• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Konservasi Sumber Air Terhadap Ketersediaan Air Di Kabupaten Mojokerto (Studi Kasus Di Kecamatan Pacet) - ITS Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi Konservasi Sumber Air Terhadap Ketersediaan Air Di Kabupaten Mojokerto (Studi Kasus Di Kecamatan Pacet) - ITS Repository"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS – RE142551

STUDI KONSERVASI SUMBER AIR TERHADAP

KETERSEDIAAN AIR DI KABUPATEN MOJOKERTO

(STUDI KASUS KECAMATAN PACET)

CHINTA ADVENT SISCA NRP 3312202810

DOSEN PEMBIMBING Dr. Ali Masduqi, ST. , MT

PROGRAM MAGISTER

BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SANITASI LINGKUNGAN JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER SURABAYA

(2)

THESIS – RE142551

STUDY OF WATER RESOURCE CONSERVATION ON

WATER AVAILABILITY IN THE DISTRICT OF MOJOKERTO

(CASE STUDY IN SUBDISTRICT OF PACET)

CHINTA ADVENT SISCA NRP 3312202810

SUPERVISOR

Dr. Ali Masduqi, ST. , MT

MAGISTER PROGRAMME

ENVIRONMENTAL SANITATION ENGINEERING DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL ENGINEERING FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND PLANNING SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA

(3)
(4)

iii

STUDI KONSERVASI SUMBER AIR TERHADAP

KETERSEDIAAN AIR DI KABUPATEN MOJOKERTO

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PACET)

Nama Mahasiswa : Chinta Advent Sisca

NRP : 3312 202 810

Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST, MT

ABSTRAK

Beberapa sumber air mengalami penurunan debit, dan yang paling drastis adalah salah satu sumber air bersih PDAM Sumber Jubel di Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bagian Produksi PDAM “Djoebel Tirta” Kabupaten Mojokerto, pada pengukuran tahun 2012 debitnya turun dari 70 liter/detik menjadi 18,4 l iter per detik. Penurunan debit sumber air yang terjadi tentu akan menghambat kinerja PDAM Kabupaten Mojokerto dalam peningkatan akses air bersih kepada masyarakat. Untuk itu perlu dikaji suatu upaya konservasi air pada catchment area Sumber Jubel guna

meningkatkan ketersediaan airnya.

Konsep dari konservasi ini pada dasarnya adalah memperbesar infiltrasi melalui simpanan air oleh akar tanaman dan dalam bentuk resapan buatan seperti sumur atau embung resapan dan sejenisnya. Metode analisa yang digunakan adalah metode thornwaite untuk analisa evapotranspirasi dan ffolliot untuk analisa

ketersediaan air, selanjutnya akan dianalisa neraca air pada catchment area

Sumber Jubel.

Upaya konservasi secara vegetatif yaitu melalui penanaman sengon mammpu menambah volume air tanah sebesar 2.098 m3/tahun per hektarnya dan

konservasi secara non vegetatif melalui pembuatan embung mampu menambah volume air tanah sebanyak 141,39 m3/tahun per embung. Biaya yang diperlukan

untuk penanaman sengon adalah Rp 374.000.000,-, sedangkan untuk pembuatan embung sebesar Rp 733.792.800,-.

(5)
(6)

v

STUDY OF WATER RESOURCE CONSERVATION ON

WATER AVAILABILITY IN THE DISTRICT OF

MOJOKERTO

(CASE STUDY IN SUBDISTRICT OF PACET)

Name : Chinta Advent Sisca Production Department taps " Djoebel Tirta " Mojokerto , in 2012 measurement debits fell from 70 liters / sec to 18.4 liters per second. Decrease discharge occurring water sources will certainly hamper the performance of PDAM Mojokerto in increasing access to clean water to the community. For that needs to be studied in an effort to conserve water catchment area Source Jubel to increase water availability .

The concept of conservation is essentially increase water infiltration through savings by plant roots and artificial recharge as wells or infiltration ponds. The analytical methods used are Thornwaite method for analysis of evapotranspiration and ffolliot for analysis of water availability , will be analyzed water balance in the catchment area of Jubel .

Conservation efforts vegetatively by pl anting sengon can increase the volume of ground water by 2,098 m3 / year per hectare and non- vegetative

conservation through the creation of ponds capable of increasing the volume of ground water as much as 141,39 m3 / year for each pond. Cost required for planting sengon is Rp 374.000.000, - , whereas for the manufacture of pond is Rp 733.792.800 , -

(7)
(8)

iii

STUDI KONSERVASI SUMBER AIR TERHADAP

KETERSEDIAAN AIR DI KABUPATEN MOJOKERTO

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PACET)

Nama Mahasiswa : Chinta Advent Sisca

NRP : 3312 202 810

Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST, MT

ABSTRAK

Beberapa sumber air mengalami penurunan debit, dan yang paling drastis adalah salah satu sumber air bersih PDAM Sumber Jubel di Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bagian Produksi PDAM “Djoebel Tirta” Kabupaten Mojokerto, pada pengukuran tahun 2012 debitnya turun dari 70 liter/detik menjadi 18,4 l iter per detik. Penurunan debit sumber air yang terjadi tentu akan menghambat kinerja PDAM Kabupaten Mojokerto dalam peningkatan akses air bersih kepada masyarakat. Untuk itu perlu dikaji suatu upaya konservasi air pada catchment area Sumber Jubel guna

meningkatkan ketersediaan airnya.

Konsep dari konservasi ini pada dasarnya adalah memperbesar infiltrasi melalui simpanan air oleh akar tanaman dan dalam bentuk resapan buatan seperti sumur atau embung resapan dan sejenisnya. Metode analisa yang digunakan adalah metode thornwaite untuk analisa evapotranspirasi dan ffolliot untuk analisa

ketersediaan air, selanjutnya akan dianalisa neraca air pada catchment area

Sumber Jubel.

Upaya konservasi secara vegetatif yaitu melalui penanaman sengon mammpu menambah volume air tanah sebesar 2.098 m3/tahun per hektarnya dan

konservasi secara non vegetatif melalui pembuatan embung mampu menambah volume air tanah sebanyak 141,39 m3/tahun per embung. Biaya yang diperlukan

untuk penanaman sengon adalah Rp 374.000.000,-, sedangkan untuk pembuatan embung sebesar Rp 733.792.800,-.

(9)
(10)

v

STUDY OF WATER RESOURCE CONSERVATION ON

WATER AVAILABILITY IN THE DISTRICT OF

MOJOKERTO

(CASE STUDY IN SUBDISTRICT OF PACET)

Name : Chinta Advent Sisca Production Department taps " Djoebel Tirta " Mojokerto , in 2012 measurement debits fell from 70 liters / sec to 18.4 liters per second. Decrease discharge occurring water sources will certainly hamper the performance of PDAM Mojokerto in increasing access to clean water to the community. For that needs to be studied in an effort to conserve water catchment area Source Jubel to increase water availability .

The concept of conservation is essentially increase water infiltration through savings by plant roots and artificial recharge as wells or infiltration ponds. The analytical methods used are Thornwaite method for analysis of evapotranspiration and ffolliot for analysis of water availability , will be analyzed water balance in the catchment area of Jubel .

Conservation efforts vegetatively by pl anting sengon can increase the volume of ground water by 2,098 m3 / year per hectare and non- vegetative

conservation through the creation of ponds capable of increasing the volume of ground water as much as 141,39 m3 / year for each pond. Cost required for planting sengon is Rp 374.000.000, - , whereas for the manufacture of pond is Rp 733.792.800 , -

(11)
(12)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Studi Konservasi Sumber Air Terhadap Ketersediaan Air Di Kabupaten Mojokerto (Studi Kasus Di Kecamatan Pacet)”. Penulisan tesis ini adalah tujuan akhir untuk dapat menyelesaikan Program Studi Magister Teknik Sanitasi Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr.Ali Masduqi, ST, MT, selaku dosen pembimbing dengan penuh kesabaran dan kesungguhan bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan arahan dan petunjuk selama penyusunan Tesis, 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wahyono Hadi, MSc, PhD, Bapak Mas Agus Mardyanto,

ME, PhD, dan Bapak Ir. Sugeng Mujiadi, MT, selaku dosen penguji atas masukan dan koreksinya untuk kesempurnaan Tesis ini.

3. Kedua orang tua yang luar biasa yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.

4. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Kementerian Pekerjaan Umum yang telah memberikan kesempatan beasiswa dan dukungan administrasi untuk mengikuti pendidikan Program Magister Bidang Keahlian Manajemen Teknik Sanitasi Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS Surabaya.

5. Seluruh dosen, staf dan karyawan Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Surabaya yang telah memberikan banyak ilmu dan bantuan administrasi selama penyelesaian studi ini.

(13)

ii

7. Suami tercinta, Riaditya Dwi Aryadi, ST., yang telah memberi semangat, mendukung dan membantu penulis dalam melewati masa perkuliahan ini hingga akhir.

8. Adik-adikku Chikita, Boy, dan Chindy yang selalu siap membantu ketika penulis membutuhkan.

9. Buah hati penulis yang telah menemani dalam menyelesaikan tesis ini walaupun masih dalam kandungan, semoga menjadi anak yang cerdas, berguna bagi bangsa dan negaranya.

10.Rekan dan sekaligus sahabatku di Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum atas bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan Tesis ini.

11.Rekan – rekan seperjuangan yang sekaligus sahabat – sahabatku yang ada pada MTSL ITS 2013.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Tesis.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan Tesis ini, akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Surabaya, Januari 2015

(14)

vii

1.2.Perumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan ... 2

1.4.Manfaat ... 2

1.5.Ruang Lingkup ... 3

1.6.Batasan Masalah ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Peraturan Perundangan terkait Konservasi Air ... 5

2.2.Siklus Hidrologi ... 6

2.3.Aliran Limpasan...7

2.4.Koefisien Aliran Permukaan...8

2.5.Pergerakan Air Jenuh dalam Tanah...9

2.6.Infiltrasi...10

2.7.Mata Air ... 11

2.8.Suhu ... 11

2.9.Evapotranspirasi Potensial (PE) ... 13

2.10 Perhitungan Neraca Air ... 16

2.11Sifat-sifat Tanah ... 18

2.12Tekstur Tanah ... 19

(15)

viii

2.14Erosi ... 24

2.14.1Kelas Kemampuan Lahan. ... 25

2.14.2Interaksi antara Lereng dan Vegetasi ... 26

2.15Pengaruh Hutan terhadap Hidrologi ... 27

2.16Analisa Hidrologi ... 28

2.16.1Perhitungan Curah Hujan Rata-rata ... 29

2.16.1.1Metode Rata-rata aljabar ... 29

2.16.1.2Metode Poligon Thiessen ... 29

2.16.1.3Metode Isohyet ... 31

2.16.2Periode Ulang dan Curah Hujan Rancangan ... 32

2.17Konservasi ... 33

2.17.1.Konservasi Vegetatif ... 34

2.17.2.Peranan vegetasi terhadap konservasi air dan tanah ... 37

2.17.3.Konservasi Non Vegetatif ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Perhitungan penambahan ketersediaan air ... 46

3.5 Kesimpulan dan Saran ... 46

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1Batasan dan Luas Wilayah ... 47

(16)

ix

4.3Keadaan Topografi ... 50

4.4Kondisi Tanah ... 51

4.5Status Lahan ... 52

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1Analisis Water Balance ... 53

5.1.1Data Curah Hujan dan Suhu. ... 54

5.1.2Perbedaan Suhu Pada Stasiun Penakaran Hujan. ... 57

5.1.3Pendugaan Suhu Pada Stasiun Penakaran Hujan Pacet. ... 58

5.1.4Evapotranspirasi Potensial. ... 59

5.1.5Indeks Panas Tahunan. ... 59

5.1.6Evapotranspirasi Potensial Belum Disesuaikan Garis Bujur. ... 61

5.1.7Koefisien Penyesuaian Bujur dan Bulan Setiap Stasiun. ... 64

5.1.8Evapotranspirasi Potensial (PE) Wilayah. ... 66

5.2Tataguna Lahan Daerah Tangkapan Air Sumber Jubel ... 67

5.3Perhitungan Debit Air yang meresap ke dalam Tanah ... 70

5.4Perhitungan Debit Air yang keluar dari Sumber Jubel ... 71

5.5Perhitungan Neraca Air ... 71

5.6Analisis Konservasi Sumber Air ... 72

5.6.1Metode Vegetatif. ... 72

5.6.1.1Prioritas Tanaman Konservasi ... 73

5.6.1.2Penanaman Sengon ... 75

5.6.2Metode Non-Vegetatif ... 76

5.6.2.1Embung ... 76

5.6.2.2Rorak ... 78

5.6.2.3Teras ... 79

5.7Penambahan volume air tanah Embung ... 83

5.7.1 Analisa Curah Hujan Rata-rata. ... 83

5.7.2Analisa Curah Hujan Harian Maksimum ... 84

(17)

x

5.7.2.2Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran ... 86

5.7.2.3Perhitungan Curah Hujan Maksimum ... 88

5.7.2.4Volume Resapan Embung ... 88

5.8Penambahan volume air tanah oleh penanaman sengon ... 90

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan ... 91

6.2Saran ... 92

(18)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai C berdasarkan penggunaan lahan. ... 8

Tabel 2.2 Hubungan kecepatan infiltrasi dan tekstur tanah. ... 10

Tabel 2.3 Koefisien Penyesuaian Menurut Bujur Dan Bulan. ... 12

Tabel 2.4 Masukan Pendugaan Evapotranspirasi Potensial...14

Tabel 2.5 Kelas Tekstur Tanah. ... ...19

Tabel 2.6 Jenis Tanah ...20

Tabel 2.7 Kepekaan Terhadap Erosi. ... ...25

Tabel 2.8Klasifikasi Kemiringan Lereng Berdasarkan USSSM ...25

Tabel 2.9 Kala ulang berdasarkan tipologi kota & luas daerah pengaliran. ... ...32

Tabel 4.1 Luas Catchment Area Sumber Jubel. ... ...47

Tabel 4.2 Pembagian iklim menurut Schimdt-Ferguson... ...49

Tabel 4.3 Curah Hujan Kecamatan Pacet ...49

Tabel 5.1 Curah Hujan Stasiun Pengamat Pacet No. 186 Tahun 2000-2012. ... ....54

Tabel 5.2 Data Suhu Stasiun Klimatologi Karangploso ... ...56

Tabel 5.3 Perbedaan Suhu. ... ....57

Tabel 5.4 Data Pendugaan Suhu Pada Stasiun Penakaran Hujan Pacet ...58

Tabel 5.5 Nilai indeks panas bulanan pada Stasiun Hujan Pacet. ... ...60

Tabel 5.6 Nilai Indeks Panas Tahunan (I) dan Nilai a ...60

Tabel 5.7 Evapotranspirasi Potensial Belum Disesuaikan Garis Bujur ...63

Tabel 5.8 Koordinat Stasiun Hujan... ...64

Tabel 5.9Koefisien Penyesuaian Menurut Bujur dan Bulan ... ...64

Tabel 5.10 Perhitungan Koefisien Penyesuaian Menurut Garis Lintang/ Bujur... .66

Tabel 5.11 Evapotranspirasi Potensial (PE) Stasiun Hujan Pacet... ...66

(19)

xiv

Tabel 5.13 Perhitungan besarnya debit air yang meresap ke dalam tanah pada

catchment Sumber Jubel ... ..70

Tabel 5.14 Neraca Air pada Catchment Area Sumber Jubel ...72

Tabel 5.15 Syarat tumbuh jenis-jenis tanaman... ...73

Tabel 5.16 Urutan Prioritas Pengembangan Tanaman... . ...74

Tabel 5.17Kapasitas Simpanan Air Tanah Tanaman ... .74

Tabel 5.18 Alih Fungsi Lahan Menjadi Hutan Tanaman Sengon ... ...75

Tabel 5.19 Analisa biaya penanaman sengon (per hektar). ... 76

Tabel 5.20 Perhitungan Curah Hujan Rata-rata ... ...84

Tabel 5.21 Analisa Frekuensi Curah Hujan. ... 84

Tabel 5.22 Hasil Uji Distribusi Statistik... ...85

Tabel 5.23 Parameter Uji Distribusi Statistik dalam Log ... ...84

Tabel 5.24 Nilai Kritis untuk Uji Chi Kuadrat... ...88

(20)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Sederhana Siklus Hidrologi. ... 7

Gambar 2.2. Konsep Dasar Neraca Air. ... 17

Gambar 2.3 Interaksi Lereng Dengan Vegetasi. ... 26

Gambar 2.4. Penetrasi Akar Pada Lapisan Tanah. ... 27

Gambar 2.5. Pembagian daerah pengaruh Metode Poligon Thiessen ... 30

Gambar 2.6. Pembagian daerah pengaruh Metode Isohyet...31

Gambar 3.1. Bagan alir penelitian... 41

Gambar 3.2. Bagan alir perhitungan biaya . ... 46

Gambar 4.1. Peta daerah tangkapan air Sumber Jubel ... 48

Gambar 4.2. Peta kelerengan Kecamatan Pacet. ... 50

Gambar 4.3. Peta Jenis Tanah Kecamatan Pacet ... 51

Gambar 4.4. Peta TAHURA R. Soerjo yang memperlihatkan status lahan di sekitar lokasi studi ... 52

Gambar 5.1. Penggunaan lahan daerah tangkapan air Sumber Jubel ... 69

Gambar 5.2. Tata letak embung yang ideal dalam siklus air ... 77

Gambar 5.3. Rorak yang Dibuat pada Teras ... 79

Gambar 5.4. Teras Individu ... 80

(21)

xii

(22)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok m anusia yang sangat penting untuk menunjang kegiatan sehari-hari, seperti kebutuhan air minum, industri, pertanian dan lain-lain. Namun pemenuhan kebutuhan akan air tersebut dapat terhambat jika ketersediaannya menurun, salah satu penyebabnya adalah penurunan sumber air baku. Hal inilah yang terjadi di Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Beberapa sumber air mengalami penurunan debit, dan yang paling drastis adalah Sumber Jubel yang terletak di Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Sumber Jubel terletak di ketinggian 735 meter di atas permukaan laut (dpl). Dipilih sebagai lokasi studi dikarenakan potensinya yang besar. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bagian Produksi PDAM “Djoebel Tirta” Kabupaten Mojokerto, pada pengukuran tahun 2012 debitnya turun dari 70 liter/detik menjadi 18,4 liter per detik (PDAM, 2014).

Penurunan Sumber Jubel ini tentu berpengaruh pada tingkat pelayanan PDAM “Djoebel Tirta” Kabupaten Mojokerto dalam memenuhi kebutuhan air bersih pelanggan. Karena Sumber Jubel merupakan salah satu sumber air potensial PDAM Kab. Mojokerto. Saat ini tingkat pelayanan 66 % , untuk meningkatkan pelayanan PDAM, selain terus mencari sumber air baru, upaya konservasi sumber air pun perlu dilakukan agar sumber air tidak mati (IUWASH, 2014).

(23)

2

catchment area. Selain memperbesar infiltrasi, upaya lain yang dapat dilakukan

adalah pengendalian limpasan hujan dalam bentuk resapan buatan seperti sumur atau kolam resapan dan sejenisnya.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas antara lain:

1. Apakah upaya konservasi yang tepat dilakukan di Sumber Jubel guna meningkatkan ketersediaan airnya?

2. Seberapa besar biaya yang diperlukan untuk upaya konservasi tersebut? 3. Seberapa besar penambahan volume ketersediaan air tanah dengan adanya

upaya konservasi tersebut?

1.3. Tujuan

Tujuan dalam studi ini adalah:

1. Menentukan upaya konservasi yang tepat berdasarkan kondisi di Sumber Jubel guna meningkatkan ketersediaan airnya dengan luas daerah tangkapan sebesar 304 ha.

2. Mengkaji seberapa besar biaya yang diperlukan untuk upaya konservasi tersebut.

3. Mengkaji seberapa besar penambahan volume ketersediaan air tanah dengan adanya upaya konservasi.

1.4. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari studi ini adalah sebagai rekomendasi perbaikan bagi instansi terkait dalam upaya memanfatkan dan melestarikan sumber air yang ada di Mojokerto agar tetap terjaga keberadaannya.

(24)

3

tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif terhadap penurunan debit banjir pada musim penghujan.

1.5.Ruang lingkup

Lokasi penelitian meliputi daerah tangkapan Sumber air Jubel Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Adapun aspek yang akan dibahas adalah aspek teknis dan aspek lingkungan sebagai upaya konservasi daerah tangkapan Sumber Jubel, serta aspek biaya.

1.6. Batasan Permasalahan

Dalam penelitian terdapat beberapa batasan dalam pembahasan permasalahan yaitu:

1. Pembahasan aspek teknis meliputi analisa neraca air dan upaya konservasi terhadap ketersediaan air.

(25)
(26)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peraturan Perundangan terkait Konservasi Air

Pelaksanakan konservasi air di Indonesia dilandasi oleh beberapa aspek hukum antara lain:

a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3), yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Disini tersirat bahwa keberadaan air perlu dikelola dan dilindungi agar dapat dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat.

b. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pasal yang membahas mengenai sumber air antara lain pasal 1, pasal 20 sampai dengan pasal 25. P asal 1 menyebutkan bahwa sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Keberadaan dan keberlanjutan sumber air perlu dijaga keadaan, sifat, dan fungsinya agar senantiasa memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain dengan melaksanakan konservasi. Pada pasal 20 konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air. Bentuk dari perlindungan dan pelestarian sumber air ini dapat berupa pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air, serta pengisian pada sumber air. Hal ini tertuang pada pasal 22 ayat 2.

(27)

6

PP ini air yang dimaksud mencakup semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Pembahasan mengenai konservasi tertuang pada bab V, pada pasal 49 ayat 1 disebutkan bahwa konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga, kelangsungan keberadaan, daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air. Seperti pada UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, PP No. 42 T ahun 2008 i ni juga menyebutkan salah satu bentuk konservasi sumber daya air adalah pe rlindungan dan pelestarian sumber air. Perlindungan dan pelestarian sumber air dapat dilakukan dengan pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air, serta pengisian air pada sumber air. Upaya ini dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan peningkatan daya resap lahan terhadap air hujan serta meningkatkan pengimbuhan air ke lapisan air tanah (akuifer).

d. Perda Kabupaten Mojokero No. 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mojokerto thun 2012-2032 pasal 25 menyebutkan pemeliharaan dan perlindungan kelangsungan fungsi terhadap sumber-sumber mata air, daerah resapan air, dan daerah tangkapan air terkandung dalam rencana sistem jaringan air baku untuk air bersih.

2.2. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi seringkali digambarkan dengan air menguap dari permukaan laut akibat energi panas matahari. Uap air yang terbentuk tersebut kemudian dibawa udara yang bergerak dan mengalami kondensasi, sehingga membentuk butir-butir air, yang akan jatuh kembali sebagai hujan. Hujan tersebut dapat jatuh di laut, darat dan sebagian menguap kembali sebelum mencapai ke permukaan bumi.

(28)

7

dengan beberapa cara. Sebagian akan tertahan sementara di permukaan bumi sebagai genangan, dan sebagian akan mengalir menjadi aliran permukaan. Jika permukaan tanah porus, sebagian air akan mengalami infiltrasi atau meresap ke dalam tanah. Sebagian lagi akan kembali melalui penguapan dan transpirasi oleh tanaman. Pada kondisi tertentu air dapat mengalami peristiwa yang disebut interflow yaitu mengalir secara lateral pada zona kapiler. Uap air dalam zona kapiler dapat juga kembali ke permukaan tanah kemudian menguap. Air yang tersimpan dalam zona jenuh air disebut air tanah. Air tanah ini bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan atau lapisan tanah sampai keluar ke permukaan sebagai mata air (spring) atau sebagai rembesan ke danau, waduk, sungai atau ke laut.

Gambar 2.1 Ilustrasi sederhana siklus hidrologi (Kodoatie, 2012)

2.3. Aliran Limpasan

Merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan

(29)

8

tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutam a pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau limpasan (Mahbub, 2012)

Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah.. Faktor yang mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan ukuran DAS, topografi, dan tataguna lahan. Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.

2.4. Koefisien Aliran Permukaan

Koefisien aliran permukaan (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.

Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 a rti nya 10% dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar. Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung penggunaan lahan.

Tabel 2.1 Nilai C berdasarkan penggunaan lahan No. Tutupan Lahan Nilai C

1 Hutan Primer 0,01

(30)

9

2.5. Pergerakan Air Jenuh dalam Tanah

Air hujan yang memasuki tanah, mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses pergerakan air jenuh. Gerakan ini berlangsung terus selama cukup air ditambahkan dan tidak ada penghalang. Pergerakan air jenuh ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1) daya air yang bergerak (driving force), dan (2) kemampuan pori melalukan air (hidraulic conductivity = hantaran hidrolik) (Hakim et al. 1986).

Jumlah air yang bergerak melalui profil tanah ditentukan oleh faktor-faktor: (1) jumlah air yang ditambahkan, (2) kemampuan infiltrasi permukaan tanah, (3) hantaran hidrolik horizon-horizon, dan (4) jumlah air yang ditahan oleh profil tanah pada keadaan kapasitas lapang.

(31)

10 2.6. Infiltrasi

Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Perkolasi adalah peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah. Laju infiltrasi adalah banyaknya air per satuan waktu yan masuk melalui permukaan tanah. Laju maksimum air dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi (Arsyad 2000).

Selama intensitas hujan (laju penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitasi hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi maka terjadilah genangan air di atas permukaan tanah atau aliran permukaan

Kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah. Harga-harga untuk tanah-tanah bervegetasi secara karakteristik adalah lebih tinggi tergantung pada tipe vegetasi dan faktor-faktor lainnya. Pemadatan oleh hujan, hewan, ataupun peralatan yang berat secara drastis dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap ar dengan menghilangkan ruang pori non-kapiler (Lee 1980).

Tabel 2.2 Hubungan kecepatan infiltrasi dan tekstur tanah Tekstur tanah Kecepatan Infiltrasi

(mm/jam)

Kriteria

Pasir berlempung 25-50 Sangat cepat

Lempung 15-25 Cepat

Lempung berdebu 7,5-15 Sedang

Lempung berliat 0,5-7,5 Lambat

Liat < 0,5 Sangat lambat

(32)

11 2.7. Mata Air

Menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 35, mata air merupakan salah satu sumber air. Dalam ilmu hidrogeologi mata air merupakan titik atau terkadang berbentuk suatu area kecil tempat air tanah muncul atau dilepaskan dari suatu akuifer (Kodoatie, 2012). Kebanyakan air yang bersumber dari mata air kualitasnya baik sehingga umumnya digunakan sebagai sumber air minum oleh masyarakat sekitarnya (Arthana, 2007).

Dalam siklus hidrologi air mengalir dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan, dataran tinggi) ke tempat yang rendah (dataran rendah, daerah pantai) dan bermuara ke wadah air (laut, danau), air meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan mengalir juga secara gravitasi dari dalam tanah dengan elevasi yang lebih tinggi ke lebih rendah. Selanjutnya air yang mengisi pori-pori tanah ini membentuk suatu tempat penyimpanan air tanah yang disebut akuifer. Akibat patahan lapisan batuan, air tanah pada akuifer memancar ke permukaan membentuk suatu mata air (Kodoatie, 2012).

Pengelolaan mata air didasarkan pada daerah imbuhan (recharge area) dan

daerah lepasan (discharge area). Recharge area merupakan daerah resapan air

yang mampu menambah air tanah secara alamiah dan letaknya berada di elevasi yang lebih tinggi dari mata air. Sedangkan discharge area merupakan daerah

pemanfaatan dari air tanah tersebut dan berada di hilir dengan morfologi berupa dataran rendah.

Tiga faktor yang menentukan besarnya debit mata air adalah permeabilitas akuifer, luasan daerah resapan (recharge area) yang mengisi akuifer, dan besarnya pengisian air tanah (groundwater recharge) (Davis and deWeist 1966).

2.8. Suhu

(33)

12

Data suhu berasal dari suhu rata-rata harian, bulanan dan tahunan. Adapun pengertian masing-masing adalah (A.G Kertasapoetra, 2005):

1. Suhu rata-rata harian, yaitu:

a. Dengan menjumlahkan suhu maksimum dan minimum hari tersebut, selanjutnya dibagi dua.

b. Dengan mencatat suhu setiap jam pada hari tersebut selanjutnya dibagi 24. 2. Suhu rata-rata bulanan, yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata harian, yang

selanjutnya dibagi 30;

3. Suhu rata-rata tahunan, yaitu dengan menjumlahkan suhu rata-rata bulanan, yang selanjutnya dibagi 12;

4. Suhu normal adalah angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu 30 tahun. Di Indonesia tidak semua stasiun mempunyai data suhu udara. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pendugaan suhu udara dari stasiun terdekat dengan mempertimbangkan faktor ketinggian tempat. Untuk penyesuaian ini digunakan cara Mock (1973).

∆t = 0,006 ( z1 – z2 ) °C (2.1)

Dengan:

∆t = perbedaan suhu antara stasiun pengukuran dengan stasiun pengukuran yang dianalisa (°C)

z1 = elevasi stasiun pengukuran suhu (m)

z2 = elevasi stasiun hujan yang dianalisa (m)

(34)

13

Sumber: Sosrodasono dan Takeda (2003)

2.9. Evapotranspirasi Potensial (PE)

Evaporasi adalah berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Sedangkan Transpirasi merupakan proses keluarnya air dari tanaman akibat proses respirasi dan fotosintesisi.

Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi.

Faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut (Triatmodjo, 2010):

1. Radiasi matahari. 2. Kecepatan Angin.

(35)

14 4. Suhu (temperatur).

Faktor penting terjadinya evapotranspirasi adalah tersedianya air dalam jumlah banyak. Jika air selalu tersedia dalam jumlah yang berlimpah bagi tumbuhan untuk digunakan dalam proses transpirasi, akan lebih banyak yang digunakan dibandingkan jika jumlah air yang tersedia lebih sedikit yang dapat digunakan. Oleh karena itu, perbedaan harus dibuat antara evapotranspirasi potensial (potential evapotranspiration) dan evapotranspirasi sebenarnya terjadi (Wilson, 1993).

Dalam perhitungan evapotranspirasi potensial dapat menggunakan beberapa metode terkait data yang tersedia, diantaranya seperti tabel dibawah ini:

Tabel 2.4 Beberapa Masukan Pendugaan Evapotranspirasi Potensial (PE) Dan Masukan Data Yang Dibutuhkan Dalam Perhitungan.

No Rumus Data Klimatologi yang Diperlukan

(36)

15 Sumber: CD Soemarto, 1987

Pemakaian rumus yang ada dalam perkiraan besarnya evapotranspirasi potensial (PE) umumnya sangat dipengaruhi oleh ketersediaan data. Pada studi ini untuk menghitung evapotranspirasi potensial digunakan Thornthwaite.

Evapotranspirasi Potensial Metode Thornthwaite

Evapotranspirasi potensial adalah nilai yang menggambarkan kebutuhan lingkungan, varian vegetasi, atau kawasan pertanian untuk melakukan evapotranspirasi. Thornthwaite mengusulkan metode empiris menghitung

evapotranspirasi potensial dari data suhu udara rata-rata bulanan, standar bulan 30 hari dan jam penyinarannya 12 jam. Adapun persamaan adalah:

..2-2 (2.2)) kelembaban relatif, koefesien tanaman.

Suhu, kelembaban mutlak, % sinar matahari.

Suhu, kelembaban relatif, % sinar matahari, koefesien tanaman. kelembaban relatif, koefesien tanaman.

Suhu, kelembaban relatif, % sinar matahari, koefesien tanaman

(37)

16

...

.. (2... (

..Dengan:

Tm = suhu udara rata-rata bulanan (°C)

f = Koefesien penyesuaian hubungan antara jumlah jam dan hari terang berdasarkan lokasi

I = indeks panas tahunan

PEx = Evapotranspirasi potensial yang belum disesuaikan faktor f (mm/bulan)

PE = Evapotranspirasi potensial (mm/bulan)

2.10 Perhitungan Neraca Air

Water balance (neraca air) adalah suatu analisa yang menggambarkan pemanfaatan sumber daya air suatu daerah tinjauan yang didasarkan pada perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air. Keseimbangan air merupakan proses keluar masuk dan storage air dalam suatu ruang tinjau dalam hal ini pada daerah tangkapan air Sumber Jubel.

Pendekatan strategis merupakan pendekatan dengan metode keseimbangan antara suplai dan kebutuhan serta antisipasi atau berusaha menghindari ancaman dari dampak kekeringan (Kodoatie dan Sjarief 2010). Pendekatan harus berdasar pada keseimbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan, dari sisi ketersediaan sumber daya air yang ada harus terjamin keberadaannya yang berkelanjutan. Sedangkan dari sisi kebutuhan, air yang dimanfaatkan harus lebih kecil atau sama dengan ketersediaan. Dari strategi tersebut maka akan diurai lebih dalam konsep dan metode yang akan digunakan dalam penelitian.

Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk (inflow) dan yang keluar (outflow) dalam suatu proses sirkulasi air pada periode tertentu (Sri Harto, 2000). Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan:

(2.4)

(38)

17

Gambar 2.2. Konsep Dasar Neraca Air (Sri Harto, 2000) Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan:

I = O ± ΔS (2.6)

I = masukan (inflow) O = keluaran (outflow) ΔS = perubahan tampungan.

Neraca air merupakan hubungan antara masukan air total dan keluaran air total yang terjadi pada suatu. Teknik neraca air sebagai salah satu subjek utama dalam hidrologi, merupakan suatu cara untuk mendapatkan jawaban penting atas permasalahan praktis hidrologi, yaitu dalam hal evaluasi kuantitatif sumberdaya air wilayah, serta perubahan akibat intervensi kegiatan manusia. Informasi neraca air sungai diperlukan untuk operasional pengelolaan dan prakiraan hidrologi dalam pengelolaan air umumnya.

Faktor-faktor yang digunakan dalam perhitungan dan analisis neraca air adalah ketersediaan air dari aliran air tanah ( air yang meresap dalam tanah) dan kebutuhan air dari tiap daerah layanan ( kebutuhan air tanah sendiri untuk air bersih PDAM berupa debit output Sumber Jubel yang diguanakan sebagai sumber air bersih PDAM Kab. Mojokerto). Persamaan yang dapat d igunakan untuk menghitung neraca air adalah sebagai berikut:

Q ketersediaan = Q kebutuhan ± ΔS (2.7)

Keterangan:

Qketersediaan = debit ketersediaan air tanah

Qkebutuhan = debit kebutuhan air tanah

ΔS = perubahan tampungan

Untuk mengetahui jumlah air yang meresap dalam tanah ditentukan dengan perhitungan potensi air tanah dengan pendekatan empiris dengan persamaan dari Ffolliot:

(39)

18 Keterangan:

R = Volume air yang meresap ke dalam tanah (m3)

P = Curah hujan (m/tahun)

PE = Evapotranspirasi Potensial (m/tahun) Ai = Luasan catchment area (m2)

Cro = Koefisien limpasan permukaan

2.11. Sifat-sifat Tanah

Tanah adalah suatu tubuh alam yang tersusun oleh bahan-bahan padat (hancuran batu, mineral/pelikan dan bahan organik, cairan dan gas), terdapat di permukaan lahan, menempati ruang tertentu, dan dicirikan oleh horison dan/atau lapisan, yang dapat dipisahkan dari bahan asalnya karena telah mengalami penambahan, pelenyapan, pemindahan dan malih wujud energi dan bahan penyusunnya. Tubuh tanah ini terbentuk oleh adanya saling tindak antara bahan induk tanah di suatu loka dengan lingkungannya yang melibatkan aneka proses pembentukan tanah (Buol et al. 1980; Soil Survey Staff 1998, diacu dalam Mega

2010). Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00-0,20 mm atau 2000-200 μm), debu (silt) (berdiameter

0,20-0,002 mm atau 200-2 μm) dan liat (clay) (<2 μm). Proporsi fraksi menurut

kelas tekstur tanah dapat dilihat pada tabel 4. Struktur merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (gabungan partikel-partikel primer yang disebut

ped (gumpalan) yang membentuk agregat (bongkah). Porositas adalah

(40)

19 2.12. Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun masa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah (Mega dkk, 2010). Klas tekstur tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.5. Kelas Tekstur Tanah

No Kelas Tekstur Sifat Tanah

1 Pasir Rasa kasar jelas, tidak membentuk bola dan gulungan serta tidak melekat.

2 Pasir berlempung Rasa kasar sangat jelas, membentuk bola yang mudah sekali hancur serta sedikit sekali melekat.

3 Lempung berpasir Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak keras, mudah hancur serta melekat. 4 Lempung berdebu Rasa licin, membentuk bola teguh, pita dan

lekat.

5 Lempung Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat.

6 Debu Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat serta agak melekat.

7 Lempung berliat Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (kering), membentuk gulungan bila dipijit, gulungan mudah hancur serta melekat.

8 Lempung liat berpasir Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh

(41)

20

No Kelas Tekstur Sifat Tanah

11 Liat berdebu Rasa agak licin, membentuk bola, dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung serta melekat sekali.

12 Liat berat Rasa berat sekali, membentuk bola baik serta melekat sekali.

Sumber: Mega dkk, 2010

2.13. Jenis Tanah

Menurut Dudal dan Soepraptoharjo (1957) yang telah dimodifikasi dengan pengaruh FAO/ UNESCO jenis tanah dapat diklasifikasikan menurut tekstur maupun warnanya sebagai berikut:

Tabel 2.6. Jenis Tanah

No Klasifikasi Tanah Sifat Tanah

1 Organosol Tanah organik (gambut yang tebalnya lebih dari 50 cm).

2 Litosol Tanah yang dangkal yang berkembang diatas batuan keras dan belum mengalami perkembangan profil akibat dari erosi. Dijumpai pada daerah dengan lereng yang curam.

3 Rendzina Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, kandungan bahan organik lebih 1 %, kejenuhan basa lebih 50 %, dibawahnya terdiri dari batuan kapur.

4 Grumusol Tanah dengan kadar liat lebih dari 30 % bersifat mengembang dan mengkerut. Kalau musim kering tanah keras dan retak-retak karena mengkerut, kalau basah lengket (mengembang).

(42)

sifat-21

No Klasifikasi Tanah Sifat Tanah

sifat hidromorfik lain.

6 Aluvial Tanah yang berasal dari endapan alluvial atau koluvial muda dengan perkembangan profil tanah lemah sampai tidak ada. Sifat tanah beragam tergantung dari bahan induk yang diendapkannya serta penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian maupun iklim yang memiliki kandungan pasir kurang dari 60 %

7 Arenosol Tanah berstektur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan atau memperlihatkan ciri-ciri mirip horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat karena tekstur teralu kasar 8 Andosol Tanah yang berwarna hitam sampai coklat

tua dengan kandungan bahan organik tinggi, remah dan porous, licin (smeary) dan reaksi tanah antara 4.5 – 6.5.

Horison bawah-permukaan berwarna coklat sampai coklat kekuningan dan kadang dijumpai padas tipis akibat semenatsi silika. Tanah ini dijumpai pada daerah dengan bahan induk vulkanis mulai dari pinggiran pantai sampai 3000 m diatas permukaan laut dengan curah hujan yang tinggi serta suhu rendah pada daerah dataran tinggi

9 Latosol Tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dengan kandungan bahan organik, mineral primer dan unsur hara rendah, bereaksi masam (pH 4.5 – 5.5), terjadi akumulasi seskuioksida, tanah berwarna merah, coklat kemerahan hingga coklat kekuningan atau kuning. Tanah terdapat mulai dari daerah pantai hingga 900 m dengan curah hujan antara 2500 – 7000 mm per tahun.

(43)

22

No Klasifikasi Tanah Sifat Tanah

11 Kambisol Tanah dengan horison kambik, atau epipedon umbrik, atau mollik. Tidak ada gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air). 12 Nitosol Tanah dengan penumbunan liat (horison

argilik). Dari horison penimbunan liat maksimum ke horison-horison dibawahnya, kadar liat kurang dari 20 %. Mempunyai sifat ortosik (Kapasitas Tukar Kation kurang dari 24 me/100 gr liat).

13 Podsolik Merupakan tanah sangat tercuci yang berwarna abu-abu muda sampai kekuningan pada horison permukaan sedang lapisan bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan kejenuhan basa yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat masam (pH 4.2 – 4.8). Pada horison bawah permukaan terjadi akumulasi liat dengan struktur tanah gumpal dengan permeabilitas rendah. Tanah mempunyai bahan induk batu endapan bersilika, napal, batu pasir dan batu liat. Tanah ini dijumpai pada ketinggian antara 50 – 350 m dengan curah hujan antara 2500 – 3500 mm/tahun 14 Mediteran Tanah yang berkembang dari bahan induk

batu kapur dengan kadar bahan organik rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi, tekstur berat dengan struktur tanah gumpal, reaksi tanah dari agam masam sampai sedikit alkalis (pH 6.0 – 7.5). Dijumpai pada daerah mulai dari muka laut sampai 400 m pada iklim tropis basah dengan bulan kering nyata dan curah hujan tahunan antara 800 – 2500 mm.

(44)

23

No Klasifikasi Tanah Sifat Tanah

sekurang-kurangnya pada sebagaian dari horison albik

16 Podsol Tanah dengan bahan organik cukup tinggi yang terdapat diatas lapisan berpasir yang mengalami pencucian dan berawrna kelabu pucat atau terang. Dibawah horison berpasir terdapat horison iluviasi berwarna coklat tua sampai kemerahan akibat adanya iluviasi bahan organik dengan oksida besi dan alumunium. Tanah ini berkembang dari bahan induk endapan yang mengandung silika , batu pasir atau tufa volkanik masam. Tanah dijumpai mulai dari permukaan laut sampai 2000 m dengan curah hujan 2500 – 3500 mm/tahun.

17 Oksisol Tanah dengan pelapukan lanjut dan

mempunyai horison oksik, yaitu horison dengan kandungan mineral mudah lapuk rendah, fraksi liat dengan aktifitas rendah, Kapasitas Tukar Kation rendah (kurang dari 16me/100 gr liat). Tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang tidak jelas.

Sumber: FAO dan UNESCO dalam Mega dkk, 2010

Ada beberapa jenis tanah yang dikemukakan oleh Avery, 1980 da n Komisi Kehutanan (Kennedy, 2002) jika dilihat dari sifat fisik dan hidrologinya diantaranya adalah:

1. Tanah Dalam

Jenis tanah ini terdiri atas pasir yang berpori besar yang membantu mempercepat akar mencapai kedalaman tertentu, yang termasuk jenis tanah ini adalah litosol.

2. Tanah Dangkal Batuan

(45)

24 3. Tanah Liat Sedang

Jenis tanah ini memiliki kemiripan dengan jenis tanah dalam maupun tanah dangkal tetapi akar tetap dapat berkembang.

4. Tanah Lapisan Kedap

Tanah yang memiliki ukuran partikel besar yang dibatasi lapisan kedap. Tanah ini hanya akan tergenang air pada suatu periode tertentu. Termasuk dalam jenis adalah podsolik.

5. Tanah Dengan Kelembaban Menahan Lapisan Atas

Tanah ini memiliki kandungan air yang cukup sedikit karena tingkat permeabilitas yang rendah sehingga hanya terdapat sedikit akar tanaman yang mampu berkembang untuk mencapai kedalaman tertentu.

6. Tanah Basah Lapisan Bawah

Jenis tanah lempung abu-abu kebiruan yang terjadi di daerah yang miliki kelembaban tertentu (suhu dingin)

7. Tanah Kaya Organik

Termasuk dalam jenis ini adalah tanah gambut.

2.14. Erosi

(46)

25

Dampak erosi adalah penurunan kesuburan tanah dan penurunan kapasitas tanah dalam menyerap dan menyimpan air. Erosi juga mengakibatkan pemadatan tanah akibat pukulan air hujan yang terus menerus sehingga air hujan yang jatuh tidak dapat masuk dan tersimpan di dalarn tanah akhirnya terjadi limpasan permukaan. Oleh karena tidak ada atau sangat sedikit air yang tersimpan di dalam tanah sebagai air tanah (ground water) maka pada musim kemarau akan berakibat

terjadinya kekeringan dan sebaliknya pada musim penghujan akan menyebabkan banjir.

2.14.1. Kelas Kemampuan Lahan

Kelas kemampuan lahan yaitu penilaian faktor-faktor yang menentukan daya guna lahan, kemudian mengelompokkan atau menggolongkan penggunan lahan sesuai klasifikasi kemampuan lahan utamanya yang berhubungan dengan erosi. Kelas kemampuan lahan dapat ditentukan dalam beberapa kriteria, diantaranya adalah:

Tabel 2.7. Kepekaan Terhadap Erosi Kelas

Tanah

Kelompok Jenis Tanah Kepekaan Terhadap Erosi

1 Aluvial, gleisol dan planosol Tidak peka

2 Latosol Agak peka

3 Andosol, grumusol, podsol Peka

4 Regosol, litosol, organosol dan rendzina Sangat peka Sumber: Agustian, 2007

(47)

26 Kelas

lereng

Kisaran Lereng (°)

Kisaran Lereng (%)

keterangan

6 25 - 26 56 - 140 Sangat curam

7 > 65 > 140 Terjal

Sumber: Agustian, 2007

2.14.2. Interaksi Antara Lereng dan Vegetasi

Akar tanaman memiliki kemampuan dalam menaikan kuat geser tanah dan mengikat partikel-partikel tanah sehingga tidak mudah terbawa erosi (Greenway, 1987).

Hujan yang ditangkap oleh pohon ( daun/canopy) dan kemudian air hujan

diteruskan ke permukaan tanah oleh tanaman perdu. Air hujan akan meresap dalam tanah sehinga mengurangi runoff. Meresapnya air hujan ke dalam tanah

akan mengisi lapisan air tanah (aquifer) tanah.

Gambar 2.3. Interaksi Lereng Dengan Vegetasi (Greenway, 1987)

Posisi akar tanaman di lerengan

Menurut Sotir (1984), posisi penetrasi akar di bagi menjadi 4 ( empat) bagian sebagai berikut:

(48)

27

• Tipe B, akar tanaman sudah mencapai tanah asli sehingga penjangkaran akar cukup kuat untuk mencegah erosi permukaan dan longsor dangkal. • Tipe C, akar tanaman menembus dua lapisan tanah, sehingga efek

pengangkuran akar lebih effektif.

• Tipe D, hampir mirip dengan tipe A tapi beda ketebalan dari top soilnya. Tipe D lebih tebal daripada tipe A

Tipe – tipe tersebut sangat tergantung dari jenis tanaman, jenis akar, jenis lapis – lapisan tanah.

Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Penetrasi Akar Pada Lapisan Tanah (Sotir dkk, 1984)

2.15. Pengaruh Hutan terhadap Hidrologi

Keberadaan hutan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas air. Pertama, intersepsi tajuk hutan dapat mengurangi jumlah presipitasi yang mencapai tanah mineral. Kemudian, air yang berada di dalam tanah (soil moisture) dilepaskan ke

udara melalui sistem perakaran-batang-daun dalam proses transpirasi. Pada akhirnya, sistem perakaran, bahan organik, dan serasah meningkatkan laju infiltrasi dan kapasistas menyimpan air tanah (ground water). Kombinasi dari

ketiga proses ini dapat mengurangi limpasan permukaan, memperlambat waktu limpasan permukaan, dan memperlambat waktu kenaikan debit sungai pada DAS yang berhutan daripada DAS yang tidak berhutan (Chang 2003).

(49)

28

organik pada lantai hutan dan zone perakaran. Suryatmojo (2006) menyebutkan bahwa peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses: a. Evapotranspirasi

b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi.

2. Menambah titik-titik air di atmosfer.

3. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.

4. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat: a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan.

b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan.

5. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah

Pohon memberikan kemungkinan terbaik bagi perbaikan sifat tanah. Hal ini berkaitan dengan dihasilkannya serasah yang cukup tinggi oleh pohon. Akibatnya, kandungan bahan organik lantai hutan meningkat. Selain itu, kapasitas infiltrasi hutan pun menjadi lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan bukan hutan. Tebalnya lapisan serasah juga meningkatkan aktivitas biologi tanah. Pergantian perakaran pohon (tree root turnover) yang amat dinamis dalam jangka waktu yang

lama dapat menyebabkan ditemukannya pori-pori berukuran besar (macroporosity) pada tanah hutan. Akibatnya, tanah hutan memiliki laju perkolasi

yang jauh lebih tinggi (Singer & Purwanto 2006).

2.16. Analisis Hidrologi

(50)

29

data hidrologi yang dikumpulkan. Untuk studi ini, analisis hidrologi digunakan dalam menentukan debit limpasan yang terjadi.

2.16.1. Perhitungan Curah Hujan Rata-rata

Jika di suatu areal terdapat beberapa stasiun pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal. Ada tiga cara dalam menentukan curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari data curah hujan di beberapa stasiun pencatat curah hujan, yaitu sebagai berikut :

2.16.1.1 Metode Rata-Rata Aljabar (Metode Arithmatic)

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana, yaitu dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) dari pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal tersebut selama satu periode tertentu. Cara ini akan menghasilkan nilai rata-rata curah hujan yang baik, apabila daerah pengamatannya datar, penempatan alat ukur tersebar merata dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.

Rumus :

(2.9) di mana :

= tinggi curah hujan rata-rata (mm).

R1, R2, R3,.. Rn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,3,….,n (mm).

n = banyaknya pos penakar hujan.

2.16.1.2 Metode Poligon Thiessen

Metode ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average), dimana masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar.

(51)

30

• Stasiun hujan / pos penakar minimal tiga buah dan letak stasiun dapat tidak merata.

• Daerah yang diperhitungkan dibagi menjadi poligon-poligon, dengan stasiun hujan sebagai pusatnya.

Gambar 2.5 Pembagian daerah pengaruh Metode Poligon Thiessen

Cara perhitungan :

Misalnya 1 A adalah luas daerah pengaruh pos penakar 1, 2 A luas daerah pengaruh pos penakar 2, dan seterusnya. Jumlah 1 A + 2 A +….+ n A = A adalah jumlah luas seluruh areal yang dicari nilai curah hujan rata-ratanya. Jika pos penakar 1 menakar tinggi hujan 1 R , pos penakar 2 menakar tinggi hujan 2 R , dan pos penakar n menakar n R , maka:

Rumus :

(2.10)

di mana :

= tinggi curah hujan rata-rata (mm).

R1, R2, R3,.. Rn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,3,….,n (mm).

(52)

31 2.16.1.3 Metode Isohyet

Pada metode ini, dengan data curah hujan yang ada dibuat garis-garis yang merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang sama (isohyet). Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan nilai rata-ratanya dihitung sebagai nilai rata-rata timbang dari nilai kontur, kemudian dikalikan dengan masing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan luas total daerah maka akan didapat curah hujan areal yang dicari.

Syarat-syarat penggunaan Metode Isohyet, yaitu : • Dapat digunakan di daerah datar maupun pegunungan.

• Stasiun hujan / pos penakar harus banyak dan tersebar merata. • Bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat.

• Perlu ketelitian tinggi dan diperlukan analis yang berpengalaman.

Gambar 2.6 Pembagian daerah pengaruh Metode Isohyet Rumus :

(2.11)

di mana :

= tinggi curah hujan rata-rata (mm).

(53)

32

A1, A2, .... An = luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang

bersangkutan (km2).

2.16.2. Periode Ulang dan Curah Hujan Rancangan

Periode ulang adalah terminologi yang sering digunakan dalam bidang sumberdaya air, yang kadang difahami secara berbeda oleh berbagai pihak. Definisi fundamental dari hidrologi statistik mengenai ”periode ulang” ( Haan,1977): “Periode Ulang adalah rerata selang waktu terjadinya suatu kejadian dengan suatu besaran tertentu atau lebih besar.”

Curah hujan rancangan adalah curah harian maksimum yang mungkin terjadi dalam periode waktu tertentu misal 2 tahunan, 5 tahunan dan seterusnya. . Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu, kala ulang rencana untuk saluran mengikuti standar yang berlaku seperti tabel 2.9.

Tabel 2.9 Kala ulang berdasarkan tipologi kota & luas daerah pengaliran

Metode analisis periode ulang hujan maksimum dapat dilakukan antara lain dapat dilakukan dengan metode :

• Metoda E.J. Gumbel • Metoda Log Pearson III • Metode Iway Kadoya

(54)

33

(2.12)

di mana :

X2Cr : harga Chi Kuadrat

Efi : banyaknya frekuensi yang diharapkan Ofi : frekuensi yang terbaca pada kelas i n : jumlah data

2.17. Konservasi

Konservasi dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah suatu upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, da ya tampung, dan fungsi sumber daya air. Kegiatan ini dapat berupa perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian sumber air memiliki beberapa teknik, antara lain secara konservasi vegetatif dan non vegetatif. Teknik-teknik tersebut dapat dilakukan melalui:

1. Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; 2. Pengisian air pada sumber air;

3. Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

(55)

34 5. Rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

6. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam

2.17.1 Konservasi Vegetatif

Konservasi secara vegetatif dapat menjaga keberlangsungan keberadaaan tanah tanah dan air melalui sistem perakaran tumbuhan penutup tanah yang meningkatkan kesempatan air untuk dapat diserap tanah. Dengan adanya sistem perakaran dan bahan organik, organisme akan tumbuh secara alami dan menciptakan biopori yang dapat meningkatkan porositas tanah. Hal ini akan meningkatkan infiltrasi tanah lalu air yang terserap akan tertangkap oleh akuifer dan akan dilepaskan secara bertahap dalam bentuk mata air (Kustamar dkk, 2010). Untuk mengetahui jenis tumbuhan yang sesuai untuk ditanam pada daerah studi, perlu adanya pemilihan jenis tumbuhan yang tepat. Vegetasi tersebut haruslah memiliki kemampuan menahan dan meresapkan air di daerah kawasan resapan air.

1. Bambu

Bambu sebagai salah satu tumbuhan daerah tropis dan subtropik. Termasuk dalam devisi spermatophyta, subdevisi angiospermae, klas monocotyledonae, ordo Graminales, family graminiae, sub family bamusoideae.

(56)

35 2. Jati Putih

Jati putih (Gmelina arborea) merupakan salah satu jenis tanaman yang mampu hidup padatanah yang relatif marginal. Jenis ini disebut jati putih karena disamping daunnya bentuknya hampir sama dengan jati, juga berasal dari famili yang sama yaitu Verbenaceae. Pada tanah yang subur, batangnya dapat mencapai ukuran 60-70 cm dengan tinggi mencapai 30 m bercabang banyak hingga membentuk tajuk besar dan rimbun sehingga cocok untuk menekan pertumbuhan alang-alang.

Jati Putih tumbuh pada ketinggian 90-900 m dpl, namun di Srilanka diketemukan juga tumbuh pada ketinggian 1500 m dpl. Tanaman ini tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau yang basah maupun kering yaitu pada iklim A sampai D dengan curah hujan 750-4500 mm/tahun pada jenis tanah yang subur.

3. Mahoni

Mahoni tergolong dalam famili Meliaceae dan terdapat dua jenis spesies yang cukup dikenal di Indonesia, yaitu Swietenia macrophylla (mahoni berdaun

lebar) dan S. Mahagoni (mahoni berdaun kecil). Tinggi tanaman mahoni dapat

mencapai hingga 40 m dengan diameter batang mencapai 100 c m. Tajuknya berbentuk seperti kubah, daunnya berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan panjang 10-30 cm.

Tanaman mahoni tidak memiliki persyaratan tipe tanah yang spesifik, hal ini dikarenakan mahoni secara alami dapat tumbuh pada tipe tanah alluvial, tanah vulkanik, tanah laterik, dan tanah dengan kandungan liat yang tinggi. Namun pertumbuhan mahoni akan baik pada tanah yang subur serta memiliki aerasi yang baik dengan pH berkisar 6,5 sampai 7,5 (Soerianegara dan Lemmens, 1994).

4. Pinus

Pinus (Pinus merkusii) termasuk dalam famili Pinaceae. Pohon pinus

(57)

36

kuat. Akar tunggang memiliki ciri khas yaitu pada akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok y ang bercabang-cabang menjadi akar yang lebih kecil, sehingga memberi kekuatan yang lebih besar kepada batang, dan juga memperluas daerah perakaran sehingga dapat menyerap air dan zat-zat makanan lebih banyak. Tegakan pohon Pinus dapat mencapai 45 m dengan diameter hingga 140 c m. Daun pohon pinus berbentuk sangat khas memipih seperti jarum dan berkelompok atau berupa sisik, warnanya bervariasi antara hi jau muda hingga hijau tua (Alvitasari, 2013).

Tempat tumbuh terbaik untuk pohon pi nus adalah pada ketinggian 200-2000 m dpl, pada tipe iklim A dan B menurut Schmidt-Ferguson, pada curah hujan sekurang-kurangnya 1500-4000 mm/tahun dengan jumlah bulan kering 0-3 bulan. Namun sebuah penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii) yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor dan Universitas Brawijaya/ Unibraw (Priyono dan Siswamartana, 2002), menyimpulkan bahwa tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang mempunyai curah hujan di atas 2.000 mm/tahun. Pada daerah yang mempunyai curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun disarankan agar penanaman pinus dicampur dengan tanaman lain yang mempunyai intersepsi dan evaporasi lebih rendah misalnya Puspa atau Agatis. Sedangkan untuk daerah yang mempunyai curah hujan 1.500 mm/tahun atau kurang disarankan untuk tidak menanam pinus karena akan menimbulkan kekurangan (deficit) air. Jenis ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tipe tanah dengan lapisan tanah yang tebal/dalam (> 75 cm), pH tanah asam (4,5-5,5) dan menghendaki tekstur tanah lempung berpasir sampai pasir berlempung.

5. Sengon

(58)

37

mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus. Sengon memiliki akar tunggang yang kuat menembus tanah.

Tanaman sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan pH 6-7. Ketinggian tempat yang optimal antara 0-800 mdpl. Walaupun demikian sengon masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m dpl dengan temperatur 18-27°C. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimal 1500 mm/tahun dengan kelembaban sekitar 50-75 %.

Setiap metode konservasi pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk metode konservasi vegetatif memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut (Sinukaban, 2003):

Kelebihan:

• Memelihara kestabilan struktur tanah melalu sistem perakaran. • Mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman.

• Dapat memulihkan tata air suatu DAS.

• Memiliki nilai ekonomis seperti pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya sehingga menambah penghasilan petani.

Kekurangan:

• Tidak semua tanaman dapat berfungsi sebagai tanaman konservasi, sehingga diperlukan kajian terhdap kondisi lahan dan jenis-jenis tanaman.

• Diperlukan waktu yang relatif lama untuk menuai manfaatnya.

2.17.2. Peranan vegetasi terhadap konservasi air dan tanah

• Menurut Dahlan (2004), gmelina mampu meresapkan air air tanah sebesar 260 mm/tahun atau dapat menambah simpanan air tanah sebesar 2,60 juta liter per hektarnya dan sengon mampu meresapkan air air tanah sebesar 366 mm/tahun atau dapat menambah simpanan air tanah sebesar 3,66 juta liter per hektarnya.

(59)

38

melakukan penanaman hutan bambu seluas 106 ha, hasilnya dalam waktu 4 tahun permukaan air bawah tanah meningkat 6,3 m. Senada dengan hal tersebut, Hartanto (2010) menyimpulkan penanaman bambu serta akar rumput menjadikan lapisan tanah paling atas (top soil) terlindungi. Hasil direct shear test tanah mengalami peningkatan kuat gesernya berkisar: 17 - 53%, sedangkan kohesi mengalami peningkatan yaitu sebesar 10% -56%. • Indrajaya dkk (2008) mendeskripsikan sifat-sifat pinus, yaitu 1) dapat

mengurangi jumlah curah hujan netto dengan tingginya nilai intersepsi, 2) memperkuat lereng melalui perakaran yang panjang dan dalam, 3) dapat mengurangi gaya beban oleh air melalui evapotranspirasi yang tinggi, 4) berat pohon pinus yang tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan dapat meningkatkan tegangan kekang pada bidang longsor, menjadikan pinus memiliki potensi untuk mengurangi keren-tanan dan terjadinya tanah longsor. Selain itu, produk utama pinus berupa getah, dapat mempertahankan keberadaan tegakan pohon pinus sebagai pohon pengendali longsor.

• Untuk kemampuan tanaman Jati dan mahoni dalam mengkonservasi air dan tanah menurut penelitian yang dilakukan di hutan jati wilayah Cepu adalah dapat mengurangi adanya aliran permukaan. Hasil dari studi ini menyebutkan bahwa kombinasi hutan jati dan mahoni mampu menghasilkan koefisien limpasan (C) senilai 0,04, sehingga kombinasi ini mampu mereduksi aliran limpasan dan menahan terjadinya erosi (Widjajani, 2010).

2.17.3. Konservasi Non-Vegetatif

Metode konservasi non-vegetatif ini disebut juga Artificial Recharge atau

(60)

39

Peresapan buatan diharapkan dapat menahan air di musim hujan, air disimpan, sehingga menggantikan input air tanah pada saat musim kemarau. Metode peresapan buatan dapat dimodelkan dalam bentuk kolam atau sumur resapan. Hal ini tergantung pada kondisi lokasi studi Jika lahan yang tersedia cukup luas dapat menggunakan pilihan embung atau kolam resapan. Sumur resapan sering dipakai bila akuifer yang ingin diisi terletak cukup dalam atau disaat daerahnya kurang luas untuk dibangun kolam resapan (Kodoatie, 2012).

Kelebihan dan kekurangan metode non ve getatif menurut Sinukaban (2003) adalah sebagai berikut:

Kelebihan:

• Praktis, karena manfaat dapat langsung dirasakan begitu pekerjaan selesai dibangun.

• Dengan adanya peraturan dan petunjuk teknis serta tenaga yang terampil, pekerjaan relatif mudah dilakukan.

Kekurangan:

(61)
(62)

41 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Bab metodologi ini meliputi tahapan yang akan dilakukan dalam penyelesaian penelitian. Langkah penyusunan penelitian tersusun seperti gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Bagan alir penelitian

Kebutuhan Air Mulai

Upaya Konservasi: 1. Vegetatif 2. Non Vegetatif

Selesai Ketersediaan Air

Debit masuk (Debit meresap dalam tanah pada Catchment Area dengan metode

Ffolliot)

Debit keluar (Debit Sumber Jubel)

Gambar

Gambar 2.1  Ilustrasi sederhana siklus hidrologi (Kodoatie, 2012)
Tabel 2.4 Beberapa Masukan Pendugaan Evapotranspirasi Potensial (PE) Dan
Tabel 2.5. Kelas Tekstur Tanah
Gambar 2.4. Penetrasi Akar Pada Lapisan Tanah (Sotir dkk, 1984)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada usia ini, anak-anak berada pada tahap cooperative play atau bermain bersama yang ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian tugas dan pembagian peran

Pengguna minyak tanah saat ini masih sangat banyak karena persentase masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah lebih banyak daripada masyarakat ekonomi kelas atas.

Pasir Pengaraian, 06 Oktober 2011 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Rokan

Dosis efektif pada penelitian sebelumnya: 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB Numerik rasio Kerusakan mukosa gaster Sediaan histopatologi dilihat menggunakan

Pada kontes sapê sono’, yang dinilai adalah keserasian dalam cara berjalan setiap pasangan sapi pada jalur sepanjang 25 meter yang harus ditempuh dalam waktu

telah membuktikan bahwa Spirulina mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, yaitu kemampuan untuk mencegah atau menghambat radikal bebas yang menyebabkan kerusakan

³'LQDV WHODK PHODNXNDQ SURPRVL GL GDODP QHJHUL PDXSXQ OXDU QHJHUL VHSHUWL PHQGDSDW XQGDQJDQ XQWXN PHPSURPRVLNDQ SDUDZLVDWD GL -HUPDQ GLVDQD PHQGLULNDQ VWDQ-VWDQ XQWXN

Beri air pada wajan, taruh roller plate di bawah stick roller plate, taruh rak di atas wajan, taruh wajan di atas kompor, nyalakan api, setelah pemutar api