• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI I"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

DI INDONESIA

A.Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural, berasal dari perhatian seorang pakar pendidikan Amerika Serikat Prudence Crandall (18-3-1890) yang secara intensif menyebarkan pandangan tentang arti penting latar belakang peserta didik, baik ditinjau dari aspek budaya, etnis, dan agamanya. Pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik merupakan cikal bakal bagi munculnya pendidikan multikultural.

Secara etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui pengajaran, pelatihan, proses dan cara mendidik. Dan multikultural diartikan sebagai keragaman kebudayaan, aneka kesopanan.

Sedangkan secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama). Pengertian seperti ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam pendidikan, karena pendidikan dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia.

(2)

demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”.

Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya. Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.

Selanjutnya James Bank, salah seorang pioner dari pendidikan multikultural dan telah membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan mengatakan bahwa substansi pendidikan multikultural adalah pendidikan untuk kebebasan (as education for freedom) sekaligus sebagai penyebarluasan gerakan inklusif dalam rangka mempererat hubungan antar sesama (as inclusive and cementing movement).

(3)

Melihat dan memperhatikan pengertian pendidikan multikultural di atas, dapat diambil beberapa pemahaman, antara lain;

pertama, pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pengembangan yang berusaha meningkatkan sesuatu yang sejak awal atau sebelumnya sudah ada. Karena itu, pendidikan multikultural tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia;

Kedua, pendidikan multikultural mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi, potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya. Sebagai langkah awalnya adalah ketaatan terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan, penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang, penghargaan terhadap orang-orang yang berbeda dalam hal tingkatan ekonomi, aspirasi politik, agama, atau tradisi budaya.

Ketiga, pendidikan yang menghargai pluralitas dan heterogenitas. Pluralitas dan heterogenitas adalah sebuah keniscayaan ketika berada pada masyarakat sekarang ini. Dalam hal ini, pluralitas bukan hanya dipahami keragaman etnis dan suku, akan tetapi juga dipahami sebagai keragaman pemikiran, keragaman paradigma, keragaman paham, keragaman ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga tidak memberi kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk mengklaim bahwa kelompoknya menjadi panutan bagi pihak lain. Dengan demikian, upaya pemaksaan tersebut tidak sejalan dengan nafas dan nilai pendidikan multikultural.

Keempat, pendidikan yang menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. Penghormatan dan penghargaan seperti ini merupakan sikap yang sangat urgen untuk disosialisasikan. Sebab dengan kemajuan teknologi telekomunikasi, informasi dan transportasi telah melampaui batas-batas negara, sehingga tidak mungkin sebuah negara terisolasi dari pergaulan dunia. Dengan demikian, privilage dan privasi yang hanya memperhatikan kelompok tertentu menjadi tidak relevan. Bahkan bisa dikatakan “pembusukan manusia” oleh sebuah kelompok.

(4)

“Non-recognition” tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup subyek-subyek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Paradigma seperti ini akan mendorong tumbuhnya kajian-kajian tentang ‘ethnic studies” untuk kemudian menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan sejak dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang subyek ini adalah untuk mencapai pemberdayaan (empowerment) bagi kelompok-kelompok minoritas dan disadventaged.

Secara garis besar, paradigma pendidikan multikultural diharapkan dapat menghapus streotipe, sikap dan pandangan egoistik, individualistik dan eksklusif di kalangan anak didik. Sebaliknya, dia senantiasa dikondisikan ke arah tumbuhnya pandangan komprehensif terhadap sesama, yaitu sebuah pandangan yang mengakui bahwa keberadaan dirinya tidak bisa dipisahkan atau terintegrasi dengan lingkungan sekeliling yang realitasnya terdiri atas pluralitas etnis, rasionalisme, agama, budaya, dan kebutuhan. Oleh karena itu, cukup proporsional jika proses pendidikan multikultural diharapkan membantu para siswa dalam mengembangkan proses identifikasi (pengenalan) anak didik terhadap budaya, suku bangsa, dan masyarakat global. Pengenalan kebudayaan maksudnya anak dikenalkan dengan berbagai jenis tempat ibadah, lembaga kemasyarakatan dan sekolah. pengenalan suku bangsa artinya anak dilatih untuk bisa hidup sesuai dengan kemampuannya dan berperan positif sebagai salah seorang warga dari masyarakatnya. Sementara lewat pengenalan secara global diharapkan siswa memiliki sebuah pemahaman tentang bagaimana mereka bisa mengambil peran dalam percaturan kehidupan global yang dia hadapi.

(5)

Seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak terjadi krisis sosial-budaya yang terjadi di masyarakat. Misalnya seperti merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial. Semakin luasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya.

Oleh karena itu, pendidikan dianggap tempat yang tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme di Indonesia. Melalui pendidikan multikultural, diharapkan dapat mewujudkan keteraturan dalam kehidupan sosial-budaya di Indonesia.

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan multikultural. Diantaranya adalah Andersen dan Cusher (1994:320) mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). Dimana dengan adanya kondisi tersebut kita mampu untuk menerima perbedaan dengan penuh rasa toleransi.

Seperti definisi di atas, Muhaemin el Ma’haddi berpendapat bahwa pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.

Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.

James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:

1. Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.

(6)

3. An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial.

4. Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.

Dalam aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (objek) dan sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat pendidikan perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki lima ciri, yaitu:

1. Peserta didik sedang dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan,

kemauan, dan sebagainya.

2. Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa. 3. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.

4. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual.

(7)

Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal dengan lima pendekatan, yaitu:

1. Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme

2. Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan.

3. Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.

4. Pendidikan dwi-budaya.

5. Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.

B. Pendekatan Pendidikan Multikultural

Merancang pendidikan dalam tatanan masyarakat yang penuh dengan permasalahan antar kelompok seperti di Indonesia memang tidaklah mudah. Hal ini ditambah sulit lagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis.

Dalam kondisi seperti ini, pendidikan multikultural diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Adapun untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sejumlah pendekatan. Dan beberapa pendekatan dalam pendidikan multikultural tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan, atau

pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal.

2. Menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok

etnik.

3. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat

sosialisasi kedalam kebudayaan baru. Pendidikan multikultural bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan dengan logis.

4. Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa

kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional.

Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri peserta didik.

(8)

individu-individu yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama serta diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.

Masyarakat mempunyai peranan penting dalam perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik. Sebab, masyarakat merupakan tempat yang penuh alternatif dalam upaya memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis multikultural.

Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa kini dan di masa yang akan datang.

C. Pendidikan Berbasis Multikultural

Sejak awal kemunculannya, pendidikan berbasis multikulturalisme atau

Multicultural Based Education, telah didefinisikan dalam banyak cara dan berbagai perspektif. Dalam terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan

pendidikan multikultural (multicultural education) seperti yang digunakan dalam

konteks kehidupan di negara-negara barat. Sejumlah definisi tersebut terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi, sosial, psikologi, dan lain sebagainya.

Dalam buku Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context,

Process, and Content mengungkapkan definisi klasik mengenai Multicultural Based Education yang penting bagi para pendidik. Definisi pertama yaitu menekankan esensi Multicultural Based Learning sebagai perspektif yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur. Definisi ini juga merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.

Definisi lain mengartikan bahwa Multicultural Based Education adalah

sebuah visi tentang pendidikan yang selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua

anak didik. Multicultural Based Education manyiapkan anak didik untuk

(9)

Multicultural Based Education juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang signifikan. Ia menggambarkan realitas sosial, ekonomi, dan politik secara luas dan sistematis sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di

dalam sekolah dan luar sekolah. Multicultural Based Education memperluas

kembali praktek yang patut dicontoh, dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Ia membahas pula seputar penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan, dan keunggulan.

D. Pentingnya Pendidikan Multikultural di Indonesia

Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang berbeda seperti agama, suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan lain sebagainya menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk. Dalam kehidupan yang beragam seperti ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman masyarakatnya.

Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural yang ditanamkan kepada anak-anak lewat pembelajaran di sekolah maupun di rumah. Seorang guru bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan terhadap anak didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam melihat perbedaan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan multikultural bukan hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga kepada masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang menggalakkan pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan masyarakat Indonesia dapat menerima bahwa mereka hidup dalam perbedaan dan keragaman.

Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:

1. Agama, suku bangsa dan tradisi

(10)

Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.

Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.

2. Kepercayaan

Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan.

Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.

3. Toleransi

Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multicultural.

Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti sekarang.

1. Sarana alternatif pemecahan konflik

Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya di masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan budaya. Dengan kata laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial-budaya.

(11)

tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.

Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing sesuai dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.

Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman mengenai toleransi di masyarakat masih sangat kurang. Maka, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya.

Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural. Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan SARA.

2. Agar peserta didik tidak meinggalkan akar budaya

Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi.

(12)

perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar siswa tidak melupakan asal budayanya.

Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya. Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka, upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri. Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Karena keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.

3. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional

Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu. Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut. a. Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti

sekarang menjadi filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan unit pendidikan.

b. Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang

mengartikannya sebagai aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda. c. Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman

sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

d. Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar

(13)

Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.

e. Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan

dan kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.

4. Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural

Inti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil yang demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain.

Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan.

5. Pentingnya Pembelajaran Multikultural pada PAUD

(14)

Selanjutnya pasal 28 menyatakan bahwa pendi-dikan anak usia dini diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini yang diseleng-garakan pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudlatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Kemudian pada jalur pendidikan nonformal, pendidikan anak usia dini diselenggara-kan dalam bentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; sedangkan pada jalur pendidikan informal diselenggarakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendi- dikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kedua pasal tersebut me-ngindikasikan bahwa:

(a) layanan pendidikan perlu diberikan kepada se-mua anak sejak usia dini; (b) pendidikan formal dan pendidikan nonfor-mal secara sama perlu memberikan kesempatan kepada anak usia dini untuk memperoleh akses pendidikan secara layak; dan

(c) untuk mendu-kung keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini perlu melibatkan masyarakat.

Pelibatan jalur pendidikan nonformal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini adalah didasarkan pada berbagai pertimbangan. Beberapa pertimbangan yang dimaksud itu antara lain:

(a) program yang ditawarkan lebih bersifat fleksibel, yakni program yang dirancang oleh pendidikan nonformal menyesuaikan diri dengan kebutuhan, minat, usia, dan kesempatan belajar masyarakat;

(b) melibatkan masyarakat di dalam pengelolaan program;

(c) mengutamakan pendekatan manusia (human approach) dalam mengembangkan sumberdaya manusia; dan

(d) banyak anak usia dini dari golongan masyarakat kurang beruntung yang belum memperoleh layanan pendidikan secara layak, sebagai akibat dari kondisi ekonomi dan ketidak tahuan masyarakat terhadap pentingnya makna pen-didikan bagi pengembangan potensi anak sejak usia dini, sehingga diper-lukan pendekatan alternatif dalam memberikan layanan pendidikan.

(15)

a. Masalah krisis multidimensi yang dihadapi Indonesia setelah runtuh-nya orde baru berakibat terjadinya disintegrasi sosial, kemiskinan, ke-sengsaraan sosial, pelanggaran hukum, ketidakadilan, korupsi, kebang-krutan rohani sehingga perbedaan kultural, pluralisme budaya tidak mendapat tempat yang semestinya dan pada akhirnya semangat nasio-nalisme mengalami kelunturan. Dalam kondisi yang demikian peran pendidikan sangat menentukan dalam merevitalisasi watak calon pemimpin yang mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.

b. Pada masa lalu pluralisme kultur, perbedaan budaya, dan perbedaan ras, suku, jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi kurang mendapat perhatian, bahkan perbedaan yang ada terkadang dianggap suatu upaya menentang pusat kekuasaan. Kondisi semacam itu pada era demokrasi sekarang ini perlu direvitalisasi sehingga integrasi nasional tetap berdiri tegak di bumi Indonesia. Untuk itu satuan pendidikan mempunyai tugas untuk mengembangkannya melalui pendidikan multikultural.

c. Masalah disintegrasi wilayah, civil society, dan dwifungsi ABRI me-rupakan sesuatu yang perlu terus dipecahkan agar integrasi nasional tetap terjaga, peran masyarakat sipil semakin diperhitungkan, dan ABRI lebih terfokus pada pengamanan negara.

(16)

BAB III KESIMPULAN

Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan multikultural. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam konflik.

Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak terjadi berbagai macam perubahan di masyarakat yang diakibatkan oleh masuknya berbagai macam budaya baru dari luar negeri ke Indonesia. Melalui pendidikan multikultural yang memperkenalkan budaya asli kepada peserta didik diharapkan agar peserta didik tidak melupakan asal budayanya sendiri.

Namun demikian, pendidikan multikultural tidak hanya dipelajari dalam pendidikan normal saja. Melainkan pendidikan multikultural itu harus dipelajari oleh masyarakat luas, secara non formal melalui berbagai macam diskusi, presentasi. Agar dapat terciptanya masyarakat Indonesia yang tentram dan damai.

DAFTAR PUSTAKA

Fay, Brian. 1996. Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural

Approach. Oxrofd:Backwell.

(17)

Hernandez, Hilda. 2002. Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content. New Jersey & Ohio: Prentice Hall.

Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.

Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.

Paulo Freire, Pendidikan Pembebasan (Jakarta: LP3S, 2000).

Choril Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal.

191-196)

Hilda Hernandez, Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context,

Process, and Content (New Jersey & Ohio: Prentice Hall, 2002)

Munib, Achmad, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Semarang: Unnes Press, 2009, hal.

100)

Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.

Fay, Brian, Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach

(Oxrofd:Backwell,1996, hal. 20

Referensi

Dokumen terkait

1) Perbedaan persepsi antara pemerintah daerah dengan dengan pemerintah pusat tentang peranan penyuluhan pertanian, hal ini telah menyebabkan berbagai variasi

Program JKBM adalah sebuah kebijakan yang ditujukan untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat dengan menyediakan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya disubsidi

In 2018, President Joko Widodo targets the total national coal production of 535 million tons, while ITMG targets the total coal sales of 24.2 million tons..

Menurut pandangan saya usaha ini akan berkembang dan mencapai kesuksesan. Meskipun banyak pesaing yang menjual jagung bakar ini tetapi saya sangat optimis bahwa usaha ini

• Menjalankan tugas lain yang diarahkan oleh Pengetua / PK HEM dari semasa ke semasa.. J AWATANKUASA BIMBINGAN DAN KAUNSELING

Menurut Miriam Budiarjo (1998), partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, dengan cara memilih

Mencabut Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama Jember Nomor : W13- A4/12/KP.04.6/SK/1/2019 tanggal 07 Januari 2019 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi

Menghayati konsep aksara suci Om (aksara suci Brahman), memahami konsep panca Maya Kosa dan kaitannya dengan sarira yang lain, menyadari sorga dan neraka sebagai akibat hukum