• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Kerangka kebijakan kinerja ekonomi daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kerangka kebijakan perkonomian regional dan nasional, oleh sebab itu penentuan arah kebijakan ekonomi daerah Kabupaten Pekalongan tetap harus memperhatikan arah kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang tertuang dalam RKPD Provinsi dan Pemerintah Pusat yang tertuang dalam RKP.

Pemerintah daerah perlu melakukan pergeseran dari alokasi anggaran administrasi yang terlalu besar kepada kebijakan pemberian layanan masyarakat, pengembangan bisnis dan kegiatan ekonomi masyarakat untuk meningkatkan potensi pajak daerah. Selain itu juga, kebijakan-kebijakan ekonomi yang disusun pada RKPD Tahun 2016 harus diarahkan pada pencapaian Visi dan Misi Bupati dan Wakil Bupati pada tahun 2016 dan pemecahan atas permasalahan serta isu-isu strategis Kabupaten Pekalongan. Hal ini ditujukan agar adanya konsistensi terhadap proses pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tertuang dalam RPJMD yang dijabarkan dalam rencana kerja tahunan pemerintah daerah yang tertuang dalam RKPD.

Periode RPJMD Kabupaten Pekalongan Tahun 2011 – 2016 beserta semua capaian kinerjanya memberikan pondasi yang cukup kuat bagi pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Pekalongan untuk periode RPJMD selanjutnya. Perencanaan Pembangunan di Tahun 2016 yang merupakan tahun terakhir periode RPJMD 2011 – 2016 diarahkan untuk melanjutkan semua capaian yang sudah diraih dan menyelesaikan beberapa indikator yang belum berhasil dicapai. Tantangan dan prospek perekonomian yang dihadapi di Tahun 2016 jelas berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga sangat diperlukan upaya serius dan fokus dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan terutama dalam penentuan arah dan kebijakan di bidang ekonomi.

1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2014

Perkembangan kondisi ekonomi daerah dapat dilihat dari indikator ekonomi makro serta perekonomian daerah, yang tidak dapat terlepas dengan perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan perekonomian global. Ada faktor-faktor perekonomian yang tidak dapat dikendalikan oleh daerah seperti yang menyangkut kebijakan pemerintah pusat menyangkut sektor moneter maupun sektor riil. Kemudian juga pengaruh perekonomian global seperti pengaruh naik turunnya harga

(2)

minyak dunia, dan nilai tukar mata uang asing, dan yang terakhir adalah pengaruh krisis keuangan global yang telah berdampak pada meningkatnya pemutusan hubungan kerja dan kelesuan pasar ekspor. Capaian indikator ekonomi daerah adalah sebagai berikut :

a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan kinerja pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu. Agar diperoleh gambaran tentang pertumbuhan ekonomi secara riil, maka digunakan angka PDRB atas dasar harga konstan. Angka pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dari perubahan nilai PDRB pada harga konstan dari tahun sekarang dengan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2014 kinerja ekonomi Kabupaten Pekalongan mengalami peningkatan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,85%, lebih tinggi dari tahun 2013 yang sebesar 5,45%. Untuk tahun 2014 ini sebagian besar sektor mengalami pertumbuhan secara positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Keuangan Perusahaan dan Jasa Perusahaan yang tumbuh 6,93% sedangkan terendah terjadi pada Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 3,98%. Selengkapnya pada tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1

Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Pekalongan atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2010 – 2014*)

S E K T O R 2010 2011 T A H U N 2012 2013 2014*)

1. Pertanian 3,61 (0,09) 3,83 2,38 4,21

2. Pertambangan dan Penggalian (2,55) 3,97 5,57 5,13 3,98

3. Industri Pengolahan 4,23 6,74 5,38 6,79 6,28

4. Listrik, Gas dan Air 5,82 4,50 6,14 7,18 5,90

5. Bangunan 4,17 5,57 5,00 5,20 6,41

6. Perdagangan, Hotel dan Restauran 4,31 7,16 6,21 6,49 6,09

7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,76 4,11 6,72 6,04 5,92

8. Keuangan Perush. dan Jasa

Perush. 4,96 4,99 6,90 8,45 6,93

9. Jasa-jasa 5,00 5,19 5,37 4,97 5,99

Pertumbuhan PDRB (%) 4,27 4,77 5,32 5,45 5,85

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pekalongan, 2014 Keterangan : *) Angka Sementara/Prediksi Sementara

b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan disuatu daerah adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). PDRB merupakan jumlah nilai tambah seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha suatu daerah dalam satu Tahun. Dari nilai PDRB tersebut dapat

(3)

diturunkan tiga indikator penting lainnya, yaitu pendapatan per-kapita, pertumbuhan ekonomi dan struktur ekonomi.

PDRB dibagi menjadi dua jenis, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (current price) dan PDRB atas dasar harga konstan (constan price). PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada Tahun yang berlaku. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat PDRB per-kapita, pendapatan perkapita dan untuk melihat besarnya pergeseran struktur ekonomi. PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah harga barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga pada Tahun tertentu sebagai Tahun dasar (Tahun 2000). PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari Tahun ke Tahun.

Besaran PDRB sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kinerja perekonomian suatu wilayah, terutama dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu dalam mengalokasikan anggaran, sektor-sektor yang memiliki kontribusi sebagai sektor-sektor penyumbang terbesar PDRB harus mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kabupaten Pekalongan.

Sejalan dengan paradigma pembangunan yang partisipatif dan sensitif terhadap nilai-nilai lokal, sistem ekonomi yang dijalankan diharapkan dapat memberikan peran kepada usaha di tingkat komunitas dengan sekala mikro, kecil dan menengah. Dalam hal ini peran UKM sebagai pelaku usaha lokal secara optimal dan menggunakan teknologi yang sesuai agar produk yang dihasilkan dapat lebih bersaing baik di pasar nasional maupun internasional.

Berdasarkan kajian ekonomi, distribusi PDRB berdasarkan Harga Konstan 2000 rata-rata selama lima tahun terakhir di Kabupaten Pekalongan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2

Distribusi Sektoral PDRB atas dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Pekalongan Periode 2010 – 2014

NO LAPANGAN USAHA

KONTRIBUSI TERHADAP TOTAL PDRB (%)

URUTAN 2010 2011 2012 2013 2014*) RATA-RATA 1. Pertanian 21,66 20,65 20,36 19,77 19,79 20,45 2 2. Pertambangan dan Penggalian 1,02 1,01 1,02 1,01 0,98 1,01 9 3. Industri Pengolahan 25,94 26,43 26,44 26,78 26,65 26,45 1 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1,15 1,15 1,16 1,18 1,16 1,16 8 5. Bangunan 6,26 6,31 6,29 6,28 6,36 6,30 5 6. Perdagangan, Hotel dan

(4)

NO LAPANGAN USAHA

KONTRIBUSI TERHADAP TOTAL PDRB (%)

URUTAN

2010 2011 2012 2013 2014*)

RATA-RATA

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 3,96 3,93 3,98 4,00 4,01 3,98 7 8. Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 4,37 4,38 4,44 4,57 4,55 4,46 6 9. Jasa-jasa 17,01 17,08 17,08 17,01 17,16 17,07 4 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan, 2014 (Data Sekunder Diolah)

Keterangan : *) Angka Sementara

Dari tabel tersebut terlihat bahwa Sektor Industri Pengolahan masih merupakan salah satu sektor unggulan Kabupaten Pekalongan. Hal ini ditunjukkan oleh paling besarnya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian Kabupaten Pekalongan selama lima tahun terakhir yang mencapai 26,45%.

Kontribusi sektor terbesar kedua adalah Sektor Pertanian dengan rata-rata selama lima tahun terakhir mencapai 20,45%. Sedangkan, kontribusi sektor terbesar ketiga disumbangkan oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan sumbangan rata-rata selama lima tahun terakhir mencapai 19,13%.

c. Pendapatan Regional per Kapita

Pendapatan perkapita merupakan salah satu variabel atau angka yang dipakai untuk melihat keberhasilan pembangunan dari aspek perekonomian suatu wilayah.

Pendapatan Perkapita berdasarkan harga berlaku di Kabupaten Pekalongan selama 5 (lima) tahun terakhir yaitu sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 rata-rata mencapai Rp.8.283.162,00 per tahun. Dilihat nominalnya, pada tahun 2013 telah mencapai Rp.10.091.658,00 sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp.6.655.607,00. Angka-angka tersebut masih terdapat unsur inflasi di dalamnya sehingga nampak tinggi. Akan tetapi bila dilihat atas dasar Harga Konstan Tahun 2000, pendapatan perkapita tahun 2013 mencapai Rp.3.762.419,00. Pendapatan atas dasar harga konstan inilah yang dikatakan sebagai pendapatan per kapita riil.

Perkembangan pendapatan perkapita Kabupaten Pekalongan atas dasar harga berlaku maupun harga konstan dari tahun 2010 hingga perkiraan 2014 menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun, yang secara lengkap dapat dilihat berikut :

(5)

Tabel 3.3

Perkembangan Pendapatan Regional Per Kapita Kabupaten Pekalongan Tahun 2010– 2014*)

TAHUN ATAS DASAR HARGA PENDAPATAN PER KAPITA (Rp.) KENAIKAN (%)

BERLAKU HARGA KONSTAN ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN ATAS DASAR

2010 7.444.022 3.368.143 11,92 5,09

2011 8.170.449 3.429.466 9,98 2,01

2012 9.075.158 3.592.023 11,07 4,74

2013 10.091.658 3.762.419 11,20 4,74

2014*) 11.524.002 4.138.363 14,19 9,99

Sumber data : BPS Kabupaten Pekalongan, 2014 *) Angka Sementara d. Laju Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga-harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Sepanjang tahun 2014 di Kabupaten Pekalongan telah terjadi inflasi yang sangat tinggi yang mencapai 8,32%. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diumumkan Pemerintah per 18 November 2014 dan diikuti oleh kenaikan komoditas lainnya menjadi penyebab tingginya inflasi ada tahun 2014 ini. Perbandingan Inflasi Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2010 – 2014 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 3.4

Tingkat Inflasi Kabupaten Pekalongan,

Prov. Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2010 – 2014 CAKUPAN WILAYAH Tingkat Inflasi (%) 2010 2011 2012 2013 2014 Kab. Pekalongan 6,54 2,65 2,98 8,18 8,32 Jawa Tengah 6,88 2,68 4,24 7,99 8,22 Nasional 6,96 3,79 4,30 8,38 8,36

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2014

Grafik 3.1

Tingkat Inflasi Kabupaten Pekalongan,

(6)

2. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2015 dan 2016 a. Analisis Kondisi Internal dan Eksternal terhadap Pencapaian Tujuan

Pembangunan Daerah

Analisis atas kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan kondisi eksternal (peluang dan ancaman) terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis gambaran umum kondisi daerah, evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan RKPD sampai tahun 2014, realisasi RPJMD, dan kondisi ekonomi daerah tahun 2014 dan perkiraan tahun 2015 meliputi :

1) Kondisi Internal

a) Faktor Kekuatan (strengths)

(1) Faktor Alam

Potensi wisata alam seperti pantai, pegunungan dan wisata minat khusus seperti outbound dan arung jeram yang sangat besar di Kabupaten Pekalongan.

(2) Aspek Demografi

Aspek demografi di Kabupaten Pekalongan cenderung mengalami pertambahan pada setiap tahunnya. Dengan didukung oleh sumber daya manusia usia angkatan kerja yang cukup besar maka diharapkan menjadi kekuatan untuk menggerakkan roda perekonomian pembangunan Kabupaten Pekalongan.

(3) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Kabupaten Pekalongan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan demikian tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Pekalongan semakin baik yang dapat menjadi modal untuk menumbuhkan perekonomian.

(4) Iklim Investasi

Investasi di Kabupaten Pekalongan cenderung sangat stabil. Hal ini didukung oleh ketersediaan sumber daya buatan (infrastruktur) yang memadai dan iklim keamanan dan ketertiban di Kabupaten Pekalongan yang relatif kondusif menjadi daya tarik tersendiri bagi investor.

b) Faktor kelemahan (weaknesses)

(1) Faktor Alam

Potensi wiata alam yang sangat besar namun sektor ini belum di eksplor secara maksimal karena belum terbangunnya sinergitas antara keduanya.

(7)

(2) Tingkat Pembangunan yang masih belum merata

Tingkat pembangunan di Kabupaten Pekalongan masih banyak terdapat disparitas antar daerah khusunya antar wilayah pedesaan dan perkotaan sehingga terjadi kesenjangan. (3) Tingkat Pengangguran

Tingkat Pengangguran di Kabupaten Pekalongan tergolong masih tinggi meskipun cenderung menurun setiap tahunnya. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah Kabupaten Pekalongan untuk mampu menanggulangi tingkat pengangguran terbuka yang terus meningkat tersebut.

(4) Iklim Investasi

Investasi di Kabupaten Pekalongan cenderung sangat stabil. Hal ini didukung oleh ketersediaan sumber daya buatan (infrastruktur) yang memadai dan iklim keamanan dan ketertiban di Kabupaten Pekalongan yang relatif kondusif menjadi daya tarik tersendiri bagi investor.

2) Kondisi Eksternal

a) Faktor Peluang (opportunities) (1) Faktor Alam

Potensi alam di Kabupaten Pekalongan dengan keadaan Iklim yang sejuk, pemandangan alam yang indah dan kesuburan tanah menjadi modal dasar pengembangan yang mendorong keunggulan sektor pariwisata.

(2) Aspek Geografis

Aspek geografis Kabupaten Pekalongan yang terletak di sepanjang Jalan Nasional menghubungkan Jalan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah menjadi lintasan utama arus penumpang dan barang yang secara tidak langsung memberikan imbas positif dalam menggerakkan roda perekonomian Kabupaten Pekalongan.

(3) Iklim Investasi

Investasi Kabupaten Pekalongan cenderung meningkat setiap tahunnya sehingga menarik banyak investor untuk menanamkan modalnya. Semakin besar nilai investasi yang ditanamkan semakin meningkat pula kondisi perekonomian.. Hal ini yang membuat iklim investasi di Kabupaten Pekalongan sangat menguntungkan.

(8)

(4) Ekonomi Pasar

Ekonomi pasar Kabupaten Pekalongan menjadi bagian terpenting bagi perekonomian Indonesia. Di antara ciri dari ekonomi pasar adalah adanya keterbukaan bagi semua pelaku pasar untuk terlibat di dalamnya. Hal ini merupakan potensi Kabupaten Pekalongan untuk menyiapkan dan mendukung para pelaku ekonomi untuk memasuki ekonomi pasar itu, sehingga keberadaannya membawa manfaat untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan.

b) Faktor Ancaman (threats)

(1) Ekonomi Pasar Global

Ekonomi pasar global menjadi ancaman yang serius bagi pelaku ekonomi di Kabupaten Pekalongan sebab persaingan akan semakin tajam, sementara daya saing produk lokal masih belum kuat dan tidak ada kesiapan SDM serta infrastrukrur pendukung yang memadai.

Rencana penerapan pasar tunggal Asean tahun 2015 (Asean Economic Community) dimana persaingan produk antar negara Asean akan semakin ketat termasuk produk-produk Kabupaten Pekalongan.

(2) Perubahan Iklim

Perubahan iklim akibat pengaruh pemanasan global memberikan multiplier effect pada dunia. Kecenderungan perubahan iklim yang tidak menentu mengganggu pola tanam para petani, sehingga mengganggu kerja para petani dan mengakibatkan kerugian finansial.

(3) Tingkat Kerusakan Lingkungan dan Bencana Alam

Kabupaten Pekalongan termasuk bagian dari jalur yang rawan bencana alam, karena kedudukan sebagian wilayah Kabupaten Pekalongan yang merupakan dataran tinggi menjadikan rawan terhadap bencana tanah longsor. Bencana alam sebagai akibat dari adanya kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan alam, polusi, penurunan daya dukung alam, isu pemanasan global, permasalahan bencana alam, dan berbagai permasalahan lain yang terkait dengan space of life.

(9)

b. Identifikasi Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2015 dan 2016

Berdasarkan kondisi dan perkembangan perekonomian Kabupaten Pekalongan serta mempertimbangkan kondisi lingkungan internal dan eksternal, maka tantangan dan prospek perekonomian daerah yang dihadapi pada Tahun 2015 dan 2016 adalah sebagai berikut :

1) Tantangan

Diperkirakan perekonomian Kabupaten Pekalongan masih akan dihadapkan pada sejumlah tantangan akibat pengaruh dari dinamika internal maupun lingkungan perekonomian global yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Beragam tantangan dimaksud perlu disikapi secara arif dan komprehensif serta dengan langkah-langkah yang lebih nyata. Tantangan dimaksud antara lain masih mencakup :

a) Percepatan pertumbuhan ekonomi akan terus diupayakan dengan mengembangkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dominan. Pertumbuhan ekonomi dengan percepatan yang lebih tinggi, terjaganya stabilitas ekonomi makro, dan dengan pembenahan yang sungguh-sungguh pada sektor riil, diharapkan akan dapat mendorong peningkatan investasi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dengan fokus utama untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Dalam hal ini diperlukan strategi kebijakan yang tepat dengan menempatkan prioritas pengembangan pada sektor-sektor yang mempunyai efek pengganda tinggi dalam menciptakan kesempatan kerja.

b) Menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Ini adalah tantangan cukup besar bagi pemerintah dewasa ini mengingat investasi merupakan salah satu penggerak kegiatan ekonomi daerah. Komitmen perbaikan iklim investasi tersebut telah dilakukan pemerintah dengan mengadakan perbaikan di bidang peraturan perundang-undangan, pelayanan, dan penyederhanaan prosedur termasuk penyederhanaan birokrasi. c) Menyediakan infrastruktur yang cukup dan berkualitas. Hal ini

merupakan prasyarat agar dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkelanjutan. Ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai akan menjadi kendala bagi masuknya investasi. Selain itu infrastruktur sangat dibutuhkan karena mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Infrastruktur

(10)

tersebut dapat menyokong banyak aspek ekonomi dan kegiatan sosial.

d) Berakhirnya masa pembangunan Millenium Development goals (MDG’s) pada akhir 2015 dan adanya tantangan persaingan untuk meraih peluang memasuki bentuk integrasi ekonomi ASEAN yaitu Asean Economic Communiy (AEC)/ Masyarakat Ekonomi Asean (MEA);

e) Persaingan global dan membanjirnya produk impor yang menghambat dan melemahkan pasar lokal dan daya saing daerah;

f) Sumber Daya Alam (SDA) yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat sehingga tidak adanya added values terhadap barang tersebut;

g) Kondisi alam dan lingkungan yang tidak menentu akibat pemanasan global sehingga sulit diprediksi yang berpengaruh pada usaha pertanian;

h) Kurikulum pendidikan baru yang belum sepenuhnya diterapkan sehingga kualitas pendidikan masih perlu ditingkatkan.

i) Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan yang belum memadai.

j) Peningkatan peranan perempuan diberbagai bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

k) Bencana alam sebagai akibat dari adanya kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan alam dan permasalahan lain yang terkait dengan space of life.

l) Meningkatkan partisipasi swasta melalui kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta (public-private partnership). Tantangan ini menjadi cukup penting karena terbatasnya sumber daya pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, terutama terkait dengan efisiensi pembiayaan investasi dan penyediaan infrastruktur yang bervariasi dan berkualitas.

m) Membangun landasan yang lebih kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan daerah tidak lagi dapat didasarkan pada pembangunan ekonomi semata, tetapi harus didasarkan pada pembangunan yang berkelanjutan dengan memnuhi kriteria ekonomis, bermanfaat secara sosial, didukung oleh kelembagaan yang memadai, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup

(11)

2) Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2015 dan 2016 :

Adanya situasi keterbatasan keuangan negara dalam pembiayaan pembangunan daerah berimplikasi luas terhadap perekonomian daerah. Pemerintah daerah dituntut mampu meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Berkaitan dengan kondisi yang digambarkan diatas serta mendasarkan pada kondisi perekonomian yang ada serta tantangan yang dihadapi pada masa mendatang maka usaha-usaha yang harus dilakukan dalam pemantapan ekonomi daerah adalah : pertama, menciptakan kondisi ketenteraman dan ketertiban yang kondusif sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh daerah. Kedua, meningkatkan pelayanan perijinan usaha. Ketiga, menyediakan infrastruktur perekonomian yang cukup dan berkualitas untuk menunjang pertumbuhan dan distribusi ekonomi daerah. Keempat, pemberdayaan ekonomi UMKM dan masyarakat miskin dengan meningkatkan koordinasi berbagai institusi melalui jaringan sistem keuangan mikro. Kelima, memperbaiki modal sosial khususnya etos kerja dalam rangka peningkatan produktivitas kerja. Keenam, efisiensi alokasi sumber daya dan dana dalam perekonomian daerah.

Berdasarkan kondisi riil perekonomian daerah tahun 2013 dan perkiraan tahun 2014, maka prospek perekonomian pada Tahun 2015 – 2016 adalah sebagai berikut :

a) Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan akan terus menguat sebesar 5,77% dan pada Tahun 2015 mampu tumbuh 5,85%, serta untuk target tahun 2016 sebesar 6,00%.

b) Inflasi pada tahun 2014 diperkirakan pada kisaran angka dua digit yaitu sebesar 8,32%, dan pada tahun Tahun 2015 diharapkan turun menjadi kisaran 6,50 – 7,00% serta target pada tahun 2016 menjadi sebesar 5,00%.

c) Mewujudkan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, kelautan dan perikanan dalam arti yang seluas – luasnya serta optimalisasi potensi pariwisata dan sumberdaya alam dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.

d) Mengembangkan hubungan antar daerah, pemerintah provinsi dan pusat, serta kekuatan-kekuatan ekonomi dalam rangka peningkatan investasi daerah.

(12)

e) Meningkatkan daya saing daerah dengan peningkatan ketersediaan infrastruktur termasuk merehabilitasi sarana dan prasarana pendukung perekonomian perdesaan, sektor agribisnis dan agroindustri.

f) Memacu laju pertumbuhan ekonomi secara optimal agar mampu mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Kualitas laju pertumbuhan ekonomi tersebut harus berupa kemampuan untuk mendukung penurunan jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan dan peningkatan pendapatan daerah.

g) Meningkatkan kualitas pelayanan publik berupa pemantapan reformasi birokrasi dan pelayanan dasar berupa kemampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkelanjutan.

Sesuai dengan perkembangan kondisi perekonomian di Kabupaten Pekalongan tahun 2014 dan perkiraan tahun 2016 dan 2016, maka kebijakan ekonomi daerah tetap diarahkan dan diupayakan dengan cara-cara: (1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (2) menekan laju inflasi agar tidak melebihi satu digit, (3) menekan laju pertumbuhan penduduk. Agar pertumbuhan perekonomian daerah berjalan pada jalur yang benar perlu dijaga terciptanya kondisi keuangan yang mantap, yaitu dengan mengupayakan terciptanya pelaksanaan pembangunan yang aman secara politis dan layak secara ekonomis.

Melihat perkembangan perekonomian Kabupaten Pekalongan selama lima tahun terakhir dan proyeksi perekonomian tahun 2015, perekonomian Kabupaten Pekalongan pada Tahun 2016 dan tahun-tahun berikutnya diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang positif, maka kebijakan ekonomi Kabupaten Pekalongan tahun 2016 diarahkan pada akselerasi atau percepatan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai upaya pembangunan yang melibatkan masyarakat dan dunia usaha serta memanfaatkan program pembangunan yang berasal dari pemerintah pusat dan provinsi. Untuk menjamin keberlanjutan arah pembangunan, arah kebijakan ekonomi Kabupaten Pekalongan Tahun 2016 harus sejalan dengan kebijakan ekonomi nasional dan provinsi Tahun 2016. Arah pembangunan perekonomian diprioritaskan pada sektor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB, juga pada sektor yang memiliki prospek ke depan yang baik serta tahan terhadap gejolak ekonomi. Kebijakan ekonomi daerah Tahun 2016 yang mendasarkan pada perkembangan ekonomi daerah, nasional dan global serta tantangan yang masih akan dihadapi diarahkan pada :

(13)

1. Pro Growth : Mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui koordinasi dan efektivitas kebijakan sektor riil. Pemilihan potensi komoditas unggulan sebagai basis pengembangan wilayah merupakan bagian terpenting dalam upaya meningkatkan daya saing daerah. Pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya dari UMKM akan terus dilakukan termasuk memberdayakan peranan koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini akan dilaksanakan dengan terus melakukan peningkatan sumberdaya manusia dalam hal manajerial maupun teknis untuk mendorong penguatan daya saing produk, fasilitasi kemudahan dalam akses permodalan bagi UMKM, fasilitasi promosi produk-produk industri dan promosi pariwisata untuk mendatangkan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara;

2. Pro Poor : Mendorong peningkatan pemerataan distribusi pendapatan melalui percepatan pertumbuhan ekonomi di pedesaan dan penciptaan keseimbangan pembangunan di setiap wilayah. Pengembangan kawasan-kawasan khusus seperti pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan sentra-sentra produksi andalan pada sektor-sektor potensial, percepatan pembangunan pertanian melalui program revitalisasi pembangunan pertanian dan pembangunan perdesaan melalui peningkatan produksi pangan, peningkatan produktivitas pertanian dan pengembangan diversifikasi usaha di perdesaan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan memperluas cakupan program pembangunan yang berbasis masyarakat, serta pengembangan produk unggulan (core business daerah).

3. Pro Job : Meningkatkan investasi daerah yang ramah lingkungan dan mampu memperluas kesempatan kerja dan berusaha yang pada gilirannya mampu meningkatkan pendapatan perkapita. Kebijakan yang ditempuh antara lain melalui perbaikan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha, baik skala usaha kecil, menengah maupun besar. Beberapa langkah yang ditempuh dalam menciptakan iklim investasi dan daya tarik investasi melalui penyediaan informasi potensi daerah, penyederhanaan perijinan dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu atap, membangun prasarana penunjang, melindungi kepastian hukum dan penyediaan tenaga kerja di daerah, meningkatkan produktivitas dan akses UMKM pada sumberdaya produktif serta mendorong perkembangan sektor-sektor ekonomi yang memberikan dampak multiplier yang tinggi terhadap pendapatan masyarakat.

4. Pro Environment : Percepatan pembangunan sarana dan prasarana dilakukan untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi maupun peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Cakupan sarana dan prasarana dasar tersebut diarahkan untuk menyediakan sarana dan prasarana dasar di

(14)

bidang kesehatan, pendidikan, sosial ekonomi masyarakat, pekerjaan umum, perhubungan dan irigasi. Selain itu, prasarana yang dibangun juga ditujukan untuk meningkatkan aksesibilitas guna memperlancar aliran investasi dan produksi untuk menciptakan keterkaitan ekonomi antar wilayah dengan tetap memperhatikan aspek berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Untuk menjamin keberlanjutan pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang diharapkan maka perlu dilakukan perbaikan kualitas lingkungan melalui upaya pemantauan kualitas lingkungan dan rehabilitasi lahan serta penerapan sanksi bagi pelanggar masalah lingkungan.

B. Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Salah satu aspek dari Pemerintahan Daerah yang harus dilaksanakan adalah masalah pengelolaan keuangan daerah yang dalam wujud konkritnya berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan arahan/pedoman Rencana Kerja Pembangunan Daerah dalam bentuk perencanaan pendanaan dan program kerja untuk periode satu Tahun anggaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan pada upaya peningkatan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah sebagai upaya mewujudkan peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat.

Efektivitas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang tertuang dalam RKPD Tahun 2016 sebagai pelaksanaan agenda RPJMD tahun 2011 – 2016 di tahun kelima, tidak terlepas dari kapasitas anggaran yang dapat terkelola oleh pemerintah daerah. Untuk itu, kebutuhan belanja pembangunan daerah akan selalu mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam implementasi RKPD, yang akan selalu berdampingan dengan sumber-sumber pendanaan non APBD, seperti APBN, Hibah, dana kemitraan swasta, swadaya masyarakat serta kontribusi pelaku usaha melalui Corporate Social Resposibility (CSR).

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran, yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah).

Untuk pendapatan daerah bersumber dari : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-Lain Pendapatan Asli Daerah; 2) Dana Perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; 3) Kelompok-lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi Hibah,

(15)

Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak dari Pemerintah Provinsi, dan Dana Bantuan Keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya.

Selanjutnya untuk pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah (DCD), dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Selain dana dari penerimaan daerah tersebut, daerah menerima dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat berupa dana dekonsentrasi, dana tugas pembantuan dan urusan bersama, yang dialokasikan untuk menunjang program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan berdasarkan prioritas dan bersifat penugasan kepada perangkat daerah.

1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, pendanaan penyelenggaraan pemerintahan telah diatur sesuai kewenangan yang diserahkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan yang menjadi tanggungjawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama.

Berdasarkan pada hasil analisis dan perkiraan sumber-sumber pendanaan daerah, selanjutnya dirumuskan kebijakan di bidang keuangan daerah yang terdiri dari kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan. Kebijakan-kebijakan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2016.

Rencana pendapatan daerah dalam kerangka pendanaan daerah merupakan perkiraan yang terukur, rasional serta memiliki kepastian dasar hukum dalam penerimaannya, dan dengan mencermati berbagai dinamika, khususnya dalam melihat pemanfaatan potensi pendapatan daerah serta realisasi penerimaan tahun sebelumnya maupun dengan proyeksi tahun anggaran 2016, maka proyeksi keuangan daerah dan kerangka pendanaan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5 Pendapatan Daerah

Kabupaten Pekalongan Tahun 2014 – 2016

NO. URAIAN 2014 2015 2016

APBD-P APBD PROYEKSI

PENDAPATAN DAERAH

1. Pendapatan Asli Daerah 213.752.562.969 238.975.251.139 269.641.845.693

a. Hasil Pajak Daerah 29.373.911.000 30.958.934.500 34.956.444.500

(16)

NO. URAIAN 2014 2015 2016

APBD-P APBD PROYEKSI

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan 3.559.592.387 4.726.220.609 5.734.835.609

d. Lain-lain PAD yang Sah 157.520.826.360 192.292.714.279 217.542.714.279

2. Dana Perimbangan 919.896.071.622 956.773.057.622 988.574.749.514

a. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil

Bukan Pajak 27.936.121.622 27.936.121.622 28.705.392.098

b. Dana Alokasi Umum (DAU) 831.579.000.000 862.011.706.000 893.044.127.416

c. Dana Alokasi Khusus (DAK) 60.380.950.000 66.825.230.000 66.825.230.000

3. Lain-Lain Pendapatan yg Sah 290.540.806.136 390.773.288.216 397.287.899.816

a. Pendapatan Hibah - 1.250.000.000 1.250.000.000

b. Dana Darurat - - -

c. Dana Bagi Hasil Pajak dari

Provinsi 55.870.507.136 60.910.102.000 67.424.713.600

d. Dana Penyesuaian dan Otonomi

Khusus 192.613.916.000 295.655.057.216 295.655.057.216

e. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah

Lainnya

42.056.383.000 32.958.129.000 32.958.129.000

JUMLAH PENDAPATAN 1.424.189.440.727 1.595.311.114.113 1.655.504.495.023 Sumber : DPPKD Kabupaten Pekalongan, 2015

2.

Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal meningkatkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam mengelola pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, konsekuensinya tugas dan tanggung jawab daerah semakin besar. Pendapatan daerah yang terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, baik melalui transfer dana dari Pusat maupun penyerahan kewenangan pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang harus benar-benar dimanfaatkan dan digunakan untuk mencapai terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah daerah perlu menerapkan kebijakan keuangan yang dapat mendorong peningkatan kualitas belanja daerah (quatity of spending) dan benar-benar dimanfaatkan untuk program dan kegiatan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan.

Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran, yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah).

(17)

Untuk itu Kebijakan Keuangan Daerah harus dirumuskan secara tepat dan akurat berdasarkan hasil analisis dan perkiraan sumber-sumber pendanaan daerah dan selanjutnya dirumuskan kebijakan di bidang keuangan daerah yang terdiri dari kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan. Kebijakan-kebijakan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2016.

a. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah

Sejalan dengan proses dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah baik perencanaan tahunan, jangka menengah, maupun jangka panjang, aspek keuangan daerah merupakan bagian yang menjadi pertimbangan pokok dalam perencanaan. Hal tersebut berkaitan erat dengan penetapan rencana program / kegiatan yang akan ditetapkan sebagai prioritas untuk dilaksanakan pada setiap tahun anggaran. Daya dukung aspek keuangan daerah sangat berpengaruh penting terhadap probabilitas maupun prospek keberhasilan pelaksanaan program / kegiatan yang ditetapkan. Oleh karenanya pendapatan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi tolok ukur dalam menetapkan tingkat kemampuan fiskal daerah.

Penyediaan anggaran daerah setiap tahunnya atau pembiayaan mandiri (Self Financing) diharapkan semakin meningkat sehingga tingkat ketergantungan terhadap dana perimbangan semakin tahun akan semakin berkurang. Peningkatan kemandirian dalam penyediaan anggaran daerah merupakan kebijakan dalam perencanaan pendapatan daerah.

Rencana pendapatan daerah yang akan dituangkan dalam RKPD merupakan perkiraan yang terukur, rasional, serta memiliki kepastian dasar hukum penerimaannya.

Sejalan dengan proses dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah baik perencanaan tahunan, jangka menengah, maupun jangka panjang, aspek keuangan daerah merupakan bagian yang menjadi pertimbangan pokok dalam perencanaan. Hal tersebut berkaitan erat dengan penetapan rencana program / kegiatan yang akan ditetapkan sebagai prioritas untuk dilaksanakan pada setiap tahun anggaran. Daya dukung aspek keuangan daerah sangat berpengaruh penting terhadap probabilitas maupun prospek keberhasilan pelaksanaan program / kegiatan yang ditetapkan. Oleh karenanya pendapatan daerah ‐ khususnya konteks pendapatan asli daerah

(sendiri) ‐ menjadi tolok ukur dalam menetapkan tingkat kemampuan

(18)

Kebijakan anggaran pendapatan tahun 2016 sebagaimana telah digariskan dalam RPJMD Kabupaten Pekalongan Tahun 2011 – 2016 diarahkan pada upaya peningkatan intensifikasi sumber-sumber pendapatan asli daerah khususnya pajak dan retribusi serta percepatan intensifikasi sumber-sumber pendapatan asli daerah melalui optimalisasi BUMD.

Adapun kebijakan pendapatan daerah pada tahun 2016 adalah sebagai berikut :

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah.

Kebijakan peningkatan pendapatan khususnya Pendapatan Asli Daerah tahun 2016 diarahkan pada penggalian sumber-sumber pendapatan pada sektor pajak dan retribusi daerah baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi secara selektif dan tidak berpotensi menghambat akselerasi perkembangan aktivitas ekonomi. Oleh karena itu hendaknya agar tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat.

Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Semua pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD secara bruto, yaitu jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah dalam rangka bagi hasil.

b) Pendapatan BLUD diasumsikan sesuai Rencana Bisnis Anggaran dan dikelola langsung oleh BLUD untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai Rencana Bisnis Anggaran, kecuali hibah terikat diperlakukan sesuai peruntukkannya.

c) Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

(19)

d) Dalam penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah, agar memperhatikan potensi pajak daerah dan retribusi daerah yang ada.

e) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya, harus rasional dengan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan tujuan penyertaan modal dimaksud. Pengertian hasil yang rasional dalam konteks hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan :

(1) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi pemupukan laba (profit oriented) adalah selain menjamin kelangsungan dan pengembangan usaha, juga mampu menghasilkan keuntungan atau deviden dalam rangka meningkatkan PAD; dan

(2) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi kemanfaatan umum (public service oriented) adalah mampu menjamin kelangsungan dan pengembangan usaha.

f) Penerimaan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah, obyek Hasil Pengelolaan Dana Bergulir, rincian obyek Hasil Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok Masyarakat Penerima. g) Penerimaan bunga atau jasa giro dari dana cadangan,

dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-Lain PAD Yang Sah, obyek Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan, rincian obyek Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan sesuai peruntukannya.

h) Untuk meningkatkan PAD, Pemerintah Kabupaten Pekalongan dapat memanfaatkan dana idle (yang belum digunakan) melalui jasa perbankan sepanjang tidak mengganggu aliran kas dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

2) Dana Perimbangan

Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah utamanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin

(20)

baik. Dana Perimbangan terdiri dari Dana bagi Hasil (DBH), Dana alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Besaran alokasi dana perimbangan tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana saling mengisi dan melengkapi, sehingga kebijakan pembangunan daerah melalui pendanaan ini tetap diarahkan untuk mendukung program/kegiatan prioritas nasional dan menjaga konsistensi serta kontinuitas pelaksanaan desentralisasi fiskal untuk penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pajak penghasilan dan sumber daya alam (kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, gas dan panas bumi). DBH dialokasikan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal). Setiap daerah perlu mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan DBH disertai dengan peningkatan efektivitas penggunaan dana tersebut.

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang formula dan mekanisme pengalokasiannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Penentuan besar dana yang mencakup kebutuhan fiskal daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dasar layanan umum, harus mengacu pada tujuan desentralisasi dan otonomi daerah itu sendiri yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata di daerah. Sedangkan arah kebijakan DAU menekankan pada penyempurnaan mekanisme penetapannya agar mengurangi porsi/unsur belanja pegawai sehingga tidak memicu inefisiensi pegawai pemerintah daerah ataupun memicu pendirian daerah otonom baru. Proxy variables dalam penghitungan ’kebutuhan fiskal’ terus disempurnakan agar semakin mendekati kebutuhan pelayanan minimal (kesehatan, pendidikan) dan belanja infrastruktur sehingga menimbulkan multiplier effect yang signifikan. Arah kebijakan DAU adalah penyempurnaan formula alokasi melalui mekanisme

(21)

peningkatan koordinasi antar instansi terkait, peningkatan akurasi basis penghitungan, serta akuntabilitas pengguna dana DAU.

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak yang terdiri atas DBH-Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan, DBH-Pajak Penghasilan (DBH-PPh) dan DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) dialokasikan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Sementara DBH-Pajak Tahun Anggaran 2016.

b) Penganggaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA), yang terdiri dari DBH-Kehutanan, DBH-Pertambangan Umum, DBH-Perikanan, DBH-Minyak dan Gas Bumi, DBH-Panas Bumi dialokasikan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai Perkiraan Alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2016.

c) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan sesuai Peraturan Presiden mengenai Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran 2016.

d) Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dianggarkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang Alokasi DAK Tahun Anggaran 2016.

3) Lain-lain Pendapatan yang Sah

Kelompok lain-lain Pendapatan yang Sah menurut jenis pendapatannya terdiri dari :

a) Hibah yang berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat;

b) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam;

c) Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi kepada Kabupaten/Kota; d) Dana Penyesuaian, Dana Transfer, Dana Otonomi Khusus, dan

Dana Insentif Daerah (DID), yang ditetapkan oleh pemerintah; e) Bantuan Keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah

lainnya.

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(22)

a) Penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dialokasikan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2016.

b) Penganggaran Dana Otonomi Khusus dialokasikan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2016.

c) Penganggaran Dana Penyesuaian lainnya dan Dana Transfer lainnya dialokasikan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Penyesuaian lainnya dan Dana Transfer lainnya Tahun Anggaran 2016.

d) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak Daerah yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan pada alokasi belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi Tahun Anggaran 2016.

e) Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dianggarkan dalam APBD Kabupaten Pekalongan, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD Provinsi Jawa Tengah.

f) Penganggaran penerimaan hibah yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian penerimaan dimaksud.

g) Dalam hal pemerintah daerah memperoleh dana darurat dari APBN dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan Dana Darurat.

b. Arah Kebijakan Belanja Daerah

Komposisi Belanja Daerah terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa, belanja bantuan keuangan kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pemerintahan desa serta belanja tidak terduga.

(23)

Sedangkan Belanja langsung terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal.

Belanja daerah harus digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyelenggaraan pelayanan publik (merujuk pada prinsip good governance) yang didasarkan pada pola kinerja merit system agar mampu mencerminkan pembiayaan yang dikeluarkan setara dengan kinerja dan keluaran yang dihasilkan.

Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk percepatan penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan e-goverment, penanganan PMKS, peningkatan kualitas pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan); peningkatan investasi, pengurangan kerusakan lingkungan, peningkatan produktivitas pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan serta destinasi pariwisata. Pelaksanaan urusan wajib dimaksud berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan.

Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya.

Prinsip kebijakan perencanaan belanja daerah disesuaikan dengan kekuatan keuangan yang dimiliki. Pada Tahun 2016 belanja di Kabupaten Pekalongan disusun dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang telah direncanakan. Adapun arah kebijakan belanja antara lain :

1) Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan keuangan, bantuan sosial dan belanja tidak terduga. Belanja Tidak Langsung direncanakan seefisien mungkin guna mencukupi kebutuhan riil penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan umum

(24)

kepada masyarakat. Selanjutnya berkaitan dengan kebijakan pada masing ‐ masing jenis belanja pada Belanja Tidak Langsung dapat

diuraikan sebagai berikut : a) Belanja Pegawai

Penganggaran belanja pegawai memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) Besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dengan memperhatikan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas; (2) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon PNSD sesuai formasi pegawai tahun 2016; (3) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan; (4) Penyediaan dana penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD yang dibebankan pada APBD dengan berpedoman pada Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk pengembangan cakupan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD di luar cakupan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan; (5) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD dibebankan pada APBD dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 tentang

(25)

Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial; (6) Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah dengan persetujuan DPRD sesuai amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Kebijakan dan penentuan kriterianya ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan kepala daerah sebagaimana diatur Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; (7) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (8) Dalam hal tunjangan profesi guru PNSD dan dana tambahan penghasilan guru PNSD dianggarkan dalam APBN melalui dana transfer ke daerah, dianggarkan dalam APBD pada jenis belanja pegawai, dan diuraikan kedalam obyek dan rincian obyek belanja sesuai dengan kode rekening berkenaan; (9) Penganggaran belanja gaji dan tunjangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; (10) Penganggaran belanja Pimpinan dan Anggota DPRD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 beserta perubahan-perubahannya sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007.

b) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial

Dalam penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial; (2) Hibah diberikan dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi

(26)

kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah; (3) Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah, penganggaran untuk belanja hibah memperhatikan asas manfaat, keadilan dan kepatutan, mulai dari landasan pertimbangan pemberian, penggunaan sampai pengawasan.

c) Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab./Kota dan Pemerintah Desa

Sesuai ketentuan Pasal 72 ayat (1) huruf c dan ayat (3) Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka mulai tahun anggaran 2015 ketentuan alokasi belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada pemerintah desa adalah minimal sebesar 10% dari proyeksi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.

d) Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kab./Kota dan Pemerintah Desa serta Partai Politik

Pemerintah daerah menganggarkan bantuan keuangan untuk desa secara proporsional dalam rangka menunjang fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan untuk percepatan pembangunan desa sesuai kemampuan keuangan daerah, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 72 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka mulai tahun anggaran 2015 Pemerintah Kabupaten Pekalongan menganggarkan alokasi dana desa sebesar minimal 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten setelah dikurangi DAK.

e) Belanja Tidak Terduga

Belanja tidak terduga dianggarkan untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang yang tidak

diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Adapun kriteria tidak biasa sebagaimana

(27)

dimaksud adalah sebagai berikut : (1) Tanggap darurat dalam rangka pencegahan ganguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerah; (2) Bencana Alam; dan (3) Bencana Sosial.

Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2014. 2) Belanja Langsung

Kebijakan pengalokasian belanja langsung memperhatikan kegiatan rutin SKPD sebagai belanja operasional, kegiatan yang memiliki ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dilaksanakan, serta kegiatan yang mendukung program visi dan misi Bupati Pekalongan sesuai RPJMD Kabupaten Pekalongan Tahun 2011 – 2016 yang telah diselaraskan dengan program nasional dan provinsi serta kegiatan yang bersifat mendesak, dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) Efisiensi Belanja Langsung rutin yang meliputi belanja pemanfaatan listrik, air, telepon, pemeliharaan gedung kantor/kendaraan dinas/ prasarana kantor dan perjalanan dinas serta efisiensi pengadaan sarana dan prasarana kantor; dan (2) Mempertahankan alokasi belanja pendidikan sebesar 20%.

c. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

Penerimaan pembiayaan merupakan pembiayaan yang disediakan untuk menganggarkan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun berikutnya. Penerimanaan Pembiayaan terdiri dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA), Pencairan Dana Cadangan, Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Penerimaan Pinjaman Daerah, Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman dan Penerimaan Piutang Daerah.

Kebijakan umum dalam pembiayaan daerah terdiri dari kebijakan penerimaan dan pengeluaran pembiayaan diarahkan pada : 1) Penyertaan modal dan pemenuhan kewajiban (hutang daerah).

2) Penetapan SILPA harus berdasarkan pada perhitungan yang cermat dan rasional serta diupayakan semakin menurun seiring dengan semakin efektifnya penggunaan anggaran.

3) SILPA tahun berjalan positif dapat dipergunakan untuk penambahan program dan kegiatan prioritas yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/atau pengeluaran pembiayaan.

(28)

4) SILPA dapat untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja.

Kebijakan keuangan daerah yang didukung dengan kebijakan keuangan negara serta kebijakan keuangan provinsi, baik yang tertuang dalam APBD Kabupaten Pekalongan, APBD Provinsi Jawa Tengah maupun APBN adalah untuk mendukung tercapainya target dan sasaran perencanaan pembangunan Kabupaten Pekalongan sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat Kabupaten Pekalongan yang sejahtera dan bermartabat berbasis pada kearifan lokal.

Referensi

Dokumen terkait

29 mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Djojosuroto dan Sumaryati dalam Skripsi Saleh, 2006 : 32). Dalam penelitian ini, angket sangat

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad

Allah mengasihi Anda dan yang Ia inginkan bagi Anda hanyalah yang terbaik, tetapi itu hanya akan terjadi ketika kita meresponi kasih-Nya, di dalam iman, percaya dan menerima apa

Kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan hidup sejahtera lahir dan bathin, tempat tinggal dan lingkungan yang baik dan sehat yang terbebas dari dampak negative

maksud dan tujuan diadakannya musyawarah tersebut dan peraturan- peraturan yang diberlakukan dalam musyawarah tersebut, maka mediator akan memberikan kesempatan

Untuk menghindari terjadinya hal-hal tersebut maka dilakukan perancangan dan pembuatan pintu gerbang yang dapat membuka dan menutup secara otomatis.. Cara kerja

J udul Penelitian : POLA KOMUNIKASI ANTARA GURU DENGAN SISWA SD PENYANDANG DOWN SYNDROM DALAM MENINGKATKAN PRESTASI AKADEMIK DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH

Di samping itu dengan memperhatikan juga tindakan proses pembelajaran dan perolehan skor hasil belajar yang terbaik, maka rumusan masalah yang diuraikan dalam