• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sokhai untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga di Pulau Pantar T2 752016007 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sokhai untuk Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga di Pulau Pantar T2 752016007 BAB IV"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV

Kajian Konseling Pernikahan Sokhai Di Pulau Pantar

Berdasarkan temuan hasil penelitian diatas maka didapatkan hasil

penelitian yang akan dikaji dari perspektif konseling pernikahan:

1. Sokhai Dalam Perspektif Konseling Pernikahan

Dalam era masyarakat sekarang ini akan ada banyak hal yang mengalami perubahan baik dari segi berpikir dan corak budaya itu sendiri. Hal ini tergambar

dari berbagai macam tarian-tarian modern yang sudah lebih banyak ada di masa sekarang ini, seiring berjalannya waktu maka posisi tarian-tarian tradisonal akan dilupakan dan bahkan sudah sudah tidak diminati lagi keberadaannya di masa

sekarang ini.

Demikan pula yang terjadi untuk masyarakat Pantar khususnya yang

berada di desa Bouweli perkembangan tarian modern membuat posisi tarian tradisonal mulai tidak dipertahankan keberadaanya. Tarian sokhai awal mulanya adalah tarian yang digunakan untuk menyambut orang-orang yang kembali dari

medan perang artinya tarian ini memiliki nilai budaya dan nilai magis yang tinggi. Masyarakat yang hidup saat itu sangat menjunjung nilai-nilai yang ada pada

leluhurnya. Mereka hidup dengan budaya yang membentuk pola kebersamaan mereka. Saat itu sebelum masuknya agama-agama modern masyarakat tradisional saat itu sudah hidup dengan teritorial mereka yang sama, warisan tanah suku serta

(2)

Hakikatnya sebuah individu itu tak pernah untuk bisa hidup sendiri. Ada kelakuan sosial yang tidak lepas dari berbagi macam fakta-fakta moral yang

mengikat dalam sistem hidup bermasyarakat. Fakta itu berkaitan dengan cara untuk melakukan proses relasi sosial dan bertindak dalam sistem masyarakat itu

sendiri dalam hal ini berkaitan dengan ikatan perkawinan. Hal ini menyatakan bahwa konflik dalam tahapan perkawinan ialah yang berkaitan dengan kesulitan untuk menerima perbedaan pada nilai-nilai, perbedaan pendapat serta

kebiasaan-kebiasaan yang tentu saja dapat memicu konflik yang bukan saja terjadi antar laki-laki dan perempuan tetapi antar keluarga itu sendiri.1

Oleh sebab itu melihat konteks masyarakat desa Bouweli maka ditemukan bahwa masyarakat tetap menjadikan tarian sokhai sebagai tarian perdamaian antar kedua belah pihak keluarga yang berkonflik dalam proses

pembicaraan belis. Sebelum ada pada tahap pelaksanaan sokhai ada tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh kedua belah pihak salah satunya adalah

perdebatan jumlah belis serta kesepakatan-ksepakatan lain agar dapat diterima oleh pihak perempuan sehingga proses inilah yang membuat konflik dan

pertikaian antar kedua beluarga.

Tarian sokhai memiliki nilai filosofis yang tinggi yakni sokhai digambarkan seperti sebuah cincin yang tak ada ujungnya dengan pengertian

bahwa seperti ingin membangun hubungan pernikahan maka apapun yang terjadi dalam proses perjalanan membangun rumah tangga pada nantinya haruslah

1

(3)

menjaga ikatan pernikahan itu sebaik-baiknya. Dalam arti umum, perkawinan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atau dasar

saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memilki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan.

Melalui konseling perkawinan pasangan yang akan menikah dibantu untuk membentuk sebuah pengakuan bahwa apakah sesungguhnya mereka sudah matang untuk menikah atau tidak.2 Sehingga menurut Clinebell dikatakan bahwa

konseling pastoral bagi pernikahan adalah dengan menggunakan model hubungan peran ( role relationship). Model ini menjelaskan bahwa bila dua orang menikah

maka mereka akan membangun suatu kesatuan psikologis yang baru, yakni hubungan mereka. Kesatuan ini menjadi pusat perhatian pada konseling pernikahan.3

Konteks masyarakat Bouweli, proses tarian sokhai mau menggambarkan kepada kedua pasangan yang akan menikah agar menjaga kehidupan rumah

tangga pada nantiya seperti pola cincin yang ada dalam proses tarian tersebut. Masyarakat mau menggambarkan bahwa tarian sokhai ini bukan hanya sebagai

tanda untuk menyatukan dua keluarga yang bertikai tetapi tarian ini bisa digunakan sebagai tanda cinta dan kasih untuk kedua pasangan yang akan menikah mengingat landasan filosofis yang ada pada tarian sokhai tersebut

sebagai dasar untuk tetap menjaga kehidupan pernikahan seperti sebuah cincin . Proses membanghun kehidupan rumah tangga kedua pasangan tetaplah menjaga

2

Messach Krisetya,Konseling Pernikahan dan Keluarga ,( Salatiga: Fakultas Teologi Uksw, 1999) , 25-26

3

(4)

hubungan pernikahan mereka dalam ikatan batin (psikologis) sehingga saat terjadinya konflik maka kedua pasangan ini tetap menjaga kesatuan dengan saling

memahami karakter dan dirinya masing-masing untuk dapat meredam setiap hal yang dapat memicu terjadinya konflik dan ikatan kesatuan dalam proses

pernikahan tersebut.

Tarian sokhai juga berbeda dengan tarian-tarian yang ada di daerah Kabupaten Alor karena saat melakukan proses tarian posisi perempuan akan

berada didepan dan laki akan berada dibelakang dengan maksud bahwa laki-laki akan selalu menjaga dan melindungi perempuan dalam keadaan apapun dari

ancaman-ancaman luar. Dari pemahaman ini seperti yang dijelaskan oleh Messach yang mengartikan perkawinan adalah suatu relasi. Relasi ini yang akan menentukan arah dan sasaran yang bisa dicapai oleh keluarga.4 Artinya dalam

tahap konteks masyarakat bouweli dalam proses menjalankan tarian sokhai posisi antara laki-laki dan perempuan mau menunjukan adanya pola relasi yang sudah

ditonjolkan baik laki-laki yang akan berperan untuk menjaga, membimbing dan menopang perempuan.

Relasi yang terbentuk dalam proses tarian ini yang tentu saja dapat menjadi landasan yang kuat untuk kaum laki-laki yang ada desa Bouweli untuk tetap menjadi mitra dan partner yang baik untuk perempuan. Dalam proses

relasi-relasi yang sudah dibangun oleh masyarakat Bouweli artinya masyarakat itu sendiri yang sudah terlebih dahulu membuat adanya proses konseling pernikahan

4

(5)

yang terjadi lewat posisi dalam proses tarian sehingga hal ini juga dapat menjaga persekutuan yang baik antara laki-laki dan perempuan maupun dalam lingkup

keluarga itu sendiri.

Konflik yang terjadi di Pulau Pantar adalah konflik yang berkaitan dengan

proses pembicaraan adat antara pihak dari laki-laki dan pihak perempuan untuk menentukan harga yang cocok dengan pemberian belis untuk perempuan. Proses pembicarannya akan berlangsung dengan lama, biasanya dalam proses

pembicaraan yang lama ini tentu saja akan menimbulkan konflik. Konflik yang terjadi berupa kata-kata kasar serta tindakan kekerasan yang dapat membuat

pertikaian antar kedua belah pihak dalam forum adat tersebut. Sehingga menurut Weber, konflik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial terjadinya konflik tidak terelakkan dalam suatu masyarakat disebabkan masyarakat dipandang

sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat dibedakan secara analisis.5 Dalam hal ini mencakup konfik

yang terjadi dalam masyarakat desa Bouweli, persoalan adat yang dibahas dalam forum adat tentu saja ada dalam struktur sosial dan dibangun dalam kehidupan

masyarakat itu sendiri sehingga konflik yang berkaitan dengan pembicaraan belis antar kedua belah pihak keluarga harus dihadapi dan tidak dapat dihindari.

Dalam kaitannya dengan konteks masyarakat desa Bouweli proses konflik

yang terjadi adalah untuk meningkatkan keharmonisan hubungan yang lebih lanjut lagi dalam bermasyarakat karena pandangan dari masyarakat dikampung ini

bahwa jika sebuah konflik tidak terjadi antar kedua belah pihak ini maka proses

5

(6)

penyelesaian dari konflik tidak akan tercapai dengan baik artinya kedua belah pihak keluarga ingin menyatukan perbedaan-perbedaan yang dihadapi dalam

proses adat ini baik yang berkaitan dengan budaya, nilai-nilai yang dipegang serta kendala-kendala yang dialami lewat proses konflik ini sehingga dari konflik yang

terjadi akan terciptanya proses relasi dan peningkatan keharmonisan hubungan antar kedua keluarga.

Proses adat ini akan ada pertikaian yakni dengan melakukan tindakan

kekerasan antar kedua belah pihak tetapi akan terselesaikan terlebih dahulu dengan proses adat lagi yakni dengan meminum tuak/sopi dari gelas yang sama

sebagai tanda sudah tidak ada persoalan sehingga proses pembicaraan adat dalam perkawinan ini akan dilanjutkan.

Masyarakat Bouweli memahami bahwa simbol tuak/sopi memiliki makna

yang tinggi artinya minuman ini sebagai tanda perdamaian untuk kedua belah pihak yang harus terselesaikan terlebih dahulu sebelum ada pada tahap

pelaksanaan sokhai karena jika tidak dilakukan maka akan ada konflik-konflik internal yang akan ditimbulkan sehingga pada nantinya relasi sosial yang terjadi

antar kedua belah pihak tidak terjalin dengan baik.

Tuak/ sopi ini mau menggambarkan suatu relasi dan kesepakatan sosial yang sudah terjalin antar kedua keluarga sehingga konflik apapun yang terjadi

kedua minuman ini tetap menjadi simbol perdamaian dan mengikat persaudaraan antar kedua keluarga kedua belah pihak ini. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan

(7)

membantu orang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif/ pilihan)

pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan datang. Artinya dalam tahap tersebut secara tidak langsung

masyarakat sudah menciptkan adanya proses konseling yang terjadi dari alternatif-alternatif lain yang dipandang dapat mengutuhkan dan bahkan mempersatukan kedua keluarga yang berkonflik ini sehingga proses bimbingan

antar kedua keluarga terjadi dari simbol perdamian yakni tuak/sopi ini.

Dilihat dari konteks masyarakat Bouweli juga beberapa aspek diatas

memberikan pengaruh dalam sebuah ikatan perkawinan dan dalam proses untuk menyelesaikan masalah antara kedua belah pihak terjadi dalam masyarakat desa Bouweli itu sendiri. Fakor pendirian dan faktor budaya menjadi bagian yang

mencolok untuk rawan terjadi konflik dalam kelompok masyarakat ini. Karena dalam proses pembicaraan adat akan ada perbedan pendirian untuk menentukan

harga belis dan kesepakatan-kesepakatan yang ada sehingga jika salah satu pihak tidak menyetujui dalam hal ini berkaitan dengan jumlah moko yang banyak,

perlengkapan-perlengkapan lain yang harus segera diberikan maka dari hal-hal ini kedua belah pihak baik dari pihak laki-laki dan perempuan akan rawan untuk terjadinya konflik. Biasanya yang dapat menimbulkan konflik ini adalah

datangnya dari om (paman) kedua belah pihak yang tentu saja mempertahankan pendiriannya masing-masing. Perbedaan itu ditimbulkan juga karena pihak dari

(8)

diminta disesuaikan juga dari kesepakatan yang ada dari pihak perempuan untuk segera dipenuhi.

Oleh sebab itu menurut Fisher penyebab terjadinya konflik dalam masyarakat ialah adanya kesalahpahaman dan ketidakcocokan karena perbedaan

budaya yang dianut. Perbedaan budaya memilki peranan yang tinggi dalam aspek masyarakat.6 Hal ini pun berlaku dalam lingkup proses pembicaraan adat dalam perkawinan yang ada di pulau Pantar tepatnya di desa Bouweli masyarakat yang

ada dalam forum adat adalah datang dari budayanya masing-masing.

Budaya memiliki peranannya yang tinggi dalam kehidupan masyarakat

lokal, budaya tidak hanya dipandang sebagai perbedaan budaya saja tetapi dari pola pembentukan, cara berpikir serta bahasa-bahasa adat yang digunakan. Sehingga hal-hal ini tentu saja dapat memicu setiap orang yang ada dalam forum

adat tersebut memiliki pendiriannya masing-masing dalam pembicaraan adat belis kawin yang membuat perselisihan dan konflik bisa saja terjadi.

Oleh karena itu menurut Engel, konflik dalam keluarga karena perbedaan budaya dipahami sebagai sebuah proses kemampuan seseorang untuk memahami

dan menyadari serta mengakui adanya nilai-nilai budaya dan perilaku manusia diluar dirinya sendiri sehingga suami-isteri dan keluarga yang berkonflik akan belajar mengenal dirinya dan memahami bahwa adanya perpektif terbatas,

memihak dan relatif pada latar belakang diri sendiri.7. Jika melihat konteks

6

S. Fisher, dkk, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak

,(Jakarta: The British Council,2001).

(9)

masyarakat desa bouweli konflik keluarga ini bisa membuat kedua belah pihak akan lebih mengerti dan memahami tentang nilai-nilai kebersamaan yang tinggi

baik dari segi budaya, etnis maupun agama.

Kedua belah pihak keluarga yakni pihak perempuan dan laki-laki ini

terbentuk dan datang dari budaya, nilai-nilai yang dipegang serta pemahaman yang berbeda sehingga saat dpertemukan dalam forum adat maka akan memicu terjadinya konflik yang berujung pada tindakan kekekerasan. Tetapi justru dengan

konflik yang terjadi dalam konteks masyarakat desa Bouweli maka secara langsung akan muncul kesepakatan-kesepakatan yang dibangun antar kedua belah

pihak dan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dalam masyarakat setelah terjadinya konflik .

Pemahaman ini juga memberikan penggambaran dari penelitian yang di

dapat bahwa pada dasarnya sokhai ini adalah sebuah tarian sakral yang digunakan untuk menyambut orang-orang yang kembali dari medan perang karena telah

memperoleh kemenangan. Tetapi untuk mempertahankan tarian ini tetap ada maka sokhai ini sudah digunakan sebagai tarian adat untuk menyelesaikan

masalah perkawinan yang terjadi antara kedua belah pihak baik pihak laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan perkawinan. Artinya pola pergeseran makna ini membuat masyarakat Bouweli terus mengembangkan sokhai menjadi tanda

perdamaian untuk menyatukan dua keluarga yang bertikai. Sokhai masih dipertahankan karena sokhai dianggap sebagai warisan leluhur yang tentu saja

(10)

Konflik yang terjadi dalam konteks masyarakat desa Bouweli adalah konflik yang pada nantinya akan membuat relasi sosial dan solidaritas sosial

dalam masyarakat menjadi lebih kuat dan harmonis hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Samiyono bahwa hal-hal positif yang didapatkan dari konflik jika

masyarakat dapat mengelola konflik dengan baik diantaranya adalah :

a. Membuat organisasi tetap hidup dan humoris, masing-masing kelompok dapat melakukan adaptasi sehingga dapat terjadi perubahan dan

perbaikan.

b. Munculnya keputusan inovatif. Konflik akan mendorong orang

untuk berpikir lebih hati-hati dalam memutuskan sesuatu atau mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.

c. Munculnya persepsi lebih kritis.

d. Meningkatnya sikap solidaritas sosial.8

Ditemukan dari hasil penelitian adalah bahwa masyarakat desa bouweli

dapat mengelola konflik dengan cara mereka sendiri yakni menggunakan model penyelesaian konflik dari peranan tradisi-tradisi lokal yang masih dijaga kearifan

lokalnya dalam hal ini berhubungan dengan tarian sokhai sebagai tarian yang dapat mempersatukan kedua keluarga yang bertikai serta dapat menghimpun masyarakat agar tetap menjaga ikatan kebersamaan dan kesatuan diantara

kehidupan mereka.

8

(11)

Tarian sokhai digunakan oleh masyarakat desa Bouweli sebagai penyelesaian konflik yang telah dilakukan secara bersama-sama oleh kedua belah

pihak serta masyarakat untuk dapat memberikan solusi atas persoalan serta pertikaian yang terjadi dalam hal ini berhubungan dengan proses pembicaraan

adat itu. Penyelesaian konflik yang digunakan oleh masyarakat di desa Bouweli adalah proses penyelesaian konflik yang dapat menyatukan dan membangun kebersamaan sebagai wujud dari menjaga tatanan dan keharmonisan dalam

lingkup bermasyarakat.

Dalam melihat akan hal diatas akan sesuai dengan pendekatan yang

dikemukan oleh Galtung yakni peace bulding dalam pendekatan ini mengatakan adanya upaya untuk mencoba mengembalikan keadaan destruktif akibat kekerasan yang terjadi dalam konflik dengan cara membangun jembatan komunikasi antara

pihak yang terlibat konflik. Melalui proses peacebuilding diharapkan negative peace atau (the absence of violence) berubah menjadi positive peace dimana

masyarakat merasakan adanya keadilan sosial dan kesejahteraan yang sudah ada.9

Hasil penelitian juga didapatkan bahwa untuk mengembalikan keadaan

tersebut dan menjembatani serta menjadi tanda perdamaian dalam lingkup kedua belah pihak yang berkonflik baik dari pihak laki-laki dan perempuan maka yang dilakukan untuk menjembatani dua pihak yang berkonflik ini dengan melakukan

tarian sokhai sebagai tarian perdamaian untuk menyatukan yang berkonflik sehingga lewat tarian ini segala kekerasan dan bahkan konflik yang terjadi dalam

prosesi adat sudah terselesaikan dengan baik. Tarian ini juga mau menunjukan

9

(12)

bahwa apapun yang terjadi dalam kampung ini perdebaatan dan konflik yang ada haruslah diingat untuk terus membangun kerja sama, saling menghargai, menjaga

ikatan kesatuan serta memupuk persaudaraan antar masyarakat di desa ini seperti falsafah yang dipegang yakni “Taramiti Tominuku”.

Oleh karena itu salah satu model penyelesaian konflik yang gunakan oleh masyarakat desa Bouweli dari hasil penelitian yang didapatkan seperti yang dikemukan oleh Amriani ialah model penyelesaian therapeutic, artinya model

mediasi,yakni model penyelesaian konflik secara kekeluargaan sehingga kedua pihak bisa tetap menjaga hubungan baik.10 Dalam proses penyelesaian konflik

dalam pembicaraan adat masyarakat menggunakan cara-cara secara tradisional dengan memegang nilai-nilai yang sudah sejak dulu kala salah satunya dengan menyelesaikan konflik menggunakan tarian yang diharapkan lewat proses

penyelesaian tersebut dapat membuat hubungan antar kedua keluarga atau dalam lingkup masyarakat tetap terjaga dengan baik sehingga konflik tidak menjadi

penghambat untuk tetap membangun ikatan kebersamaan, kekeluargaan dan kesatuan diantara kedua belah pihak keluarga.

Sokhai ini sebagai salah satu bentuk perdamaian yang dikembangkan oleh masyarakat menjadi upaya berdamai yang dilakukan untuk menyatukan dua keluarga yang bertikai karena perdebatan adat. Biasanya permasalahan itu muncul

saat adanya perbedaan-perbedaan yang terjadi semisal perdebatan tentang jumlah moko yang harus diberikan melihat suku yang berbeda, perbedaan lingkup sosial

serta perbedaan budaya-budaya yang ada dalam setiap perdebatan tersebut, tetapi

10 S.Ronald Kraybill, „’Peace Skills “ Panduan Mediator”;

(13)

akan menarik untuk dilihat bahwa konflik ini sebagai upaya untuk setiap manusia yang memiliki perbedaan –perbedaan baik secara konsep pemikiran, perbedaan

budaya dan bahasa adat untuk lebih memahami dirinya dan orang lain menjadi lebih baik. Artinya saat sokhai ini dilangsungkan maka segala perselisihan yang

memicu untuk terjadinya konflik akan terselesaikan dalam proses tarian ini untkuk kedua belah pihak kelurga yang bertikai ini.

B. Pelaksanaan Sokhai Dikaji dari Konseling Pernikahan

Dalam proses perkawinan, sokhai ini sudah digunakan terlebih dahulu dalam pembicaraan adat karena saat pihak laki-laki datang kepada pihak

perempuan maka tarian sokhai akan ditarikan sebagai sebuah penyambutan dan diiringi dengan bunyi dari gong serta tambur yang menandakan bahwa pihak laki-laki sudah datang dan memenuhi janji mereka. Bunyi gong tersebut sebagai tanda

sebuah proses adat akan segera dilaksanakan. Gong yang digunakan adalah bukanlah benda yang di sakarlkan tetapi bunyi gong sebagai tanda untuk

menghimpun atau memanggil masyarakat yang ada di kampung tersebut. Bunyi gong ini biasanya bukan hanya di dengar di kampung ini saja tetapi akan

terdengar di kampung sebelah dan ketukan dari bunyi gong juga sudah dipahami sebagai tanda bahwa dikampung ini sedang di adakan sebuah prosesi adat untuk membahas tentang perkawinan dalam hal ini pengantaran belis atau meminang

nona.

Digambarkan bahwa pembicaraan belis yang ada pada zaman dahulu

(14)

menyebabkan sebuah konflik dengan terjadinya perkelahian sampai berdarah-darah. Persoalan belis seperti ini biasanya bermula saat penentuan harga belis dan

berapa banyak jumlah moko yang akan diberikan dan diminta dari pihak perempuan. Tetapi saat sekarang ini proses pembicaraan adat hanya ada pada

saling memaki dan saling adu mulut saja tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi perkelahian dalam forum adat ini.

Jubir ini adalah kepala suku atau orang yang paling dituakan dalam

sukunya. Jubir yang bertugas harus mempersilahkan orangtua dari pihak laki-laki untuk datang berbicara dan berdiskusi dengannya sebelum nanti akan

disampaikan kepada pihak dari keluarga perempuan karena pada saat pembicaraan adat seperti ini orang tua kedua belah pihak tidak bisa ikut memberikan suaranya dan juga saat pembicaraan adat perempuan tidak memiliki hak untuk memberikan

suaranya karena pamali jika ada suara-suara pemberian pendapat dari perempuan. Dari hasil penelitian yang didapatkan diatas akan sesuai dengan pandangan dari

Clebesch bahwa ada fungsi konseling yang terjadi yakni memulihkan (Reconciling) yaitu usaha untuk membangun hubungan-hubungan yang rusak

kembali di antara manusia dan sesama manusia dan di antara manusia dengan Allah.11

Posisi seperti itu jubir menjadi konselor antar kedua belah pihak, jubir

yang telah dipilih dapat menempatkan diri dalam proses adat perkawinan dan harus bisa meredakan konflik antar kedua belah pihak yang berkonflik yang

11

(15)

rawan untuk terjadinya pertikaian ditengah-tengah proses adat tersebut. Jubir juga harus bersikap netral dengan tidak memihak kepada lain pihak sehingga seorang

jubir yang dipilih dalam proses adat ini adalah juru bicara khusus yang ada dalam suku-suku-suku dalam masyarakat di desa bouweli yang memilki perbendaharan

kata serta mampu menghadapi dan menangani konflik-konflik seperti ini ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Hal-hal ini menjadi pola yang kuat untuk proses konseling selanjutnya

kepada pihak-pihak yang berkonflik antar kedua keluarga dan bahkan proses berelasi dan berkonflik ditengah-tengah masyarakat. Dalam proses konseling

dilakukan agar dapat menjadi landasan yang kuat untuk kedua keluarga yang berkonflik sehingga saling memahami nilai-nilai yang sudah ada serta dapat membuat hubungan kerjasama dan relasi sosial antar keduanya menjadi lebih

kokoh. Menurut pandangan dari Capps dikatakan bahwa dalam proses konseling pastoral terhadap pernikahan berfokus pada “perbaikan relasi pernikahan”, bukan kepada penanggulangan konflik kepribadian intrapsikis‟‟ (sebagaimana dalam

bidang psikoterapi). Tujuan utama pendekatan konseling pernikahan adalah

membangun relasi agar semakin saling memenuhi kebutuhan masing-masing.12

Melihat konteks untuk masyarakat Bouweli maka sokhai dapat dipandang sebagai suatu upaya dari masyarakat untuk menjaga tradisi yang sudah ada yang

telah dijaga oleh para leluhurnya dengan pemaknaan yang berbeda, jika pada saat dulu pemaknaan sokhai lebih bertumpu kepada suatu upacara adat untuk

12

(16)

menyambut orang-orang yang kembali dari medan perang tetapi seiring dengan berjalannya waktu maka sokhai ini digunakan pada setiap kegiatan adat lainnya

salah satunya adalah dalam proses meminang nona dan proses pengantaran belis, dalam proses ini akan terlihat sokhai ini memiliki pemaknaan yang masih relevan

untuk digunakan sekarang ini karena tarian sokhai mengambarkan sebuah upaya damai yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga yang terjadi di Pulau Pantar salah satunya di desa Bouweli ini.

Dilihat dari konteks masyrakat Bouweli juga bahwa proses penyelesaian konflik untuk menyelesaikan masalah rumah tangga di Pulau pantar adalah untuk

menjaga relasi antar kedua belah pihak keluarga yang bertikai secara khususnya pasangan yang akan menikah sehingga fokus utamanya ada pada pola perbaikan relasi bukan bertumpu pada konflik yang terjadi dalam forum adat tersebut.

Sehingga proses konseling pernikahan bisa terjadi antar kedua belah pihak keluarga dan pasangan yang menikah sehingga relasi-relasi dan kesepakatan yang

telah dibuat dapat juga memenuhi kebutuhan masing-masing dari kedua pasangan dalam membangun kehidupan rumah tangganya. Kesepkatan-kesepakatan itu bisa

berupa tanda perdamaian yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat setempat yang menjadi wadah untuk perbaikan relasi antar kedua keluarga yang akan menikah ini.

Ditemukan juga dalam kehidupan masyarakat Bouweli bahwa ternyata ada tanda perdamaian lain yang digunakan untuk menyelesaiakan setiap

(17)

para ibu-ibu yang berada dibelakang forum adat. Ini bukan untuk menciptakan mabuk-mabukan tetapi justru minuman ini sebagai tanda dan simbol damai antara

kedua belah pihak, menjadi hal yang menarik karena saat meminum minuman ini maka gelas yang dipakai adalah satu gelas yang dituangkan untuk kemudian

diedarkan kepada kedua belah pihak baik dari pihak laki-laki dan perempuan sebagai tanda bahwa saat mereka sudah meminumnya maka segala perdebatan, kemarahan dan apapun itu telah di damaikan terlebih dahulu dengan simbol

minuman tersebut.

Hal ini juga mau menggambarkan bahwa saat sudah meminum minuman

tuak/sopi maka sudah terjalian rasa kekeluargaan dan kebersamaan antar kedua belah pihak yang berkonflik artinya lewat proses perkawinan ini sudah membentuk keluarga yang luas dan minuman ini sebagai simbol bahwa semua

adalah satu keluarga yang terikat melalui proses perkawinan ini. Simbol ini juga memberitahu bahwa sudah terjadinya proses konseling antar kedua belah pihak

dan ibu-ibu yang membawa minuman ini adalah sebagai konselor untuk dapat menyatukan kedua belah pihak yang berkonflik dalam forum adat ini. Sehingga

proses konseling tercipta dari pemberdayaan yang sudah justru terlebih digagas oleh masyarakat itu sendiri.

Proses pelaksanan sokhai dalam masyarakat Pantar ialah sebuah proses

yang paling dinantikan karena dalam proses ini menandakan bahwa sudah terjadi sebuah upaya damai yang telah tercipta antara kedua belah pihak. Dalam proses

(18)

sokhai secara bersama-sama. Tarian ini akan menarikan dengan gerakan menghentakan kaki dan mengelingi mezbah adat (yerget) sebanyak 12 kali. Dalam

tradisi masyarakat yang ada dikampung ini proses pelaksanaan sokhai akan ditandakan dengan pemukulan gong yang menandakan bahwa tarian sokhai akan

segera ditarikan oleh kedua belah pihak.

Proses pelaksanan sokhai ini bukanlah hanya diihat sebagai sebuah proses untuk menari secara bersama-sama tetapi lebih daripada itu tarian sokhai adalah

tarian yang dianggap sebagai tarian sakral karena saat pelaksanaan sokhai ini akan ada pantun-pantun serta wejangan-wejangan yang dikeluarkan sebagai pedoman

hidup untuk laki-laki dan perempuan yang akan menikah. Sehingga menurut Brammer dan Shostrom mengemukakan bahwa konseling perkawinan dimaksudkan agar membantu klien-kliennya untuk dapat mengaktualkan diri

dari yang menjadi perhatian pribadi menjadi perhatian bersama.13 Dalam proses menyampaikan wejangan-wejangan itu tetua adat ingin mengatakan bahwa jika

sudah menikah maka harus tetap menjaga ikatan pernikahannya sekalipun ada konflik tetap harus diselesaikan dengan baik. Lewat penyampaian wejangan itu

pun bisa dikatakan bahwa jika sudah menikah maka kedua pasangan tidak akan hidup untuk dirinya saja tetapi sudah hidup bersama sehingga susah dan senang haruslah tetap dijalani dan diselesaikan secara baik dalam membina rumah tangga.

Hal ini sesuai dengan pandangan dari Gladding yang menyebutkan bahwa konseling adalah hubungan pribadi antara konselor dan klien. Dalam

(19)

hubungan pribadi tersebut, terapis atau konselor membantu klien untuk memahami diri sendiri disetiap keadaan, baik sekarang dan dimasa yang

akan datang, dengan menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.14 Dalam proses pelaksanannya

tarian sokhai yang berperan menjadi konselor adalah tetua adat dengan pengertian bahwa selama menyampaikan wejangan-wejangan ini maka tetua adat telah mempersiapkan kedua pasangan agar bisa memahami dan mengerti tentang

dirinya dan pasangannya dengan baik untuk keadaan sekarang dan nantinya sehingga saat menghadapi persoalan dalam rumah tangga dapat saling menopang

dan membimbing satu dengan yang lainnya secara baik.

Pelaksanan sokhai ini menjadi wadah untuk terjadinya proses konseling pernikahan secara budaya yang dilakukan oleh konselor budaya yakni tetua adat

dengan proses konseling yang dilakukan secara budaya lewat nasehat-nasehat yang disampaikan berupa pantun dengan menggunakan bahasa adat yang sarat

akan makna untuk laki-laki dan perempuan yang akan menikah dan membina kehidupan rumah tangganya.

Pantun yang diberikan yakni (bahasa daerahnya). Ya“oaa oaa watasi

wanana, oaa lei lei ee eta wena ee. Oaa oaa watasi wanana katasi wanana ee

yang berarti “ apapun yang terjadi kedua pasangan ini yakni laki-laki dan

perempuan yang akan menikah baik susah dan senang harus bersama-sama dan sekalipun ada persoalan haruslah diselesaikan dengan cara yang baik-baik”.

14

(20)

Dengan memilki pemahaman bahwa untuk mencapai tujuan perkawinan dalam jangka panjang diharapkan agar pasangan yang menikah untuk meningkatkan

kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling berempati, meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masing-masing, saling membuka

diri, meningkatkan hubungan yang saling intim, mengembangkan keterampilan komunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya.15

Jika dikaji dari pandangan masyarakat Bouweli pantun yang diberikan

oleh tetua ada ini memiliki makna jangka panjang dalam membangun pernikahan untuk kedua pasangan. Artinya pasangan yang menikah dituntut untuk dapat bisa

saling memahami satu dengan yang lain, dapat bisa untuk mengelola konflik yang bisa saja terjadi dalam membangun kehidupan rumah tangganya serta dapat mengetahui potensi-potensi yang ada dalam diri pasangannya sehingga

pantun-pantun yang diberikan sudah menjadi wadah untuk terjadinya proses konseling agar dapat mempersiapakan kedua pasangan yang akan menikah secara lahir dan

batin untuk masuk dalam tahapan pernikahan dan membangun rumah tangganya.

Pantun yang diberikan kepada kedua pasangan yang akan menikah juga

memiliki makna yang tinggi artinya pantun yang diberikan akan diulang sebanyak 12 kali dalam pengulangan itu artinya tetua adat menempatkan dirinya sebagai seorang konselor yang hadir untuk membimbing kedua pasangan agar memasuki

dan mempersiapkan diri yang baik untuk membina hubungan rumah tangga ke depannya dengan persiapan yang matang. Proses penyampaian pantun juga

15

(21)

memiliki makna yang karena taria itu adalah tarian magis dan pantun itu hanya bisa disampaikan oleh tetua adat artinya tetua adat memilki peran penting untuk

persiapan dan kestabilan persiapan pernikahan dari kedua pasangan yang akan menikah di desa bouweli ini.

Dalam lingkup masyarakat di desa bouweli sudah tercipta sebuah proses konseling dimana satu diantara mereka sudah menjadi konselor untuk menuntaskan persoalan yang menimbulkan konflik adat ini. Melihat sokhai ini

dari sebuah titik tolak perspektif maka konseling pernikahan diperlukan untuk menyikapi segala perbedaan-perbedaan yang dialami oleh dua pribadi yang

berbeda secara karakter serta budaya untuk dapat saling memahami dan menerima satu dengan yang lain. Dalam hal ini perbedaan itu akan mencolok kepada dua pribadi yakni kepada laki-laki dan perempuan yang kemudian memerlukan sebuah

konseling yang hadir untuk memberikan pemahaman baru yakni sebuah konseling pernikahan.16

Pemahaman diatas memberikan gambaran untuk konteks masyarakat Bouweli bahwa proses pelaksanan sokhai ini adalah sebagai upaya dari

masyarakat sendiri untuk menciptakan budaya damai lewat setiap perbedaan-perbedaan yang dapat ditimbulkan oleh kedua belah pihak. Ini sebagai bukti dari konseling yang telah diciptakan oleh masyarakat. Biasanya menurut bapak waang

dalam proses perdebatan dalam forum adat tersebut langsung segera dicarikan jalan solusinya yang terbaik karena ini menyangkut dengan kehidupan rumah

16

(22)

tangga yang akan dibangun oleh laki-laki dan perempuan yang akan menikah ini, karena ketika semakin diperhambat maka tentu saja akan menambah beban sendiri

kepada kedua calon mempelai yang akan menikah. Dicontohkan bahwa ketika laki-laki dapat membayar belis yang diminta maka saat sudah menikah nanti

biasanya akan konflik-konfilk baru dalam hal ini berkaitan dengan bahasa-bahasa secara verbal yakni mengeluarkan kata-kata kasar dan bahkan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyakiti hati perempuan seperti kata-kata kasar dan

tindakan pemukulan.

Oleh karena itu salah satu pendekatan konseling pernikahan yang

digunakan terhadap hal diatas adalah pendekatan sistem keluarga yakni pendekatan yang tidak berfokus pada satu orang saja tetapi dalam hal ini pada suami- isteri serta tingkah laku yang mempengari keduanya. Adapun tujuannya

untuk merubah pola-pola tingkah laku antara keduanya.17 Maka jika melihat dalam konteks masyarakat Bouweli untuk menghindarinya maka saat proses

pembicaraan belis dan memicu terjadinya konflik akan dengan segera dicarikan solusi mengingat menurut pandangan masyarakat Bouweli jika tidak terselesaikan

dengan tuntas maka akan membawa beban adat tersendiri untuk kedua pasangan yang akan menikah dan kelangsungan kehidupan keluarganya kelak. Sehingga saat berkonflik masing-masing tidak berfokus pada dirinya sendiri tetapi pada diri

bersama yang sekalipun ada perbedaan dapat dihadapi juga secara bersama-sama.

17

(23)

Mengingat bahwa konseling perkawinan itu penting maka menurut Messach perkawinan bersifat kemitraan yang saling percaya dimana suatu pilihan

yang didasarkan oleh cinta serta didasarkan oleh hubungan mesra yang dibentuk oleh kedua pasangan yang yang ingin menikah.18 Jika dikaji dari pandangan

masyarakat desa Bouweli bahwa saat sudah dilaksanakan sebuah tarian sokhai artinya dalam proses itu sudah ada wejangan-wejangan yang diberikan sebagai tanda kepada dua pasangan yang akan menikah dan proses konseling sudah

terjadi. Sehingga ditemukan bahwa yang menjadi konselor antar kedua pasangan yang akan menikah datangnya dari konselor yang terbentuk dalam tradisi lokal ini

yakni tetua adat, oleh karena itu tetua adat memilki peranan yang penting untuk dapat membimbing, mengarahkan serta memberikan nasehat-nasehat kepada laki-laki dan perempuan yang akan menikah sebagai landasan yang kuat dalam

membangun kehidupan rumah tangganya.

C. Fungsi Sokhai sebagai Konseling Pernikahan

Berdasarkan pada pemahaman diatas maka penulis menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan sokhai dalam kaitannya dalam proses penyelesaian

masalah perkawinan di pulau Pantar dalam hal ini berkaitan dengan konseling pernikahan yakni:

1. Sokhai berisi tentang wejangan-wejangan.

Proses pelaksanan sokhai dalam ikatan pernikahan yang ada di Pulau pantar bukanlah dipandang sebagai sebuah tarian yang hadir untuk menyelesaikan

18

(24)

masalah pernikahan setelah proses pembicaraan adat yang telah terjadi. Tetapi sebelum ada pada tahap akhir ini maka terlebih dulu sokhai sudah ditarikan

terlebih dahulu yakni digunakan untuk menyambut pihak laki-laki yang datang dan memenuhi janji mereka kepada pihak perempuan dimana kesepakatan adat

sudah dilakukan saat dalam proses terang kampung yang telah terlebih dahulu dilakukan oleh perwakilan dari kedua belah pihak.

Proses tarian tersebut para tetua adat dan para orangtua melantunkan

wejangan-wejangan yang berkaitan dengan kesiapan diri dan hati dari kedua belah pihak yang akan menikah. Hal ini seperti yang digambarkan bahwa konseling

hadir untuk membimbing, membina maupun mengarahkan perilaku klien agar menjadi sehat sejahtera secara psikologis.19 Artinya tahapan yang dilakukan oleh tetua adat adalah tahapan proses konseling yang diberikan agar dapat

mempersiapkan pasangan yang akan menikah baik secara fisik dan mental untuk bisa membangun rumah tangga kedepannya dengan baik. Tetua adat telah

menjalankan fungsi konseling yakni dengan membimbing, mengarahkan dan menasehati laki-laki dan perempuan dalam balutan nasehat-nasehat yang

dirangkai dalam pantun adat yang sarat akan makna dalam persiapan membangun rumah tangga. Sehingga dalm proses ini tetua adat memeberikan cara yang humanis agar pasangan yang akan menikah dapat menemukan potensi yang ada

dalam dirinya sehingga saat sudah menikah dapat mengelola konflik dan permasalahan sekarang maupun yang akan datang.

19

(25)

2. Sokhai menjadi upaya berdamai antar kedua keluarga yang bertikai

Sokhai dalam hal ini mengambil peranan yang penting untuk membentuk

sebuah budaya damai yang diciptakan oleh masyarakat setempat. Budaya ini telah melekat dalam diri masyarakat yang ada di kampung ini sejak dulu kala yang

kemudian seiring berjalannya waktu menjadi pergeseran makna untuk digunakan dalam proses penyelesaian masalah adat yang berkaitan dengan perkawinan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Clebesch bahwa adanya

fungsi memulihkan yaitu (Reconciling) yaitu usaha untuk membangun hubungan-hubungan yang rusak kembali di antara manusia dan sesama manusia dna di

antara manusia dengan Allah.20

Dalam konteks ini masyarakat yang ada di desa Bouweli menunjukan bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi di kampung maka salah

satu hal yang ditempuh adalah dengan menggunakan kearifan lokal dalam hal ini tarian budaya yakni tarian sokhai yang dapat dengan mudah mempersatukan

masyarakat dan kedua belah pihak yakni pihak laki-laki dan perempuan yang bertikai karena perdebatan adat ini. Walaupun melihat dari tingkat pendidikan dan

pekerjaan yang ada di desa ini relatif bekerja sebagai petani dan sebagian besar hanyalah menamatkan diri pada sekolah dasar tetapi dalam sebuah perwujudan upaya damai masyarakat sendiri yang telah menjadikan tarian sokhai sebagai

tarian perdamaian untuk menyatukan dua keluarga yang bertikai. Masyarakat desa

20

(26)

jauh lebih maju untuk mengembangkan sendiri tradisi lokal sebagai warisan dari leluhur untuk tetap dijaga dan dilestarikan hingga sekarang ini.

3. Sokhai menjadikan solidaritas masyarakat menjadi kuat

Solidaritas sosial yang dibangun yang berdasarkan pada nilai filosofis dari

tarimiti tominuku yaitu memupuk ikatan persaudaraan, membangun kerja sama, saling menghargai dan menjaga kesatuan. Dalam proses adat itu didapati proses percakapan-percakapan adat antara tetua adat dengan pihak yang berkonflik

didesa tersebut. Kehadiran dari tetua-tetua adat dapat membuat konflik yang terjadi dapat diredam dengan baik. Dalam percakapan-percakaan adat itu tetua

adat dapat menopang dan memulihkan keadaan yang sedang berkonfik untuk dapat diatasi secara baik.

Resolusi konflik hadir untuk dapat menyelesaikan konflik dengan tidak

menggunakan kekerasan. Dalam proses penyelesaian konflik itu dapat diberikan strategi-strategi kepada masyarakat agar dapat menyelesaikan konflik dengan

wujud kebersamaan untuk dapat menemukan solusi dari permasalahan yang ada tanpa melalui tindakan kekerasan sehingga tidak merusak tatanan kehidupan

bermasyarakat yang sudah ada.21 Melihat pada konteks masyarakat Bouweli, pihak-pihak yang berkonflik secara langsung dapat mengontrol tindakan dan sikap mereka untuk mau dibimbing agar dapat menyelesaikan konflik yang ada. Setiap

proses yang dilakukan adalah untuk membangun solidaritas sosial menjadi lebih baik lagi sehingga proses penyelesaian adat yang dilakukan dapat teratasi dengan

21

(27)

baik. Maka pihak yang berkonflik dalam proses pembicaraan adat itu tidak melakukan berbagai tindakan-tindakan kekerasan yang dapat membuat ikatan

persauaraan menjadi rusak tetapi dengan konflik yang ada dapat membuat proses membangun hubungan antar masyarakat menjadi lebih kuat dan terjaga

keharmonisannnya.

4. Sokhai Membuat Adanya Kesepakatan Sosial dalam Masyarakat

Kesepakatan sosial digunakan untuk menyelesaikan segala pertikaian yang

dapat memicu menjadi konflik yang lebih besar lagi. Dalam hal ini diperlukan peran dari tetua-tetua adat, aparatur desa serta para pemuka agama untuk dapat

mengambil bagian dalam konflik yang terjadi. Pendekatan ini dapat menjadi suatu model pendampingan terhadap masyarakat yang ada di desa ini untuk tetap dapat mempertahankan budaya damai agar menjaga proses kelangsungan hidup

bermasyarakat yang sudah ada dan dijaga sejak dulu kala. Kesepakatan sosial itu dapat diwujudkan dengan cara melakukan proses budaya damai lewat tarian yang

sudah ada sejak dulu dan menjadi sumber kearifan lokal di desa ini yakni tarian sokhai.

5. Pengembangan Budaya Lokal

Sokhai adalah tarian yang terus dijaga eksistensinya ditengah-tengah kehidupan moderan sekarang ini. Mengembangkan tradisi lokal yang telah ada

serta menjadikan tarian ini sebagai sumber pijakan untuk masyarakat di desa bouweli. Dalam proses pengembangan budaya lokal ini ada banyak cara yang

(28)

yang dilakukan dengan menjadikan tarian sokhai sebagai tarian perdamaian, menggunakan bahasa-bahasa adat sebagai wejangan-wejangan untuk yang akan

menikah serta wejangan-wejangan digunakan pula dalam proses-proses adat lainnya yang sudah ada ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Pengembangan budaya lokal perlu dijaga dan lestarikan mengingat zaman sekarang ini sudah mulai tergesernya tradisi lokal yang sudah ada sejak dulu sehingga tergantikan dengan budaya-budaya modern dalam hal ini berkaitan

dengan tari-tarian, oleh karena itu sasaran yang ingin dicapai dalam pendekatan ini adalah pelesatarian budaya dalam konteks masyarakat di desa bouweli.

Hal ini memberikan penggambaran bahwa konseling pernikahan tidak terlepas juga dari kebudayaan-kebudayaan yang telah ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Budaya dikenal pada sebuah tataran subkutural yang

meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kebiasaan yang mempengaruhi antarindividu yang terjadi dalam lingkup

keluarga, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mempengaruhi serta dipengaruhi dalam masyarakat itu. Dengan memiliki pengertian bahwa setiap

manusia mempunyai sikap yang berbeda karena keadaannya, pengalamannya dan kepribadiannnya yang selalu unik.

Penjelasan ini memberikan pengertian bahwa setiap manusia yang ada

datang dan terbentuk dari budayanya masing-masing serta pola kebiasaan yang membentuknya. Sehingga jika bertemu dalam satu forum yang diadakan maka

(29)

Dengan demikin jika dikaitkan dengan persoalan ini maka akan terlihat bahwa antar kedua individu yang akan menikah tentu saja datang dari budaya serta

proses pembentukan kebiasaannya yang berbeda sehinggga saat sudah ada perbedaan dan akhirnya dalam perbedaan itu mencipatkan sebuah konflik dan

dapat menimbulkan sampai bertikai maka hal yang dilakukan adalah mengupayakan adanya sebuah budaya damai.

Budaya damai yang diupayakan datangnya dari budaya lokal yang telah

menjadi tradisi masyarakat yang mendiami kampung tersebuat budaya itu yakni menggunakan tarian sokhai. Tarian ini digunakan karena tarian ini mengambarkan

kesatuan dan kebersamaan yang dapat mengikat semua aspek lapisan dalam masyarakat. Tarian ini menjadi tarian persaudaraan yang dapat menghimpun semua masyarakat baik yang berbeda suku, bahasa dan agama untuk ikut dan

bersama-sama melakukan tarian yang dilakukan untuk mencipatkan sebuah budaya damai. Tarian ini juga menjadi bukti bahwa segala persoalan adat yang

berkaitan dengan perkawinan akan mengupayakan budaya damai untuk kedua keluarga yang bertikai karena persoalan adat.

6. Sokhai menjadi pengikat tanda perdamaian dan menjalin kerja sama dalam masyarakat

Tarian sokhai menjadi tanda untuk membangun sebuah relasi yang baru

yakni sebuah relasi kerja sama yang baik untuk menyelesaikan setiap konflik yang ada di desa bouweli ini. Masyarakat menyadari bahwa dalam proses membangun

(30)

menciptakan pola damai tersebut. Realitas yang ada bahwa jauh sebelum adanya setiap pola budaya damai yang berkembang saat ini masyarakat setempat sudah

menerapkan sikap budaya damai untuk menyelesaikan setiap persoalan yang ada dikampun ini dengan kearifan lokal yang sudah ada ditengah-tengah kehidupan

mereka yakni tarian sokhai. Masyarakat desa Boeweli meyakini bahwa tarian sokhai adalah tarian yang dapat mempersatukan dan menstabilkan kehidupan bermasyarakat di kampung ini.

Hal lain yang ditonjolkan adalah dengan menciptakan perdamaian yakni dengan mendorong masyarakat agar dapat memberdayakan dirinya sendiri.

Artinya bahwa pemberdayaan ini lebih mengarah pada proses pembentukan dari diri setiap individu agar mampu mengubah dan terus memperbaiki situasi yang sedang terjadi dalam hal ini berkaitan dengan konflik dalam proses perkawinan

tersebut. Dalam proses ini dapat diwujudkan jika masyarakat dalam hal ini baik kelompok dan individu dapat berpartisipasi untuk dapat melakukan tindakan

pemberdayaan diri ini.

Konseling yang terjadi juga dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri

dalam hal ini konseling dapat tercipta dari tradisi-tradisi lokal dalam kehidupan masyarakat, melihat akan konteks diatas maka yang dapat menjadi konselor adalah tetua adat untuk dapat memberikan wejangan-wejangan sebagai fungsi

(31)

Saat terjadi konflik dalam forum adat jubir yang telah dipilih dapat berfungsi juga sebagai seorang konselor untuk ada ditengah-tengah kedua belah

pihak agar dapat menjadi pihak ketiga yang hadir untuk meredam konflik sehingga tidak berujung pada pertikaian yang lebih besar lagi. Tarian sokhai yang

hadir menjadi jembatan komunikasi untuk kedua belah pihak sehingga saat sokhai sudah diadakan maka setiap konflik yang terjadi dalam forum adat, setiap kemarahan dan pertikaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak telah

didamaikan dan disatukan dengan tarian sokhai. Karena tarian ini menghimpun masyarakat agar menari bersama-sama dan menjaga ikatan kebersamaan dan

kesatuan antar kedua belah pihak keluarga serta dalam kehidupan bermasyarakat yang ada.

D. Rangkuman

Berdasarkan pada uraian analisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Sokhai menjadi simbol perdamaian untuk menyatukan kedua keluarga yang

bertikai karena persoalan adat dalam sebuah proses ikatan perkawinan.

2. Sokhai menjadi sebuah pendekatan dalam konseling pernikahan karena telah menjadi tarian adat yang dijaga kearifan lokal serta dikembangkan untuk

(32)

4. Proses pembicaraan adat akan terjadinya konflik maka dalam ini jubir (juru bicara) menjadi jembatan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.

Jubir sekaligus dapat menjadi konselor dan mediator untuk kedua belah pihak keluarga bertikai sehingga secara langsung jubir dapat mendamaikan kedua

belah pihak saat sudah mulai terjadinya perdebatan dan bahkan pertikaian dalam proses adat ini sehingga proses mediasi antar kedua belah pihak dapat diatasi dan pertikaian dapat terhindarkan.

5. Penyampaian wejangan-wejangan dalam proses tarian akan dilakukan oleh tetua adat artinya dalam tahap ini tetua adat sudah menjadi konselor untuk

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The given dose treatment of the cork fish powder and Zingiber zerumbet extract is 150 mg/kgBB and 300 mg/kgBB, the sugar level of the rats then be measured.. 300 mg/kgBB is used

Hal ini memungkinkan pengguna untuk mengakses internet penggunakan perangkat mobile, sehingga informasi tentang komoditas pangan yang disajikan dapat diakses dengan mudah

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran sebagaimana yang tertuang dalam Berita Acara Nomor : 07/PBJ-DISHUBKOMINFO-DGL/X/2013 tanggal 17 Oktober 2013 dan Berita

Pada hari ini, Rabu tanggal Dua Puluh Dua bulan Mei tahun Dua Ribu Tiga Belas , telah dilaksanakan Penjelasan Pekerjaan (Aanwijzing) secara on-line pada lpse Kabupaten