• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Ayam Petelur Afkir

2.1.1 Deskripsi Ayam Petelur Afkir

Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah dari ayam hutan yang telah didomestikasi dan diseleksi sehingga bertelur cukup banyak. Arah seleksi ayam hutan ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Ayam petelur yang sangat efisien untuk menghasilkan telur dan mulai bertelur umur ± 5 bulan dengan jumlah telur 250 butir setiap tahun produksi. (Muhamad, 2008).

Ayam cull adalah ayam yang sebenarnya bukan tipe pedaging, tetapi dijadikan sebagai ayam penghasil daging berasal dari ayam petelur yang diafkir, cacat atau produktivitasnya turun. Mutu daging ayam cull umumnya lebih rendah dari ayam ras karena sudah tua dan ukurannya tidak seragam serta jumlah ternaknya sedikit (Tien R. Muchtadi, dkk., 2011). Ayam petelur afkir adalah ayam betina petelur dengan produksi telur rendah sekitar 20 sampai 25% pada usia sekitar 96 minggu (Gillespie and Flanders, 2010 dalam Eko, dkk. 2012).

Babcock brow merupakan salah satu strain ayam petelur dengan berat 1975 gram dan periode layer 18-90 minggu, tingkat ketahanan hidup mencapai

(2)

93,9%. Umur saat produksi mencapai 50% yaitu 144 hari, puncak presentase mencapai 96%. Produksi telur perbulan mencapai 404 butir dengan berat rata-rata 63,8 gram perbutir. Rata-rata kosumsi pakan perhari pada ayam strain babcock brown adalah 122/gram dan konversi pakan 2.19 kg/kg (Isapoultry, 2015). Taksonomi ayam petelur menurut Tri Yuwanta (2004) adalah :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Aves Subkelas : Neonithes Ordo : Galiformers Famili : Phasianidae Genus :Gallus

Spesies :Gallus Domesticus

Gambar ayam petelur strain babcock brown dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Ayam Petelur Strain Babcock Brown (Isapoultry, 2015)

2.1.2. Karakteristik Daging Ayam Petelur Afkir

Daging ayam petelur afkir memiliki tekstur yang kasar, alot dan juicy. Tekstur merupakan ukuran ikatan-ikatan serabut otot yang dibatasi oleh

(3)

septum-septum perimiseal jaringan ikat yang membagi otot secara longitudinal. Tekstur otot dibagi menjadi dua kategori yang tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar dan tekstur halus. Tingkat kekasaran tekstur meningkat seiring bertambahnya umur (Soeparno, 2005). Ayam petelur afkir mengandung air 56%, protein 25,4% sampai 31,5% dan lemak 1,3 sampai 7,3%. Kandungan nutrisi daging petelur afkir tidak jauh berbeda dengan daging broiler, namun demikian ayam petelur afkir memiliki kelemahan yaitu dagingnya keras dan liat dikarenakan umur yang tua (Mountney dan Parkhurst, 1995).

Tingkat kealotan daging dipengaruhi oleh kolagen yang merupakan protein struktural pokok dalam jaringan ikat. Jumlah dan kekuatan kolagen dapat meningkat sesuai dengan umur, oleh karena itu ternak yang lebih tua akan menghasilkan daging yang cenderung lebih alot daripada ternak yang lebih muda pada bagian karkas ayam yang sama (Soeparno, 2005). Karkas adalah bagian tubuh unggas yang telah disembelih tanpa darah, bulu, kepala, kaki, dan organ dalam (Tien R. Muchtadi, dkk., 2011).

Menurut Forrest, dkk., (1975) daging yang dihasilkan oleh ayam petelur afkir pada dasarnya memiliki tingkat kealotan yang tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh ikatan silang kolagen pada ayam yang berumur tua akan bersifat lebih stabil pada saat pemasakan bila dibandingkan dengan ayam-ayam yang berumur muda, sehingga daging ayam petelur afkir yang dihasilkan akan alot.

2.2 Stroberi (Fragaria vesca)

2.2.1 Taksonomi dan Morfologi Stroberi

Stroberi (Fragaria sp.) ialah salah satu komoditas buah-buahan yang penting di dunia, terutama untuk negara-negara beriklim subtropis (Santi, 2009 dalam Zulfa, dkk. 2014). Stroberi pertama kali ditemukan di Chili, Amerika

(4)

Latin (Mozafari, 2012 dalam Silvina, dkk. 2013) . Tanaman stroberi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Leni Herliani Afrianti, 2010):

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo (bangsa) : Rosales Famili (suku) : Rosaideae Subfamili : Rosaceae Genus (marga) : Fragaria Spesies (jenis) : Fragaria sp.

Gambar stroberi (Fragaria vesca) dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Stroberi (Fragaria vesca)

Stroberi merupakan tanaman buah yang bernilai ekonomis tinggi. Daya pikatnya terletak pada warna buah yang merah mencolok dan rasanya yang manis segar. Tanaman stroberi dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi iklim dengan suhu udara optimum antara 17–20

o

C, kelembaban udara (RH) 80-90%, penyinaran matahari 8–10 jam per hari, curah hujan berkisar antara 600–700mm per tahun dan pH 6.5–7.0. Tanaman stroberi dalam pertumbuhannya, disamping memerlukan keadaan lingkungan dan sumber cahaya yang cukup, tanaman stroberi memerlukan pula media tumbuh

(5)

yang baik dan seimbang, yang utama adalah ketersediaan air yang cukup dan tingkat kesuburan tanah. Keadaan ini sangat penting bagi kelangsungan proses fotosintesis, respirasi, dan metabolisme (Prihatman, 2000 dalam Afik Hardanto,2009).

Klasifikasi mutu stoberi berdasarkan berat per buah terdapat dalam 5 kelas dengan kelas ekstra berat buah diatas 23 gram/buah, kelas A berat buah 20-23 gram/buah, kelas B berat buah 15-19 gram/buah, kelas C berat buah 12-14 gram/buah, dan kelas D berat buah 8-11 gram/buah (Standar Operational Procedur, 2008).

2.2.2 Kandungan Gizi, Komposisi, Daerah Tumbuh, Produksi dan Pemanfaatan Stroberi

Buah stroberi berukuran kecil dan memiliki biji yang terletak diantara daging buah. Tahir, dkk (2012) menyatakan bahwa buah stroberi mengandung asam organik diantaranya asam sitrat (1200-1434 mg/100 g), asam askorbat (90-131 mg/100 g), dan asam malat (0.7-2.6 mg/100 g). Kandungan nilai gizi stroberi dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nilai Gizi Stroberi Dalam 100 gram

Kandungan Jumlah Air 90.95 gr Energi 32 kcal Protein 0.67 gr Lemak 0.3 gr Kar 7.68 gr Ca 16 mg P 24 mg Fe 0.14 mg Vit A 1 µg Vit B12 0 µg Vit C 58.8 mg

Bagian dapat dicerna 90 %

(6)

Tanaman stroberi mempunyai perakaran yang dangkal, daun majemuk trifoliat, bunga berwarna putih dan buahnya berwarna merah (Ashari, 2002 dalam Zulfa, dkk. 2014). Di Indonesia, sebagian besar tanaman stroberi di tanam dalam skala kecil oleh petani pada daerah dataran tinggi seperti Rancabali, Ciwidey, Cipanas, Lembang, Malangbong, Bedugul, dan Berastagi (Standar Operational Procedur, 2008). Tanaman stroberi tumbuh baik pada suhu antara 17 - 20°C, kelembaban udara untuk pertumbuhan tanaman stroberi antara 80 - 90%, Ketinggian tempat yang memenuhi syarat iklim tersebut adalah 1000 - 1500 m dpl dengan curah hujan 600 - 700 mm/tahun, Kondisi ini sangat ideal karena tanaman stroberi peka terhadap kelembaban tinggi. (Sitepu, 2007 dalam Zulfa, dkk., 2014).

Pemanfaatan stroberi cukup luas diantaranya sebagai makanan dalam keadaan segar maupun olahan. Dodol, selai dan sirup merupakan produk olahan stroberi yang telah dikembangkan secara luas. Teknologi pengolahannya relatif sederhana dan dapat dilakukan pada skala rumah tangga menjadikan produk-produk ini sangat sesuai untuk dikembangkan di tingkat pedesaan, khususnya rumah tangga tani. Pengembangan produk olahan stroberi di tingkat petani selain bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan membuka lapangan pekerjaan di pedesaan. Saat ini desa sebagai kawasan on farm umumnya masih berfungsi sebagai penyedia bahan mentah, sedangkan kegiatan/usaha pengolahan dilakukan oleh masyarakat perkotaan sehingga perolehan nilai tambah belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat pedesaan (Jumadi, 2008 dalam Qanytah, dkk. 2015)

(7)

2.3 Mutu Fisik 2.3.1. Daya Ikat Air

Daya ikat air oleh protein daging atau Water Holding Capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambhakan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 2005). Nilai WHC daging menurun dengan menurunnya pH. Hal ini disebabkan karena protein rusak dalam suasana asam (Tien, R. Muchtadi, dkk., 2011).

Faktor lain yang mempengaruhi daya ikat air adalah pH, pelayuan, pemasakan atau pemanasan, spesies ternak, umur, fungsi otot, pakan, perlakuan sebelum dan setelah pemotonga, dan lemak intramuskular. Kapasitas daya ikat air pada daging dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan dalam urat daging, seperti spesies, umur, dan fungsi urat daging (Lawrie, 2003).

Daya ikat air oleh protein daging (DIA) dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain dengan metode Hamm (1972), yaitu dengan membebani atau mengepres 0,3g sampel daging dengan beban 35 kg pada suatu kertas saring yang diletakan diantara dua plat kaca selama lima menit. Area yang tertutup sampel yaitu daging yang telah menjadi pipih, dan luas area basah adalah disekelilingnya. Kertas saring berserta sampel daging ditandai dan setelah pengepresan selesai, dapat diukur dan dihitung (Soeparno, 2005).

2.3.2. Susut Masak

Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan Susut masak dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, ukuran dan berat sampel daging dan penampang lintang daging.

(8)

Susut masak bisa meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih pendek. Pemasakan yang relatif lama akan menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak (Soeparno, 2005).

Derajat pemasakan pendahuluan adalah faktor penting. Bila daging terlampau masak (overcooked), kerangka tenunan pengikatnya akan berubah menjadi gelatin, dan walau hal itu akan menghasilkan granula-granula kering yang merekonstitusi secara cepat, namun akan rusak di bawah kompresi. Tetapi, daging yang kurang masak (undercooked) akan mempunyai tingkat rekonstitusi rendah, menghasilkan suatu tekstur kering yang gampang rusak (Lawrie, 2003).

Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada daging. Makin lama waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging yang hilang sehingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging (Lawrie, 2003). Susut masak bervariasi antara 1,5 sampai 54,5 % dengan kisaran 15 sampai 40 % (Soeparno, 2005).

2.3.3. Keempukan

Keempukan merupakan salah satu faktor paling penting memikat konsumen dalam pembelian produk daging. Menurut Lawrie (2003), daya terima konsumen terhadap daging dipengaruhi oleh keempukan, juiciness, dan selera. Keempukan merupakan salah satu indikator dan faktor utama pertimbangan bagi konsumen dalam memilih daging yang berkualitas baik (Bredahl dan Poulsen, 2002 dalam Komariah, dkk., 2009).

Derajat keempukan dapat dihubungkan dengan tiga kategori protein dalam urat daging yaitu tenunan pengikat (kolagen, elastik, retikulin, mukopolisakarida

(9)

dari matriks), myofibril (aktin, miosin, tropomiosin) dan sarkoplasma (protein-protein sarkoplasma, sarkoplasma retikulum). Kontribusi masing-masing kategori protein tergantung pada tingkat kontraksi myofibril, tipe urat daging, dan suhu pemasakan (Lawrie, 2003).

Keempukan dan tekstur daging merupakan faktor penentu paling penting pada kualitas daging. Konsumen lebih menyukai daging yang empuk karena lebih mudah untuk pengolahan dan lebih meningkatkan selera. Keempukan daging ditentukan tiga komponen yaitu struktur miofibril dan status kontraksi, kandungan jaringan ikat dan daya ikat air serta jus daging (Soeparno, 2005).

2.4. Efek Asam Terhadap Mutu Fisik Daging Ayam Petelur Afkir

Penambahan sari buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa) yang mengandung asam askorbat apabila diberikan pada daging akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein yang mengakibatkan pemecahan ikatan polipeptida dan perubahan susunan molekul protein, maka jaringan otot menjadi lebih empuk. Tingkat konsentrasi sari buah markisa kuning yang digunakan akan mempengaruhi pengempukan daging ayam petelur afkir tersebut, karena akan berpengaruh terhadap banyaknya komponen asam yang berdifusi ke dalam daging ayam petelur afkir yang pada gilirannya akan berpengaruh pada mutu fisik daging (Mia, dkk., 2015).

Buah stroberi (Fragaria vesca) memiliki kandungan asam sitrat sebesar 1200 mg/100g dan asam askorbat 90 mg/100g (Tahir, dkk., 2012) sehingga buah stoberi memiliki potensi untuk mengempukan daging ayam petelur afkir. Asam dan protease dapat memotong ikatan peptida pada protein serat daging yang mengakibatkan daging menjadi lebih empuk (Nurwantoro, dkk., 2012).

Gambar

Gambar ayam petelur strain babcock brown dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar stroberi (Fragaria vesca) dapat dilihat pada gambar 2.
Tabel 1. Kandungan Nilai Gizi Stroberi Dalam 100 gram

Referensi

Dokumen terkait

Fluida kerja yang digunakan adalah air , karena mudah didapat serta memenuhi syarat utama sebagai fluida kerja, yaitu tidak bereaksi dengan material pipa maupun struktur sumbu

PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN OLEH BENDAHARA PPh Ps.21/26 PPh Ps.21/26 Dibayarkan kepada ORANG PRIBADI sehubungan dgn: Pekerjaan Jabatan Jasa Kegiatan

fenomena empiris, dan dikatakan analitis adalah untuk menegaskan bahwa penelitian ini tidak sekedar mendeskripsikan fakta-fakta atau fenomena-fenomena tersebut sebagaimana

Berbagai upaya dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Lombok Barat untuk meningkatkan kualitas Guru atau tenaga pendidik seperti pelatihan Guru KKG/MGMP, short course

[r]

adalah suplemen pakan dari bakteri hidup yang memberikan keuntungan terhadap ternak dengan meningkatkan keseimbangan mikro- flora dalam usus, karena mikroba yang

Development (Pengembangan), pada tahap ini ada tiga hal yang dilakukan, yaitu melakukan validasi kepada ahli, melakukan revisi video pembelajaran pasca validasi, dan

GAMIT adalah sebuah paket perangkat lunak ilmiah yang digunakan untuk pengolahan data pengamatan GPS yang dikembangkan oleh MIT ( Massachusetts Institute of Techology ) dan SIO