• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Sistem Informasi pada PT. As

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perancangan Sistem Informasi pada PT. As"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perancangan Sistem Informasi pada PT. Asia Penta Garmen

[1]James Henoch, [2]Ignatius A. Sandy, S.Si., M.T.

[1,2] Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141

Email: henochjames@gmail.com, sandyunpar@gmail.com

Abstrak

Informasi merupakan salah satu komponen utama yang terdapat pada sebuah perusahaan. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan terhadap informasi semakin berkembang pula. Namun demikian tidak semua perusahaan memiliki sistem pengelolaan yang baik terhadap informasi. Hal ini dapat dilihat pada masalah yang dialami oleh PT. Asia Penta Garmen (PT. APG). Gejala-gejala seperti

keterlambatan jadwal produksi, keterlambatan pemenuhan demand dan terhambatnya proses produksi kerap kali ditemukan dalam PT. APG. Akibat terburuk yang dapat terjadi adalah penurunan keuntungan dan membengkaknya biaya operasional. Melalui observasi awal, ditemukan bahwa salah satu masalah utama yang menjadi penyebab terjadinya gejala-gejala tersebut adalah pengelolaan informasi yang buruk. Melalui penelitian ini, peneliti mengkaji solusi yang tepat untuk masalah yang dialami oleh PT. APG dengan menggunakan metode SDLC. Metode SDLC menggunakan beberapa instrumen yaitu DFD, metode DDA untuk perancangan basis data, proses normalisasi data, kamus data, serta bentuk form dan report yang terkomputerisasi. Dengan demikian, metode ini memfasilitasi peneliti untuk dapat memahami proses bisnis yang sudah ada, kelemahan proses bisnis tersebut dan kebutuhan informasi sehingga peneliti dapat merancang sistem informasi yang tepat untuk PT. APG. Usulan sistem informasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi praktis bagi masalah yang dialami oleh PT. APG mengenai pengelolaan informasi.

Kata kunci: sistem informasi, SDLC, DFD, DDA, database.

1. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi yang terjadi di era ini membawa setiap industri masing-masing untuk dapat memenuhi tuntutan teknologi yaitu penyediaan informasi. Hal ini disebabkan oleh setiap aktivitas yang terjadi di dalam sebuah industri saling berkesinambungan serta setiap aktivitas tersebut pasti membutuhkan informasi dan menghasilkan informasi yang akan digunakan oleh aktivitas lainnya. Tanpa sistem pengelolaan informasi yang tepat, penyediaan informasi akan terhambat.

Seiring dengan terhambatnya penyediaan informasi, aktivitas yang berjalan di dalam industri juga menjadi tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini sangat berakibat buruk bagi kinerja industri. Khususnya dalam aspek keuntungan dan biaya.

Kerugian dapat berupa finansial seperti kehilangan sales karena respon yang terlambat dan kerugian non-finansial berupa loyalitas atau kepercayaan konsumen pada industri akibat tidak dapat memenuhi permintaan tepat pada waktunya. Selain itu, biaya operasionalpun membengkak karena kesalahan dalam pembacaan informasi sehingga terjadi kesalahan pada pengambilan

keputusan pada tahap perencanaan yang turun hingga kepada tahap operasional. Dampak yang terjadi berupa dampak berantai yang sangat berbahaya bagi industri.

PT. Asia Penta Garmen atau biasa disebut (PT. APG) kerap kali mengalami kerugian-kerugian tersebut. Hal ini dikarenakan PT. APG tidak memiliki sistem pengelolaan informasi yang cukup memadai dalam menyediakan informasi. Terdapat beberapa gejala yang terjadi seperti keterlambatan jadwal produksi, pemenuhan demand, dan pemenuhan kebutuhan material. Menurut hasil observasi, penyebab utama gejala-gejala tersebut adalah karena minimnya perhatian perusahaan pada pengelolaan informasi yang sehari-hari dibutuhkan oleh masing-masing bagian yang beroperasi dari tingkat manajerial paling bawah sampai yang paling atas.

2. METODE PENELITIAN

(2)

Oleh karena itu, penelitian ini

membutuhkan beberapa input sebagai bahan pertimbangan seperti keadaan sistem yang sudah ada beserta dengan kelemahan-kelemahannya, kebutuhan sistem khususnya kebutuhan informasi dan sebagainya.

Input-input tersebut yang akan digunakan untuk

merancang sistem informasi.

Proses ini dilakukan dengan menggunakan metode SDLC (System Development Life

Cycle) yang terdiri dari tahap secara

berturut-turut planning, analysis, design dan

implementation.

3. PEMBAHASAN

Pembahasan meliputi tahap-tahap yang diperlukan dalam proses perancangan sistem informasi sedangkan hasil akan menunjukkan gambaran praktis mengenai hasil perancangan

end-user interface yang berupa form dan

report. Berikut penjelasan mengenai

pembahasan untuk penelitian ini.

3.1 Metode SDLC – Planning

Input utama dalam tahap ini adalah definisi

proses bisnis yang ada. Definisi proses bisnis digambarkan dengan narasi dan deskripsi detail mengenai job description untuk masing-masing bagian manajerial yang berada di dalam struktur organisasi perusahaan. Output

yang dihasilkan melalui tahap ini adalah informasi mengenai gejala, akibat dan masalah utama yang terjadi dalam sistem yang

digambarkan dalam proses bisnis, tujuan perancangan sistem dan kendala yang dijumpai pada kondisi nyata.

Pada tahap ini ditemukan kelemahan-kelemahan pada sistem yang ada sehingga proses perancangan sistem dapat menjadi lebih terarah dan efektif. Berdasarkan penelitian pada tahap ini, setidaknya ditemukan enam buah masalah yang terjadi pada PT. APG yaitu sebagai berikut :

1. Tidak ada pendataan penerimaan bahan baku.

2. Penyimpanan bahan baku yang tidak teratur.

3. Tidak ada pendataan laporan perintah produksi yang baku.

4. Tidak ada pengkodean pesanan yang baku.

5. Tidak ada rekap data penggunaan bahan baku.

6. Tidak ada pengkodean hasil produksi

Tujuan perancangan sistem tentunya untuk menciptakan dan atau mengembangkan sistem informasi sehingga dapat menjadi infrastruktur yang baik dalam kegiatan pengelolaan informasi. Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan adalah tidak semua orang relevan dengan sistem informasi yang terkomputerisasi. Proses penggunaan sistem membutuhkan waktu pembiasaan.

3.2 Metode SDLC - Analysis

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tahap sebelumnya meliputi kelemahan sistem, deskripsi cara kerja sistem yang telah ada, tantangan yang dijumpai, maka diperolehlah informasi mengenai kebutuhan informasi. Pada tahap ini juga, ditentukan kriteria performansi dari sistem yang akan dirancang atau diperbaiki.

Pada tahap analisis ini, diperoleh empat buah poin yang berisi kebutuhan informasi sebagai berikut :

1. Informasi akurat mengenai penggunaan bahan baku. 2. Informasi mengenai kedatangan

bahan baku.

3. Informasi yang akurat mengenai proses produksi.

4. Informasi mengenai order.

Dapat dilihat bahwa keempat kebutuhan informasi yang ditemukan pada tahap analisis berhubungan dengan pengelolaan informasi mengenai bahan baku, proses produksi dan

order. Oleh karena itu, perusahaan

membutuhkan sistem untuk memfasilitasi pengelolaan informasi tersebut melalui keempat perbaikan sistem berikut :

1. Sistem informasi yang memberi kemudahan bagi pengguna untuk mengakses dan memperbaharui data. 2. Sistem informasi yang cukup

sederhana untuk dimengerti oleh seluruh bagian yang terlibat di dalam perusahaan.

3. Sistem informasi yang mendukung mekanisme aliran informasi dari satu departemen ke departemen lainnya. 4. Sistem penginputan data yang efektif

dan efisien.

Sebuah sistem dikatakan baik apabila dapat memenuhi kebutuhan pengguna sistem untuk menyelesaikan masalah yang kerap kali dialami oleh pengguna sistem. Kriteria

(3)

mengerti mengenai informasi yang disediakan oleh departemen lainnya, tidak ada kesalahan interpretasi dari informasi, informasi yang disediakan merupakan informasi yang terus menerus diperbaharui dan semua departemen tidak mengalami kesulitan ketika hendak mencari informasi yang dibutuhkan. Kriteria-kriteria tersebut dibutuhkan untuk menilai kinerja sistem.

3.3 Metode SDLC – Design

Tahap ini diawali dengan mengidentifikasi sistem usulan dan menggambarkan rancangan sistem usulan melalui DFD atau Data Flow

Diagram dan basis data yang dirancang

dengan menggunakan metode DDA (Design

Database based on Activity).

Melalui tahap pertama ditemukan bahwa perusahaan membutuhkan sistem usulan yang dapat diterapkan pada lima departemen utama yaitu departemen Marketing, departemen Produksi, departemen Finishing, bagian gudang dan departemen PPIC (Production

Planning and Inventory Control).

Masing-masing berkontribusi terhadap masalah yang terjadi dalam perusahaan. Oleh karena itu, terdapat empat buah subsistem yang akan diperbaiki dan satu buah rancangan subsistem berdasarkan lima departemen tersebut yaitu :

1. Perbaikan Subsistem Pengelolaan

Order untuk Departemen Marketing

2. Perbaikan Subsistem Pengadaan Bahan Baku untuk Departemen PPIC 3. Perbaikan Subsistem Pengelolaan

Bahan Baku untuk bagian gudang 4. Perbaikan Subsistem Pengendalian

Produksi untuk Departemen Produksi 5. Rancangan Subsistem Finishing

Produk Jadi untuk Departemen

Finishing

3.3.1 Pembuatan DFD

Tahap selanjutnya pada fase design

adalah penggambaran sistem usulan secara konseptual melalui DFD. Setiap subsistem akan digambarkan melalui DFD. Seperti yang diketahui bahwa DFD terdiri dari beberapa

level yaitu context diagram, DFD level 0, DFD

level 1, dan seterusnya. Sebagai contoh,

berikut DFD untuk perbaikan subsistem pengelolaan order.

Gambar 1. Context diagram untuk perbaikan subsistem pengelolaan order Berdasarkan context diagram tersebut, terdapat tiga buah entitas eksternal yang berhubungan langsung dengan departemen

Marketing yaitu konsumen, departemen

Produksi dan departemen PPIC. Di dalam subsistem pengelolaan order terdapat beberapa informasi yang mengalir dari satu entitas (departemen) ke entitas yang lainnya. Selain itu, melalui context diagram, ditemukan aktivitas utama yang menyokong kinerja subsistem tersebut yakni dapat dilihat pada

DFD level 0 dibawah ini.

Gambar 2. DFD level 0 untuk Subsistem Pengelolaan Order

Berdasarakan Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa subsistem pengelolaan

order terdiri dari empat buah aktivitas yakni

penerimaan order yang dilanjutkan dengan aktivitas verifikasi order, kemudian administrasi

order dan diakhiri dengan aktivitas

perencanaan order.

(4)

akan semakin detail. Sebagai contoh, berikut

DFD level 1 untuk aktivitas verifikasi order.

Gambar 3. DFD untuk aktivitas verifikasi order pada subsistem pengelolaan order

Gambar 3 memberikan gambaran mengenai informasi yang dibutuhkan dalam aktivitas utama yang ada pada subsistem pengelolaan order yaitu aktivitas perencanaan

order. Perencanaan order dinilai akan berjalan

efektif bila informasi yang dibutuhkan lengkap, mudah diakses, mudah dimengerti, tidak perlu melakukan verifikasi ulang. Berikut DFD untuk aktivitas perencanaan order yang menjadi aktivitas inti pada subsistem ini.

Gambar 4. DFD level 1 aktivitas perencanaan order pada subsistem pengelolaan order

DFD level 1 pada Gambar 4 menjelaskan

bahwa output utama pada subsistem

pengelolaan order adalah job order yang akan dikirimkan pada departemen produksi sebagai tanda bahwa departemen produksi dapat memulai kegiatan produksinya. Kemacetan pada proses ini berarti kemacetan pada proses produksi.

3.3.2 Perancangan Basis Data

Tahap selanjutnya pada fase design

adalah tahap yang sangat penting yaitu perancangan basis data yang dilakukan dengan menggunakan metode DDA. Basis data adalah kumpulan tabel yang berisi entitas beserta atributnya.

Tujuan utama tahap ini adalah untuk membantu sistem informasi dalam

menyediakan informasi yang terkumpul ke dalam sebuah basis data. Hal ini akan

membantu pengguna untuk mengakses informasi yang dibutuhkan melalui basis data yang tersedia.

Metode DDA atau Design Database

based on Activity ini terdiri dari tiga buah

langkah praktis yang dimulai dengan tahap identifikasi seluruh aktivitas yang diikuti dengan identifikasi seluruh kebutuhan informasi untuk masing-masing aktivitas kemudian diakhiri dengan tahap

pengelompokan informasi sehingga diperoleh tabel entitas.

a. Identifikasi Seluruh Aktivitas

Tahap pertama metode DDA akan

menghasilkan list aktivitas yang terdapat pada sebuah subsistem. Tahap ini dilakukan untuk seluruh subsistem. Aktivitas yang

diidentifikasikan ini berasal dari wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan juga hasil penggambaran konseptual yang telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan DFD.

Sebagai contoh, berikut hasil identifikasi aktivitas untuk subsistem pengelolaan order :

Tabel 1. Daftar nama aktivitas subsistem pengelolaan order

Tabel 1 menunjukkan bahwa subsistem pengelolaan order terdiri dari 13 aktivitas yang mendukung kinerja sistem itu sendiri.

b. Identifikasi Seluruh Informasi

(5)

berdasarkan daftar nama aktivitas yang telah ditemukan pada tahap sebelumnya, maka akan dilakukan identifikasi mengenai kebutuhan informasi untuk masing-masing aktivitas.

Kinerja aliran informasi adalah input untuk aktivitas kedua merupakan output dari aktivitas pertama, dan lain sebagainya.

Sebagai contoh, berikut informasi yang dibutuhkan untuk tiga aktivitas pertama pada subsistem pengelolaan order.

i. Aktivitas menerima order : konsumen (kode konsumen, nama konsumen, nomor telepon konsumen, alamat konsumen), spesifikasi pesanan(nama pesanan, jumlah pesanan, nomor desain pesanan, warna produk

pesanan, ukuran produk pesanan, jenis kelamin, jenis kain, kode pesanan), laporan order (kode pesanan, kode konsumen, nama konsumen, nama pesanan), sampel produk (kode sampel produk, kode pesanan, nama pesanan, ukuran produk, kode spesifikasi bahan baku).

ii. Aktivitas merekap order : spesifikasi pesanan(nama pesanan, jumlah pesanan, nomor desain pesanan, warna produk pesanan, ukuran produk pesanan, jenis kelamin, jenis kain, kode pesanan).

iii. Aktivitas menyebarkan informasi order : spesifikasi pesanan(nama pesanan, jumlah pesanan, nomor desain pesanan, warna produk pesanan, ukuran produk pesanan, jenis kelamin, jenis kain, kode pesanan).

Dengan demikian masing-masing aktivitas memiliki spesifikasi kebutuhan informasi masing-masing yang diperlukan dalam kegiatan yang akan dilakukan pada aktivitas tersebut.

c. Pengelompokan Informasi

Berdasarkan tahap sebelumnya, diperoleh kebutuhan informasi untuk masing-masing aktivitas yang ada pada masing-masing subsistem. Tahap ini memuat proses pengelompokan masing-masing informasi tersebut ke dalam tabel-tabel sehingga menjadi entitas dengan atribut masing-masing.

Proses pengelompokan informasi tidaklah sulit. Tahap ini hanya merupakan proses rekapitulasi terhadap spesifikasi kebutuhan

informasi yang telah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya hanya saja

direpresentasikan dalam bentuk tabel-tabel. Berikut contoh-contoh tabel hasil

pengelompokan informasi :

Tabel 2. Entitas konsumen

Tabel 3. Entitas spesifikasi pesanan

Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, dapat dilihat bahwa masing-masing entitas memiliki atributnya masing-masing. Sebenarnya, pada tahap sebelumnya, setiap entitas tersebut telah dicantumkan bersama dengan atribut masing-masing, namun dengan bentuk tabel setiap atribut untuk masing-masing entitas dapat terlihat dengan lebih jelas.

Sebagai contoh, Tabel 3 menunjukkan entitas spesifikasi pesanan memiliki tujuh buah atribut yang menggambarkan entitas

spesifikasi pesanan itu sendiri. Berikut juga dengan entitas konsumen pada Tabel 2 dan entitas yang lainnya.

3.4 Metode SDLC – Implementation

Fase implementasi merupakan fase terakhir dari metode SDLC yang digunakan untuk merancang dan mengembangkan sistem usulan. Fase ini terbagi menjadi tiga buah langkah utama antara lain proses normalisasi, pembuatan kamus data dan proses

pembuatan form dan report yang terkomputerisasi.

(6)

3.4.1 Proses Normalisasi

Tahap ini dibutuhkan karena setiap

database yang telah dirancang pada tahap

sebelumnya memiliki anomali-anomali yang tidak kasat mata sehingga perlu proses normalisasi untuk menghindari anomali-anomali tersebut. Keberadaan anomali-anomali tidaklah baik bagi sistem informasi.

Anomali berdampak sangat buruk bagi sistem informasi karena anomali dapat menghambat kinerja sistem informasi dalam menyediakan informasi yang akurat dan dapat dimengerti oleh setiap pengguna informasi yang membutuhkan.

Normalisasi dibagi menjadi tiga buah bentuk normal yaitu meliputi 1NF (first normal form), 2NF (second normal form) dan 3NF

(third normal form). Setiap database akan

melalui ketiga tahap tersebut untuk memastikan kenormalan masing-masing

database. Sebagai contoh berikut proses

normalisasi yang dialami oleh entitas produk jadi.

Tabel 4. Normalisasi produk jadi

Berdasarkan Tabel 4, entitas produk jadi mengalami proses normalisasi bentuk normal pertama atau 1NF dikarenakan terdapat atribut yang bernilai ganda.

Sebagai contoh, atribut yang memiliki nilai ganda tersebut adalah ukuran produk yang dapat bernilai “S”, “M”, “L” dan

sebagainya. Namun karena entitas ini sudah normal untuk bentuk normal kedua dan ketiga, maka diperoleh dua buah tabel untuk produk jadi yaitu tabel produk jadi dan tabel detail produk jadi.

3.4.2 Pembuatan Kamus Data

Setiap database yang telah dipastikan sudah dalam bentuk normal akan direkap kembali dan menjadi kamus data. Kamus data

sangatlah diperlukan untuk memperjelas data yang telah dirancang sebelumnya.

Kamus data dibuat untuk dapat memberikan gambaran praktis dalam penggunaan sistem sehingga user tidak menjadi bingung dalam mempelajari dan menggunakan sistem informasi. Kamus data memberikan cara penulisan yang baku untuk masing-masing field yang terdapat pada

database. Seperti contoh, penulisan kode

spesifikasi bahan baku yang harus ditulis dengan format “MXX-OXXX” dengan huruf “M” dan “O” sebagai domain dan “X” sebagai angka yang spesifik.

Tabel 5. Kamus data produk jadi

Tabel 6. Kamus data detail produk jadi

Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan contoh kamus data yang dibuat untuk entitas produk jadi. Seperti yang telah dijelaskan bahwa terdapat prosedur penulisan untuk masing-masing field, jenis data, jumlah karakter serta contoh penulisan yang baku. Hal ini akan membantu user untuk menggunakan sistem informasi usulan.

3.4.3 Pembuatan Form dan Report

Tahap terakhir dalam fase implementasi adalah pembuatan form dan report yang menjadi gambaran praktis untuk end-user

interface. Form dirancang dengan

menggunakan software “VisualBasic” sedangkan report dirancang secara manual dnegna menggunakan software “Microsoft Excel”.

Berbeda dengan tahap-tahap

sebelumnya, tujuan utama pembuatan form ini adalah untuk memberikan gambaran praktis terhadap penggunaan sistem informasi yang telah dirancang. Oleh karena itu tidak heran apabila terdapat beberapa kamus data yang disatukan kedalam satu buah form sehingga

user dapat mengakses informasi dengan lebih

singkat dan mudah. Berikut contoh bentuk

(7)

Gambar 5. Form data konsumen

Melalui form data konsumen pada Gambar 5, user dapat mengetahui informasi mengenai nama konsumen dan kode konsumen. Seperti yang telah dijelaskan, beberapa kamus data disatukan ke dalam sebuah form.

Semua informasi yang lebih jauh mengenai konsumen dapat diakses dengan cara meng-klik tombol “Detail Konsumen >>” sehingga user dapat mengakses informasi mengenai konsumen yang tertera pada form

detail konsumen di bawah ini.

Gambar 6. Form detail konsumen

Berdasarkan Gambar 6, user dapat mencari tahu informasi penting mengenai konsumen seperti kontak dan alamat. Informasi ini dibutuhkan untuk keperluan pengiriman, ekspor impor dan segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen.

Setiap form yang ada memiliki fitur cetak sehingga informasi yang dibutuhkan dapat dicetak sesuai dengan informasi yang telah diperbaharui sehingga informasi yang digunakan tidak perlu diverifikasi ulang. Hasil pencetakan dari form adalah berupa report

yang dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 7. Report faktur penerimaan bahan baku gudang

Report ini berfungsi sebagai bentuk fisik

dari data yang telah diinput ke dalam form.

Keuntungan keberadaan report ini adalah mengurangi biaya percetakan karena report

akan dicetak sesuai dengan kebutuhan saja, selain itu, semua informasi yang tertera pada

report tidak perlu diverifikasi ulang karena

memakan waktu. Melainkan user dapat dengan mudah langsung menggunakan informasi yang tertera pada report tersebut.

4. HASIL

Mengingat kembali setiap masalah yang dialami oleh PT. Asia Penta Garmen

berhubungan dengan pengelolaan informasi. Oleh karena itu, hasil perancangan yang berupa form dan report merupakan jawaban yang tepat untuk permasalahan pengelolaan informasi.

Melalui rancangan form dan report yang telah terkomputerisasi, user dapat mengakses, menggunakan, memperbaharui dan

menyebarkan informasi dengan baik, akurat, tepat guna dan cepat. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam memenuhi tuntutan

perkembangan teknologi sehingga perusahaan dapat meningkatkan daya jualnya di pasar.

Sebagai contoh, untuk masalah yang pertama yaitu tidak ada pendataan

(8)

Gambar 7. Form pengecekan kedatangan bahan baku

Gambar 7 memberikan informasi

mengenai kedatangan bahan baku di gudang. Seperti yang telah dijelaskan, informasi seputar waktu kedatangan dan jumlah bahan baku yang datang dapat diakses melalui form

ini.

Gambar 8. Form pemesanan bahan baku

Gambar 8 berisi informasi mengenai bahan baku yang dipesan oleh bagian pembelian. Informasi waktu pemesanan dan jumlah bahan baku sangat diperlukan untuk mencocokan jumlah bahan baku yang datang dan waktu kedatangan apakah sesuai dengan

lead time yang dijanjikan oleh supplier kepada

perusahaan.

Cara kerjanya adalah seperti ini, ketika bahan baku datang, gudang akan menerima bahan baku tersebut dan mengecek

kesesuaian tanggal kedatangan, menghitung kesesuaian lead time dan menyesuaikan jumlah bahan baku yang dipesan melalui form

pengecekan kedatangan bahan bakudan form

pemesanan bahan baku.

5. KESIMPULAN

Setiap masalah yang terjadi di dalam perusahaan dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem informasi usulan yang digambarkanmelalui solusi praktis form dan

report. Berikut kesimpulan yang diperoleh dari

penelitian ini :

a. Sistem yang ada sekarang pada PT. APG masih memiliki banyak

kekurangan dan kelemahan

khususnya pada proses pengelolaan informasi

b. Sistem usulan yang diberikan adalah perbaikan sistem yang sudah ada dan perancangan sistem baru untuk menjawab masalah PT. APG. c. Sistem informasi yang tepat adalah

suatu mekanisme aliran informasi yang teratur dengan penggunaan form

dan report yang terkomputerisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Davis, Gordon B. dan Olson, Margareth H. (1988). Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian II: Struktur dan

Pengembangannya, Gramedia, Jakarta.

Kanter, Jerome. (1984). Management

Information Systems 3rd Edition,

Prentice-Hall, New Delhi.

McLeod Jr., Raymond. (2001). Management

Information Systems 8th Edition,

Prentince-Hall, New Jersey.

Martin, James. (1990). Information Engineering Book II: Planning and

Analysis, Prentice-Hall International,

Singapore.

Sandy, Ignatius A. (2009). Terapan Keilmuan Teknik Industri. Metoda Perancangan Basis Data DDA (Disain Database

berdasarkan Aktivitas). 58-62.

Winardi. (1987). Pengantar Tentang Sistem

Gambar

Gambar 2. DFD level 0 untuk SubsistemPengelolaan Order
Tabel 1. Daftar nama aktivitas subsistem pengelolaan order
Tabel 2. Entitas konsumen
Tabel 4. Normalisasi produk jadi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil gambaran konfigurasi tersebut dipetakan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG).. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penskalaan pada kedua konfigurasi tersebut

Gultom (2013) berpendapat sensible heat storage (SHS) adalah bentuk dari energi termal yang tersimpan berupa perbedaan temperatur. Prinsip kerjanya berdasarkan pada

Sehingga dengan alasan tersebut, lebih menguntungkan untuk head sistem yang tinggi digunakan pompa perpindahan positif apabila kapasitas aliran tidak menjadi tujuan utama dari

7) Terlaksananya Tes mutasi PNS yang masuk ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 7) 250 orang 8) Terlaksananya Pemberkasan Pensiun PNS 8) 6 kegiatan 9) Terlaksanannya koordinasi

melaksanakan proses pembelajaran memiliki skor rata-rata 111,87 dan tergolong dalam kategori sangat baik, (2) kinerja guru sesudah bersertifikasi dalam melaksanakan

Iklan Baris JAKARTA UTARA BODETABEK Serba Serbi JAKARTA BARAT RUPA-RUPA SILAT Rumah Dikontrakan JAKARTA PUSAT JAKARTA SELATAN JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR JAKARTA TIMUR

Penggayaan ini juga mudah dituangkan pada desain untuk proses teknik cetak malam dingin yang sesuai dengan karakter batik kreasi baru yaitu bebas dan menjadi

baru yang diperoleh dari Yordania di samping Ekonomi Syariah adalah adanya Lembaga Pengelolaan Harta Anak Yatim yang dikelola oleh Negara. Pengadilan Agama dalam