• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Model Cropsyst pada Tanaman Kedelai dalam Menghadapi Perubahan Iklim - repository umi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Adaptasi Model Cropsyst pada Tanaman Kedelai dalam Menghadapi Perubahan Iklim - repository umi"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ADAPTASI MODEL

CROPSYST

PADA

TAMANAN KEDELAI

Dalam Menghadapi Perubahan Iklim

Dr. Aminah, SP., MP

Dr. Ir. Abdullah, MS

(3)

Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 2:

1. Hak Cipta merupakan Hak ekslusif bagi Pencipta dan Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana Pasal 72:

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(4)

ADAPTASI MODEL

CROPSYST

PADA

TAMANAN KEDELAI

Dalam Menghadapi Perubahan Iklim

PUSTAKA AL-ZIKRA berusaha menyajikan buku-buku bermutu dari berbagai tema yang merekam beragam informasi dan gagasan, serta pemikiran mutakhir yang penting dan

(5)

Perpustakaan Nasional RI,Data Katalog dalam Terbitan (KDT)

Aminah.... (et. al)

Adaptasi Model Cropsyst pada Tanaman Kedelai dalam Menghadapi Perubahan Iklim/ Aminah.... (et. al)

--- Makassar: Pustaka Al-Zikra, 1438 H./2017 M.

viii + 154 hlm.; 16,5 X 24 cm

Dzulqaidah 1438 H./Agustus 2017 M.

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Pengutipan atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan menyebut penulis dan penerbit.

Diterbitkan oleh Pustaka Al-Zikra

Perumahan Sorosutan Indah Jl. Sawo 2 No. 11 Jogyakarta 55162  Celebes Square Unit 1A

Jl. Abdul Kadir Daeng Suro, Samata Gowa – Makassar

E-mail : pustakalzikra@alzikra.com Telepon (0411) 440911, HP. 0823 1544 4789

Design Cover dan Tata Letak Isi, Tim Kreatif Pustaka Al-Zikra

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha

kuasa hanya atas izin-Nya sehingga kami dapat menulis dan

menyelesaikan. buku ini, yang merupakan bahan pelengkap

un-tuk memperkaya bahan ajar kepada mahasiswa.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah Anomali atau

penyimpangan iklim yang diperkirakan masih terus

mengan-cam sistem produksi pertanian yang berakibat lambatnya

per-tumbuhan sektor pertanian. Hal itu berpengaruh terhadap pola

tanam petani serta kerusakan tanaman yang disebabkan oleh

bencana banjir, kekeringan dan lainnya. Anomali iklim dapat

diantisipasi dengan penyesuaian modifikasi input untuk

mene-kan resiko dan perilaku iklim dengan melakumene-kan analisis yang

akurat secara cepat dan tepat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak

(7)

terlaksana dan menghasilkan salah satu luaran produk berupa

buku.

Penulis berharap semoga buku ini dapat memberi

sum-bangsih terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta pembangunan bangsa yang membawa

manfa-at bagi kemaslahmanfa-atan ummmanfa-at dan bernilai ibadah di sisi Allah

SWT. Amin Yaa Rabbal Alamin.

Makassar, Agustus 2017

(8)

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ... IV

DAFTAR ISI ... VII

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... ...1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Kegunaan ... 13

II. MENGENAL KEDELAI ... 17

A. Fase Pertumbuhan Kedelai ... 17

B. Kebutuhan Air Tanaman ... 21

C. Waktu Tanam ... 28

D. Varietas ... 31

E. Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman ... 35

F. Perubahan Iklim dan Penyebab Iklim Ekstrim ... 38

(9)

J. Model Simulasi Tanaman... 51

K. Model Cropsyst ... 56

L. Aplikasi Model untuk Analisis Resiko ... 66

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 69

A. Tahap Kalibrasi Model ... 69

B. Tahap Analisis Sensitivitas ... 74

C. Tahap Validasi Model ... 75

D. Tahap Aplikasi/Simulasi Model ... 76

E. Tahap Penentuan Strategi ... 79

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 81

A. Hasil ... 81

B. Pembahasan ... 103

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

A. Kesimpulan ... 124

B. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedelai salah satu bahan pangan dengan kandungan

protein yang tinggi (39%) jika dibandingkan dengan

kacang-kacangan yang lain. Kedelai mempunyai prospek pemasaran

yang lebih baik, sehingga mampu meningkatkan pendapatan

petani. Kebutuhan akan kedelai terus meningkat dari tahun ke

tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk.

Dalam waktu beberapa tahun ke depan kebutuhan

kede-lai setiap tahunnya akan dapat mencapai ± 2.500.000 ton biji

kering, sementara produksi dalam negeri saat ini hanya

menca-pai 998.870 ton (BPS, 2015) atau 39,95 % dari total kebutuhan

(11)

dalam negeri tersebut, harus dilakukan dengan jalan impor.

Walaupun impor kedelai berpotensi menimbulkan berbagai

kerugian bagi bangsa Indonesia, antara lain: a) hilangnya devisa

negara yang cukup besar, b) mengurangi kesempatan kerja bagi

rakyat Indonesia, dan c) dapat me-ningkatkan ketergantungan

jangka panjang teradap kebutuhan kedelai. Hal ini akan

mem-pengaruhi sistem ketahanan pangan nasional.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian

Perta-nian menyebutkan berbagai faktor yang menghambat

perkem-bangan perkedelaian di Indonesia. Berbagai faktor itu antara

lain meliputi: (a) luas areal tanaman kedelai menurun rata-rata

4,05 % setiap tahunnya (turun sebesar 65,75 %) dalam kurun

waktu 20 tahun terakhir, (b) produksi kedelai mengalami

penu-runan rata-rata 3,05 % setiap tahun, (c) pertumbuhan

produk-tivitas kedelai melambat rata-rata 1,04 % setiap tahun, dan (d)

pertum-buhan impor kedelai meningkat rata-rata 13,32 % setiap

tahun selama kurun waktu 20 tahun terakhir (Direktorat

(12)

Tabel 1.

Produksi, Luas Panen, Produktivitas kedelai di Indonesia Tahun 2007-2015

Tahun Produksi (ton) Produktivitas

(quintal/ha) Luas Panen (ha)

2007 592.534 12,91 459.116

Produksi dan Luas Panen Kedelai di Sulawesi Selatan Tahun 2007-2015

Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha)

(13)

Produksi kedelai di Sulawesi Selatan pada periode 2012

mengalami penurunan dibandingkan dengan produksi tahun

2013 yang tercatat sebanyak 45.693 ton biji kering. Penurunan

produksi kedelai di wilayah Sulawesi Selatan tersebut sejalan

dengan Angka Ramalan II (Aram II) 2013 Badan Pusat Statistik

(BPS) Sulsel (Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2013).

Produksi kedelai Sulawesi Selatan pada tahun 2012

hanya mencapai 29.938 ribu ton biji kering dengan luas panen

19.964 ribu ha., sedangkan produktivitas diprediksi mengalami

penurunan 0,81 kuintal per ha. Hal ini disebabkan sejumlah

daerah sentra produksi kedelai seperti Kabupaten Soppeng,

Wajo dan Barru sempat mengalami kebanjiran. Selain itu faktor

yang menyebabkan luas panen menurun salah satu-nya akibat

serangan hama dan penyakit (Anonim, 2013b). Menurunnya

luas panen dan produktivitas kedelai sebagai akibat adanya

kejadian anomaly iklim (kekeringan dan kebanjiran) dan

per-ubahan iklim. Isu perper-ubahan iklim ramai dibicarakan oleh

(14)

Pokok permasalahannya adalah perubahan sifat iklim

yang memberikan dampak besar pada berbagai sektor.

Feno-mena yang muncul di antaranya adanya Iklim Ekstrem yang

menyebebkan kekeringan, tanah longsor, banjir, dan berbagai

dampak lainnya. Sektor yang paling rentan terhadap dampak

perubahan sifat iklim ekstrim ini adalah sektor pertainan,

khususnya ekosistem padi dan palawija termasuk tanaman

kedelai (Kaimuddin et. al., 2013).

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di

dae-rah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan akibat

ter-jadinya perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan

muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim

ekstrem berupa banjir dan kekeringan adalah beberapa dampak

yang serius akibat perubahan iklim yang dihadapi Indonesia.

Anomali atau penyimpangan iklim diperkirakan masih

akan terus mengancam sistem produksi pertanian, sehingga

ratusan ribu hektar sawah terancam gagal panen. Lambatnya

(15)

cuaca. Hal itu berpengaruh terhadap pola tanam petani serta

kerusakan tanaman yang disebabkan oleh bencana banjir.

Untuk mengantisipasi anomali iklim dapat dilakukan

dengan penye-suaian modifikasi input untuk menekan resiko

dan perilaku iklim dengan melakukan analisis yang akurat

terkait prakiraan, sistem peringatan dini banjir dan kekeringan,

penentuan waktu tanam yang didukung dengan kemampuan

diseminasi pra-kiraan iklim dan teknologi antisipasi secara

cepat dan tepat ke pengguna (Kaimuddin et al., 2005).

Model-model simulasi tanaman yang berdasarkan pada

faktor-faktor tanaman, tanah dan cuaca adalah alat yang efektif

dalam penelitian-penelitian di sektor pertanian. Model-model

ini dapat digunakan untuk merencanakan alternatif strategi

untuk penanaman, penggunaan tanah dan pengelolaan air

(Carberry and Abrecht, 1991 dalam Istnaeni, 2002), untuk

mengevaluasi tanaman, varietas dan teknologi budidaya, untuk

menganilisis tingkat risiko iklim terhadap pertumbuhan

(16)

dan pemilihan sistem usaha tani yang sesuai lokasi (Boer dan

Las, 2003) untuk memformulasikan hipotesis dan rancangan

percobaan penelitian-penelitian, untuk menduga hasil tanaman

(Horie et al., 1995 dalam Istnaeni, 2002) dan lain-lain.

Untuk menganalisis tingkat risiko iklim terhadap

tanam-an ini maka digunaktanam-an suatu model simulasi ttanam-anamtanam-an. Model

simulasi tanaman merupakan bagian dari analisis sistim sebagai

suatu metode pendekatan masalah secara integral (problem

solving methodology) atau metode ilmiah yang merupakan

dasar dari pemecahan masalah dalam pengelolaan suatu sistim.

Model simulasi tanaman merupakan alat analisis sekaligus

sintesis hasil-hasil penelitian lapang yang mempunyai

kemam-puan prediksi, sehingga dapat digunakan dalam perencanaan di

wilayah pengembangan maupun sebagai dasar acuan

pengelo-laan tanaman kedelai di wilayah sentra produksi kedelai.

Model-model simulasi tanaman yang berdasarkan pada

faktor-faktor tanaman, tanah, dan cuaca merupakan alat yang

(17)

yang berkaitan dengan hasil tanaman, pengetahuan tentang

kalender tanaman sangat penting. Kalender tanaman

memperli-hatkan kondisi yang dianjurkan atau tidak dianjurkan oleh

tanaman selama musim pertumbuhannya. Selain itu dikenal

pula kalen-der cuaca tanaman dimana faktor yang menjadi

perhatian hanya kondisi cuaca di suatu wilayah. Pengetahuan

ini sangat diperlukan dalam menyusun model untuk

mengku-antifikasikan pengaruh cuaca atau iklim terhadap tanaman.

Kelebihan dari model cropsyst ini adalah:

1. Model ini adalah model multi tahun, multi tanaman,

dengan tahap waktu perkembangan tanaman harian,

sehingga dapat mensimulasi dengan lebih mendetail.

2. Model cropsyst melihat pengaruh iklim, karakteristik tanah,

karakteristik tanaman, dan sistem manajemen pertanaman

pada produksi tanaman dan lingkungan, sehingga cukup

tepat dalam memprediksi produksi tanaman.

3. Model ini mampu merencanakan alternatif strategi untuk

(18)

4. Model ini mampu mengevaluasi tanaman, varietas dan

teknologi budidaya.

5. Menganilisis tingkat risiko iklim terhadap pertumbuhan

ta-naman sehingga dapat digunakan perluasan wilayah

pena-naman dan pemilihan sistem usah tani yang sesuai lokasi

. Kekurangan dari model cropsyst ini adalah tidak

dihasil-kannya simulasi komponen produksi yang lain, seperti jumlah

polong, jumlah biji per polong, berat polong, dan berat biji

per-polong. Kekurangan lainnya, tidak dapat memprediksi

berang-kasan secara tepat. Selain itu untuk menghasilkan data

manage-ment hasil analisa ekonomi dan pengaruh hama dan penyakit

masih terpisah jadi harus ditambahkan ke dalam model.

Cropsyst digunakan untuk simulasi pertumbuhan dari

tanaman terpilih untuk tanah terpilih. Cropsyst menghasilkan

model yang memungkinkan mengestimasi potensi tanaman

pa-da kondisi iklim pa-dan tanah spesifik (Republic of Serbia, 2013).

Model Cropsyst digunakan sebagai alat penelitian terapan,

(19)

sistem tanam dan manajemen tanam dalam hal ini penentuan

waktu tanam dan pola tanam juga dampak perubahan iklim

pa-da sistem tanam pa-dan strategi manajemen tanam untuk efisiensi

penggunaan air dan produktivitas air (Anonim, 2013a). Sebelum

suatu model tanaman (Cropsyst) di aplikasikan untuk alat

manajemen, maka model tersebut harus dievaluasi baik kinerja

maupun keakuratan luaran yang dihasilkan dalam bentuk

parameterisasi, verifikasi dan validasiasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian

tentang ―Strategi pengelolaan tanaman kedelai untuk

meng-hadapi iklim ekstrem melalui penggunaan model cropsyst (crop

model)‖ sangat di butuhkan sesuai dengan isu mutakhir yang

berkembang saat ini yaitu: mitigasi dan adaptasi perubahan

iklim pada sektor pertanian, khususnya tanaman pangan yang

sangat rentang terhadap dampak perubahan iklim.

Setelah melalui berbagai kalibrasi dan validasi, model

tersebut akan dapat diterapkan pada kondisi lingkungan yang

(20)

masukan pengelolaan (simulasi) dapat diprediksi yang

merupa-kan dasar perencanaan dan pengelolaan tanaman kedelai.

B. Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang menyebabkan rendahnya

produksi kedelai adalah:

a) Menurunnya luas pertanaman dan luas panen kedelai.

b) Masih rendahnya produktivitas kedelai yang dicapai

c) Belum tersedianya sistem peramalan musim yang handal

untuk menentukan jadual dan pola tanam,

d) Belum optimalnya pemanfaatan hasil peramalam

musim/iklim dalam penyusunan kebijakan pengelolaan

tanaman atau pengaturan air irigasi,

e) Rendahnya kemampuan daerah dalam memahami hasil

ramalan dan memanfaatkannya untuk penyusunan

stra-tegi pengelolaan tanaman,

f) Antisipasi kondisi iklim, ketepatan waktu tanam, dan

suplai sarana produksi memerlukan pengawalan ketat,

(21)

sebagian besar hanya satu kali. Jika terjadi keterlambatan

tanam harus beralih ke lokasi lain atau tahun berikutnya.

g) Pemanfaatan potensi lahan yang tersedia untuk

perluas-an areal tperluas-anam baru, memerlukperluas-an fasilitas pemerintah

untuk memotivasi petani menanam kedelai, terutama

fasilitasi saprodi lengkap dan mekanisasi pra dan pasca

panen.

Untuk menilai dampak perubahan iklim diperlukan

per-kiraan bagaimana iklim itu berubah pada tingkat lokal dan

regional, serta bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi

ekosistem dan kehidupan manusia. Salah satunya

mengguna-kan model tanaman (crop modelling) dimana terlihat bahwa

per-ubahan iklim memberikan dampak pada semua sektor

kehi-dupan, antara lain: sektor sumber daya air (Kaimuddin 2000),

sektor pertanian (O’Brien et al., 2004) dan sektor kehidupan

lain-nya. Permasalahan yang dirumuskan sehubungan dengan

pene-litian ini antara lain adalah: Seberapa besar dampak perubahan

(22)

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian adalah untuk :

1. Memverifikasi dan memvalidasi model tanaman CropSyst

dari data hasil percobaan tanaman kedelai

2. Menjelaskan pengaruh varietas dan waktu tanam terhadap

pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman kedelai

3. Memprediksi waktu tanam dan potensi hasil tanaman

kedelai di Sulawesi Selatan pada kondisi iklim ekstrem

dengan penggunaan model Cropsyst

4. Mendapatkan model simulasi tanaman kedelai yang dapat

dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk pengambilan

keputusan dalam pewilayahan dan pengelolaan tanaman

kedelai di Sulawesi Selatan

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai

bahan informasi kepada masyarakat petani dan masyarakat

ilmiah tentang besarnya dampak yang diakibatkan oleh

perubahan iklim. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi

(23)

kerugian-kerugian akibat perubahan iklim pada waktu yang

akan datang. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi dasar

untuk penelitian lain yang berkaitan dengan perubahan iklim di

masa yang akan dating utamanya pada tanaman kedekai.

Pemanfaatan informasi iklim global dan prakiraannya dan

mengintegrasikan dengan model tanaman kedelai/Cropsyst,

sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan produksi kedelai

akibat iklim ekstrim (El-Nina dan La-Nina) dengan berbagai

kebijakan oleh Pemerintah melalui pengaturan waktu dan pola

tanam yang tentunya melibatkan seluruh stakeholder yang

bergerak di sektor pertanian. Demikian juga kerugian-kerugian

lainnya akibat iklim ekstrim dapat dikurangi seperti bencana

(24)

Gambar 1.

 Perubahan iklim global yang menyebabkan sulitnya peramalan iklim dan terjadinya

degradasi lahan

 Ketersediaan air yang rendah

SOLUSI

Model Cropsyst sebagai solusi yang dapat membantu pemerintah dalam menentukan strategi

(25)
(26)

BAB II

MENGENAL KEDELAI

A. Fase Pertumbuhan Kedelai

Pola pertumbuhan kedelai di lapangan berbeda-beda,

tergantung varietasnya. Tanaman kedelai dibagi dalam tiga

kelompok: varietas kedelai berumur panjang (lebih dari 90 hari),

varietas kedelai yang berumur sedang (antara 85-90 hari), dan

varietas kedelai yang berumur pendek (antara 75-85 hari).

Namun demikian, pertumbuhan varietas-varietas tersebut

memiliki karakter utama yang hampir sama, yang dibedakan

menjadi stadia vegetatif dan stadia pertumbuhan reproduktif

(27)

Stadia vegetatif (V)

Stadia pertumbuhan vegetatif dibedakan menjadi

bebe-rapa stadia:

 Stadia pemunculan ( Ve) ditandai dengan pemunculan

kotiledon dari permukaan tanah tempat biji kedelai

ditanam. Sebelum kotiledon muncul, terjadi

perkecam-bahan biji.

 Stadia kotiledon (Vc) ditandai dengan kotiledon terbuka

dan dua daun tunggal (unifoliat) di atasnya mulai

terbuka.

 Stadia buku pertama (V1) ditandai dengan daun tunggal

dari buku pertama (unifoliat) telah berkembang penuh.

 Stadia buku kedua (V2) ditandai dengan mekarnya daun

berangkai tiga pertama (trifoliat) pada buku kedua.

 Stadia buku ketiga (V3) ditandai dengan daun berangkai

tiga pada buku ketiga telah berkembang penuh.

 Stadia Buku Ke n (Vn) ditandai dengan daun berangkai

(28)

Stadia reproduktif (R)

Stadia generatif juga dapat dipisahkan menjadi beberapa

stadia sebagai berikut:

 Stadia mulai berbunga (R1) ditandai dengan terdapat

satu bunga mekar pada batang utama.

 Stadia bunga penuh (R2) ditandai dengan pada tiga atau

lebih buku batang utama terdapat bunga mekar.

 Stadia pembentukan polong (R3) ditandai dengan

ter-bentuknya polong sepanjang 5 mm pada salah satu

batang utama.

 Stadia berpolong penuh (R4) ditandai dengan adanya

polong sepanjang 2 cm pada salah satu batang utama.

 Stadia mulai berbiji (R5) ditandai dengan telah

terbentuk-nya biji sebesar 3 mm pada batang utama.

 Stadia biji penuh (R6) ditandai dengan terisinya rongga

polong dengan satu biji berwarna hijau pada batang

(29)

 Stadia mulai matang (R7) ditandai dengan satu polong

pada batang utama menunjukkan warna matang

(ber-warna coklat atau kehitaman).

 Stadia masak penuh (R8) ditandai dengan 95% polong

telah berubah warna menjadi polong matang.

Pola pertumbuhan kedelai di lapangan berbeda-beda,

tergantung varietasnya. Tanaman kedelai dibagi dalam tiga

ke-lompok : varietas kedelai berumur panjang (lebih dari 90 hari),

varietas kedelai yang berumur sedang (antara 85-90 hari), dan

varietas kedelai yang berumur pendek (antara 75-85 hari).

Namun demikian pertumbuhan varietas-varietas tersebut

memiliki karakter utama yang hampir sama, yang dibedakan

menjadi stadia vegetatif dan stadia pertumbuhan reproduktif

(Rukmana dan Yuniarsih, 2012).

Tanaman kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan

baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas

permukaan laut. Suhu yang sesuai untuk tanaman kedelai

(30)

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman kedelai

termasuk tanaman hari pendek dan sangat peka terhadap

per-ubahan lingkungan. Suhu terlampau tinggi berpengaruh buruk

terhadap perkembangan polong dan biji. Suhu melebihi suhu

optimal pada masa pertumbuhannya menyebabkan hasilnya

rendah. Lama penyinaran dan suhu tinggi sampai batas tertentu

mengakibatkan terbentuknya biji yang lebih besar, sedangkan

penyinaran pendek dengan suhu rendah akan menghasilkan biji

kecil. Suhu dan kelembaban selama periode pembungaan

sangat besar pengaruhnya terhadap jumlah bunga yang

ter-bentuk. Kelembaban udara yang dibutuhkan berkisar 75%-90%.

Penyinaran matahari yang dibutuhkan tanaman kedelai di

daerah tropis berkisar 12 jam/hari–14 jam/hari (minimal 10

jam/hari). Selama pertumbuhannya tanaman kedelai

memer-lukan air sekitar 350–550 mm (Adisarwanto, 2014).

B. Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan

(31)

melalui evapotranspirasi (ET-tanaman) tanaman yang sehat,

tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah

yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan

kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada

kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Kebutuhan air bagi

tum-buhan berbeda-beda tergantung dan fase pertumtum-buhannya.

Pada musim kemarau, tumbuhan sering mendapatkan

cekam-an air (water stress) karena kekurcekam-angcekam-an pasokcekam-an air di daerah

perakaran dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju

absorb-si air oleh tumbuhan. Sebaliknya pada muabsorb-sim penghujan,

tumbuhan sering mengalami kondisi jenuh air (Solichatun et al.,

2005).

Air tersedia adalah air yang dapat diserap dari tanah

oleh akar tanaman. Jumlah air yang tersedia bagi tanaman

berkisar antara titik layu permanen dan kapasitas lapang. Tititk

layu permanen adalah batas bawah nilai tersebut akar tanaman

tidak mampu lagi mengambil air tanah. Kapasitas lapang

(32)

yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi. (Gardner

et al., 1991). Kandungan air tanah mempengaruhi transpor hara

ke permukaan akar dengan cara mempengaruhi laju difusi dan

aliran massa air ke akar. Kapasitas lapang dan titik layu

perma-nen berturut-turut adalah kandungan air tanah pada potensial

air -0,33 atau pF 2.54 dan -15 bar atau pF 4.2. Air yang tersedia

ini berupa air yang dapat diabsorsi oleh tanaman sampai

wilayah perakarannya. Jumlah air yang cukup selama

partum-buhan dan berkurang saat pembungaan dan menjelang

pema-sakan biji akan meningkatkan hasil kedelai (Aminah et. al.,

2013).

Efesiensi penggunaan air (Water use eficiency) dapat

dimaksimalkan dengan menerapkan defisit irigasi, teknologi

irigasi dan penjadwalan irigasi serta dengan meningkatkan

praktek pertanian yang dapat mengakibatkan peningkatan hasil

panen (Hassanli et al. 2010).

Di Indonesia sebagaimana halnya dengan daerah tropis

(33)

peningkatan produktivitas tanaman. Kebutuhan air tanaman

berbeda-beda bergantung pada stadia pertumbuhan dan jenis

tanaman. Selain air, suhu dan kelembaban juga mempunyai

peranan penting dalam menentukan kesesuaian lahan untuk

setiap jenis tanaman. Air merupakan senyawa utama

penyusun-an protoplasma, sebagai pelarut dpenyusun-an media pengpenyusun-angkut hara

mineral yang diserap oleh akar dari tanah. Air juga berperan

sebagai media bagi berlangsungnya reaksi-reaksi metabolisme,

bahan baku proses fotosintesis dan mengatur turgoditas sel

tumbuhan.

Cekaman kekeringan akan mendorong tingkat pengambilan

air yang rendah oleh akar kedelai. Jika akar tanaman tidak mampu

menyerap air untuk mengimbangi kehilangan air oleh transpirasi

menyebabkan tanaman menjadi layu. Tanaman akan mengurangi

kehilangan air dengan penutupan stomata. Penutupan stomata

mem-bantu tanaman untuk menghindari kekeringan yang cepat.

Bagaima-napun, pori-pori stomata yang tertutup juga menghambat

(34)

tanaman dan udara di luarnya. Hal ini juga menghentikan aliran

air melalui tanaman yang mengurangi juga penyerapan hara.

Semua faktor yang uraikan di atas adalah penyebab tanaman

kedelai mengurangi metabolismenya dalam rangka untuk

memperta-hankan hidupnya selama masa kekeringan. Pengurangan tingkat laju

fotosintesis tanaman mengurangi hasil akhir produksi. Sebagai

tanggap penurunan tekanan turgor (layu), tanaman kedelai

mempunyai pertumbuhan daun-daun yang kecil, melambat atau

terhentinya pertumbuhan dan pembungaan, menggugurkan bunga,

menggugurkan polong, dan tidak terbentuknya biji (Borges 2004).

Hasil penelitian Aminah (2007) didapatkan bahwa

kede-lai yang diberikan cekaman air 150 mm/musim (di bawah

kebutuhan normalnya) memperlihatkan perbedaan yang sangat

nyata dengan kedelai yang mendapat air 300 mm/musim, yaitu

terjadi penurunan yang sangat nyata baik terhadap komponen

pertumbuhan tanaman maupun terhadap komponen produksi.

Penyebaran zona tersedianya air selama pertumbuhan

(35)

merata selama tiga bulan dan berkisar 100 mm/bulan cukup

baik untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Kebutuhan air untuk

tanaman kedelai selama musim tanam 300–350 mm/musim

atau 100 mm/bulan. Tanaman kedelai yang mendapatkan curah

hujan kurang dari 100 mm/bulan atau 3,3 mm/hari akan

mengalami resiko kekeringan. Kebutuhan air pada tanaman

kedelai berbeda untuk setiap periode pertumbuhan, selain itu

kebutuhan airnya juga bervariasi menurut varietasnya. Untuk

tanaman kedelai varitas sedang (Wilis) kebutuhan airnya dapat

dilihat pada Tabel 3. (Fagi dan Tangkuman, 1995).

Tabel 3.

Kebutuhan Air Tanaman Kedelai Pada Setiap Periode Tumbuh

Stadia Tumbuh Periode (Hari) Kebutuhan Air ≈ET

(mm /periode

Pertumbuhan Awal 0 – 15 53 – 62

Vegetatif Aktif 16 – 30 53 – 62

Pembuangan-pengisian 31 – 65 124 - 143

Polong

Kematangan Biji 66 – 85 70 – 83

(36)

Untuk pertumbuhan optimum tanaman kedelai

membutuh-kan air sebanyak 300-350 mm permusim atau 75–100 mm

per-bulan atau 2,5–3,3 mm per hari. Meskipun kedelai sebagai

tanaman palawija yang cukup tahan terhadap kekurangan air

namun pada saat pertumbuhan awal, berbunga dan pengisian

polong ketersediaan air sangat diperlukan. Bila mengalami

ke-keringan maka produktivitas kedelai dapat turun 40–65%

(Adi-sarwanto dan Wudianto, 1999). Demikian halnya dengan

penga-ruh kelembaban tanah, dimana penurunan kelembaban tanah

dari 90% air tersedia menjadi 50% air tersedia dapat

menu-runkan hasil biji kedelai sebesar 30%-40% (Adisarwanto, 2014).

Kekurangan atau kelebihan air akan mempengaruhi

per-tumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Akibat kekeringan yang

terjadi pada setiap periode tumbuh kedelai.

1. Pada periode tumbuh aktif dapat menghambat

pertum-buhan daun meluruhkan daun pada cabang bawah

2. Pada periode pembuangan dapat mempertinggi kerontokan

(37)

3. Pada periode pembentukan polong dapat menghambat

pembentukan dan meluruhkan polong yang baru terbentuk

4. Pada periode pengisian polong dapat mengurangi jumlah

biji dan kepadatan ukuran biji

5. Pada periode tumbuh aktif dapat menghambat

pertumbuh-an daun meluruhkpertumbuh-an daun pada cabpertumbuh-ang bawah

6. Pada periode pembungaan dapat mempertinggi kerontokan

bunga

7. Pada periode pembentukan polong dapat menghambat

pembentukan dan meluruhkan polong yang baru terbentuk

8. Pada periode pengisian polong dapat mengurangi jumlah

biji dan kepadatan ukuran biji (Fagi dan Tangkuman, 1995).

c. Waktu Tanam

Status dan pola ketersediaan air merupakan faktor utama

penentu pola tanam untuk tanaman semusim. Pola tanam

sangat dipengaruhi oleh lamanya musim tanam (length

gro-wing season) yang sepenuhnya ditentukan oleh ketersediaan air

(38)

pada lahan tadah hujan tergantung pada ada tidaknya curah

hujan dan distribusinya selama periode tertentu. Umumnya

pendugaan musim tanam dan penetapan pola tanam pada

masing-masing wilayah ditentukan berdasarkan pola curah

hujan rata-rata bulanan atau berdasarkan potensi dan pola

pasokan air irigasi.

Iklim dan cuaca merupakan lingkungan fisik esensial bagi

tanaman yang sulit dikendalikan atau dimodifikasi. Akibat

berbagai sifat ekstrimnya, tidak jarang iklim merupakan

ken-dala bagi produksi pertanian. Curah hujan merupakan unsur

iklim yang berpengaruh cukup dominan terhadap produksi

pertanian melalui ketersediaan air bagi tanaman. Lebih khusus

variasi iklim musiman merupakan penyebab utama

menurun-nya produksi tanaman pangan. Kemarau panjang dan

kekering-an menyebabkkekering-an gagal pkekering-anen dkekering-an kekurkekering-angkekering-an pkekering-angkekering-an ykekering-ang

pada gilirannya mempengaruhi mutu kehidupan di suatu

ne-gara (Yasin, et.al., 2008). Di lahan tanpa irigasi, penerapan

(39)

keter-sediaan air juga untuk mempertahankan harga komoditas di

pasar. Ringkasnya penerapan pola tanam strategis yang

ber-orientasi kebutuhan pasar dan jumlah ketersediaan air untuk

bercocok tanam sangat relevan untuk pertanian yang efisien.

Optimalisasi produksi komoditas tanaman kedelai sangat

dipengaruhi oleh kondisi iklim. Penentuan lokasl sentra kedelai

dan periode waktu tanam yang sesuai dengan pertumbuhan

dan perkembangannya sangat penting guna memperoleh

pro-duksl yang maksimal. lnformasi kesesuaian iklim sangat

di-perlukan untuk perencanaan alokasi penggunaan tanan, jenis

komoditas yang dibudidayakan (intensifikasi), dan

peningkat-an produksi nasional melalui perluaspeningkat-an areal tpeningkat-anam

(eksten-sifikasi). Kaitan hal tersebut, analisis iklim yang lebih spesifik

untuk tanaman kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan

per-timbangan penentuan pola dan jadwal tanam yang lebih tepat.

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap

pertumbuh-an dpertumbuh-an produksi tpertumbuh-anampertumbuh-an. Informasi kesesuaipertumbuh-an iklim spertumbuh-angat

(40)

perluasan areal tanam dan rekomendasi pola tanam dan

peng-aturan jadwal tanam. Guna memperoleh produksi kedelai ya.ng

optimal perlu dilakukan pemilihan lokasi dan penentuan jadwal

tanam yang sesuai. Pengaturan pola tanam terkait dengan

kebutuhan air, khususnya di daerah non irigasi yang sangat

bergantung pada curah hujan dan faktor-faktor iklim lainnya,

seperti suhu udara dan penyinaran matahari, dapat

mendu-kung oertumbuhan tanaman sehingga dapat menghasilkan

produksi yang optimal. Disamping ketergantungan terhadap

faktor iklim, penyediaan varietas unggul kedelai juga

meme-gang peranan penting, di samping penerapan teknologi

budi-daya lain, sarana produksi, penyuluhan. dan jaminan pasar

yang baik (A. Nazar et al., 2008).

D. Varietas

Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat

dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia

(41)

diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang dapat

dibedakan dari yang lainnya.

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya

pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotipe unggul

pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah

mem-punyai kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif.

Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat

dari penampilan fenotipe tanaman bersangkutan.

Varietas-varietas kedelai yang dianjurkan mempunyai kriteria tertentu,

misalnya umur panen, produksi per hektar, daya tahan

ter-hadap hama penyakit. Setelah ciri-ciri tanaman kedelai

dike-tahui, akhirnya dapat dihasilkan varietas-varietas yang

dian-jurkan. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai dengan keadaan

tempat yang akan ditanami. Dengan ditemukannya

varietas-varietas baru (unggul) melalui seleksi galur atau persilangan

(crossing), diharapkan sifat-sifat baru yang dihasilkan dapat

dipertanggung jawabkan, baik dalam hal produks, umur

(42)

(Andrianto dan Indarto, 2004). Di China hasil penelitian yang

dilakukan oleh Li et al., 2014 didapatkan bahwa variabel iklim

dan geografis memberikan pengaruh yang bervariasi pada

tanaman kedelai khususnya kandungan protein (29%), kadar

minyak mentah (20%), berat 100 Biji (17%) dan tinggi tanaman

(38%), didapatkan bahwa dalam meningkatkan kualitas dan

hasil kedelai dengan memilih lingkungan yang cocok,

meski-pun sulit untuk mengembangkan jenis varietas kedelai dengan

semua ciri plasma nutfah yang ideal secara bersamaan. Hasil

maksimum akan dicapai apabila suatu kultivar unggul

mene-rima respon terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk, dan

praktek budidaya lainnya. Semua kombinasi input ini penting

dalam mencapai produktivitas tinggi (Nasir, 2011).

Hasil penelitian Guharja (1990) menunjukkan bahwa

beberapa kultivar kedelai mempunyai adaptasi yang luas

se-hingga dapat ditanam pada ketinggian lebih kurang 1.100 m

dpl, bahkan terdapat pula kultivar yang hidup pada

(43)

untuk suatu daerah belum tentu unggul di daerah lain,

kare-na faktor perbedaan iklim, topografi dan cara takare-nam.

Beberapa varietas kedelai menunjukkan respons yang

ter-baik pada kelengasan tanah 15% di atas kapasitas lapang.

Varie-tas Sinabung dan Kaba memiliki produktiviVarie-tas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan varietas Wilis dan Dieng (Savitri et al.,

2003).

Tanaman kedelai varietas Wilis mempunyai respon positif

pada lama penyinaran selama 10–12 jam. Penyinaran yang

terlalu pendek atau terlalu panjang akan berdampak pada

penu-runan produksi (Ariffin, 2008). Tanaman Kedelai tergolong

jenis tanaman yang butuh penyinaran yang tidak terlalu

pan-jang, terutama pada saat tanaman kedelai memasuki fase inisiasi

bunga (Zhang et al., 2001). Cahaya yang diterima oleh tanaman

berpengaruh terhadap fitokrom. Fitokrom ialah pigmen yang

berperan untuk menyerap cahaya. Pada proses perkecambahan

fitokrom berperan menyerap cahaya far infra red (FIR) yang

(44)

Salah satu penyebab kegagalan panen adalah penanaman

ke-delai tidak sesuai dengan kondisi iklim spesifik lokasi daerah

maupun belum didapatkannya varietas yang dapat beradaptasi

baik pada lingkungan.

E. Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman

Di muka bumi terdapat banyak tanaman yang bermanfaat

bagi kehidupan manusia dan ternak. Dari sekian banyak

tum-buhan itu ada yang dapat tumbuh dengan baik ada yang sama

sekali tidak tumbuh karena perbedaan iklim. Tumbuhan ada

yang dapat tumbuh di daerah beriklim sedang adapula yang

hanya bias tumbuh di daerah tropis. Pengaruh iklim seperti itu

mendorong manusia di daerah tropis melakukan pendekatan

terhadap iklim. Hal ini menjadikan tanaman-tanaman yang

ber-asal dari daerah beriklim sedang/sejuk dapat juga tumbuh

dengan baik di beberapa daerah beriklim tropis, meskiun

ke-adaannya terbatas. (Kartasapoetra, 2008).

Pada masa lampau usaha petani untuk mengembangkan

(45)

kesulitan atau kegagalan. Banyak daerah pegunungan yang

sesuai atau dapat menyediakan iklim yang dapat diterima oleh

tanaman-tanaman tersebut, tetapi periodisitas cahaya kadang

tidak sesuai. Saat ini berkat usaha petani yang selalu ingin

mengatasi masalahnya, telah berhasil melakukan pendekatan

pada lingkungan iklimnya, sehingga tanaman tersebut sebagian

telah dapat dikembangkan dengan baik (Kartasapoetra, 2008).

Iklim yang panas dan lembab sangat mendorong

timbul-nya infeksi serta kerusakan yang hebat pada tanaman. Hal ini

dapat menurunkan nilai produk atau membuat kerusakan

se-hingga tidak berharga. Proses seperti ini dapat dicegah dengan

penurunan suhu di tempat penyimpanan produk yang

disesu-aikan dengan kepentingannya, atau melalui pendinginan,

peng-hilangan uap air dengan dehidrasi, memilih dan membuang

bagian-bagian yang telah terserang, dan selanjutnya

memasuk-kan bahan-bahan kimia yang diperoleh untuk memberantas

penyakit. Dari uraian di atas dapat disimpulkan pengaruh unsur

(46)

1. Suhu Mendorong pertumbuhan dan perkembangan,

mem-percepat kehilnagn air dan cenderung mengeringkannya

2. Sinar matahari Mengatur fotosintesis dan mendorong

ter-jadinya penguapan

3. Kelembapan Mendorong pertumbuhan, membatasi

hilang-nya air bagi pertumbuhan dan memungkinkan penyebab

timbulnya penyakit

4. Angin Mempercepat hilangnya air dan cenderung

menge-ringkan, membantu tepung sari dalam proses pembuahan

5. Hujan Hakiki bagi persediaan air karena sebagai bahan

baku proses fotosintesis, selain itu pula memungkinkan

timbulnya kerugian fisik. (Kartasapoetra, 2008).

Saat ini dampak pemanasan global yang mengakibatkan

perubahan iklim terhadap ketahanan pangan di Indonesia

an-tara lain sebagi berikut:

1. Menurunkan produktivitas pertanian khusunya pada

(47)

2. Terjadinya iklim ekstrem yang meningkat sehingga

sek-tor pertanian akan kehilangan produksi akibat bencana

kering dan banjir yang silih berganti

3. Kerawanan pangan akan meningkat di wilayah yang

ra-wan bencana kering dan banjir

4. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan

hama dan penyakit yang lebih beragam dan lebih hebat

(Gatut dan Hari, S. 2007)

Fenomena El Nino dan La Nina berpengaruh terhadap

produktivitas tanaman. Fenomena El Nino menurunkan

produk-tivitas pangan seperti padi, palawija, dan jagung, sebaliknya

kejadian La Nina meningkatkan produktivitasnya (Irawan, 2006).

Iklim adalah salah satu karakteristik lahan yang sangat sulit

dimitigasi kendalanya, sehingga iklim merupakan salah satu

fak-tor pembatas penting dalam perencanaan pertanian di Indonesia.

F. Proses Perubahan Iklim dan Penyebab Iklim EkstrIm

Pada prinsipnya proses terjadinya perubahan iklim

(48)

terjebak di dalam atmosfir karena adanya gas rumah kaca (efek

rumah kaca). Gas rumah kaca tersebut akan meneruskan radiasi

gelombang panjang yang bersifat panas, sehingga suhu

diper-mukaan bumi akan naik dan menjadi semakin panas dimana

laju peningkatan panasnya berbanding lurus dengan laju

per-ubahan konsentrasi gas rumah kaca. dengan laju perper-ubahan

konsentrasi gas rumah kaca. (Made Jetz, 2011)

Faktor-faktor alam seperti fenomena bertambahnya

aero-sol akibat letusan gunung berapi, siklon yang dapat terjadi di

dalam suatu tahun (inter annual), El-Nino dan La-Nina yang

bisa terjadi di dalam sepuluh tahun (inter decadal) tidak masuk

dalam kriteria peruabahan iklim global. Pada dasarnya

per-ubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia, khususnya

yang berkaitan dengan penggunaan bahan fosil dan alih guna

lahan.

Aktivitas manusia secara langsung maupun tidak

lang-sung dapat menyebabkan perubahan serius pada komposisi

(49)

aktivitas manusia dapat menyebabkan meningkatnya

konsen-trasi gas rumah kaca secara signifikan di atmosfer. Dengan

naiknya temperatur rata-rata bumi atau yang biasa disebut

dengan pemanasan global dapat menyebabkan perubahan

vari-abel iklim suhu udara dan curah hujan.

G. Dampak Iklim Ekstrim

1. Jumlah Curah Hujan

Meningkatnya suhu di atmosfer akan berpengaruh

terhadap kelembaban udara. Pada daerah-daerah

ber-iklim hangat akan lebih lembab karena lebih banyak air

yang menguap dari lautan, sehingga akan meningkatkan

curah hujan, rata-rata, sekitar 1% untuk setiap 1oC

pema-nasan. Dalam seratus tahun terakhir, curah hujan di

selu-ruh dunia telah meningkat sebesar 1%.

2. Ketahanan Pangan Terancam

Produksi pertanian tanaman pangan dan perikanan

(50)

air laut, serta angin yang kuat. Perubahan iklim juga akan

mempengaruhi waktu tanam dan waktu panen, di

bebe-rapa tempat masa tanam lebih panjang tetapi di lain

tempat justru menjadi lebihsingkat. Peningkatan suhu

1oC diperkirakan akan menurunkan panen padi di

ne-gara tropis sebanyak 10%. Dengan demikian bahaya

kelaparan akan mengancam penduduk di mana-mana.

3. Kertersediaan Air

Ketersediaan air berkurang 10%-30% di beberapa

kawasan terutama di daerah tropika kering. Kelangkaaan

air akan menimpa jutaan orang di Asia Pasifik akibat

musim kemarau berkepanjangan dan intrusi air laut ke

daratan. Masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai

akan sangat menderita.

4. Berdampak pada ekonomi

Kehilangan lahan produktif akibat kenaikan

per-mukaan laut dan kekeringan, bencana, dan risiko

(51)

Stern, penasehat perdana menteri Inggris mengatakan

bahwa dalam 10 atau 20 tahun mendatang perubahan

iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi. Stern

mengatakan bahwa dunia harus berupaya mengurangi

emisi dan membantu negara-negara miskin untuk

ber-adaptasi terhadap perubahan iklim demi kelangsungan

pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa

dibutuh-kan investasi sebesar 1% dari total pendapatan dunia

untuk mencegah hilangnya 5%-20% pendapatan di masa

mendatang akibat dampak perubahan iklim.

H. Cara Menanggulangi Perubahan Iklim Ekstrem

Pada perubahan iklim, tidak ada satu pun solusi tunggal

yang dapat mengatasinya. Ketika supply dan demand energy

ini terpenuhi, maka akan menentukan terkendalinya perubahan

iklim atau tidak. Efforts dari mitigasi perubahan iklim akan

dirasakan lebih dari 2–3 dekade mendatang. Mitigasi ini sangat

(52)

pening-katan suhu rata-rata global dan dampak dari terjadinya

per-ubahan iklim dapat dihindari.

Menyebarluaskan teknologi ramah iklim sangatlah

men-desak. Dalam mitigasi perubahan iklim, kehadiran clean

tek-nologi dibutuhkan untuk secara bertahap diterapkan dan

disebarluaskan oleh sektor-sektor swasta, termasuk kerjasama

teknologi antara industri-industri dan negara-negara

berkem-bang. Teknologi yang semakin bersih dan efisiensi energi dapat

memberikan win-win solution, dengan tetap membiarkan

per-tumbuhan ekonomi berjalan dan terus melakukan upaya

meng-atasi perubahan iklim. Dengan terus berlanjutnya dominasi

bahan bakar fosil dalam energi global, efisiensi energi, bahan

bakar fosil bersih dan teknologi penangkap dan penyimpan

karbon sangatlah dibutuhkan dalam melanjutkan pertumbuhan

ekonomi tanpa mempengaruhi dalam upaya mengatasi

mer-ubahan iklim.Energi terbarukan dapat sangat membantu.

(53)

terus mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir,

khu-susnya investasi pada angin, sinar matahari, dan biofuel.

Pertanian, penyitaan Karbon di dalam tanah mempunyai

nilai potensi mitigasi sebesar 89 persen di bidang pertanian.

Sisanya adalah peningkatan manajemen daerah pertanian dan

peternakan (misalnya meningkatkan praktek agronomis,

peng-gunaan nutrisi, waktu tanam dan manajemen sisa pertanian),

mengembalikan kondisi tanah organik yang digunakan

seba-gai lahan produksi dan mengembalikan kondisi tanah yang

rusak menjadi lahan yang produktif.Kehutanan, saat ini hal

yang menarik dari sektor ini adalah tingginya tingkat

defores-tasi. Pendekatan yang komprehensif pada manajemen

kehu-tanan dapat menjamin hasil hutan tahunan, serat atau energi

yang sesuai dengan isu perubahan iklim, mempertahankan

biodiversity dan memajukan pembangunan yang berkelanjutan.

Sampah, pembuangan sampah memberikan sekitar 5

persen dari total emisi GRK. Dengan Teknologi, pengurangan

(54)

gas yang dihasilkan dari pembuangan sampah, dan juga

meningkatkan penerapan dan perencanaan manajemen air

sampah pada tempat pembuangan akhir. Melakukan

pengon-trolan terhadap sampah-sampah organik, teknologi insenerasi

dan memperluas daerah sanitasi dapat menghindari

terbentuk-nya gas-gas ini di lokasi pertama.

I. El Nino dan La Nina

El Nino

El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air

permu-kaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang

mengakibatkan gangguan iklim secara global). Biasanya suhu

air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena adanya

up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan). Menurut

bahasa setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena

muncul-nya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Di Indonesia, angin

monsun (muson) yang datang dari Asia dan membawa banyak

uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan

(55)

menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air sehingga

terjadilah musim kemarau yang panjang. Yang merupakan

gejala gangguan iklim yang diakibatkan oleh naiknya suhu

permukaan laut Samudera Pasifik sekitar khatulistiwa bagian

tengah dan timur. Naiknya suhu di Samudera Pasifik ini

meng-akibatkan perubahan pola angin dan curah hujan yang ada di

atasnya. Pada saat normal hujan banyak turun di Australia dan

Indonesia, namun akibat El Nino ini hujan banyak turun di

Sa-mudera Pasifik sedangkan di Australia dan Indonesia menjadi

kering.

Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca global

a) Angin pasat timuran melemah

b) Sirkulasi Monsoon melemah

c) Akumulasi curah hujan berkurang di wilayah

Indone-sia, Amerika Tengah dan amerika Selatan bagian Utara.

(56)

d) Potensi hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial

Tengah dan Barat serta wilayah Argentina. Cuaca

cende-rung hangat dan lembab.

Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca Indonesia

Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian

besar wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah

hu-jan ini sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut.

Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai

benua maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia

dipenga-ruhi oleh fenomena El Nino. El Nino pernah menimbulkan

kekeringan panjang di Indonesia.

Curah hujan berkurang dan keadaan bertambah menjadi

lebih buruk dengan meluasnya kebakaran hutan dan asap yang

ditimbulkannya. Dampak El Nino akan dirasakan signifikan di

Indonesia hanya dengan satu syarat, yakni jika suhu permukaan

laut Indonesia yang mendingin. Sesuai dengan teori hukum

fisika dasar, angin berembus dari daerah yang bertekanan udara

(57)

panas). Karena suhu permukaan laut di Pasifik menghangat

atau naik yang berarti bertekanan rendah, maka jika

daerah-daerah di sekitar Pasifik (termasuk Indonesia) memiliki suhu

muka laut yang dingin, maka angin termasuk uap air dari

Indonesia akan ditarik ke Pasifik. Akibatnya terjadinya musim

kemarau yang sangat kering.

La Nina

La Nina adalah gejala gangguan iklim yang diakibatkan

suhu permukaan laut Samudera Pasifik dibandingkan dengan

daerah sekitarnya. Akibat dari La Nina adalah hujan turun lebih

banyak di Samudera Pasifik sebelah barat Australia dan

Indo-nesia. Dengan demikian di daerah ini akan terjadi hujan lebat

dan banjir di mana-mana. Sangat sedikit sekali bahan yang

menjelaskan dampak La Nina di indonesia. Dapat dikatakan

bahwa La Nina menyebabkan curah hujan di indonesia

mening-kat pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya

awal musim hujan. Akan tetapi hasil penelitian baru-baru ini

(58)

serta saat awal La Nina 2010. Hasil penelitian tersebut

mem-perlihatkan bahwa fenomena La Nina 1998 di mulai pada saat

bulan April dan mulai berkurang dampaknya terhadap anomali

curah hujan di Indonesia pada bulan November serta puncak

kejadian terjadi pada bulan Agustus dan September. selain itu,

pola spasial anomali hujan saat La Nina ternyata bergerak

secara dinaims yang dimana pada saat awal kejadian La Nina

dampaknya di Indonesia akan di mulai di daerah selatan

In-donesia dan berakhir di daerah timur InIn-donesia (As-syakur,

2010).

Awal kejadian La Nina 2010 pun di mulai pada bulan

April dan peningkatan curah hujan di mulai di rasakan juga

oleh wilayah Indonesia bagian selatan (As-syakur dan Prasetia,

2010). peningkatan curah hujan saat kejadian La Nina 1998 dan

2010 bisa mencapai di atas 300% dari curah hujan normal

(Gambar di bawah). Kondisi tersebut cenderung meningkatkan

curah hujan pada musim kemarau serta majunya awal musim

(59)

seperti naiknya rata-rata produksi pangan sebesar 521 ribu ton

atau 1.08 % dari total rata rata produksi (Irawan, 2006). Kondisi

wilayah laut indonesia juga terjadi sebaliknya dari kondisi La

Nina. Laut menjadi lebih hangat dari biasanya, pasokan

klorofil-a menurun sehinggklorofil-a nelklorofil-ayklorofil-an pun ikut merklorofil-asklorofil-akklorofil-an dklorofil-ampklorofil-aknyklorofil-a

yaitu berkurangnya hasil tangkapan ikan.

Gambar 3. Pola spasial anomali hujan 1998/1999

(60)

Menurut Aldrian (2003) dan As-syakur (2010) pengaruh

ENSO (El Nino/La Nina) di Indonesia di mulai pada bulan

April dan akan mencapai puncak pada bulan Agustus dan

September serta terus menurun sampai bulan November/

Desember. Akan tetapi setiap para peneliti di dunia menarik

kesimpulan yang sama bahwa efek ENSO pada setiap kejadian

tidak akan pernah sama karena kompleksnya interaksi antara

atmosfer dan laut, berbeda-bedanya pengaruh dominan dari

faktor-faktor penyebab ENSO, serta adanya pengaruh lokal

yang berbeda-beda pada setiap kejadian ENSO

J. Model Simulasi Tanaman

Model simulasi tanaman adalah bagian dar analisis sistim

sebagai suatu metode pendekatan masalah secara ter-integrasi

yang merupakan metode ilmiah untuk pemecahan masalah.

Metode merupakan konsepsi mental, hubungan em-pirik atau

kumpulan pernyataan-pernyataan matematik statistik atau

dapat juga diartikan sebagai representasi sederhana dari suatu

(61)

dalam suatu sistem dapat diabstraksi dalam bentuk hubungan

sebab akibat dari peubah-peubah atau aspek-aspek yang

dite-tapkan sesuai tujuan model. Saat ini, ada peningkatan jumlah

model dan pendekatan pemodelan yang disesuaikan dengan

tujuan tertentu, dengan menggunakan variabel input yang

ber-beda (Li et al., 2014;. Todorovic et al., 2009).

Beberapa penelitian tentang permodelan dilakukan

an-tara lain, Araya et al., (2010) menguji model AquaCrop, untuk

simulasi biomassa dan hasil barley tumbuh di bawah pemberian

air yang berbeda di Ethiopia. Abrha et al., (2012) menguji

AquaCrop untuk menganalisis respon pemberian air terhadap

hasil dalam membuat strategi menabur barley pada lokasi yang

berbeda; Rotter et al. (2012) membandingkan sembilan model

tanaman dengan simulasi hasil semi barley di zona yang

ber-beda antara Utara dan Eropa Tengah. J. Marshal et al., (2012)

Penggunaan Cropsyst untuk meramalkan potensi air tanaman

untuk rekomendasi pengelolaan irigasi di kebun buah pir.

(62)

yang berdiri sendiri dalam mengintegrasikan atmosfer, darat,

air, dan model ekonomi untuk menghasilkan informasi yang

dapat digunakan untuk sumber daya pertanian dan alam dalam

pengambilan keputusan di tingkat regional. Akhirnya, Dechmi

dan Skhiri (2013) mengevaluasi praktek pengelolaan air irigasi

intensif yang baik dengan menggunakan model SWAT.

Confalonieri et al. (2006) menggarisbawahi penggunaan

model tanaman untuk mempelajari sifat dinamis dalam sistem

pertanian, yang mengklaim bahwa, model tanaman semakin

digunakan untuk mempelajari perilaku sistem pertanian yang

kompleks dan untuk memahami interaksi antara tanah dan

tanaman di bawah kondisi meteorologi yang berbeda. Model

tanaman untuk simulasi hasil panen dan biomassa di bawah

kondisi yang berbeda dapat ditemukan dalam beberapa

peneli-tian oleh Cavero et al., (2000), Confalonieri et al,. (2006) dan Yang

et al., (2004) yang menggunakan model tanaman yang berbeda.

Permintaan penggunaan model integrasi terus

(63)

diharapkan mengarah pada kumpulan dasar perangkat lunak

yang mencakup solusi pemodelan dari berbagai disiplin ilmu

bukan kopel model yang berdiri sendiri ( Donatelli et al., 2014).

Kemampuan model untuk mensimulasikan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman di bawah praktek manajemen yang

berbeda adalah salah satu tantangan untuk modernisasi dalam

hal produksi pertanian. Bahkan, banyak upaya pemodelan telah

jelas menyebabkan peningkatan pemahaman ilmiah dari respon

tanaman di bawah kondisi lingkungan dan strategi manajemen

yang berbeda (Singh et al., 2008; Evett dan Tolk, 2009).

Sebuah perhatian khusus telah diberikan kepada

pe-ningkatan kemampuan model untuk simulasi pertumbuhan

sereal dimana produksi tanaman dan stabilitas hasil sereal yang

sangat ditentukan oleh ketersediaan air dan nitrogen yang

saling berinteraksi selama musim tanam (Albrizio et al., 2010).

Hal ini terutama berlaku untuk daerah kering dan semi-kering,

seperti lingkungan Mediterania yang ditandai dengan distribusi

(64)

ke-kurangan air permanen, kualitas tanah yang buruk dan

ter-batasnya ketersediaan lahan (Abeledo et al., 2008).

Salah satu model simulasi yang dikembangkan di

Indo-nesia adalah model simulasi DSSAT (Decision Support System for

Agrotechnology Transfer) versi 3.5., yang digunakan untuk

meni-lai dampak perubahan iklim terhadap pertanaman kedemeni-lai

(Kaimuddin et al., 2005). Model simulasi DSSAT merupakan

kumpulan berbagai model simulasi tanaman semusim seperti

tanaman pangan dan hortikultura.

Untuk mengevaluasi kinerja model DSSAT, informasi

tentang keragaman produktivitas serta sistem usahatani di

wi-layah di mana model diuji sangat diperlukan. Informasi ini

dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana

penyimpang-an model dpenyimpang-an alternatif teknologi (percobapenyimpang-an) apa ypenyimpang-ang perlu

disusun untuk dicobakan dalam model DSSAT. Untuk

peneliti-an ini akpeneliti-an digunakpeneliti-an model tpeneliti-anampeneliti-an CropSyst muntuk

meli-hat dampak perbahan iklim terhadap pertanaman kedelai di

(65)

alter-natif pemanfaat model tanaman untuk keperluan manajemen

pertanian. Jika prediksi produksi tanaman merupakan tujuan

utama dalam simulasi, khususnya analisis risiko di mana suplai

air tanaman merupakan faktor pembatas utama, model-model

secara akurat dapat memprediksi lamanya fase pertumbuhan

tanaman, tingkat akumulasi biomassa tanaman, keseimbangan

air tanah, dan pembagian biomassa ke hasil ekonomis tanaman.

Model-model yang lebih kompleks biasanya tidak memperbaiki

prediksi hasil karena ketidaktentuan dalam pembagian

biomas-sa dan karena banyaknya informasi masukan (input) yang

di-butuhkan tidak tersedia dan biaya yang mahal untuk

memper-olehnya (Ritchie, 1991). Keakuratan simulasi hasil tergantung

pada tingkat struktur model yang memadai, parameter yang

tepat, dan data lingkungan yang akurat (De Vries and Spitters,

1991).

K. Model Cropsyst

Cropsyst (Cropping Systems Simulation Model) telah

(66)

bu-kan sebagai alat penelitian dasar. Dimaksudbu-kan untuk

diguna-kan sebagai penelitian terapan, analisis skenario produktivitas

dan dampak lingkungan dari sistem tanam dan manajemen

tanam, juga dampak perubahan iklim pada sistem tanam dan

strategi manajemen tanam untuk efisiensi penggunaan air.

Cropsyst telah berkembang untuk memenuhi tuntutan baru dan

memberikan beberapa konsep untuk masa depan, Sto€ckle

(2014).

Cropsyst mensimulasikan air tanah, nitrogen, fenologi

tanaman, kanopi tanaman, produksi, biomassa, hasil panen,

produksi dan dekomposisi residu, erosi tanah oleh air dan

pes-tisida. Input data yang dibutuhkan: suhu maksimum harian,

suhu minimum harian, radiasi surya (intensitas dan lama

pe-nyinaran, kelembaban udara dan kecepatan angin. Data

para-meter tanah: tekstur tanah, pH tanah, kapasitas tukar kation,

titik layu permanen, kapasitas lapang, bahan organik tanah,

dan Bulk Density. Sedangkan data tanaman meliputi: genetik

(67)

Management‖ dan waktu aplikasi. Beberapa data meteorology

dapat diestimasi/dibangkitkan (tanpa data observasi) seperti:

radiasi surya, kelembaban udara dan data angin).

Cropsyst sebagai langkah pertama menuju adaptasi

yang akan dijadikan contoh atas tantangan yang dihadapi oleh

model yang sama pada sistem tanam (Sto€ckle et al., 2012).

Cropsyst telah banyak diterapkan ke berbagai daerah dan juga

tanaman (Singh et al., 2008; . Palosuo et al., 2011; Rotter et al.,

2012). Pengembangan tanaman disimulasikan sesuai dengan

konsep waktu termal dengan mempertimbangkan efek dari

penyinaran, pendinginan (vernalisasi), dan stres air pada

pengembangan tanaman.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa Cropsyst dapat

menghi-tung gabungan karbon dan nitrogen, termasuk emisi nitrogen

oksida dari Nitrifikasi dan denitrifikasi (Sto€ckle et al., 2012). Ini

juga sebagai pelengkap untuk menghitung jejak karbon dari

sistem pertanian berbasis pada pendekatan penilaian siklus

(68)

guna menghitung peningkatan atmosfer CO2 dari produksi

biomassa (Sto€ckle et al., 2010), Selain itu, dalam analisis daerah

skala besar menjelaskan tentang perlunya untuk

mensimula-sikan jumlah yang lebih besar dari tanaman. Kerangka

pertum-buhan tanaman genetik Cropsyst telah terbukti cocok untuk

mensimulasikan tanaman herba tidak hanya tahunan, tetapi

juga tanaman hortikultura dan pohon (Oyarzun et al, 2007;.

Marsal dan Sto€ckle, 2012). Sebuah versi prototipe sedang

di-kembangkan untuk mensimulasikan tanaman hortikultura

da-lam rumah kaca (Gallardo et al., 2012). Lebih lanjut hasil

peneli-tian Zare et al. (2014) yang mengguanakan cropsyst

mendapat-kan bahwa dengan irigasi lima hari sekali ditambah pemberian

Nitrogen sebesar 45 kgN/ha merupakan yang terbaik bagi

tanaman padi. Hal ini berarti bahwa simulasi ini memberi

gam-baran kalau cropsyst itu dapat membuat permodelan terhadap

perlakuan untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi tanaman.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Razaa et al., (2014),

(69)

tanah pada lahan-lahan yang kekurangan air. Hasilnya

menga-takan bahwa cropsyst dapat digunakan untuk memprediksi

kandungan air tanah dengan membandingkan simulasi dengan

kandungan air tanah yang diambil di lapangan

Dalam penelitian lain, Cropsyst termasuk dalam

kerang-ka pemodelan ekonomi bio pada beberapa tingkerang-kat pengguna

air (Sommer et al., 2011, Djanibekov et al., 2013) dan di sektor

ekonomi, model mewakili proses pengambilan keputusan

pe-tani dalam menghindari risiko perubahan iklim untuk menilai

sensitivitas penggunaan air pertanian (Finger, 2012). Sommer

et al. (2013) mengevaluasi respon 14 varietas gandum terhadap

perubahan iklim dan konsentrasi CO2 yang meningkat di

atmosfer dengan tiga tingkatan manajemen agronomi di 18

lo-kasi di zona agroekologi Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan,

dan Tajikistan.

Studi CropSyst lainnya mencakup penilaian terhadap

hasil panen untuk tanaman yang dipilih (kacang tanah, kedelai,

(70)

(Tingem dan Rivington, 2009), penilaian dampak kejadian iklim

ekstrim pada hasil gabah (Moriondo et al., 2011), evaluasi

pe-ngaruh perubahan berarti variabilitas iklim dan iklim terhadap

hasil tanaman musim dingin dan musim semi di Swiss (Torriani

etal., 2007), dan penilaian perubahan iklim dan produksi jagung

di Swiss Plateau (Finger et al., 2011). Lebih lanjut penelitian

yang dilakukan oleh Alizadeh dan Parsaeimehr (2011),

mengha-silkan hubungan yang sangat dekat antara hasil simulasi

dengan hasil yang diperoleh di lapangan terhadap tanaman

gandum yang menggambarkan akurasi dari model cropsyst

tersebut.

Pada dasarnya setiap model yang digunakan adalah

sama tergantung dari imput yang diberikan, sebagaimana hasil

penelitian yang dilakukan Marie therese et al. (2014) yang

mem-bandingkan antara model AquaCrop dan Cropsyst dimana

AquaCrop dan Cropsyst mensimulasikan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman dengan menggunakan pendekatan

(71)

ber-beda dan mengadopsi tingkat beragam kompleksitas. Namun,

kedua model simulasi pertumbuhan cukup baik barley di

masing-masing tiga tahun dengan mempertimbangkan air dan

N yang berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

parameter pemodelan cukup konservative dan hanya satu

tahun data bisa cukup untuk kalibrasi mereka. Ini dikonfirmasi

kelayakan dan kekokohan pemodelan pendekatan kedua,

mo-del didasarkan pada kondisi cuaca tertentu dari tahun kalibrasi

yang dapat mempengaruhi sampai batas tertentu dari kinerja

model. Namun demikian, penampilan model dipengaruhi

ter-utama oleh kondisi manajemen yang berbeda, yaitu air irigasi

dan N. Kemudian, parameterisasi sesuai parameter model yang

dibutuhkan untuk mendapatkan biomassa dan prediksi hasil.

Dalam hal parameter statistik yang digunakan dan

ter-utama dari EF, AquaCrop telah menunjukkan kinerja yang lebih

baik daripada Cropsyst bawah kedua air optimal dan

Gambar

Tabel  2. Produksi dan Luas Panen Kedelai di Sulawesi Selatan
Gambar  1.
Tabel 3. Kebutuhan  Air Tanaman  Kedelai Pada Setiap Periode Tumbuh
Gambar 4.  Anomali hujan saat awal La Nina 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemegang Polis mengerti bahwa Manulife adalah anggota perusahaan dari Manulife Financial Group dan karenanya mempunyai kewajiban untuk memenuhi ketentuan baik dari badan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas produk, promosi, dan harga memiliki pengaruh terhadap minat beli ulang pada pembelian produk Kopi Kenangan. Studi

Menyatakan bahwa skripsi berjudul “PENGARUH BACAAN FIKSI TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN 02 PEGADEN TENGAH

Kadar air, lemak dan protein tidak berbeda antara ikan segar dan ikan yang disimpan beku (p>0,05); akan tetapi water holding capacity lebih rendah pada ikan yang disimpan

Hasil penelitian diketahui bahwa kecemasan dalam menghadapi persalinan pada primigravida trimester III sebelum dilakukan prenatal yoga lebih dari setengahnya

Modifikasi pembelajaran pendidikan jasmani dapat dilakukan dari beberapa macam cara menurut kebutuhan. Seorang guru Penjas harus kreatif dan inovatif dalam menciptakan

 Genus stratocumulus (Sc): Sebuah lapisan awan konveksi yang terbatas biasanya dalam bentuk patch teratur atau massa bulat mirip dengan altocumulus tetapi elemen

Dalam proses ini baik pemerintah Srilanka maupun Macan Tamil sepakat untuk menunjuk Norwegia sebagai pihak koordinator dalam.. JOM