• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Kajian Pustaka"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II Kajian Pustaka

2.1. Landasan Teori dan Pengertian Variabel 2.1.1. Agency Theory

Agency theory atau teori keagenan menjadi dasar teori dari penelitian ini. Teori ini menyatakan perbedaaan kepentingan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Manajer mungkin secara sengaja melakukan penipuan yang merugikan pemegang saham. Hal ini dikenal dengan istilah moral hazard. Tindakan penipuan atau moral hazard oleh manajer memiliki dampak negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan oleh karena itu dapat meningkatkan kemungkinan financial distress pada perusahaan.

Agency theory menjelaskan dalam sebuah hubungan keagenan, terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (prinsipal), dengan pihak lain, yaitu agen. Dalam kontrak, agen terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik (Eisenhardt, 1989). Agency theory menggunakan tiga dimensi asumsi sifat manusia yaitu :

1) Asumsi tentang sifat manusia. Menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion). 2) Asumsi tentang keorganisasian. Adanya konflik antara organisasi, efisiensi

sebagai kriteria produktivitas dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen.

(2)

13

3) Asumsi tentang informasi. Informasi dipandang sebagai barang komoditi yang diperjualbelikan (Eisenhardt, 1989).

Berdasarkan tiga asumsi diatas, antara prinsipal dan agen akan selalu mengalami pertentangan dan saling bertolak belakang dalam praktiknya, namun saling membutuhkan. Kondisi ini dinamakan masalah keagenan.Salah satu penyebab masalah keagenan adalah adanya asymmetric information. Asymmetric information adalah informasi yang tidak seimbang yang disebabkan adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen yang berakibat menimbulkan permasalahan bagi prinsipal untuk memonitor dan mengendalikan tindakan-tindakan agen.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan ada dua jenis asymmetric information yaitu:

1) Adverse selection terjadi ketika pihak pemilik atau prinsipal tidak mengetahui keputusan yang diambil oleh agen tentang strategi perusahaan apakah sudah didasarkan pada perintah prinsipal atau menjadi sebuah kelalaian dalam pengambilan keputusan.

2) Moral hazard yang dilakukan oleh manajer memiliki dampak negatif bagi perusahaan. Financial distress dapat terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan - kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyebabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan perusahaan.

(3)

14

Dengan adanya situasi – situasi di atas dibutuhkan suatu karakteristik pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak tersebut. Karakteristik corporate governance bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga tidak terjadi konflik antara pihak agen dan prinsipal yang berdampak pada penurunan biaya keagenan (Bodroastuti, 2009). Corporate governance diperlukan untuk mengurangi masalah keagenan antara pemilik dan manajer sehingga timbul keselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer (Triwahyuningtias dan Muharam, 2012).

2.1.2. Financial Distress

2.1.2.1. Pengertian Financial distress

Financial distress didefinisikan telah kehilangan nilai pasar karena kinerja yang buruk, mereka adalah produsen yang tidak efisien, dan cenderung memiliki pengaruh finansial yang tinggi dan masalah cash flow. Dalam arti manajerial bahwa harga mereka cenderung lebih sensitif terhadap perubahan ekonomi, dan mereka cenderung untuk bertahan hidup di kondisi ekonomi yang memburuk (Bhattacharjee & Han, 2014).

Menurut Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Suatu perusahaan mengalami kondisi financial distress terlebih dahulu sebelum akhirnya perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan, hal ini disebabkan karena pada saat tersebut keadaan keuangan yang terjadi di perusahaan dalam keadaan

(4)

15

yang krisis, dimana dalam keadaan seperti ini dapat dikatakan bahwa perusahaan mengalami penurunan dana dalam menjalankan usahanya yang dapat disebabkan karena adanya penurunan dalam pendapatan dari hasil penjualan atau hasil operasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan laba, namun pendapatan atau hasil yang diperoleh tidaklah sebanding dengan kewajiban-kewajiban atau hutang yang banyak dan telah jatuh tempo.

2.1.2.2. Bentuk – bentuk Financial Distress

Namun, secara umum terdapat beberapa macam kondisi perusahaan yang mengalami financial distress (Emery, 1997) yaitu :

1. Economic Failure (kegagalan ekonomi)

Kondisi economic failure terjadi bila suatu perusahaan :

a. Tidak mempunyai pendapatan yang cukup untuk dapat menutup biaya produksi maupun biaya modal (cost of capital).

b. Tingkat pengembalian investasi modalnya (rate of return) lebih rendah daripada tingkat investasi modal yang bisa dihasilkan di luar perusahaan, misalnya tingkat deposito lebih besar dari return of investment (ROI). c. Tingkat pengembalian investasi modalnya lebih rendah daripada besarnya

biaya modal yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Biaya modal disini misalnya tingkat bunga kredit yang berlaku. Perusahaan yang mengalami kondisi economic failure tetap dapat melanjutkan kegiatannya selama para

(5)

16

investor atau kreditur masih bersedia untuk menambahkan modal dan pemilik perusahaan bersedia untuk menerima tingkat pengembalian (return) di bawah tingkat bunga pasar.

2. Business Failure (kegagalan bisnis)

Kondisi menggambarkan suatu perusahaan atau bisnis yang pengembalian atas investasinya (return) negatif atau rendah. Dengan kata lain apabila suatu perusahaan mengalami kerugian operasional secara terus menerus, maka nilai pasar (market value) dari perusahaan tersebut akan mengalami penurunan, sehingga apabila perusahaan tersebut tidak mampu untuk memperoleh return yang lebih besar dari biaya modalnya maka perusahaan atau bisnis tersebut dikatakan mengalami kegagalan.

3. In Default

Suatu perusahaan berada dalam kondisi in default bila perusahaan melanggar jangka waktu perjanjian hutang (term of loan agreement). Terdapat dua istilah yang berbeda dalam kondisi ini, yaitu:

a. Technical Default

Kondisi ini terjadi jika debitur dalam hal ini perusahaan, melanggar perjanjian pinjaman. Perusahaan yang mengalami technical default tidak selalu mengarah kepada kondisi bangkrut, karena perusahaan dapat tetap melanjutkan kegiatan operasionalnya bila perusahaan melakukan negosiasi kembali dengan debitur.

(6)

17 b. Payment Default

Perusahaan dinyatakan dalam kondisi payment default jika perusahaan gagal memenuhi kewajiban membayar bunga ataupun pokok pinjamannya. Kegagalan di sini tidak selalu berarti bahwa perusahaan tidak mampu membayar hutangnya, tetapi mungkin saja karena perusahaan tersebut terlambat membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo, walaupun hanya satu hari saja. Jika dalam perjanjian hutang dilengkapi dengan perjanjian grace period (perpanjangan waktu periode), maka kondisi payment default terjadi setelah masa grace period tersebut berakhir

4. Insolvent

Perusahaan dikatakan dalam kondisi insolvent jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebabkan kekurangan likuiditas atau perusahaan tidak mampu memperoleh laba bersih (menderita kerugian). 5. Bankruptcy

Kondisi ini memiliki modal yang telah negatif, yang berarti klaim dari kreditur tidak akan dapat dipenuhi kecuali harta dari perusahaan telah dapat dilikuidasi (dijual). Perusahaan dinyatakan bangkrut secara legal apabila perusahaan telah membuat pernyataan kebangkrutan yang berlaku.

(7)

18 2.1.2.3. Penyebab Terjadinya Financial distress

Financial distress atau kesulitan keuangan adalah hasil dari kerusakan dalam bisnis perusahaan, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti manajemen yang buruk, tidak bijaksana ekspansi, persaingan sengit, terlalu banyak utang, pengadilan gugatan dan tidak menguntungkan kontrak.

2.1.3. Good Corporate Governance

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 mendefiniskan corporate governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntanbilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tentap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan perundang – undangan dan nilai - nilai etika. Tujuan dari corporate governance di sini adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh pihak yang berkepentingan.

2.1.3.1. Prinsip Good Corporate Governance a. Transparency (keterbukaan informasi)

Transparency dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi. Prinsip ini dapat diwujudkan dengan cara menuntut perusahaan untuk menyediakan informasi cukup, akurat dan tepat waktu kepada stakeholder.

(8)

19 b. Accountability (akuntabilitas)

Akuntanbilitasi adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

c. Responsibility (pertanggung jawaban)

Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya adalah masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.

d. Indepandency (kemandirian)

Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

e. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

(9)

20 2.1.3.2. Manfaat Good Corporate Governance

Menurut FCGI, penerapan corporate governance dalam perusahaan akan membawa beberapa manfaat, antara lain:

1. Mudah untuk meningkatkan modal, 2. Rendahnya biaya modal,

3. Meningkatkan kinerja bisnis dan kinerja ekonomi, 4. Memberi pengaruh positif pada harga saham. 2.1.3.3. Karakteristik Good Corporate Governance

Karakteristik corporate governance merupakan suatu hubungan antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Karakteristik corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi sistem dalam sebuah organisasi serta diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan. Karakteristik corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Juniarti (2013) dan Ming (2014) yang diantaranya adalah ukuran dewan direksi, audit committee, ownership structure, dan dewan komisaris independen dan dewan komisaris.

2.2. Telaah Penelitian Terdahulu

Juniarti (2013) melakukan penelitian dengan judul Good Corporate Governance And Predicting Financial Distress Using Logistic and Probit Regression Model. Metode yang digunakan adalah dengan regresi logistik dan probit regresi. Populasi

(10)

21

yang digunakan adalah perusahaan infrastruktur, transportasi, utilites and trade, services and hotel yang terdaftar di BEI periode 2008-2011. Sampel yang digunakan 111 perusahaan. Variabel independen dalam jurnal ini antara lain ukuran dewan direksi, audit committee, ownership structure. Dalam penelitian ini hasilnya semua variabel independen tidak terbukti mempengaruhi variabel dependennya.

Ming (2014) melakukan penelitian dengan judul Impact of Corporate Governance on Financial Distress: An Evidence From Shanghai Stock Market. Metode yang digunakan adalah regresi logistic. Sampel dalam penelitian ini adalah 555 perusahaan yang listeddi Shanghai stock exchange. Variabel independen yang digunakan adalah dewan komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan manajerial, shareholder.Dalam penelitian ini hanya shareholder yang tidak terbukti signifikan mempengaruhi financial distress.

Elena Merino Madrid (2014) melakukan penelitian dengan judul Corporate Governance And Accuracy Level Of Financial Distress Prediction Models. Menggunakan sampel 70 perusahaan Spanyol yang terdaftar selama periode waktu 2007-2012. Elena menggunakan variabel independen pemegang saham, jumlah dewan direksi, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional. Hasil dari penelitian ini yang menggunkan metode regresi linier menunjukan bahwa variabel independen tidak mempengaruhi secara significant terhadap variabel independen.

Brédart (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Financial Distress and Corporate Governance around Lehman Brothers Bankruptcy dapat membuktikan

(11)

22

bahwa ukuran dewan direksi dapat mengurangi resiko terjadinya financial distress pada suau perushaan. Dalam penelitiannya menggunakan sampel sebesar 312 perusahaan dan menggunakan metode regresi logistik.

Zheng (2015) membuat penelitian berjudul Does Ownership Structure Affect the Degree of Corporate Financial Distress in China?. Penelitian yang menggunakan sampel 378 perusahaan yang mengalami financial distress 2000-2008 di China dapatmembuktikan bahwa ownership structure dapat mempengaruhi secara significant terhadap financial distress.

Triwahyuningtias dan Muharam (2012) melakukan penelitian serupa yang berjudul Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas, Leverage terhadap Terjadinya Kondisi Financial Distress (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2008-2010). Penelitian ini dilakukan pada 34 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010. Model analisis yang digunakan adalah regresi logistik. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, likuiditas, dan leverage. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, leverage, serta likuditas berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Sedangkan ukuran dewan komisaris dan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

(12)

23 Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No

Nama Pengarang, Judul, Sumber dan

Tahun Sampel, Metode Variabel Penelitian Kesimpulan

1 Xiao ming, ‘Impact of Corporate Governance on Financial Distress: An Evidence from Shanghai Stock Market’, Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business, 2014, 1–12. Sampel : 555 perusahaan yang terdaftar, di Bursa Efek Shanghai Metode : Panel Data dan Logit Model Dependent: financial distress Independent : independent directors (POID), supervisors scale (SS), direktur, manajemen ownership, shareholder, ownership concentration, dewan komisaris Hasil penelitian mengarah pada kesimpulan berikut: Peningkatan proporsi direksi independen, proporsi kepemilikan manajemen dan konsentrasi kepemilikan akan mengurangi kemungkinan kerugian, sementara jumlah orang di dewan komisaris dan persentase saham holding direktur negatif

(13)

24

efek keuntungan. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan kinerja perusahaan harus mengurangi jumlah dari orang di dewan pengawas. Selain itu persentase kepemilikan saham direktur harus dikurangi. Kami menemukan bahwa variabel pemerintahan lainnya memiliki dampak pada kinerja perusahaan.

2 Juniarti Juniarti ‘Good Corporate Governance and Predicting

Financial Distress Using Logistic and

Sampel : 111 sampel (infrastruktur, transportasi, utilitas Dependent : Financial Distress Independent : GCG kategori perusahaan tidak membuktikan secara signifikan memprediksi kemungkinan

(14)

25 Probit Regression Model’, Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 15 (2013), 43–50 <http://dx.doi.org/10.97 44/jak.15.1.43-50>. &perdagangan, layanan dan hotel perusahaan mengalami kesulitan keuangan pada periode 2008-2011. Metode : Logit Regressions board of directors, audit committee and ownership structure perusahaan mengalami kesulitan keuangan.

3 Elena Merino Madrid ‘Corporate Governance And Accuracy Level Of Financial Distress Prediction Models’, 13 (2014), 1619–25. Sampel : 70 perusahaan Spanyol yang terdaftar selama periode waktu 2007- Dependent : financial distress Independent : pemegang saham , jumlah dewan GCG tidak mempengaruhi secara significant

(15)

26 International Business &

Economics Research Journal –

2012 yang menggunakan data panel dan menerapkan metodologi statistik cross-sectional. Metode : logistic regresi model direksi, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional 4 Xavier Brédart,

‘Financial Distress and Corporate Governance around Lehman Brothers Bankruptcy’, International Business Research, 7 (2014), 1–8 <http://dx.doi.org/10.553 9/ibr.v7n5p1>. Sampel: 312 perusahaan dikutip di Amex, Nasdaq dan NYSE dari pertengahan 2007-2009. Dependent : financial distress Independent :Board size, board independence,CE O ownership and CEO duality. Kami menemukan bahwa board size itu berhubungan negatif dengan terjadinya financial distress untuk dua sub Periode.

Meskipun demikian, hasil kami menyoroti perbedaan antara dua

(16)

27 Metode : Logit

Regressions

sub periode; ini menyangkut dampak kepemilikan dan CEO dualitas pada kemungkinan kesulitan keuangan. Mengenai dampak kepemilikan CEO pada kemungkinan kesulitan keuangan, tampaknya menjadi positif dan tidak signifikan untuk periode sub pertama dan negatif dan signifikan bagi kedua sub periode. Mengenai dampak CEO dualitas pada kemungkinan kesulitan keuangan, tampaknya menjadi negatif dan signifikan

(17)

28

untuk periode sub pertama dan positif dan tidak signifikan untuk periode sub kedua.

5 Meilinda Triwahyuningtias dan Harjum Muharam (2012) Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Dewan, Komisaris Indpenden, Likuiditas, dan Leverage terhadap Terjadinya Kondisi Financial Distress (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar BEI Tahun 2008-2010) Metoode : Logit regresion -Variabel Dependen: Financial Distress -Variabel Independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi, Ukuran Dewan Komisaris, Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Direksi, Likuiditas, dan Leverage berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress. Sebaliknya, Ukuran Dewan Komisaris dan Komisaris Independen tidak berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress.

(18)

29

Likuiditas, dan Leverage

2.3. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kembali pengaruh karakteristik corporate governance (ukuran dewan direksi, audit committee, ownership structure ,dewan komisaris independen, dewan komisaris terhadap financial distress. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali karena belum adanya konsistensi hasil dari penelitian-penelitian terdahulu.

2.3.1. Ukuran Dewan Direksi

Direktur diposisikan sebagai kepala atau orang yang memiliki kekuasaan penuh untuk memimpin kegiatan operasi dalam perusahaan. Direksi bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Menurut Fama dan Jensen (1983) direktur memiliki dua fungsi utama, yaitu (1) berfungsi sebagai pembuat keputusan manajemen (strategi perusahaan dalam jangka pendek, kebijakan investasi dan keuangan), (2) berfungsi dalam mengendalikan keputusan (kompensasi manajerial, pengawasan alokasi modal).

(19)

30

Dasar munculnya Agency theory adalah ketika pihak prinsipal mendelegasikan wewenang pengelolaan perusahaan kepada agen yang dipercayainya dapat menjalankan perusahaan dengan baik. Jika diimplikasikan dalam perusahaan, agen adalah direksi, yang posisinya sebagai pengelola perusahaan dengan mengacu pada perintah yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Terkadang pemilik perusahaan membentuk dewan direksi dengan jumlah lebih dari seorang direksi.Jumlah yang besar ini digadang-gadang dapat memberikan keuntungan dan kinerja yang lebih efektif bagi kedua belah pihak. Pembagian tugas sangat mungkin dilakukan ketika jumlah dewan direksi yang dibentuk memiliki jumlah lebih dari satu.

Jumlah dewan yang besar dapat menguntungkan bagi perusahaan (Al-Tamimi, 2012; Ming, 2014; Iwasaki, 2014; Darrat et al., 2014; Miglani et al., 2015). Hal ini dimaksud bahwa perusahaan tergantung pada jumlah dewan dalam pengelolaan sumber daya. Pengelolaan sumber daya akan lebih bagus jika jumlah dewan di perusahaan banyak, yang berimbas pada keuntungan perusahaan dalam bisnis, dengan begitu perusahaan dapat terhindar dari financial distress. Berdasarkan pertimbangan di atas diperoleh hipotesis :

H1 : Dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kemungkinan financial distress. 2.3.2. Audit committee

Audit committee merupakan komite yang dibentuk oleh dewan direksi yang bertugas melaksanakan pengawasan independen atas proses laporan keuangan dan audit ekstern. Dalam hal pelaporan keuangan, peran, dan tanggungjawab audit committee adalah memonitor dan mengawasi audit laporan keuangan dan memastikan

(20)

31

agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku terpenuhi, memeriksa ulang laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan standar dan kebijaksanaan tersebut dan apakah sudah konsisten dengan informasi lain yang diketahui oleh anggota audit committee, serta menilai mutu pelayanan dan kewajaran biaya yang diajukan auditor eksternal (KNGCG, 2002).

Audit committee di suatu perusahaan bekerja sebagai karakteristik corporate governance internal dan mengurangi biaya agensi (Forker, 1992), dan memainkan peran penting dalam membantu dewan direksi dalam mengontrol laporan keuangan dan sistem control sehingga menurunkan terjadinya kecurangan yang dapat membuat kerugian perusahaan dan mengurangi tingkat kemungkinan financial distress.

Jumlah anggota audit committee di dalam perusahaan mempengaruhi kinerja perusahaan (Miglani et al., 2015; Iwasaki, 2014). Hal ini dimaksud anggota audit committee yang terdapat di dalam perusahaan dapat menunjang kinerja peusahaan dan menurunkan tingkat kemungkinan financial distress. Berdasarkan pertimbangan diatas diperoleh hipotesis.

H2 : Audit committee berpengaruh negatif terhadap financial distress 2.3.3. Ownership structure

Struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan sangat menentukan bagi perusahaan tersebut karena hal tersebut dapat menjelaskan komitmen pemilik untuk menyelamatkan perusahaan. Ownership structure terdiri dari kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Kepemilikan institusional adalah merupakan persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh badan hukum atau institusi keuangan seperti

(21)

32

perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, bank, dan institusi-institusi lainnya. Kepemilikan manajerial adalah pihak internal di dalam perusahaan yang dapat memiliki sebagian saham yang ada di perusahaan adalah dewan komisaris. Kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak internal tersebut dapat membantu meningkatkan nilai perusahaan.

Menurut Eisenhardt (1989) Agency theory menggunakan tiga dimensi asumsi sifat manusia salah satunya mementingkan diri sendiri, hal ini mengakibatkan agen dapat memanfaatkan asymmetric information yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahuinya oleh prinsipal. Asymmetric information dan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agen, mendorong agen untuk bertindak melenceng dari apa yang diperintah prinsipal yang bertujuan untuk membuat perusahaan terlihat lebih baik dan lebih berpotensi mendapatkan keuntungan di mata pemilik.

Terdapat dua jenis asymmetric information yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection terjadi ketika pihak pemilik atau prinsipal tidak mengetahui keputusan yang diambil oleh agen tentang strategi perusahaan apakah sudah didasarkan pada perintah prinsipal atau menjadi sebuah kelalaian dalam pengambilan keputusan. Sedangkan moral hazard adalah keadaan dimana agen tidak melaksanakan perintah dari prinsipal (Jensen & Meckling, 1976). Kepemilikan manajerial pada perusahaan diharapkan dapat menurunkan konflik-konflik keagenan tersebut, karena kepemilikan manajemen menunjukkan bahwa perusahaan dimiliki oleh kalangan pengelola perusahaan sendiri, dengan kata lain para pemilik (prinsipal) ini juga

(22)

33

berfungsi sebagai pengelola (agen) perusahaan tersebut. Pengelolaan yang baik akan menimbulkan keefektifan kerja yang berimbas pada peningkatana performance yang berujung pada menghasilkan laba yang banyak bagi perusahaan. Sehingga dapat menghindarkan perusahaan dari financial distress.

Dari hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa tidak adanya hubungan antara kepemilikan perusahaan terhadap financial distress. Juniarti (2013) mengatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan. Hal ini mungkin disebabkan karena penilaian kinerja yang baik bukan dillihat dari besar kecilnya kepemilikan namun dilihat dari kemampuan dewan untuk mengelola perusahaan hal ini juga diamini oleh Madrid (2014).

Perbedaan hasil ditunjukan penelitian yang dilakukan oleh Zheng (2015) dan Iwasaki (2014) yang menemukan adanya hubugan negatif signifikan antara kepemilikan dan financial distress. Menurutnya hal ini dikarenakan besarnya kepemilikan saham dapat mengurangi terjadinya financial distress. Dengan demikian ownership structure memiliki peranan penting untuk menjaga kestabilan dalam perusahaan agar proses pengendalian selalu terjaga. Berdasarkan pertimbangan diatas diperoleh hipotesis :

H3 : Ownership structure berpengaruh negatif terhadap kemungkinan financial distress.

(23)

34 2.4. Dewan Komisaris Independen

Dewan Komisaris independen yang merupakan dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi. Pengawas dalam perusahaan yang bertugas mengawasi perilaku manajemen dalam pelaksanaan strategi perusahaan dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good corporate governance. Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.

Teori keagenan menilai bahwa dewan komisaris independen dibutuhkan pada dewan komisaris untuk mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan direksi, sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan dilakukan pemonitoran dan pengelolaan dapat memecahkan masalah keagenan. Di mana masalah keagenan itu muncul ketika manajer cenderung membuat keputusan yang mementingkan dirinya dari pada kepentingan pemegang saham theory agency menyatakan bahwa dewan komisaris independen menyediakan sarana untuk memantau kegiatan pengelolaan melalui peningkatan fokus pada kinerja keuangan perusahaan, sehingga minimalisasi biaya agensi (Fama dan Jensen, 1983). Jadi dewan komisaris independen dapat membantu pengurangan agency cost yang dapat menghambat keuangan perusahaan sehingga perusahaan dapat terhindar dari financial distress

(24)

35

Penelitian yang dilakukan Ming (2014); Darrat et al. (2014); dan Iwasaki (2014) dewan komisaris independen memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress. Berdasarkan pertimbangan diatas diperoleh hipotesis :

H4 : Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap financial distress. 2.3.5. Dewan Komisaris

Peran dewan komisaris dalam sebuah perusahaan adalah memonitoring pengimplementasian kebijakan direksi. Dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik corporate governance yang diperlukan untuk mengurangi masalah keagenan antara pemilik dan manajer sehingga timbul keselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer.

Hal ini didukung oleh adanya teori keagenan, sehingga tidak menimbulkan biaya keagenan yang dapat menyebabkan kondisi kesulitan keuangan perusahaan.Menurut Triwahyuningtias dan Muharam (2012) dewan komisaris bertanggung jawab mengawasi tindakan direksi dan memberikan nasihat kepada direksi jika dipandang perlu. Semakin kecil jumlah dewan komisaris berarti fungsi monitoring yang ada dalam perusahaan tersebut cenderung lemah.

Penelitian ini dilakukan oleh Ming (2014) dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress. Berdasarkan pertimbangan diatas diperoleh hasil :

(25)

36 2.4. KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan penyusunan hipotesis diatas maka kerangka penelitian sebagai berikut : GAMBAR 2.1. KERANGKA PEMIKIRAN Variabel Dependen Variabel Independen H5 (-) H4 (-) H3 (-) H1 (-) H2 (-) UDD AUD_COMM OWN_STRUC DKI Financial distress DK

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH INDEPENDENSI, MOTIVASI AUDITOR, PENGALAMAN KERJA, OBJEKTIVITAS, DUE

Pengungkapan mengenai kontrak asuransi jiwa menurut PSAK No 36 diungkapkan dalam laporan keuangan melalui Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) termasuk kebijakan

Salah satu contohnya yaitu dari jual beli yang ditawarkan oleh seseorang kepada korban dengan modus harga yang relatif lebih murah dari harga normal yang.. 2 S, Ananda,

Oleh karena X 2 hitung &gt; X 2 tabel (4,800 &gt; 3,841) dan P value (0,028 &lt; 0,05) maka hipotesa H1 dapat diterima yaitu dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat

1) Programming learning platform helps the students to learn basic java programming by using heuristic method where the students have to solve all of the problems that the

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh

- Ke Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Barat menyampaikan musyawarah kelompok Ingin Maju Gampong Bale bersama Ketua Kelompok Ingin Maju. - Melengkapi surat dan

Sementara anak-anak di negara maju lain bekerja keras untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti sewa tempat tinggal dan makanan, anak muda Jepang