Asal usul prostitusi (pelacuran) modern di Indonesia dapat ditelusuri kembali hingga ke masa kerajaan-kerajaan Jawa, dimana perdagangan perempuan
pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari system pemerintahan feudal.Dua kerjaan yang sangat lama berkuasa di jawa berdiri tahun 1755 ketika kerajaan Mataram terbagi menjadi Kesultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta.Pada
masa itu konsep kekuasaan seorang raja digambarkan sebagai kekuasaan yang sifatnya agung dan mulia. Kekuasaan raja yang tak terbatas ini juga tercermin dari
banyaknya selir yang dimilikinya. Beberapa orang dari selir tersebut adalah putri bangsawan yang di serahkan kepada raja yang berasal dari persembahan kerajaan lain dan dari lingkungan masyarakat kelas bawah.14
Bentuk industri seks yang lebih terorganisir berkembang pesat pada periode penjajahan Belanda.Kondisi tersebut terlihat dengan adanya system
perbudakan tradisional dan perseliran yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pemuasan seks masyarakat Eropa.15Kondisi tersebut ditunjang pula oleh masyarakat yang menjadikan aktivitas seks memang tersedia, terutama
karena banyak keluarga pribumi yang menjual anak perempuannya untuk mendapat imbalan materi dari para pelanggan baru (para lelaki bujangan)
tersebut.16
14 Hull, T., Sulistyaningsih, E., dan Jones, G.W., Pelacuran di Indonesia: Sejarah dan
perkembangannya, Pustaka Sinar Harapan dan Ford Foundation, Jakarta, 1997, hal 1-3
Tahun 1852, wanita tuna susila (WTS) yang pada waktu itu disebut
sebagai “wanita publik” diawasi secara langsung dan secara ketat oleh polisi.
Mereka diwajibkan memiliki kartu kesehatan dan secara rutin (setiap minggu) menjalani pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi adanya penyakit syphilis atau
penyakit kelamin lainnya. Rumah pelacuran diidentifikasikan sebagai tempat konsultasi medis untuk membatasi dampak negatif.17
Perluasan areal perkebunan terutama di Jawa Barat, pertumbuhan industri
gula di Jawa Timur dan Jawa Tengah, pendirian perkebunan-perkebunan di Sumatera dan pembangunan jalan raya serta jalur kereta api telah merangsang
terjadinya migrasi tenaga kerja laki-laki secara besar-besaran. Sebagian besar dari pekerja tersebut adalah bujangan yang akan menciptakan permintaan terhada
aktivitas prostitusi. Selama pembangunan kereta api yang menghubungkan kota-kota di Jawa seperti Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, Cilacap, Yogyakarta dan Surabaya tahun 1884, tak hanya aktivitas pelacuran yang timbul untuk melayani
para pekerja bangunan di setiap kota yang dilalui kereta api, tapi juga pembangunan tempat-tempat penginapan dan fasilitas lainnya meningkat
bersamaan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan konstruksi jalan kereta api. Oleh sebab itu dapat dimengerti mengapa banyak kompleks pelacuran tumbuh di sekitar stasiun kereta api hampir di setiap kota. Contohnya di Bandung,
kompleks pelacuran berkembang di beberapa lokasi di sekitar stasiun kereta api termasuk Kebonjeruk, Kebontangkil, Sukamanah, dan Saritem. Di Yogyakarta,
kompleks pelacuran didirikan di daerah Pasarkembang, Balongan, dan
Sosrowijayan. Di Surabaya, kawasan pelacuran pertama adalah di dekat Stasiun Semut dan di dekat pelabuhan di daerah Kremil, Tandes, dan Bangunsari.
Sebagian besar dari kompleks pelacuran ini masih beroperasi sampai sekarang, meskipun peranan kereta api sebagai angkutan umum telah menurun dan
keberadaan tempat-tempat penginapan atau hotel-hotel di sekitar stasiun kereta api juga telah berubah.18
Komersialisasi seks di Indonesia terus berkembang selama pendudukan
jepang antara tahun 1941 hingga 1945. Wanita yang telah bekerja sebagai perempuan penghibur dikumpulkan dan ditempatkan di rumah-rumah border
untuk melayani para prajurit Jepang, sementara yang lainnya beroperasi di tempat biasanya. Pada masa pendudukan Jepang, banyak perempuan dewasa dan
anak-anak sekolah tertipu atau dipaksa memasuki dunia pelacuran.19
Kondisi para perempuan pekerja di industri seks selama masa penjajahan Belanda sangat berbeda apabila dibandingkan dengan kondisi kelompok yang
sama pada jaman Jepang. Sebuah dokumen yang dikumpulkan majalah mingguan Tempo (1992) menyebut bahwa perempuan yang menjadi pelacur pada kedua
masa penjajahan itu, umumnya lebih menyukai kehidupan yang lebih tenteram pada masa penjajahan Belanda, karena dimasa ibu banyak ‘sinyo’ yang memeberi mereka hadiah berupa pakaian, uang dan perhiasan dan bahkan ada yang
menyediakan tempat tinggal.20
Pada akhir tahun 1940-an, penduduk Indonesia yang baru merdeka
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sebagian besar tinggal di daerah pedesaan. Pada
tahun 1950-an situasi perekonomian Indonesia ditandai dengan banyaknya pengangguran dan kemiskinan.21 Faktor lain yang mendorong para wanita muda
masuk kedunia prostitusi pada masa itu adalah karena tingginya angka tingkat perceraian terutama di kalangan keluarga di Jawa. Banyak kasus juga
menunjukkan bahwa sebagai akibat dari perceraian, banyka perempuan yang mengalami kesulitan keuangan dan juga (barangkali) gangguan emosi, dan ini merupakan faktor penting yang menyebabkan perempuan muda tersebut masuk ke
dunia prostitusi. Beberapa hasil penelitan menunjukkan bahwa tingginya angka wanita tuna susila sebagai akibat dari gagalnya pernikahan, membuktikan
kebenaran argument yang mengatakan bahwa perceraian dini menjadi faktor pemicu prostitusi.22
Faktor jauh dari keluarga dan kebebasan dari kehidupan desa serta adanya fasilitas-fasilitas hiburan dikota.Menarik para perempuan muda ini untuk masuk dalam dunia prostitusi.23Industri seks di Indonesia menjadi semakin rumit
bersamaan dengan meningkatnya mobilitas penduduk, gaya hidup, pendapatan masyarakat dan tantangan yang dihadapi.
B. Pengaturan PerUndang-Undangan Terkait Kegiatan Prostitusi
1. Prostitusi Dalam KUHP
Dalam merespon prostitusi ini hukum diberbagai Negara berbeda-beda, ada yang mengkategorikan sebagai delik (tindak pidana), ada pula yang bersikap
diam dengan beberapa pengecualian, Indonesia termasuk yang bersikap diam
dengan pengecualian. Pangkal hukum pidana Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai apa yang disebut sebagai hukum pidana
umum. Di samping itu terdapat pula hukum pidana khusus sebagaimana yang tersebar di berbagai perundang-undangan lainnya.Berkaitan dengan prostitusi
KUHP mengaturnya dalam dua pasal, yaitu pasal 296 dan pasal 506. Pasal 296
menyatakan “barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan
perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau
kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Sedangkan pasal 506
menyatakan “barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seseorang
wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana kurungan
paling lama satu tahun”. Dari situlah kita dapat tahu bahwa hukum pidana kita hanya mengkategorikan prostitusi sebagai suatu delik terhadap pihak perantaranya. Dengan realitas seperti itu aparat penegak hukum, dalam halini
Kepolisian hanya mempunyai ruang gerak untuk melakukan tindakan hukum terhadap perantara, bilamana terdapat perantara, untuk menyingkap hal itu
Kepolisian harus proaktif dengan menggunakan personilnya untuk melakukan penyelidikan melalui tugas-tugas intelejen yang telah merupakan lembaga tersendiri di bagian tubuh POLRI.24
24
2. Prostitusi dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Trafficking sebagai indonesianisasi dari istilah asing dalam bahasa inggris
Human Trafficking yang biasa di sebut Trafficking. Yang dimaksud dengan perdagangan orang atau Human Trafficking adalah segala bentuk jual beli
terhadap manusia, dan juga ekploitasi terhadap manusia itu sendiri seperti pelacuran (bekerja atau layanan paksa), perbudakan atau praktek yang
menyerupainya, dan juga perdagangan atau pengambilan organ tubuh manusia.25 Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 memuat tentang pengertian Perdagangan Orang adalah (tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau
memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam
negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi). 26Sedangkan pengertian mengenai Eksploitasi terdapat dalam Pasal 1 ayat (7) yaitu Eksploitasi adalah (tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban
yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan
fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau
25
http://alitayu.wordpress.com/2010/06/08/human-trafficking-perdagangan-manusia/Human Trafficking atau Perdagangan Manusia di Akses Pada Tanggal 30 Maret 2013
26 Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial) dan Pasal 1 ayat (8) Eksploitasi seksual adalah
(segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua
kegiatan pelacuran dan percabulan. Jika dihubungkan ketiga ayat di atas, maka akan dipahami bahwa Undang-Undang ini tidak memasukkan pelacuran sebagai objek dari wilayah berlakunya Undang-Undang ini, tetapi hanya melingkupi
subjek dari para pelaku dalam kegiatan pelacuran/prostitusi tersebut).
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Perdagangan orang tentunya harus di pahami secara bijak mengingat Undang-Undang ini lebih dikhususkan pada kegiatan perdagangan orang bukan di tujukan
pada kegiatan pelacuran atau prostitusi. Walaupun diketahui bahwa perdagangan orang atau trafficking dan pelacuran atau prostitusi memiliki hubungan yang sangat erat, karena kebanyakan korban trafficking dipekerjakan atau dijadikan
sebagai pelacur.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang ‘’Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang’’, perlu juga untuk ‘’memberantas atau mengatur’’
masalah pelacuran/prostitusi dengan suatu Undang-Undang khusus.
‘’Memberantas’’ atau ‘’mengatur’’ pelacuran/prostitusi merupakan suatu pilihan
yang perlu dipilih secara bijak, dengan melihat secara objektif persoalan pelacuran/prostitusi merupakan sebagai masalah nasional yang sudah merambah ke segala sendi kehidupan masyarakat, dari kota sampai desa, dari daerah
terbelakang dan dari semua tingkat sosial ekonomi masyarakat tidak terluput dari permasalahan pelacuran/prostitusi. Oleh karena itu pengaturan mengenai
pelacuran/prostitusi sangat urgen untuk segera diatur dalam suatu Undang-Undang sehingga dapat meminimalisir dampak dan akibat dari kegiatan
pelacuran/prostitusi, termasuk dalam rangka melakukan pencegaahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau trafficking.27
3. Prostitusi Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan
keturunan kedua, di mana kata "anak" merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.28Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Agar anak kelak mampu memikul tanggung jawab, maka anak perlu mendapat kesempatan yang
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.29
27
http://opini-manadopost.blogspot.com/2008/02/pelacuran-dan-perdagangan-orang.htmlPelacuran dan Perdagangan Orang di tulis oleh FA Hendra Zachawerus
28http://id.wikipedia.org/wiki/Anak Anak di Akses Pada Tanggal 7 April 2013
29http://repository.fhunla.ac.id/?q=node/128Tinjauan Yuridis Tentang Pekerja Seks
Sebenarnya negara kita sudah memiliki Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,.Namun Undang-undang tersebut tidak
memberikan porsi yang tinggi untuk pemberantasan seksual anak.Bahkan Undang-undang tersebut tidak menginformasikan definisi yang jelas tentang
prostitusi anak, penjualan anak, dan eksploitasi anak sehingga banyak kalangan yang memanfaatkan anak untuk di jadikan pelacur.
Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.Yang dikatakan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Dan dalam
ayat 2 yang dikatakan Perlindungan anak adalah (segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.30
Prostitusi juga merupakan suatu kejahatan bila dilihat sebagai perbuatan
mengeksploitasi anak dan merupakan bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Prostitusi anak menjadi suatu masalah dan sudah sepantasnya negara segera
bertindak untuk dapat mencegah lebih maraknya prostitusi anak, karena anak merupakan tunas harapan yang melanjutkan eksistensi nusa dan bangsa Indonesia. Prostitusi anak, memang bukan hanya persoalan diIndonesia, melainkan telah
menjadi persoalan bersama di tingkat global.Hal ini mengingat bahwa prostitusi anak sering terkait erat dengan pornografi anak dan perdagangan anak untuk
tujuan seksual dengan persoalan yang telah melewati batas-batas Negara.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dikatakan bahwa Penyelenggaraan perlindungan anak
berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak
meliputi:
a. non diskriminasi
b. kepentingan yang terbaik bagi anak
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d. penghargaan terhadap pendapat anak
Dampak dari prostitusi anak yaitu tekanan fisik dan emosi yang dialami oleh korban prostitusi anak memiliki akibat yang serius pada hak anak untuk
tumbuh dan berkembang secara wajar. Selain itu anak korban prostitusi anak rentan terhadap berbagai jenis penyakit, khususnya yang ditularkan melalui hubungan seks terutama penyakit AIDS. Resiko-resiko lain yang harus dipikul
oleh anak korban prostitusi juga berupa penolakan sosial dan kemungkinan korban kekerasan. Semua ini sangat mengkhawatirkan bagi masa depan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4. Prositusi Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.31
Komnas Perempuan mencatat, hingga Juni 2004, kasus KDRT semakin
meningkat.Pada 2003, tercatat 6.000 kasus KDRT dan tahun tahun sebelumnya sebanyak 5.000 kasus. Rifka Annisa Women's Crisis Center di Jogjakarta yang berkiprah dalam penanganan perempuan korban kekerasan mencatat, hingga Mei
2006 terdapat 900 kasus dan 619 di antaranya adalah kasus KDRT.32
Latar belakang terjadi nya prostitusi dapat disebabkan karena ada nya
kekerasan dalam rumah tangga.Tidak sedikit istri yang di suruh suami untuk terjun ke dunia prostitusi alasan nya karna himpitan ekonomi dan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa kasus prostitusi yang di dasari karena kekerasan dalam rumah tangga:
a. SURABAYA, KOMPAS.com - Ada sejumlah lelaki bergerombol yang
tampak asyik ngobrol. Mereka bukanlah pelanggan para PSK tersebut. Ternyata sebagian besar dari mereka merupakan suami atau pasangan
dari para PSK, baik pasangan yang sah secara hukum, pasangan karena nikah siri, maupun pasangan kumpul kebo. Para lelaki ini tampak mengawasi para perempuannya yang tengah mencari nafkah dengan
menjual diri. Selain itu, mereka juga terkadang mencarikan pelanggan bagi pasangannya. Parahnya, jika terlihat "tidak laku", PSK itu bisa
31 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
32http://www.mail-archive.com/idakrisnashow@yahoogroups.com/msg16229.html di
menjadi sasaran kemarahan dari suaminya. Tidak segan-segan para
suami ini menghajar istri mereka di depan umum. “Dulu pernah ada
yang dihajar di depan umum karena sampai malam tidak laku, tetapi ya nggak ada yang berani melerai, itu urusan mereka. Sudah jadi
pemandangan umum di sini,” ungkap salah seorang pedagang nasi di
kawasan itu. Sebagian besar PSK di kawasan ini sudah memiliki anak. Mereka memang bekerja untuk menghidupi keluarga dan
menyekolahkan anak-anaknya. Mereka kebanyakan berasal dari beberapa wilayah di sekitar Kota Semarang.33
b. MEDAN, KOMPAS.com — Akibat tekanan ekonomi yang semakin meningkat, dilaporkan banyak suami di Sumatera Utara yang
mempekerjakan istrinya menjadi pekerja seks komersial (PSK) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pernyataan itu disampaikan Sabar Turnip, Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, Dinas Sosial Sumatera
Utara di Medan, Selasa. Dia mengatakan, PSK yang beroperasi di Kota Medan juga kian marak dan tampil secara terang-terangan tidak hanya
di tempat-tempat hiburan malam, panti pijat, tetapi “menjajakan diri” di pinggir-pinggir jalan. Alasan kesulitan ekonomi penyebab wanita menjadi PSK, juga karena rendahnya pendidikan, korban perdagangan
manusia (human trafficking), korban kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) serta gaya hidup yang konsumtif. “Lemahnya keimanan
suami turut mendorong terjerumusnya wanita ke lembah hitam,
33
terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan Dinas Sosial Sumut,
terdapat wanita yang menjadi PSK itu keinginan dari suaminya,” ucap
Turnip.34
5. Prostitusi Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk
pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
2. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung,
televisi kabel, televise teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.35
Undang-Undang Pornografi diharapkan dapat membentengi masyarakat, khususnya anak-anak, remaja, perempuan, dan keluarga dari bahaya pornografi.
Namun dalam Undang-Undang Pornografi juga terdapat permasalahan tentang batasan-batasan Pornografi yang kurang jelas, sehingga terjadi banyak pro dan
kontra di tengah-tengah masyarakat kita.
34
http://muhshodiq.wordpress.com/2009/06/09/di-kota-medan-banyak-suami-paksa-istri-jadi-pelacur-salah-siapa/ di Akses Pada Tanggal 30 Maret 2013
Abdul Qadir Djaelani menjelaskan tentang bahaya porno (pornografi, pornoaksi termasuk prostitusi), menurutnya merebaknya pornografi di dunia
merupakan pengembangan strategi barat untuk menghancurkan Islam.Ia juga menjelaskan perbedaan antara moral yang sekuler termasuk illustrasi hal zina,
homoseks, dll. Ia membuat solusinya walaupun tidak secara langsung, ia hanya memberikan suatu cara yakni dengan membendungnya dengan akhlak dan peraturan dari pemerintah yang melarang pornografi.36
Menurut Azimah Subagijo pornografi dan pornoaksi saat ini tengah menyebarluas dimana-mana. Tidak hanya di negara-negara liberal, tetapi juga di
negara dengan penduduk muslim terbesar yaitu Indonesia. Pornografi memang suatu hal yang sangat kompleks, karena ini tidak berdiri sendiri, melainkan
kumpulan dari beberapa hal. Masalah tentang pornografi, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya aksi-aksi kejahatan seksualitas yang terjadi belakangan ini. Sebagian besar dari motifnya adalah akibat dari konsumsi pornografi, baik dari
media apapun visual atau audio. Kurangnya ketegakan hukum dalam mengurus hal ini membuat pornografi menjadi suatu masalah sosial yang besar dan semua
ini akan menjadi bomerang bagi bangsa Indonesia baik cepat atau lambat.
C. Bentuk-bentuk dan Faktor Terjadi Prostitusi
A. Prostitusi Anak
Pelacuran anak adalah tindakan menawarkan pelayanan seorang anak
untuk melakukan tindakan seksual demi uang atau bentuk imbalan lain dengan
seseorang atau kepada siapapun.37 Pada awalnya, anak-anak hanya bermaksud untuk sekedar mencari kesenangan, seperti masuk ke diskotek-diskotek yang
mulai banyak tersebar di kota Medan dan kota-kota lainnya. Lama-kelamaan anak menyatu dengan dunia tersebut dan mulai sulit melepaskan diri.Apalagi kalau
anak-anak terjebak di tangan germo, yang seringkali merangkap pacar si anak sendiri. Anak-anak ini selalu sulit keluar dari dunianya karena selalu dalam pengawasan germo. Acapkali bila mereka akan keluar, mereka selalu mendapat
perlakuan kekerasan. Beranjak dari persoalan ini maka Yayasan KKSP mulai melakukan investigasi pada beberapa kawasan pelacuran seperti
diskotek-diskotek, plaza-plaza, kafe dan juga di jalanan. Dari investigasi ini didapat bahwa anak-anak yang dilacurkan ternyata tidak hanya berasal dari anak-anak jalanan,
tetapi juga dari berbagai latar belakang, termasuk anak yang mengalami perkosaan dari ayah tirinya, anak yang ditipu dari pulau Jawa untuk dipekerjakan di Sumatra, dan anak yang dendam pada laki-laki karena keperawanannya diambil oleh
pacarnya.38
Eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) merupakan bentuk paksaan
dan kekerasan terhadap anak dan sejumlah tenaga kerja paksa dan bentuk perbudakan modern. ESKA termasuk pelacuran anak, pornografi anak, pariwisata seks anak dan bentuk lain dari transaksional seksual di mana seorang anak terlibat
37http://id.wikipedia.org/wiki/Pelacuran_anakPelacuran Anak di Akses Pada Tanggal 30
Maret 2013
38http://ipll.manoa.hawaii.edu/ind/AJ/modules/B7/index.htm di Akses Pada Tanggal 9
dalam kegiatan seksual untuk dapat memiliki kebutuhan utama yang terpenuhi, seperti makanan, tempat tinggal atau akses ke pendidikan.39
Masalah anak yang menjadi korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (selanjutnya disebut ESKA) adalah masalah yang amat kompleks, baik jumlah
anak yang dilibatkan/dieksploitasi, kemiskinan, masalah penyakit kelamin, masalah perlindungan anak, sampai pada penggunaan istilah dan cara pandang yang semakin menyudutkan dan merugikan anak-anak. Penggunaan beberapa
istilah dalam menyebut dan menjelaskan anak korban ESK, baik yang digunakan oleh media massa (cetak dan elektronik) maupun masyarakat, ternyata sangat
merugikan anak-anak. Peningkatan jumlah anak korban ESK di Indonesia mulai teramati sejak tahun 1992, dan tampaknya kini telah mencapai tingkat yang
merisaukan. Dari liputan media massa dan penelitian dapat disimpulkan bahwa anak korban ESK, atau oleh media massa dan masayarakat menyebut “pelacuran
anak” terjadi di hampir dua pertiga wilayah Indonesia. Dari Sumatera hingga Irian
Jaya, dari Sulawesi Utara hingga kepulauan Nusa Tenggara. Mereka dapat ditemui mulai dari lokalisasi resmi hingga di hotel berbintang, taman, plaza,
cafe/diskotik, jalanan tempat ABG (Anak Baru Gede) berkumpul, baik di kota besar maupun kota kecil. Irwanto dkk (1999) merangkum laporan dari berbagai sumber disebutkan sebagai berikut. Di Sumatera, sekitar 500 anak usia 13-17
tahun tersedia di sebuah daerah pelacuran di Medan, Sumatera Utara. Sementara di Palembang, Sumatera Selatan terdapat sebuah tempat khusus yang diketahui
menawarkan ABG. Sementara Wagner dan Yatim (1997) yang melakukan
39http://id.wikipedia.org/wiki/Eksploitasi_seksual_komersial_anakEksploitasi seksual
penelitian tentang seksualitas di pulau Batam, Melamporkan bahawa anak perempuan usia 13-15 tahun terlibat dalam industri seks.40
Keberadaan prostitusi anak di berbagai wilayah terutama ditandai dengan munculnya istilah atau panggilan khusus yang menunjuk kepada mereka, seperti
ciblek, yang diambil dari nama sebuah burung kecil yang senang berkicau, menjadi kependekan dari cilik-cilik betah melek. Istilah ini yang awalnya populer di Semarang menyebar ke berbagai kota di Jawa Tengah. Istilah lain, misalnya
balak kosong, durian, cilikan, rendan, dan sebagainya.Sebuah analisis situasi yang dilakukan oleh seorang aktivis Hak Anak yang juga pernah menjadi Komisioner
Komnas HAM, Mohammad Farid (1998) memperkirakan jumlah anak yang dilacurkan sekitar 30% dari keseluruhan PSK yang ada. Perkiraan ini didasarkan
dengan memperhatikan berbagai faktor yang sering kali terlewatkan di dalam melihat atau memperkirakan jumlah anak yang dilacurkan seperti seseorang yang sudah menikah di usia berapapun secara legal dan kultural tidak lagi dianggap
anak, keberadaan ABG yang seringkali luput dari perhitungan, dan dugaan terjadinya pemalsuan umur. Selain itu juga didasarkan dengan mencermati
informasi-informasi yang tersedia. Dengan mengacu kepada perkiraan dari Jones, Sulistyaningsih & Hull bahwa jumlah seluruh PSK di Indonesia mencapai sekitar 140.000-230.000, maka Farid memperkirakan jumlah prostitusi anak di Indonesia
mencapai angka 40.000 – 70.000.41
40http://majalahversi.com/artikel/anak-korban-eksploitasi-seksual-komersialAnak Korban
Eksploitasi Seksual Komersia l di tulis oleh M. Ghufran H. Kordi K , di Akses Pada Tanggal 30 Maret 2013
41http://odishalahuddin.wordpress.com/2011/01/17/pelacuran-anak/Pelacuran Anak, di
Ada banyak macam atau motif bisnis prostitusi yang selama ini melibatkan anak-anak yang masih bau kencur.
1. Prostitusi anak dengan sepengetahuan orang tuanya. Dalam kasus ini orang tua mengetahui dan bahkan merestui bisnis prostitusi yang
melibatkan anaknya. Pada umumnya ini terjadi pada keluarga yang memang dibelit kemiskinan, lagi-lagi motif ekonomi. Terpaksa anak yang mestinya mereka jaga dan lindungi sebagai amanah Tuhan justru
mereka rusak sendiri. Ironis sekali memang dan ini sebuah fakta yang benar-benar terjadi di masyarakat kita.
2. Jenis prostitusi anak karena salah pergaulan. Prostitusi anak jenis ini biasanya dilatarbelakangi oleh dorongan teman atau lingkungan
pergaulan yang salah. Akibatnya seorang anak menjadi terjebak oleh gaya hidup hedonism yang mengejar kesenangan hidup dan kemewahan. Seks bebas pun seolah menjadi gaya hidup bagi mereka
yang telah terjerumus jauh dalam lembah hedonism ini. Tanpa disadari lagi-lagi anak menjadi korban, korban atas zaman yang semakin gila
ini.
3. Jenis prostitusi anak yang terselubung. Inilah yang amat sangat berbahaya. Prostitusi ini biasanya bermotifkan bisnis dan dilakukan
oleh orang-orang yang mungkin saja telah mati nuraninya. Jenis prostitusi anak ini biasanya telah terorganisir dengan baik, mulai dari
berkedok penawaran pekerjaan, hipnotis, iming-iming materi, hingga bahkan penculikan. Itulah beberapa jenis prostitusi anak secara umum
dan selebihnya masih banyak lagi motif yang lainnya.42
Faktor-faktor Terjadi Prostitusi Pada Anak
Anak-anak yang menjadi korban, tidak hanya anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki. Sebagian besar anak berasal dari dalam kota itu sendiri, dan masih
berstatus Pelajar. Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi anak menjadi korban ESKA tidaklah tunggal. Satu faktor akan berhubungan dengan faktor-faktor lainnya:
a) Latar belakang keluarga (tingkat ekonomi rendah, keluarga pecah/broken home, tidak ada perhatian dari orangtua, kekerasan dalam rumah tangga, penelantaran, dan eksploitasi ekonomi)
b) Terpengaruh Lingkungan atau ajakan teman c) Diperdaya atau ditipu
d) Gaya hidup konsumtif e) Untuk bertahan hidup.43
Faktor lain yaitu penelantaran anak yang berkaitan dengan kemiskinan dan
buta huruf. Akibat kemiskinan dan buta huruf, orangtua tidak mendaftarkan kelahiran anaknya, atau si anak sendiri tidak mengetahui tanggal dan tahun
42
http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/28/prostitusi-anak-di-bawah-umur-semakin-menggeliat-399217.htmlProstitusi Anak di Bawah Umur Semakin Menggeliat di Akses Pada Tanggal 9 April 2013
43
lahirnya.Pelacuran anak di jalanan/gelandangan merupakan contoh kasus semacam ini. Demikian pula, anak perempuan dari desa-desa miskin yang
direkrut untuk pelacuran tidak memiliki akta kelahiran atau tidak mengetahui tanggal dan tahun lahirnya. Pada akhirnya kondisi ini dimanfaatkan untuk
kepentingan pelaku eksploitasi anak. Kurangnya tertib administrasi dan pihak berwenang telah mengakibatkan usia anak mudah dipalsukan.44
2. Prostitusi Dalam Keluarga
Menjadi PSK bagi perempuan adalah suatu keterpaksaan. Setiap perempuan yang akhirnya menjalani pekerjaan sebagai PSK pasti pernah menjadi
korban kekerasan, baik fisik, psikologi, maupun sosial ekonomi.Secara fisik, banyak PSK mengalami kekerasan di lingkungan keluarga atau sosial.Sedangkan
secara sosial ekonomi, perempuan selalu menjadi korban pemiskinan sistematis. Inilah yang kemudian menyebabkan perempuan terjun ke dunia prostitusi. PSK.Pemiskinan yang menimpa para PSK tidak saja terjadi pada saat Ramadan
atau menjelang Lebaran. Setia saat para PSK sebenarnya mengalami ketertindasan ekonomi. Mereka tidak memiliki keahilian, pendidikan, dan kesempatan yang
sama dengan masyarakat lain untuk mendapatkan kehidupan layak sebagaimana warga Negara yang bermartabat. Karena mengalami ketergantungan ekonomi pada pekerjaannya sebagai PSK, para perempuan yang menjadi korban sistem ini
kemudian menyiasati kebutuhan ekonomi dengan segala cara demi bertahan hidup. Tak jarang, perempuan PSK justru menjadi tulang punggung keluarga yang
menghidupi seluruh anggota keluarganya, mulai dari anak, suami, orangtua,
44http://majalahversi.com/artikel/anak-korban-eksploitasi-seksual-komersialAnak Korban
hingga kakak-adiknya. Secara tidak langsung keluarga yang semestinya menjadi tempat berlindung anggotanya , justru menempatkan perempuan sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga. Ketika PSK memiliki masa lalu kelam karena pernah mengalami tindak kekerasan oleh pacar,
suami, atau orangtua, ia mengalami kekerasan dalam keluarganya yang sekarang karena harus menjalani prosfesi sebagai PSK untuk mencakupi kebutuhan keluarga. Jika melihat sendiri kehidupan nyata bahwa banyak dari para pekerja
seks itu terpaksa menjalani pekerjaannya sebagai PSK karena tekanan ekonomi.45 Ada yang memang datang dari keluarga yang miskin, ada yang
ditelantarkan suaminya sementara anak-anaknya harus tetap makan, ada yang untuk membiayai pengobatan orang tuanya, ada juga yang terpaksa disetujui
suaminya karena benar-benar hidup amat miskin.46
Faktor-faktor terjadi prostitusi dalam keluarga
1. Faktor Ekonomi Sosial Budaya
Karena sulitnya mencari suatu pekerjaan yang baik dan halal sering orang mengambil jalan pintas alias menjadi PSK, itu suatu tindakan yang diambil
oleh karena faktor keterpaksaan, ekonomi keluarga yang pas-pasan yang serba kekurangan maka tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk membiayai kebutuhan dirinya dan kebutuhan keluarga ditambah factor pendidikan yang
minim maka satu-satunya jalan adalah menjadi PSK ditambah lagi sosial budaya lingkungan tempat tinggalnya,mungkin banyak orang-orang tetangganya yang
45http://lampung.tribunnews.com/2011/08/07/psk-jadi-tulang-punggung-keluarga
Di Tulis Oleh Titin kurnia PSK Jadi Tulang Punggung Keluarga di Akses Pada Tanggal 13 April 2013
mengambil jalan ini, secara spontanitas akan sangat mempengaruhi kepada lingkungan sekitarnya.47
2. Faktor Korban Penipuan dan Faktor Keluarga Terlilit Hutang
Faktor kedua adalah menjadi korban penipuan yang berkedok
menawarkan suatu pekerjaan, tetapi pada akhirnya dipekerjakan menjadi PSK. Faktor keluarga yang terjerat hutang atau bermasalah juga turut mendorong perempuan untuk terjun dalam dunia seks komersial. Semua faktor tersebut bisa
menjadi latar belakangseseorang menjadi PSK.48
3. Faktor Broken Home
Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan
keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan
keadaan keluarga di rumah.49 Banyak PSK yang mengaku dia menjadi seperti ini karena kurangnya kasih sayang dari keluarganya, biasanya terjadi karena perceraian sehingga anak merasa tidak diperhatikan lagi, belum lagi jika orang tua
menikah lagi belum tentu ibu/bapak tiri baru sayang kepada kita bahkan justru banyak yang bertindak otoriter dan sok ngatur.50 Kehidupan keluarga yang kurang
baik dapat memaksa seseorang remaja untuk melakukan hal-hal yang kurang baik diluar rumah sebagai suatu pelampiasan baginya dan hal tersebut dapat
47
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/03/13/pekerja-seks-komersial-psk-446560.html Di tulis oleh Irvan udin Pekerja Seks Komersial Di Akses Pada Tanggal 18 april 2013
48http://rifkaanisa.blogdetik.com/tag/kekerasan/ Ditulis Oleh Sri Yulita Pramulia Panani
Belenggu Kekerasan dan Diskriminasi pada PSK Di Akses Pada Tanggal 18 April 2013
49 http://wahid07.wordpress.com/2011/04/27/e-book/ Ditulis Oleh M. Wahid Nurrohman
Di Akses Pada Tanggal 28 Juli 2013
50
dimanfaatkan oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab dengan mengajaknya kepada hal negatif termasuk menjadi seorang pekerja seks komersial.51
4. Faktor Kekerasan Seksual
Penelitian menunjukkan banyak faktor penyebab seorang perenpuan
menjadi pekerja seks komersial diantaranya adalah akibat kekerasan seksual seperti perkosaan oleh bapak kandung, paman, guru dan sebagainya. Sehingga
menimbulkan suatu rasa ‘terlanjur’ kepada diri perempuan tersebut yang
kemudian berakhir dengan menjadi seorang pekerja seks komersial karena perempuan tersebut sudah menganggap dirinya sebagai seseorang yang sudah
‘terlanjur’ kotor.52
5. Faktor Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat, bisa jadi pemicu timbulnya PSK pelajar. Lingkungan yang bebas tidak memiliki malu serta kehidupan yang individual cenderung melahirkan karakter pelajar yang negatif. Misalnya dilingkungan
masyarakat muncul mafia-mafia penjualan manusia atau sindikat perdagangan perempuan dan anak di bawah umur.53
D. Prostitusi Sebagai Bisnis Dan Sistem Manajemen.
Bisnis prostitusi mempunyai beberapa tipe yang dapat dilihat dari kelas
seorang pelacur dengan pelacur lainnya. Indicator yang membedakan adalah umur, penampilan busana, fisik, wajah,tinggi badan, tariff, pelayanan di kamar,
51 http://tiyalestarisaid.blogspot.com/2012/11/pekerja-seks-komersial-psk.html Di Akses
Pada Tanggal 28 Juli 2013
52 http://tiyalestarisaid.blogspot.com/2012/11/pekerja-seks-komersial-psk.html Di Akses
Pada Tanggal 28 Juli 2013
kemampuan berkomunikasi, pendidikan, lokasi untuk “bermain” seks, sarana dan
prasarana berkomunikasi. Tipe pelacuran seperti inilah yang membedakan
keragaman bisnis prostitusi di dalam memenuhi keinginan seksual kaum laki-laki.54
1. Bisnis Prostitusi Tipe I
Tipe nomor satu adalah pelacur kelas tinggi yang “dikhususkan” melayani konsumen kelas menengah ke atas. Mereka bekerja sangat profesional karena
didukung oleh paras yang cantik, tubuh yang terawatt, pendidikan minimal SMA,
wawasan yang luas, komunikatif, cerdas “bermain” seks dengan beragam gaya,
mampu memuaskan tamu, dan dilengkapi dengan telepon selular. Mereka bekejar di bawah satu komando yang di kenal dengan germo.Germo bertindak sebagai
manager yang mengelola hubungan antara pelacur dengan “pelanggan”. Germo
juga bertindak sebagai pemilik pelacur sehingga segala kebutuhan sandang, papan, dan pangan akan dipenuhi olehnya selama pelacur menghasilkan uang bagi
germo. Mereka diempatkan di suatu rumah atau apartemen sebagai home base dan germolah yang bertugas sebagai jembatan penghubung bagi customer. Di rumah
tersebut tedapat alat-alat fitness untuk menjaga kebugaran tubuh.Pelayanan makan dan minum pun tersedia.Pakaian juga siap setiap saat.Tiap pelacur dilengkapi telepon selular untuk mempermudah komunikasi bila ada panggilan dari germo
untuk operasi ke suatu tempat. Mereka beroperasi 24 jam dan dapat di hubungi setiap saat. Untuk menjaga kerahasian dan keberadaan , mereka tidak dapat
54Reno Bachtiar dan Edy Purnomo.Bisnis Prostitusi,Penerbit Pinus, Yogyakarta, 2007,
dihubungi oleh pelangan. Jadi hany germo yang dapat di hubungi oleh pelanggan.55
Dalam mencari pelanggan,germo biasanya menyamar di hotel-hotel dan berpura-pura sebagai pengunjung atau dia menerima pelanggan melalui
Handphone.Biasanya mereka nongkrong di loby atau di café-café.Bisnis prostitusi tipe I memiliki koneksi pelanggan tertentu, biasanya pejabat tinggi dan pengusaha.Jaringan mereka sangat rapi sehingga pihak kepolisian tidak mudah
mengungkap modus operandi. Kegiatan mereka juga dibekingi oleh ”oknum”. Ciri khas mereka yaitu memiliki tubuh yang terjaga, seksi, tinggi, ramping,
penampilan menarik, kelihatan cerdas, komunikatif, memakai Handphone, usia masih, sekitar 20 sampai 30 tahun. Kadang germo juga memiliki pelacur asing
yang berasal dari Negara RRC atau Eropa Timur.56
Manajemen Germo
Sistem bagi hasil akan tetap menguntungka bagi germo. Ia menyediakan
saran rumah mewah, antar-jemput, dan prasaran bagi pelacur. Menurut taksiran saya, tarifnya mencapai jutaan rupiah.Karena lokasi operasi mereka di hotel
mewah mereka sering diajak berekreasi ke objek-objek wisata, misalnya ke Bali.Pembagian hasil biasanya 70:30 pola pembayaran mungkin dilakukan via transfer rekening.
2. Bisnis Prostitusi Tipe II
Pelacur tipe ini dikhususkan untuk kelas menengah ke bawah.Mereka
memiliki modus operasi menengah ke bawah. Mereka meiliki modus operasi yang
kurang rapi dan kurang terorgranisir. Penampilan dan fisik mereka cukup mempesona bagi pelanggan. Aktifitas mereka tidak lagi terkontrol oleh germo
tetapi diatur sendiri. Mereka berdomisilidi daerah dekat lokalisasi dengan cara kost atau mengontrak rumah bersama.57
Tempat yang sering dijadikan lokasi pencarian”mangsa” yaitu club
-club/pub music di hotel berbintang. Mereka mencari dan mencari dengan cara merayu. Tindakan merayu dilakukan terang-terangan kepada pengunjung bar atau
pub.Biasanya pengunjung bar dan pub datang sendiri lalu mencari teman mengobrol.Mereka siap melayani pelanggan lokal atau asing jika negosiasi
cocok.Mereka yang ada pada tipe ini rata-rata ingin lepas dari germo, karena hasilnya untuk mereka sendiri.58
Mereka juga akan memberikan nomor Handphone nya agar dapat dihubungi lagi bila pelanggan berkenan. Pelacur tipe ini kadang-kadang berkelompok ketika mencari mangsa, tetapi keselamatan menjadi tanggung jawab
pribadi bila ada pelanggan yang nakal.Resiko yang kerap menghantui adalah permainan seks yang tidak dibayar, ditinggal pergi sendirian dalam kondisi
tertidur sehingga perhiasan, Handphone, atau urang diambil.Mereka jarang melapor ke polisi karena malu, meskipun kadang-kadang mereka melapor juga.Perbuatan tercela kadang-kadang mereka lakukan, seperti mengambil barang
berharga milik pelanggan saat tertidur lalu pergi.Kebiasaan ini dilakkan mungkin karena ingin memperoleh hasil yang lebih banyak. Pelanggan yang dirugikan
dapat dipastikan akan melapor ke pihak kepolisian. Biasanya pula mereka sering tertangkap.59
Mereka secara berkelompok mengontrak rumah sebagai basse
camp.Biasanya di daerah perumahan atau di dekat dengan lokalisasi. Kadang mereka juga kost di daerah lokalisasi, dekat kost mahasiswa atau kost pekerja.Mereka juga sering berpindah-pindah tempat bila merasa tempat itu kurang mendukung atau ada yangmenggangu privasinya.60
Ada pelacur yang mempunyai double jobs, yang mengaku sebagai
“mahasiswi” atau ayam kampus.Mereka ini menjalani profesi untuk memenuhi
hasrat hedonism yang tidak diperoleh karena uang kiriman dari orang tua yang tidak cukup untuk happy di dunia gemerlap (DUGEM). Khusunya mahasiswa
yang menekuni dunia pelacuran di tipe II dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Kuliah hanya sebagai sambilan atau tidak serius belajar
b. Sering keluar pada malam hari bahkan tidak pulang kost.
Pulangkeesokan harinya
c. Pergi dengan orang yang tidak jelas dan sering bergonta-ganti
pasangan
d. Dijemput dan diantar ke kost dengan mobil.
e. Penampilan yang seronok, berbeda dengan mahasiswa yang lain
f. Memakai narkoba, minuman keras, dan merokok
g. “Nongkrong” di diskotek, pub, dan bar di hotel berbintang
h. Memberanikan diri merayu pelanggan bar, kafe, untuk “bermain” seks dan lain-lain.61
Inilah sebagian indikasi yang dapat diketahui secara langsung di lapangan, yang dilakukan oleh mahasiswi yang tidakserius kuliah. Tindakan ini dilakukan
bersama dengan beberapa teman yang berprofesi sama. Profesi purel di diskotek dan score girl di billiard (bola sodok) juga mempunyai indikasi “double
jobs”.Mereka denga mudah diajak kencan dengan syarat ada negosiasi. Di
beberapa panti pijat “tradisional” kerapkali disalahgunakan untuk melakukan
seks.Hal ini dilakukan karena situasi dan kondisi yang sangat mendukung.62
SPG di palaza-plaza juga ada beberapa yang menjalankan profesi “double
jobs”. Hal ini dilakukan karena suka sama suka dengan orang yang baru dikenal
atau dilakukan dengan teman sendiri. Gaji yang kecil merupakan alasan ekonomi klasik yang dipakai untuk menerima ajakan seseorang yang membutuhkan gairah seks.Caranya, mereka merayu pelanggan ketika sedang belanja, kemudian jika ada
ketertarikan maka negosiasi dapat dilakukan.Biasanya saling bertukar nomor
Handphone, kemudian berinteraksi, bila ada kecocokan, hubungan dapat
ditindaklanjuti ke tempat tidur.63
Manajemen Keuangan Kelas Menengah
Pelacur sendirilah yang memiliki hak penuh menentukan tarif sebelum bertransaksi dengan pelanggan atau tamu yang baru di kenal.Masing masing
pelacur menyesuaikan diri dengan penampilan fisik dan penguasaan bermain seks.64
Manajemen Tipe II
Dikarenakan operandi mereka perorangan atau berkelompok, masalah tarif
sangat tergantung kecerdasan bernegosiasi atau saat tawar menawar.Modusnya , bila pelanggan mulai tertarik oleh penampilan mereka, pelacur segera mendatangi dan mengobrol. Negosiasi berjalan lancer bila keduanya memang ada demand
atau supply. Hasilnya merupakan hak penuh pelacur.Manajmen sepenuhnya tergantung kecerdasan pelacur untuk mengaturnya.65
3. Bisnis Prostitusi Tipe III
Ada kebiasaan bagi para pelacur yang beroperasi secara individu akan
mengalami kebosanan. Setelah berkelana di seluruh penjuru kota, mengunjungi berbagai hotel berbintanglima sampai melati, mereka berkeinginan menghuni lokalisasi. Alasannya, tidak perlu mencari pelanggan.Sebab lokalisasi sering
dikungjungi oleh kaum laki-laki. Lokalisasi adalah tempat yang dikhususkan oleh pemerintah kota bagi pekerja seks komersial, atau WTS (wanita tuna susila).
Sebutan yang sangat menyakitkan bagi seorang perempuan. Keputusan untuk kembali ke tempat dimana mereka merasa mempunyai tempat untuk mencari
kehidpan dan tidak perlu susah payah mencari “mangsa”. Meskipun belum tentu
merencanakan tinggal di lokalisasi, ini merupakan pilihan terakhir. Proses
kepindahan ini mudah sekali, pelacur hanya perlu menunjukkan KTP kepada germo kemudian germola yang mengurus ke RT dan RW sampai ke kelurahan.66
Perbedaan yang cukup besar antara wisma dan perumahan biasa, yaitu di wisma ada ruangan tersendiri untuk pelacur, besar, luas, kursi empuk, lampu
cerah, kadang-kadang ada yang bilang seperti melihat ikan di aquarium.Rumah (wisma) besar dengan kamar yang ber-AC, kamar mandi dalam, dan kamar bersih.Sedangkan untk menengah ke bawah, hanya rumah biasa yang terdiri dari
banyak kamar, sempit, kamar mandi di luar, dan tidak ada AC dikamar.Tarifnya jugab berbeda dua kali lipat, termasuk pelayanan.Dikarenakan ketatnya
persaingan, alternative terakhir adalah meneruskan profesi pelacur. Tidak semua pelacur akanmenerjuni pelacuran di lokalisasi, tetapi keputusan ini didorong oleh
kejenuhan, kurang pengalaman, usia yang mulai menua, persaingan mencari
“pelanggan” yang semakin sengit, atau me-minimize resiko. Tinggal di lokalisasi
berarti mempunya banyak teman sehingga menimbulkan rasa aman, dapat curhat,
ada perlindungan secara fisik, dan kesehatan.Pelanggan yang mendatangi mereka, mempermudah untuk mencari uang. Tetapi mereka akan dikelola oleh germo
sebagai pemilik rumah dan pelacur. Ada aturan yang mengikat sehingga ada
control dan aturan dari germo yang diwakilkan “pembantu” wisma. Tugas
pembantu germo adalah merawat rumah, membersihkan tempat tidur, mengepel
lantai, kasair, mengawasi pelacur, dan melaporkan keuangan kepada germo setiap hari atau setiap minggu.67
Untuk menengah ke atas di Surabaya seperti Dolly, di beberapa lokalisasi ada wisma yang dikhusukan untuk menengah ke atas. Perbedaannya pada tariff,
suasan kamar, rumah yang bagus, kadang ada kamar yang ber-AC. Pelacur yang tinggal Dolly atau tempat menengah ke atas selalu didominasi oleh pelacur
perempuan muda atau di awah umur, sekitar 17-an tahun. Tetapi bagi warga kota kelas menengah, pasti mengetahui lokasi ini. Lokasinya di Jalan Tunjungan Plaza dan Jalan Kedungdoro. Pada tahun 2006 tarif nya Rp400.000,00 per jam.
Pembayaran memakai kartu kredit karean jarang yang cash.68
Pengunjung dapat melihat langsung para pelacur karena penataan ruang
duduk hanya dibatasi oleh kaca pembtas sehingga mereka seperti di akuarium.Setiap orang yang lalulalang dapat melihat dengan jelas.Pelanggan tidak
dapat bertransaksi langsung kepada pelacur tetapi diwakili oleh pembantu, sehingga pelacur tidak mengetahui berapa besar tariff tidur bersama mereka.Pelacur hanya mengetahui patokan harga dasar dan pembagian
keuntunganyang pada umumnya 40-60.Empat puluh untuk pelacur dan enam puluh untuk germo atau 36-65. Di beberapa tempat lokalisasi di Surabaya juga
terdapat lokasi yang dikhususkan untuk melayani “tamu” menengah ke atas. Tempat-tempat tersebut sengaja dibedakan dengan kelas menengah ke bawah. Dari keberisihan kamar, kamar ber-AC, pelacur yang berusia lebih muda, ada
ruang duduk khusus, da nada pleayanan untuk membersihkan wisma.Sedangkan untuk kelas menengah ke bawah keberadaan mereka ditentukan oleh mereka
sendiri.Karean apara pihak pemilih rumah/germo hanya menerima uang sewa
kamar, biaya listrik, dan air. Tidak ada pelayan yang membersihkan kamar, kamar tidak ber-AC, dan lokasinya berada di gang-gang sempit.Untuk memperoleh
“tamu”, mereka melakukan transaksi 69sendiri, bila setuju langsung dilakukan di
kamar.Luas kamar sekitar 2 x 2 meter, cukup sempit, dan hanya ada kipas angina
sebagai sirkulasi udara.
Manajemen Tipe III
Di dolly, tidak semua wisma menerapkan pembagian hasil yang sama.
Cuma rata-rata seperti berikut ini: Misalnya pelacur dengan tarif Rp100.000,00, pembagian hasil nya, Rp100.000.00 dikurangi 10%. Sepuluh persen untuk
makelar atau salesmen. Sisa Rp90.000,00, dibagi 60:40, ada yang 65:35. Ada beberapa biaya wisma yang wajib dibayarkan setiap hari, misalnya uang
keamanan Rp25.000,00 untuk “orang-orang” yang menjaga, bisa dari anggota atau kepolisian. Mereka berpakaian preman dan beada tidak jauh dari wisma yang di jaga. Setiap hari, jatah makan untuk semua pelacur di satu wisma Rp100.00,00..
setiap hari petugas kebersihan membersihkan kamar, lantai, dan kamar mandi. Sedangkan tukang masak hanya memasak untuk pagi hari.Biasanya nasinya
diperbanyak sehingga untuk makan siang dan makan malam, pelacur biasanya hanya membeli lauk-pauk.70
Untuk memasak, boss mengatur hanya memberi jatah makan untuk pagi
hari.Kasir memiliki kedudukan sebagai wakil boss, perannya sangat besar, sebagai keuangan dan pengawas bagi para pemijat. Tukang kebun, istilah boss, adalah
salah satu anak buah laki-laki untuk bersih-bersih setelah dan sebelum dibuka,
yaitu membersihkan atau menyapu halaman depan. Dan biasanya juga bertugas sebagai pengawas tidak langsung.71
4. Bisnis Prostitusi Tipe IV
Setelah menempati rumah bordil yang bagus ber-AC, kamar besar dan
kamar mandi dalam, usia tidak lagi muda di atas 35 tahun, kalah bersaing dengan pelacur yang lebih muda, maka mereka pindah ke tempat yang lebih murah, seperti di Jarak, Kremil atau Bangun Rejo untuk kelas rendahan. Kepindahan
mereka karena kalah bersaing dengan pelacur yang lebih muda. Faktor umur sangat berpengaruh dalam penampilan sehingga mereka tidak malu atas
kepindahannya. Di kelas yang rendah yang berjarak kurang lebih 100 meter dari Dolly, memiliki kamar yang kecil, kamar mandi luar, rumah yang lebih kecil,
tidak ada pelayan, dan tarif lebih murah. Untuk mencari pelanggan, mereka harus berani merayu agar dapat uang.Mereka bekerja sendiri mencari tamu karena tidak ada pelayan yang mencarikannya.Tarifnya separuh dari Dolly. Pada tahun 2006,
tarif rata-rata sekali main sekitar Rp40.000,00, sedangkan bermalam, tergantung proses negosiasi. Misalnya, masuk pukul 22.00 dan pulang 05.00, tarifnya sekitar
Rp200.000,00. Bila bermalam, tamu perlu mengeluarkan uang lebih untuk makan dan minum.Biasanya tamu yang bermalam telah dikenal lama oleh pelacur atau langganan. Melihat orang tua mengantar anak gadisnya untuk bekerja di panti
pijat, di Dolly atau di Jarak. Tanpa rasa bersalah dan malu, mengantar anaknya bekerja sebagai pelacur dan menyerahkan kepada pemilik wisma atau germo. Dan
anak gadisnya dengan senang hati bekerja sebagai pelacur. Indikasi yang dapat
dilihat, yaitu kedua orang tua dan anak gadisnya sama-sama merelakan nasibnya kepada kaum laki-laki dan germo. Meskipun demikian, banyak juga orang tua
yang menangis saat mengetahui anaknya menjadi pelacur. Ketika mereka mencari anaknya dan mengetahui si anak sedang nongkrong di lokalisasi dengan pakaian,
model rambut, dan namanya yang telah diganti.72
Manajemen Tipe IV
Pada umumnya ada interaksi yang baik antara germo (owner) dan pelacur.Pembayaran cash and carry.Adanya sistem kepercayaan menyebakan
pihak germo dan pelacur saling mempercayai. Misalnya, tarif sekali main Rp40.000,00, germo memperoleh uang Rp25.000,00, pelacur Rp15.000,00, dan
setiap bulan membayar Rp50.000,00, untuk air dan listrik.73
5. Bisnis Prostitusi Tipe V
Kepindahan kelima yaitu ke jalan raya.Mereka turun ke jalan karena kalah
bersaing di jarak atau pelacur kelas menengah ke bawah.Bila mendapatkan
“pelanggan” lalu benegosiasi. Mereka memperoleh kebebasan memilih calon
”pleanggan”, tarif, tempat bermain, dan tidak ada germo yang mengatur hidup
mereka. Tarif Rp50.000,00 sampai ratusan ribu di tahun 2003. Umur mereka tidak muda lagi,sehingga tarif sangat tergantung negosiasi. Persaingan mereka lebih
rendah karena jumlah mereka tidak terlalu banyak dan jarak mereka berdiri cukup berjauhan. Mereka akan melakukan permainan seks di hotel-hotel yang beratarif
50.000,00. Tindakan turun kejalan dikarenakan mereka lebih bebas mencari
“pelanggan” dan hasilnya lumayan besar karena tidak perlu setor ke germo.
Mereka sering ditindak oleh pemkot karena mengganggu pemandangan kota.74
Manajemen Tipe V
Pelacur tipe V memiliki kebebasan penuh untuk mengatur sendiri. Mereka
bekerja sendirian sehingga bersiko lebih besar, misalnya ditipu atau justru uang tidak di bayar.75
6. Bisnis Prostitusi Tipe VI
Inilah tempat terakhir bagi mereka, yaitu di pinggir sungai, di pinggir rel kereta api dengan mendirikan gubuk, dan di kuburan. Di tempat itulah mereka
akan menghabiskan masa pelacuran untuk terakhir kali nya. Usia mereka sudah lanjut, sekitar 45 tahun sampai 60 tahun sehingga sudah kalah bersaing dengan
yang lebih muda. Keinginan untuk melanjutkan profesi sebagai pelacur tetap dijalani entah sampai kapan. Hanya waktu yang menentukan nya. Pelanggan mereka biasanya tukang becak dan kuli bangunan karena tarifnya murah meriah,
sekitar Rp10.000,00 sampai Rp20.000,00. Perbuatan seks yang dilakukan di atas
kuburan “Bong China” yang terbuat dari batu granit. Penerangan dari alam seperti
sinar bulan atau lampu minyak.Mereka beroperasi mulai malam hari sampai dini hari.76