• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Guru tentang Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 100670 Hutaimbaru dan SDN 100690 Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bullying

2.1.1.Defenisi Bullying

Istilah bullying berasal dari kata bull (Bahasa Inggris) yang berarti banteng. Banteng merupakan hewan yang suka menyerang secara agresif terhadap siapapun yang berada di dekatnya. Sama halnya dengan bullying, suatu tindakan yang digambarkan seperti banteng yang cenderung bersifat destruktif. Bullying merupakan sebuah kondisis dimana telah terjadi penyalahgunaan kekuatan dan kekuasaan yang dilakukan oleh perseorangan ataupun kelompok. Penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan dilakukan pihak yang kuat tidak hanya secara fisik saja tetapi juga secara mental (Sejiwa, 2008)

Di Jepang perilaku bullying dikenal dengan istilah ijime yang berasal dari kata kerja ijimeru yang memiliki arti harfiah sebagai tindakan menyiksa, memarahi, dan mencaci maki (Valentina,2008). Berdasarkan penjelasan diatas Rigby (2007) menyatakan bahwa bullying terjadi ketika seseorang yang kurang kuat daripada orang atau kelompok lain secara sengaja dan berulang kali dilukai tanpa sebab yang pantas atas perlakuan yang di dapatkan.

Selain pendapat diatas masih banyak lagi pendapat tentang defenisi bullying. Menurut Black dan Jackson (2007, dalam Margaretha 2010) Bullying

(2)

keterampilan maupun status sosial, serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak kepada anak lain.

Menurut Rigby (2007) dan Alika (2012) bullying yaitu tindakan menekan atau mengintimidasi anak lain baik secara fisik maupun verbal dan biasanya terjadi ketidakseimbangan kekuasaan diantara pelaku dan korban bullying.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bullying

Bullying terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi setiap bagian yang ada di sekitar anak juga turut memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam munculnya perilaku tersebut. Menurut Andri Priyatna (2010) mengemukakan bahwa faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Faktor dari Keluarga

Pola asuh dalam suatu keluarga mempunyai peran dalam pembentukan perilaku anak terutama pada munculnya perilaku bullying. Keluarga yang menerapkan pola asuh permisif membuat aak terbiasa untuk bebas melakukan segala sesuatu yang diniginkannya. Anak juga tidak tahu letak kesalahannya ketika ia melakukan kesalahan sehingga segala sesuatu yang dilakukannya dianggapnya sebagaisuatu hal yang benar. Begitu pula dengan pola asuh yang keras, yang cenderung mengekang kebebasan anak. Anak pun terbiasa mendapatkan perlakuan kasar yang nantinya akan dipraktikkan dalam pertemanannya bahkan anak akan menganggap hal tersebut sebagai hal yang wajar.

(3)

menendang meja dan lail-lain), sering memaki-maki dengan menggunakan kata kotor, sering menonton acara TV yang mana terdapat adegan-adegan kekerasan dapat berimbas pada perilaku anak.

b. Faktor dari pergaulan

Teman seperminan yang sering melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain akan berimbas kepada perkembangan si anak. Anak pun akan melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh teman-temannya. Selain itu, anak baik dari kalangan sosial rendah hingga atas juga melakukan bullying dengan maksud untuk mendapatkan pengakuan serta penghargaan dari

teman-temannya.

Menurut Ariesto (2009, dalam Mudjijanti 2011) dan Kholilah (2012), penyebab terjadinya bullying antara lain :

a) Keluarga

(4)

b) Sekolah

Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.

c) Faktor Kelompok Sebaya

Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut

2.1.3. Jenis-jenis Bullying

Levianti (2008) menyatakan bahwa bentuk-bentuk bullying yaitu: a. Kontak fisik langsung

(5)

b. Kontak verbal langsung

Merupakan serangan berupa kata-kata yang dilisankan langsung dari pelaku kepada korban. Tindakan itu dapat berupa ancaman, ejekan, mempermalukan, menggertak, menyebarkan gosib, sikap negatif terhadap guru, dan memaki. Antara anak laki-laki dengan perempuan memiliki suatu perbedaan dalam hal tindakan bullying yang dilakukan. Anak laki-laki umumnya menggunakan kata-kata kasar, suka menggoda, mengolok-olok teman dan lainnya. Pada anak perempuan biasanya menjadi pencemburu, egois, pemarah, dam bisa juga melampiaskannya dengan membanting barang atau benda-benda lainnya.

c. Perilaku non-verbal langsung

Perilaku ini ditunjukkan melalui gerakan tubuh pelaku bullying yang biasa dikenal dengan bahasa tubuh, yang diperlihtkan secara langsung kepada sasaran atau korbannya. Anak-anak biasanya melakukan hal seperti pandangan sinis, menunjukkan pandangan yang merendahkan, memelototi, mangabaikan lawan bicara, mengalihkan pandagan, dan gerakan-gerakan tubuh yang menghina orang lain.

d. Perilaku non-verbal tidak langsung

(6)

e. Pelecehan seksual

Pelecehan seksual biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan. Pelecehan seksual dilakukan secara fisik atau lisan menggunakan ejekan atau kata-kata yang tidak sopan untuk menunjukkan pada sekitar hal yang sensitif pada seksual. Secara fisik pelecehan seksual bisa dilakukan dengan sengaja memegang wilayah-wilayah sekitar seksual lawan jenis. Pada tindak kekerasan seksual bisa juga terjadi dalam bentuk penghinaan-penghinaan

2.1.4.Dampak Bullying

Menurut Juwita (2007), siswa korban bullying akan mengalami permasalahan kesulitan dalam membina hubungan interpersonal dengan orang lain dan dan jarang datang ke sekolah. Akibatnya, mereka (korban bulying) ketinggalan pelajaran dan sulit berkonsentrasi dalam belajar sehingga hal tersebut mempengaruhi kesehatan fisik dan mental baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

(7)

2.1.5. Karakter Pelaku Bullying

Dalam setiap aksi kekerasan tentu saja terdapat pelaku aksi kekerarasan serta korban aksi kekerasan. Dimana keduanya memiliki karakteristik tersendiri yang dapat diamati. Pelaku bullying biasanya anak-anak yang secara fisiknya berukuran besar dan kuat. Tidak menutup kemungkinan apabila pelaku bullying memiliki ukuran tubuh yang kecil atau sedang dengan dominasi kekuatan serta kekuasaan ynag besar di kalangan teman-temannya. Pelaku bullying juga memiliki tempramen yang tinngi. Mereka akan melakukan bullying terhadap temannya sebagai wujud kekecewaan, bahkan kekesalan mereka (Sejiwa, 2008).

Ciri pelaku bullying abtara lain menurut Astuti (2008) yaitu: hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah, menempatkan diri di tempat tetentu,di sekolah/sekitarnya, merupakan tokoh populer di sekolah, gerak-geriknya sering kali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar, dan menyepelekan/melecehkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik pelaku bullying antara lain; memiliki kekuatan dan kekuasaan yang lebih diantara teman-temannya, mendominasi, temperamen tinngi, kurangnya rasa empati, serta susah mengikuti aturan.

2.1.6. Karakter Korban Bullying

(8)

kurang mendukug si anak, orang tua sering terlibat dalam kegiatan sekolah si anak, sehingga menjadikan anak yang penurut dan cenderung tidak dapat mengambil sikap atau bahkan orng tua yang bersikap kepada anak.

Anak-anak yang menjadi korban bullying juga biasanya lebih sentitif, hati-hati dan merasa cemas. Mereka akan menarik diri untuk menghindri sebuah bentrokan atau perkelahian dengan temannya, dan ketika berhadapan dengan sebuah konflik mereka akan dilingkupi rasa takut.

2.2. Pengetahuan

2.2.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan objek dengan tepat merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman, 1998 dalam Kusrini, 2006).

Pengetahuan sering disebut dengan kebenaran ilmiah, atau scientifict truth (Kursini,2006). Pengetahuan adalah pembelajaran fakta atau informasi baru dan mampu mengingatnya (Potter,2009:204).

(9)

Pengetahuan adalah mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, (fakta, konsep, teori), mengetahui istilah-istilah umum, fakta-fakta khusus, metode-metode dan prosedur, konsep-konsep dasar, serta prinsip (Susilo, 2011:69).

Pada umumnya, pengetahuan sendiri dipengaruhioleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, yang diharapkan bahwa dengan pedidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak dipengaruhi oleh pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek ngatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek tertentu.

Menurut teori WHO yang dikutip oleh Notoatmojo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.

(10)

mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi (Notoatmojo, 2010).

2.2.2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (oventbehavior). Dari pengalaman dan penelitianternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (abadi/berlangsung lama sekali) daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Wawan, A (2010) pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu:

1. Pengetahuan/hafalan/Ingatan (Knowledge)

Knowledge adalah kemapuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali nama, istilah, ide, rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan merupakan proses berfikir yang paling rendah.

2. Pemahaman (Comprehension)

(11)

3. Penerapan (Application)

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.

4. Analisis (Analysis)

Adalah kemampuan seeorang untuk merinci atau mengguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan yang lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.

5. Sintesis (Syntesis)

Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses memadukaan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu yang berstruktur atau berbntuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis.

6. Penilaian/Penghargaan/Evaluasi (Evaluation)

Adalah merupakan jenjang berfikir paling tinngi dalam ranah kognitif dala taksonomi Bloom. Penilain/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang

(12)

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menutut seseorang untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai tingkat yang paling tinngi yaitu evaluasi.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Beberpa faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah: 1. Faktor Internal

a. Pendidikan

(13)

b. Pekerjaan

Menurut Thomas (1993 dalam Wawan, A & Dewi (2010), pekejaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menjelang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya meupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibi-ibu akan mempuyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

c. Umur

Menurut Elisabeth BH (1995 dalam Wawan, A & Dewi (2010), usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Hurclok (2004) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih dewasa dipercayai dari orang yang beum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

2. Faktor Eksternal a. Faktor Lingkungan

(14)

b. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan, A & Dewi, 2010).

2.2.4. Cara Memperoleh Pengetahuan

1. Cara Kuno untuk Memperoleh Pengetahuan a. Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini diperoleh sebelum kebudayaaan, bahkan mungkin belum ada peradaban. Cara coba salah ini menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Cara ini berupa pimpinan-pimpinan masyarakaat baik formal attaua non formal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan berbagai prinsip orang lain yang menerima yang dikemukakan orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenaran baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

(15)

2. Cara Modern untuk Memperoleh Pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian dari kebanyakan hasil penelitian tersebut lebih banyak membahas mengenai masalah perbaikan mekanisme pengadaan sebuah barang/material yang masih

Dengan adanya perencanaan tersebut, penyelenggaraan bimbingan manasik dapat berjalan dengan lancar, sehingga calon jamaah haji dapat memahami dan menguasai materi

Dalam tempoh empat dekad, pengkaji mendapati kerajaan telah memberi penekanan dan keutamaan kepada program dan aktiviti pembangunan tanah baru, pembangunan dan

Jika pemahaman mereka kurang tentang gaya hidup sehat maka tidak menutup kemungkinan pula bagi mereka untuk melakukan perilaku yang tidak sehat, sesuai dengan

Peran Tafsir dalam Membentuk Truth Claim 59.. Truth Claim dalam Tradisi Tafsir al-Qur’an

Dalam hal ini alarm akan memberitahukan apabila ada kemungkinan terjadinya bahaya atau kerusakan serta kejadian yang tidak diharapkan pada jaringan melalui

Plasma darah yang ada pada darah sekitar 55% dari jumlah darah dalam tubuh manusia, sedangkan sel- sel darah ada pada darah sekitar 45%.Sel-sel darah dikelompokkan menjadi 3

JURUSAN ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)