a. Mulai mencari pekerjaan yang halal.

b. Jadilah pekerja yang jujur (bisa dipercaya) saat mengembangkan usaha. c. Carilah mitra kerja yang baik dalam bekerja secara baik pula.

d. Gunakan cara yang baik dalam bekerja supaya memperoleh hasil yang baik.

e. Setalahnya memperoleh upah, keluarkanlah sebagian rezeki yang diperoleh untuk zakat, infak atau sedehah.

f. Bersyukurlah atas nikmat Allah yang diperoleh dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

(17)

berimbang dalam urusan dunia dan akhirat yang dapat membawa keberkahan dan kebahagian dala hidup (Anonim, 2013:14)

Tasmara (2002:73-105) menjelaskan bahwa etos kerja berhubungan dengan hal penting seperti:

a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik (waktu maupun kondisi) agar hari esok lebih baik dari hari kemarin.

b. Menghargai waktu. Disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efisinsi dan efektivitas bekerja.

c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.

d. Hemat dan sederhana agar pengeluaran bermanfaat untuk masa depan. e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar saat bekerja tidak

muddah patah semangat dan berusaha menambah kreativitas diri.

Etos kerja islami memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah: (a) baik dan bermanfaat; (b) kualitas kerja yang mantap; (c) kerja keras, tekun dan kreativ; (d) berkompetisi dan tolong-menolong; (e) objektif (jujur); (f) disiplin dan konsekuen; (g) konsisteen dan istiqomah; (h) percaya diri dan kemandirian; (i) efisien dan hemat (Ismail, 2012).

Dalam hadist Nabi juga disebutkan bahwa Allah sungguh sangat mencintai orang yang berjerih payah untuk mencari yang halal (HR. al-Dailami), dan orang yang bekerja dengan tekun (HR. Baihaqi). Bahkan, dalam hadist lain dijelaskan bahwa hanya dengan kesusahpayahan dalam mencari nafkah dapat menghapus dosa yang tidak bisa dihapus dengan pahala shalat dan sedekah atau haji (HR. Al-Thabrani).

2.3.2 Kemandirian Dalam Islam

(18)

“suatu yang amat aku khawatirkan terhadap umatku adalah besar perut, tidur siang hari, malas, dan lemah kenyakinan (tekad)”.

Dalam hidup, seseorang pasti membutuhkan orang lain, askan tetapi menikamati hidup dengan membebani orang lain adalah hidup yang tidak mulia. Mandiri adalah sikap mental yang membuat seseorang lebih tenang dan tentram. Dalam Q.S. Al – Ra’d ayat 11 ditegakan bahwa Allah tidak mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu gigih mengubah nasibnya sendiri.

”Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Menurut ayat di atas, setiap manusia diberi kemmpuan Allah untuk mengubah nasibnya sendiri. Hal ini berarti kemampuan manusia untuk mandiri dalam mengarungi hiduo merupakan kunci yang dibewri Allah untuk sukses di dunia dan di akhirat kelak. Dalam hal ini, Gymnastiar (2004) menjelaskan bahwa yang ditekankan adalah kesungguhasn berikhtiar agar tidak menjadi beban bagi orang lain. Disamping itu ia harus berani mencoba dan berani menanggung resiko. Orang yang bermental mandiri tidak akan menganggap kesulitan sebagai hambatan, melainkan sebagai tantangan dan peluang. Tindakan selanjutnya adalah mempertebal kenyakinan kepada Allah, sebab dialah Dzat pencipta sekaligus pemberi rizki.

(19)

sabda Nabi SAW bahwa tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah (HR. Muslim).

Demikianlah konsep kemandirian dalam Islam. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak menjadi beban bagi siapapun, namun tetap menjadikan Allah SWT sebagai tempat berharap dan meminta pertolongan. Perilaku Rasulullah SAW dalam bekerja patut di contoh dan dijadikann teladan bagi seluruh aktivitas orang muslim. Semangat kerja yang dilandasi dengan ketauhidan kepada Allah SWT akan melahirkan produktivitas yang dapat menghadirkan manfaat bagi dirinya, usahanya, dan orang lain, di dunia maupun akhirat.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. Semua sistem ekonomi, termasuk sistem ekonomi Islam, memiliki tujuan yang sama, yaitu mengupayakan pemuasan atas berbagai keperluan hidup masyarakat secara keseluruhan. Di samping itu, setiap sistem ekonomi bekerja diatas motif ekonomi yang sama, yaitu berusaha mencapai hasil sebesar-besarnya dengan tenaga dan ongkos seminim-minimnya.

Namun jika dilihat dari perbedaan keperluan hidup harus dipenuhi, terdapat perbedaan dalam upaya mencapai tujuan, terutama dalam pelakssanaan prinsip ekonomi. Karena perbedaan-perbedaan itu pula, muncul beragam sistem ekonomi manusia sekarang ini yaitu sistem ekonomi yang mmpengaruhi pemikiran dan kegiatan ekonomi manusia sekarang ini, yaitu sistem eknomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Disamping kesua sistem itu, kini sedang berkembang sisteem ekonomi Islam.

(20)

manusia. Etos kerja islami memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah: (a) baik dan bermanfaat; (b) kualitas kerja yang mantap; (c) kerja keras, tekun dan kreativ; (d) berkompetisi dan tolong-menolong; (e) objektif (jujur); (f) disiplin dan konsekuen; (g) konsisteen dan istiqomah; (h) percaya diri dan kemandirian; (i) efisien dan hemat.

3.2. Saran

Setelah mempelajari tentang sistem ekonomi dalam Islam dan etos kerja, hendaknya kita dapat meneerapkan sebuah prinsip-prinsip ekonomi daam Islam. Setelah kita tahu mana yang boleh dan tidak, hendaknya kita bisa memilah-milah tentang apa yang kita lakukan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi tentang larangannya.

(21)

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman, Aditya. 2012. Konsep “Do It Yourself” dan Konsep Kemandirian Islam (Online), (www.undergroundtauhuid.com), diakses 7 Juni 2012. Agung, Lukman. 2007. Menjadi Kaya Bersama Rasulullah. Yogyakarta: Diva

Press.

Al-Assal, A.M. 1980. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya. (Terj. Abu Ahmadi). Surabaya: Bina Ilmu.

Anonim. 2013. Mmbangun Kemandirian Anak Bangsa. Yatim Mandiri, hlm.14.

Daud, Ali. M. 1998. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan wakaf. Jakarta: Universitaas Indonesia.

Gymnastiar, Abdullah. 2004. Sebuah Nasehat Kecil. Jakarta: Penerbit Republika. http://ananganggarjito.blogspot.com/2008/07. E-Commerce dalam Prespektif

Islam.html

Referensi