• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi - Umi Fulanah BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi - Umi Fulanah BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau penyakit “ darah tinggi “ merupakan suatu gangguan

pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang

dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang

membutuhkannya (Sustarni, 2006).

Hipertensi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah

yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (Djoko Santoso,2010).

Sedangkan menurut Bustan (2007) Hipertensi merupakan keadaan

peningkatan tekanan darah gejala yang akan berlanjut kesuatu organ target

seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung coroner (untuk pembuluh

darah jantung) dan hypertrophy (untuk otot jantung) dengan target organ

diotak berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang

membawa kematian.

Hipertensi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan

darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg140

(Mahardani, 2010). Menurut suatu populasi lanjut usia, hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan darah

(2)

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia tahun

2007, menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7 sebagai klasifikasi

hipertensi yang digunakan di Indonesia.

Klasifikasi hipertensi menurut WHO dan JNC 7 terdapat pada tabel

2.1 dan tabel 2.2

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO (Andy Sofyan, 2012)

Kategori Tekanan Darah

Sistolik

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut The Joint National (Arif Muttaqin, 2009).

Kategori Tekanan Darah

Sistolik

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi 140-150 90-99

Tahap 1

Hipertensi ≥ 160 ≥ 100

(3)

13

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi menurut Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Andy Sofyan, 2012).

Kategori Tekanan

Darah

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi

Berdasarkan penyebab hipertensi (Agoes et al, 2011) :

a. Hipertensi esensial atau primer

Penyebab dari hipertensi esensial disebabkan oleh berbagai faktor

antara lain seperti bertambahnya umur, stress, asupan gizi yang tidak

seimbang dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita

hipertensi tergolong hipertensi primer, sedangkan 10% nya tergolong

hipertensi sekunder.

b. Hipertensi sekunder

Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui antara

lain obat-obatan, gangguan ginjal, endokrin, berbagai penyakit

neurologik, dan lain-lain.

3. Patofisiologi Hipertensi

Menurut Brunner (2002), mekanisme yang mengontrol konstriksi

dan relaksassi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada edula di

(4)

berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah

melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla

adrenal mensekresikan epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi.

Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat

memperkuat respons vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan

renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat. Yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon

(5)

15

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi.

Perubahan struktur dan fungsional pada sistem perifer bertanggung

jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.

Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan

ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada

gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh

darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung,

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

4. Tanda dan Gejala Hipertensi

Tanda dan gejala yang biasa ditimbulkan pada penderita hipertensi

menurut Nurarif dan Kusuma (2013) adalah :

a. Tidak ada gejala

Tekanan darah yang tinggi namun penderita tidak merasakan

perubahan kondisi tubuh, seringkali hal ini mengakibatkan banyak

penderita hipertensi mengabaikan kondisinya karena memang gejala

yang tidak dirasakan.

b. Gejala yang lazim

Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri kepala dan

kelelahan. Beberapa pasien memerlukan pertolongan medis karena

mereka mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas,

(6)

menaun dan tergolong hipertensi berat, biasanya akan menimbulkan

keluhan yang sangat nampak yaitu : sakit kepala, kelelahan, mual,

muntah, sesak nafas, nafas pendek (terengah-engah), gelisah,

pandangan mata kabur dan berkunang-kunang, emosional, telinga

berdengung, sulit tidur, tengkuk terasa berat, nyeri kepala bagian

belakang dan di dada, otot lemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan

pergelangan kaki, keringat berlebih, denyut jantung yang kuat, cepat

atau tidak teratur, impotensi, perdarahan di urine, bahkan mimisan

(Martuti, 2009).

5. Faktor-faktor Resiko Hipertensi

1. Usia

Hipertensi primer muncul antara usia 30-50 tahun. Angka

kejadian meningkat pada usia 50-60 tahun dari pada usia 60 tahun

lebih. Studi epidemiologi, prognosis lebih buruk bila klien

menderita hipertensi usia muda (Black & Hawk, 2005; LeMone &

Burke, 2008). Menurut Kumar dan Fausto (2005) pertambahan

usia dapat mengakibatkan perubahan fisiologis dan peningkatan

resistensi perifer serta aktifitas simpatik serta kurangnya

sensitifitas baroreseptor (pengatur tekanan darah), peran ginjal

aliran darah serta laju filtrasi glomerulur menurun.

2. Genetik

Genetik atau keturunan adalah jika salah satu anggota keluarga

(7)

17

dapat terkena hipertensi sebagai penyakit menurun atau

genetik. Penelitian pada penderita hipertensi pada orang yang

kembar dan anggota keluarga yang sama menunjukan bahwa

kasus-kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan

(Sheps, 2005). Pada wanita hamil yang merokok, risiko

terserang hipertensi pada ibu dan bayi juga lebih tinggi karena

pada kembar monozigot (satu telur) yang salah satunya adalah

penderita hipertensi, banyak ditemui juga yang mengidap

hipertensi (Martuti, 2009).

3. Pola makan

Mengkonsumsi tinggi sodium dapat menjadi factor penting

terjadinya hipertensi primer. Diit tinggi garam mungkin

merangsnag pengeluaran hormon natriuretik yang mungkin

secara tidak lansung meningkatkan tekana darah. Muatan

sodium juga merangsang mekanisme vasopresor dalam sistem

saraf pusat. Studi juga menunjukan bahwa diet rendah

kalsium, kalium, dan magnesium berkontribusi terhadap

hipertensi (Black & Hawk, 2005; LeMone & Burke, 2008).

4. Kegemukan

Kegemukan terutama pada bagian tubuh atas dimana terjadi

peningkatan jumlah lemak dipinggang, abdomen dapat

(8)

yang kelebihan berat badan pada daerah pantat, pinggul dan

paha beresiko lebih rendah untuk terjadi hipertensi sekunder.

5. Pengobatan Hipertensi

Pengobatan tekanan darah tinggi dapat dibagi menjadi dua yaitu

pengobatan nonfarmakologi dan pengobatan farmakologi. Pengobatan

nonfarmakologi yaitu ada diet sehat/diet hipertensi yang meliputi diet

rendah garam, diet kegemukan, diet rendah kolesterol dan lemak yang

terbatas, diet tinggi serat. Dan ada juga yang menggunakan gaya hidup

sehat seperti olahraga secara teratur, menghindari rokok dan minuman

alcohol, hidup santai dan tidak emosional (Martuti, 2009).

B. Daun Alpukat Sebagai Terapi

1. Pengertian

Berdasarkan taksonominya tanaman alpukat dapat diklasifikasikan

sebagai berikut( Kanisius, 2000) : Kerajaan (Plantae), Divisi

(Spermatophyta), Subdivisi (Angiospermae), Kelas (Dicotyledonae), Ordo

(Laurales), Family (Lauraceae), Genus (Persea), Spesies (Persea americana

miller).

Daun tumbuh berdesakan diujung ranting. Bentuk daun ada yang

bulat telur atau menjorong dengan panajng 10-20 cm, lebar 3 cm, dan

panajng tangkai 1,5-5 cm. bunga berbentuk malai, tumbuh dekat ujung

ranting dengan jumlah banyak, garis tengah 1-1,5 cm, warna putih

kekuningan, berbulu halus. Buah berbentuk bola berwarna hijau atau hijau

(9)

19

Daun merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk

mempertahankan kehidupan, mengingat fungsinya tersebut maka alat ini

sering disebut dengan alat vegetatif, pada batasnya terdapat daun

berbentuk tunggal dan tersusun dalam bentuk spiral. Daun alpukat disebut

daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari tangkai dan helaian saja,

tanpa upih atau pelepah daun. Bagian tanaman yang berfungsi sebagai alat

pengambilan dan pengolahan zat-zat makanan serta alat penguapan air dan

pernafasan, daun berwarna hijau tua dan pucuk hijau muda sampai agak

kemerahan (Indriyani dan Sumiarsih 2002).

2. Kandungan Kimia Daun Alpukat

Hasil penelitian yang telah dilakukan Maryati et al, (2007) bahwa

penapisan fitokimia daun alpukat (Persea americana Mill) menunjukan

adanya golongan senyawa flavonoid, tannin katekat, kuinon, saponin, dan

steroid/tritelpenoid. Kandungan kimia daun alpukat juga dibuktikan oleh

Antia et al, (2005) bahwa ekstrak daun alpukat mengandung saponin,

tannin, phlobatanin, flavonoid, alkaloid, dan polisakarida. Penelitian lain

pada ekstrak methanol pada daun alpukat juga mengandung steroid,

tannin, saponin, flavonoid, alkaloid, fenol, antaquinon, triterpen (Asaolu et

al. 2010 dalam Prawita, 2012:5).

Berikut ini senyawa yang dikandung oleh daun alpukat :

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang

(10)

berbagai jenis tumbuhan. Nilda (2011) hasil penelitian menjelaskan

bahwa isolat fraksi 7 dari daun alpukat (Persea americana Mill) yang

ada dalam ekstrak kental methanol merupakan senyawa alkaloid

aromatik.

b. Flavonoid

Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang

berasal dari kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang

terdapat dalam jumlah besar pada tumbuhan. Flavonoid yang lazim

adalah flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon. Flavonoid

tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6. Senyawa

flavonoid sering ditemukan dalam bentuk glikosida.

c. Saponin

Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat

dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid.

Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan

memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan

satuan-satuan isoprenoid.

d. Triterpenoid

Menurut Maryati et al, (2007) kandungan kimia daun alpukat

mempunyai campuran tujuh senyawa triterpenoid mempunyai

gugus-OH, -CH alifalik, C-C, C=O, C=C alifatik, dan struktur tidak

(11)

21

yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara

biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik yaitu skualena.

Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk Kristal, bertitik lebih tinggi dan

bersifat optis aktif. Senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi empat

golongan, yaitu : triterpen, saponin, steroid, dan glikosida jantung.

e. Steroid

Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang

mengandung inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin

sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana. Senyawa steroid banyak

ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan dapat ditemukan pada daun

alpukat (Persea americana Mill).

f. Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar

seperti kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus

karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon.

Warna pigmen kuinon di alam beragam, mulai dari kuning pucat

sampai ke hampir hitam, dan struktur yang telah dikenal jumlahnya

lebih dari 450. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi menjadi

empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon

isoprenoid.

g. Tanin

Tannin merupakan komponen zat organic derivate polimer

(12)

tumbuhan berkeping dua (dikotil). Monomer tannin adalah digallic

acid dan D-glukosa. Ekstrak tannin terdiri dari campuran senyawa

polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dengan

karbohidrat rendah.

3. Manfaat Daun Alpukat

Bagian tanaman alpukat yang memiliki banyak khasiat salah satunya

adalah bagian daun. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli menyebutkan

bahwa daun alpukat memiliki efek antifungsi (Rahayu dan Nurhidayat,

2009), antihipertensi (Koffi et al.. 2009), antimikroba (Gomez-Flores et

al.. 2008), kardioprotektor (Oeiwole et al.. 2007), antihiperlipidemia (Brai

et al.. 2007), hepatoprotektor (Martins et al.. 2006), antikonvulsan

(Oiewole dan Amabeoku, 2006), aktivitas hipoglikemia (Antia et al..

2005), vasorelaksan (Owolabi et al.. 2005), serta analgesic dan

antiinflamasi (Adevemi et all.. 2002).

Secara empiris daun alpukat digunakan untuk mengobati kencing

batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri saraf, sakit pinggang, nyeri lambung,

saluran nafas membengkak, dan menstruasi tidak teratur (Biopharmaca

Reasearch Center, 2013).

a. Aktivitas diuretik

Batu ginjal merupakan gejala penyakit yang disebabkan oleh

adanya sedimen urin dalam ginjal dan saluran kemih. Peningkatan

kadar ureum dan kreatinin merupakan slah satu indicator terjadinya

(13)

23

fitokimia mengandung flavonoid dan mempunyai aktivitas diuretik

yang dapat memperlancar pengeluaran urin dan penghancur batu pada

saluran kemih (Wientarsih, 2010:57-58). Bukti ini juga diperkuat oleh

Madyastuti (2010) yang melaporkan bahwa pemberian infusum daun

alpukat dapat menaikan laju filtrasi glomerulus, menghambat kenaikan

ureum, dan kreatinin. Selain itu juga dapat menghambat kristalisasi

urin. Dengan demikian zat-zat yang terkandung dalam daun alpukat

bersifat sebagai peluruh kencing atau memiliki aktivitas diuretik.

b. Antihipertensi

Glikosida pada daun alpukat dilaporkan memiliki aktivitas

menurunkan tekanan darah (Biopharmaca Research Center, 2013).

Azizahwati (2010) dalam Lusia (2011) hasil penelitiannya terbukti

daun alpukat memberikan efek dalam penurunan tekanan darah sebesar

58 mmHg pada mecit jantan dan 54,5 mmHg pada mecit betina dengan

pemberian dosis terapi 40 Mg/kgBB.

Salah satu cara kerja daun alpukat adalah dengan mengeluarkan

sejumlah cairan dan elektrolit maupun zat-zat yang bersifat toksik.

Dengan berkurangnya jumlah air dan garam di dalam tubuh maka

pembuluh darah akan longgar sehingga tekanan darah perlahan-lahan

mengalami penurunan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Sudarsono (1996) dalam Afdhal (2012) menunjukkan bahwa daun

alpukat dapat digunakan untuk pengobatan kencing batu dengan cara

(14)

yang digunakan untuk pengobatan hipertensi, dengan kata lain efek

diuretik yang ada dalam daun alpukat juga dapat digunakan untuk

pengobatan hipertensi. Efek antihipertensi pada daun alpukat juga

dijelaskan oleh Runv (2010) bahwa seduhan daun alpukat menurunkan

tekanan darah sistol 12,19% dan diastole sebesar 10,23%.

c. Antihiperlipidemia

Azizahwati (2010) dalam Lusia (2011) mengatakan selain sebagai

antihipertensi. Hasil riset menunjukan bahwa pemberian ekstrak etanol

daun alpukat memiliki efek antihiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah

kondisi yang disebabkan oleh kandungan lemak atau kolesterol yang

terlalu tinggi di dalam darah. Daya pompa jantung dan sirkulasi

volume darah pada penderita obesitas dengan hipertensi akan lebih

tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan

normal. Bagi yang mengalami hiperlipidemia, pola makan berlemak

menjadi penyebab utama. Ditambah dengan gaya hidup kurang gerak

sehingga memicu hiperlipidemia.

Hiperlipidemia merupakan salah satu pemicu serangan jantung

yaitu manakala kolesterol dalam darah yang mengendap sebagai plak

di dinding pembuluh darah menyumbat pembuluh darah. Hipertensi

dan hiperlipidemia menjadi penyebab kematian paling tinggi saat ini.

d. Hipoglikemia

Kandungan senyawa kimia dalam daun alpukat yang dilaporkan

(15)

25

rendah) ekstrak daun alpukat (Persea Americana Mill) ditemukan

senyawa saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, dan polisakarida melalui

uji fitokimia. Penelitian mengenai khasiat daun alpukat sebagai

hipogikemik telah dilakukan pada ekstrak air daun alpukat dengan

dosis 100 mg/kg BB dapat menurunkan ± 60 pada kadar glukosa darah

(Antia et al.. 2005).

e. Analgesik dan Antiinflamasi

Berdasarkan penelitian Adevemi et al.. (2002) dalam Fadhilah

(2012) menyebutkan bahwa ekstrak air daun alpukat menunjukkan

efek analgesik dan anti-inflamasi pada tikus udema yang diinduksi

oleh karagenin.

f. Antimikroba

Sebagai obat tradisional daun alpukat dilaporkan bersifat

antibakteri dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri

Staphylococcus aureus stain A dan B. Hasil penelitian juga dibuktikan

oleh Aditya (2010) menyebutkan bahwa daun alpukat (Persea

Americana Mill) mengandung beberapa zat kimia seperti saponin,

alkaloid, dan flavonoid yang mempunyai efek antimikroba terhadap

bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu ekstrak daun alpukat juga

mempunyai efek antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli

(16)

g. Antioksidan

Secara umum alkaloid sering digunakan dalam bidang pengubatan.

Daun alpukat dilaporkan memiliki aktifitas antioksidan dan membantu

dalam mencegah atau memperlambat kemajuan berbagai stress

oksidatif yang berhubungan dengan penyakit. Alkaloid dapat berfungsi

sebagai zat antioksidan hal ini didukung oleh penelitian uji antioksidan

(Hanani, 2005).

h. Antelmintik

Daun alpukat selain mengandung flavonoid dan saponin juga

mengandung tannin. Saponin dan tannin merupakan senyawa aktif

yang memiliki efek antelmintik. Saponin memiliki efek menghambat

kerja enzim kolinesterase yang menyebabkan penumpukan asetilkolin

sehingga otot cacing mengalami hiperkontraksi. Sedangkan tannin

merusak protein tubuh cacing sehingga permukaan tubuh cacing

menjadi tidak permeable lagi terhadap zat diluar tubuh cacing.

Berdasarkan hasil penelitian Reza (2010) disimpulkan bahwa infusa

daun alpukat memiliki pengaruh terhadap waktu kematian cacing

Ascaris suum, Goeze in vitro.

i. Insektisida

Ekstrak daun alpukat mempunyai potensi sebagai insektidsida.

Senyawa alkaloid yang terkandung dalam suatu jenis tanaman dapat

bersifat sebagai bioaktif penolak nyamuk (Mustanir dan Rosnani,

(17)

27

4. Simplisia Alpukat

Simplisia alpukat merupakan daun alpukat yang sudah dikeringkan.

Pembuatan produk simplisia alpukat ini diawali dengan pemetikan daun

alpukat. Daun yang telah dipetik kemudian dicuci sampai bersih dan

dilayukan dengan cara dikering anginkan diruangan selama 24 jam.

Setelah pelayuan, daun dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil.

Proses selanjutnya adalah pengeringan daun alpukat, pengeringan

menggunakan beberapa teknik. Teknik sun-dried yaitu pengeringan daun

alpukat dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Teknik basket-fried

yaitu pengeringan daun alpukat dengan cara meletakan potongan daun

pada wadah bumbu yang lebar tipis, kemudian diletakkan di atas arang

panas. Teknik oven-dried yaitu pengeringan daun alpukat dengan cara

memasukkan potongan daun alpukat ke dalam oven dengan suhu 50°C.

Cara pembuatan air simplisia alpukat yaitu pertama rebus air sampai

mendidih, kemudian masukan simplisia alpukat kedalam gelas sebanyak ±

2 sendok teh, lalu tuangkan air mendidih ± 250 cc ke dalam gelas yang

berisi simplisia, tambahkan madu ± 1,5 sendok teh, biarkan air berubah

warna agak kecoklatan dan jika air sudah dingin air simplisia alpukat bisa

dikonsumsi. Keuntungan dari simplisia alpukat yaitu mudah dibuat, bisa

dikonsumsi jangka waktu yang lama, dapat juga mengobati penyakit lain

seperti batu ginjal, rematik, sakit kepala, dan nyeri lambung.

Daun alpukat berpotensi sebagai simplisia yang memiliki aktivitas

(18)

kandungan senyawa kimia daun alpukat pada uji aktivitas hipoglemik

(kadar gula darah) ekstrak daun alpukat ditemukan senyawa aktif seperti

saponin, tannin, flavonoid, dan alkaloid.

Saponin dalam daun alpukat memiliki efek diuretik dengan cara

menghambat enzim Na+/K+ ATPase yang dapat menurunkan reabsorpsi

natrium dan air sehingga menyebabkan peningkatan diuresis yang akan

berakibat pada penurunan volume darah. Flavonoid yang terkandung

dalam daun alpukat memiliki pengaruh sebagai penghambat perubahan

angiotensin I menjadi angiotensin II yang menimbulkan efek vasodilatasi

sehingga terjadi penurunan dari total peripheral resistance yang

menyebabkan tekanan darah akan menurun. Alkaloid pada daun alpukat

bekerja seperti β blocker yang memiliki efek inotropik dan kronotropik

negatif terhadap jantung sehingga curah jantung dan frekuensi denyut

(19)

29

C. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari

topik penelitian, yang disusun berdasar pada teori yang sudah ada dalam

tinjauan teori dan mengikuti kaedah input, proses dan output (Saryono,2011).

Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut Elsanti (2009), Permadi (2006), Antia et al, (2005)

Faktor resiko hipertensi :

1. Usia

Farmakologi Non Farmakologi

Simplisia alpukat.

β blocker, diuretik, vasodilatasi,

peningkatan diuresis

(20)

D. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian sebagai terjemahan dari tujuan penelitian ke dalam

dugaan yang jelas Saryono (2011). Berdasarkan uraian terisasi diatas dapat

ditarik hipotesis penelitian yaitu “terdapat perbedaan efektivitas simplisia

alpukat terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di

Desa Pekiringan Kecamatan Karangmoncol Purbalingga”. Lansia dengan

Hipertensi

Tekanan darah

sebelum

intervensi

Kelompok yang

diberikan

simplisia alpukat

Tekanan darah

setelah intervensi

Status perubahan

tekanan darah

1. Menurun

2. Tetap

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO (Andy Sofyan, 2012)
Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi menurut Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Andy Sofyan, 2012)
Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut Elsanti (2009), Permadi (2006), Antia et al, (2005)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Bahan aktif bioinsektisida adalah produk alam yang berasal dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu – ribu senyawa bioaktif seperti

1) Faktor sosial, tercapainya peran sebagai teman, tetangga dan warga negara serta bisa berhubungan secara hangat bersamanya. 2) Faktor emosi, adalah faktor yang datang dari dalam

Tidak ada satupun istilah alkaloid yang memuaskan, tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam

Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang

Varietas dapat didefinisikan sebagai sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies tanaman yang memiliki karakteristik tertentu seperti bentuk, pertumbuhan

Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik alkaloid sering

DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH

Salah satu fungsi utama dari bahan aktif yang terkandung dalam kunyit adalah sebagai analgetika, yang efeknya dapat memberikan perasaan ketenangan atau mengurangi tekanan psikologis