• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tandan Buah Segar (TBS)

Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineeensis Jacq.), tergolong jenis palma yang buahnya kaya akan minyak nabati. Kelapa sawit yang dikenal adalah jenis Dura,

Psifera, dan Tenera, merupakan tanaman tropis yang termasuk kelompok tanaman tahunan. Tenera ( Dura x Psifera ) merupakan tanaman yang saat ini banyak dikembangkan. Buahnya mengandung 80 persen daging buah dan 20 persen biji yang batok atau cangkangnya tipis dan menghasilkan minyak 34 - 40 persen terhadap buah.

Buah yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah segar (TBS). Bentuk, susunan, dan komposisi tandan sangat ditentukan oleh jenis tanaman dan kesempurnaan penyerbukan. Buah sawit yang berukuran 12-18 gr/ butir, dapat dipanen setelah berumur enam bulan terhitung sejak penyerbukan (PPKS dalam Mangoensoekarjo,2003).

2.1.2. Mutu Tandan Buah Segar

TBS, yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak CPO dan inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di tempat penampungan (loading ramp). Menurut Siregar (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan mutu TBS yang akan dimasukkan ke dalam pabrik antara lain: Sortasi Panen, penimbangan TBS di Loading Ramp dan

(2)

2.1.3. Perkebunan Kelapa Sawit

Secara garis besar ada tiga bentuk utama usaha perkebunan, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Bentuk lain yang relatif baru, yaitu bentuk perusahaan inti rakyat (PIR), yang pola dasarnya merupakan bentuk gabungan antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta, dengan tata hubungan yang bersifat khusus.

Produktivitas perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh kelas lahan, tanaman, umur dan jenis bibit yang digunakan. Lubis (1992) membedakan kelas lahan pengembangan kelapa sawit ke dalam empat kelas dengan produktivitas rata-rata untuk kelas I, II, III dan IV pada umur 4–25 tahun berturut-turut sebesar25,10 ton TBS/ha/tahun; 22,95 ton TBS/ha/tahun; 20,86 ton TBS/ha/tahun; dan 17,71 ton TBS/ha/tahun. Untuk semua kelas lahan, produktivitas meningkat antara umur 15 hingga 21 tahun dan memasuki masa tua pada umur 22 tahun. Berdasarkan data tersebut maka tanaman kelapa sawit digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu (Lubis,1992):

a) Tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman berumur 1-3 tahun. b) Tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman berumur 4 – 25 tahun.

 Tanaman remaja menghasilkan (TRM) berumur 4 – 8 tahun.

 Tanaman dewasa menghasilkan I (TDM I) berumur 9 – 14 tahun.

 Tanaman dewasa menghasilkan II (TDM II) berumur 15 – 21 tahun.

 Tanaman tua menghasilkan (TTM) berumur 20 – 25 tahun. 2.1.4. Pengolahan Kelapa Sawit

(3)

Dalam sis produk menghasi menghasi sawit ada proses pe tahapan p pengolaha (2002) da Gambar 1 Dari pen Pembang Dumai pr bunga 20 ton TBS stem pengo yang akan ilkan CPO ( ilkan PKO ( alah proses emurnian. proses yang an TBS m apat dilihat p 1. Alur Pros nelitian-pen gunan Pabrik rovinsi Riau persen men S per jam olahan kela dihasilkan (Crude Palm (Palm Kern ekstraksi C Secara kes berjalan se menjadi C pada Gamb ses Pabrik M nelitian ter k Mini CPO u. Hasil da nunjukkan layak un apa sawit di n. Pertama m Oil), dan

nel Oil). Pad CPO secara m seluruhan cara seimba CPO menur bar 1. Minyak Kel rdahulu, H O Untuk M ari analisis bahwa pe ntuk dilaks ikenal dua j a adalah kedua adal da prinsipny mekanis da proses ters ang dan terk rut Pusat lapa Sawit Harahap (2 Meningkatka kelayakan i endirian PM sanakan. S enis proses proses pen ah proses p ya proses pe ari TBS yan sebut terdir kait satu sam

Penelitian Kapasitas 3 2003) men an Ekonom investasi pa MKS mini ementara m s sesuai de ngolahan u pengolahan u engolahan k ng diikuti de ri dari beb ma lain. Tah Kelapa 30 Ton TBS ngenai Pro mi Lokal di ada tingkat CPO kapas melalui an engan untuk untuk kelapa engan berapa hapan Sawit S/jam ospek i kota suku sitas 5 nalisis

(4)

sensitivitas menunjukkan bahwa batas toleransi perubahan harga TBS untuk PKS mini CPO ini adalah Rp.575 per kg.

Dampak yang dirasakan dari pembangunan PKS mini CPO kapasitas 5 ton TBS per jam secara analisis kualitatif dapat dirasakan, seperti terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat setempat, terciptanya pembangunan sarana dan prasarana fisik dan timbulnya industri-industri kecil dari hasil produk kelapa sawit beserta turunannya. Akan tetapi secara kuantitatif seperti berapa besar tingkat pendapatan masyarakat setempat sebagai dampak pembangunan PKS mini CPO tidak dapak dibuktikan. Pola yang paling tepat untuk membangun PKS mini CPO di Kota Dumai Provinsi Riau adalah melalui pola koperasi usaha perkebunan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat selaku anggota koperasi.

Hasil penelitian Hartopo (2005) tentang Analisis Kelayakan Finansial Pabrik Kelapa Sawit Mini, Studi Kasus Pabrik Kelapa Sawit Aek Pancur,Tanjung Merawa, Medan, Sumatera Utara. Bedasarkan hasil uji kelayakan, kegiatan investasi pembangunan industri PKS Mini kapasitas olah 5 ton TBS per jam dinyatakan layak dari semua kriteria investasi. Hasil kriteria investasi yang digunakan berturut-turut sebagai berikut : NPV = Rp 1.711.942.000 ; IRR = 28,22 persen ; Net B/C Ratio = 1,827 dan payback period Sembilan tahun.

Analisis sensitivitas PKS mini pada skenario pertama yang menggunakan harga beli TBS sebesar Rp 508,17 per kg TBS dengan rendemen minyak 19 persen dan rendemen inti 3,5 persen, menurut kriteria kelayakan dinyatakan layak. Dalam skenario tersebut, PKS mini dapat beroperasional dengan baik pada NPV = Rp. 483.478.000 ; IRR = 17,19 persen; Net B/C Ratio = 1,181 dan PP 10

(5)

tahun. Sedangkan skenario dua tiga menurut kriteria investasi usaha pembangunan PKS mini dinyatakan tidak layak sama sekali. Skenario dua menggunakan harga beli TBS sebesar Rp 713 per kg dengan rendemen 21 persen dan rendemen inti 4 persen, skenario tiga menggunakan harga beli TBS sebesar Rp. 643,25 per kg dengan rendemen minyak 19 persen dan rendemen inti 3,5 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa harga beli TBS dan kualitas rendemen sangat berpengaruh terhadap kelayakan PKS mini.

Hasil analisis eksternalitas atau dampak adanya PKS mini menimbulkan eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan sekitar. Eksternalitas positif yang ditimbulkan, yaitu 1) sarana dan prasarana pendukung yang lebih baik seperti listrik, telepon, dan jalan raya; 2) biaya transportasi TBS yang dimiliki oleh kebun rakyat dan swasta lebih rendah dan pendapatan masyarakat menjadi meningkat. Eksternalitas negatif antara lain 1) kerusakan yang ditimbulkan PKS mini seperti air sungai yang jelek, kebisingan mesin PKS yang bekerja 20 jam per hari dan kendaraan angkut minyak CPO maupun TBS, dan polusi udara; 2) keamanan dari lingkungan di kebun rakyat dan swasta seperti pencurian TBS; 3) penyelewengan yang dilakukan oleh pihak pabrik (masalah timbangan TBS yang masuk ke pabrik).

Pada penelitian terdahulu (Harahap dan Hartopo) sama-sama menganalisis pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 5 ton TBS per jam (mini) dengan alat analisis yang sama. Sedangkan pada penelitian kali ini yang dianalisis adalah pabrik kelapasawit dengan kapasitas 30 ton TBS per jam serta berbeda dalam pendekatan penggunaan indikator sensitivitas yang digunakan dalam penelitian. 2.1.5. Investasi Pabrik Kelapa Sawit

(6)

Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit mutlak adanya guna menunjang industri minyak sawit baik dalam perusahaan maupun petani. Bahkan saat ini jumlah PMKS dengan luas kebun sawit sangat belum seimbang, sehingga dibutuhkan pembangunan PMKS baru dalam jumlah yang cukup banyak untuk seluruh wilayah Indonesia. Dampak dari kurangnya pabrik ini sangat dirasakan oleh para petani sawit di daerah antara lain pihak pengelola dapat mempermainkan harga TBS di pabrik atau over load PMKS, sehingga para petani merasa dirugikan.

Pembangunan PMKS merupakan investasi padat modal yang membutuhkan nilai investasi besar. Hal inilah yang menginspirasi beberapa kelompok tani atau pengusaha daerah untuk membangun PMKS mini sehingga dapat menampung TBS petani untuk segera diolah. Kapasitas PMKS mini mulai dari 1 ton hingga 10 ton perjam, meskipun mini, nilai investasinya juga lumayan besar dengan kisaran 2-3 miliar rupiah perton tergantung daerah lokasi pembangunannya. Namun tetap lebih kecil dibandingkan dengan pembangunan pabrik dengan kapasitas di atas 30 ton per jam. Harga tersebut merupakan harga pembangunan fisik PMKS tanpa bangunan perumahan karyawan atau tergantung kesepakatan dengan pihak kontraktornya nanti.

Berinvestasi dalam pembangunan PMKS ini sebaiknya berhubungan dengan konsultan pabrik agar dapat ditentukan kapasitas pabrik yang dibutuhkan, survey lokasi pembangunannya, pengurusan perizinan dengan pihak terkait dan memperhitungkan nilai investasinya secara fix. Hal ini guna menghindari biaya yang terlalu mahal dan pembangunan pabrik yang kurang tepat lokasinya tentunya berujung pada kerugian atau penutupan pabrik. Karena setelah pabrik berdiri

(7)

biasanya para pengusaha harus mempersiapkan dana untuk membeli TBS dari petani atau pemasok ke pabrik, alangkah lebih baik jika pengusaha sudah memiliki perkebunan sendiri meskipun tidak terlalu luas (Purnomo, 2013).

Menurut Goenadi dan Tim (2005), Pabrik biodiesel minyak sawit yang dibangun berkapasitas produksi 1 ton/jam atau 20 ton/hari atau 6.000 ton/tahun atau 6.600 kilo liter/tahun dan 100.000 ton/tahun atau 110.000 kilo liter/tahun. Struktur biaya produksi biodiesel sangat tergantung dari harga bahan baku CPO dan methanol.

a. Pabrik Biodiesel Skala Kecil (6.000 ton = 6.600 kl per tahun)

Biaya produksi pabrik skala kecil ini sekitar Rp. 4,164/lt hingga Rp.4,840/lt pada tingkat harga CPO di pasar internasional berkisar antaraUS$ 300/ton hingga US$ 375/ton. Modal kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan Pilot Plant berkisar antara US$ 254,46 atau Rp. 2,3 milyar hingga diperlukan US$ 295,803 atau Rp. 2,6 milyar. Dengan perhitungan ini, maka biaya untuk membangun dan mengoperasikan satu unit pabrik biodiesel skala kecil berkisar antara Rp. 14,3 milyar hingga Rp. 14,6 milyar tergantung harga CPO.

b. Pabrik Biodiesel Skala Besar (100.000 ton = 110.000 kl per tahun)

Pada tingkat harga CPO seperti di atas, biaya produksi dari pabrik biodiesel skala besar antara Rp. 3,547/lt hingga Rp 4,224/lt. Sedangkan untuk mengoperasikan pabrik biodiesel skala besardiperlukan sekitar US$

(8)

4,060,976 atau Rp. 36,548,787,500 hingga US$ 4,750,039 atau Rp. 42,750,350,000.

Pabrik Biodiesel dirancang sederhana, bernilai tambah dan ramah lingkungan. Proses yang digunakan meliputi refined (pretreatment), transesterifikasi dan yang terakhir purifikasi. Proses refined yang dilakukan adalah degumming, dan juga deodorizing. Untuk transesterifikasi dilakukan dengan dua tahap. Purifikasi dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi. Selain biodiesel, produk samping yang dihasilkan adalah crude gliserol yang dapat dimurnikan dan juga bernilai ekonomis. Pabrik Biodiesel sangat berguna sebagai buffer harga untuk minyak sawit, minyak sawit dapat dijadikan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.

Tabel 1. Biaya Investasi, Modal Kerja dan Biaya Produksi Pabrik Biodiesel

No Komponen Satuan Pabrik Biodiesel Skala Kecil (Kapasitas 6.600 kl/tahun) Pabrik Biodiesel Skala Besar (Kapasitas 110.000 kl/tahun) 1 Biaya Investasi US$

Rp 1,333,333 11,999,997,000 20,000,000 180,000,000,000 2 Modal Kerja CPO = US$ 300/ton US$ Rp 254,460 2,290,135,677 4,060,976 36,548,787,500 CPO = US$ 375/ton US$

Rp 295,803 2,662,229,427 4,750,039 42,750,350,000 3 Biaya Produksi CPO = US$ 300/ton US$/ton US$/kilo liter Rp/kg Rp/lt 509 463 4,580 4,164 434 394 3,902 3,547 CPO = US$ 375/ton US$/ton US$/kilo liter Rp/kg Rp/lt 592 538 5,324 4,840 516 469 4,646 4,224 (Catatan: US$ 1 = Rp. 9.000)

(9)

Dengan perkiraan biaya investasi di atas, maka total biaya investasi untuk peremajaan dan perluasan kebun, pembangunan pabrik CPO dan biodiesel skala kecil dan besar dalam 5 tahun ke depan adalah sekitar Rp. 28,2 trilyun (Goenadi, dan Tim, 2005).

2.2. Landasan Teori 2.2.1 Investasi

Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha (Kasmir, 2003). Oleh karena itu, investasi dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: a. Investasi nyata (real investment)

Investasi nyata merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixed asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin.

b. Investasi finansial (financial investment)

Investasi finansial merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian saham, obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito.

2.2.2 Studi Kelayakan Proyek

Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit. Proyek merupakan elemen operasional yang paling kecil yang disiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah dalam suatu perencanaan menyeluruh perusahaan, perencanaan nasional atau program

(10)

pembangunan pertanian (Gittinger,1986). Berdasarkan definisi tersebut maka proyek dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang mengeluarkan biaya untuk mendapatkan manfaat.

Kasmir (2003) menyimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha dijalankan. Umar (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu.

Pemilihan proyek sebagian didasarkan kepada indikator, nilai dan hasilnya. Manfaat suatu proyek didefenisikan sebagai segala sesuatu yang membantusuatu tujuan. Sedangkan biaya suatu proyek merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger,1986). Paling tidak ada lima tujuan mengapa sebelum proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan (Kasmir, 2003) yaitu: (1) menghindari risiko, (2) memudahkan perencanaan, (3) memudahkan pelaksanaan pekerjaan, (4) memudahkan pengawasan, dan(5) memudahkan pengendalian.

2.2.3 Aspek-Aspek Analisis Kelayakan

Dalam menganalisis dan merencanakan suatu proyek harus mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Masing-masing aspek saling berhubungan dan saling mempengaruhi dengan yang lainnya.

(11)

Menurut Gittinger (1986) aspek-aspek tersebut terdiri dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Pada penelitian ini aspek yang dipertimbangkan dan dianalisis, yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek finansial, dan aspek sosial/lingkungan.

Urutan penilaian aspek mana yang harus didahulukan tergantung dari kesiapan penilai dan kelengkapan data yang ada. Tentu saja dalam hal ini dengan mempertimbangkan prioritas mana yang harus didahulukan lebih dahulu dan mana yang berikutnya.

2.2.3.1 Aspek Teknis

Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output

(produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger,1986). Aspek teknis berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti lokasi proyek, kapasitas produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses produksiserta teknologi yang digunakan.

2.2.3.2 Aspek Pasar

Aspek-aspek pasar dari suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986). Analisis pemasaran penting dilakukan untuk mengetahui tingkat permintaan dan penawaran terhadap barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan proyek. Atau

(12)

dengan kata lain, seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk atau jasa yang ditawarkan dan seberapa besar market share yang dikuasai oleh para pesaing. Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk menangkap peluang pasar dan pasar potensial yang ada.

2.2.3.3 Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial

Aspek ini berkaitan dengan pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya-sumber daya yang terlibat dalam pelaksanaan proyek. Analisis dilakukan berkenaan dengan model dan personal manajerial yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perencanaan dan operasional harus sesuai dengan bentuk dan tujuan dari proyek.

2.2.3.4 Aspek Sosial dan Lingkungan

Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger,1986). Sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara inplisit dan eksplisit terhadap pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu analisis juga perlu mempertimbangkan pengaruh negatif dari pelaksanaan proyek terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan akibat adopsi tehnologi atau penerapan alat-alat mekanis yang mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia.

Kualitas hidup masyarakat haruslah merupakan bagian dari rancangan proyek. Analisis proyek juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang

(13)

merugikan dari proyek yang direncanakan. Pembangunan proyek mungkin saja akan merusak sumber-sumber air bersih dari limbah yang dihasilkan oleh proyek. Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk menghindari rusaknya kelestarian lingkungan.

2.2.3.5 Aspek Finansial

Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial adalah untuk menentukan proyeksi mengenai anggaran yang akan digunakan secara efisien dengan cara mengestimasi penerimaan dan pengeluaran pada saat pelaksanaan proyek serta pada masa-masa yang akan datang setiap tahunnya (Gittinger,1986).

Rencana anggaran dari suatu proyeksi analisis finansial dilakukan untuk mengetahui berapa besar investasi yang dibutuhkan dan sumber dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan proyek. Analisis finansial dapat juga digunakan sebagai pertimbangan dalam permohonan kredit investasi dan kredit modal kerja serta penjadwalan pelunasan kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan proyek. Dalam analisis ini kriteria-kriteria yang digunakan adalah payback period, net present value (NPV), internal rate return

(IRR), profitability index serta rasio-rasio keuangan. 2.2.4 Analisis Sensitivitas

Salah satu keuntungan analisis proyek secara finansial ataupun ekonomi yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal di luar jangkauan

(14)

asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Gittinger (1986) mengemukakan bahwa analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Sementara menurut Kadariah (1978), yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau sensitivitas adalah suatu teknis analisis untuk menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang di buat dalam perencanaan.

Gittinger (1986) menambahkan proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang sensitif yaitu: (1) harga, (2) keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, dan (4) hasil. Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching value), dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar NPV sama dengan nol.

2.2.5 Arus Kas (Cash flow)

Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan suatu periode tertentu. Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima (cash in) dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang (Kasmir, 2003). Cash flow mempunyai tiga komponen utama yaitu Initial Cash flow yang berhubungan dengan pengeluaran investasi,

(15)

operasional cash flow berkaitan dengan operasional usaha dan terminal cash flow

berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi (Umar, 2007).

2.3. Kerangka Pemikiran

Industri hulu dan industri hilir kelapa sawit memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam perkembangan industri kelapa sawit. Di antara kedua industri tersebut terdapat industri perantara, yaitu pabrik minyak kelapa sawit (PMKS). Penelitian tentang analisis kelayakan investasi PMKS didasari oleh meningkatnya luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit yang tidak diikuti dengan penambahan jumlah PMKS. Lonjakan hasil produksi kebun kelapa sawit tidak dapat ditampung dengan baik oleh PMKS yang ada. Kondisi tersebut tentu saja tidak efisien bagi petani, karena harus menambah biaya transportasi untuk mengangkut TBS ke PMKS yang jaraknya jauh dari areal perkebunan petani.

Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan pembangunan PMKS untuk memaksimalkan potensi yang ada secara optimal. Sebelum pembangunan PMKS maka diperlukan studi kelayakan untuk menilai aspek-aspek yang terkait agar investasi yang dilakukan bisa memberikan manfaat serta untuk menghindari risiko–risiko yang ditimbulkan oleh pembangunan PMKS.

Studi kelayakan investasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi. Hasil perhitungan kriteria investasi digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya investasi PMKS

(16)

keputusan. Secara lebih rinci alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2. berikut.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit

Perkebunan Kelapa Sawit

Peningkatan Produksi dan Perluasan lahan sehingga Membutuhkan Tambahan Kapasitas Pengolahan

Pabrik Minyak Kelapa Sawit Manfaat dan Biaya

Aspek Konstitusional Aspek Finansial, NVP, IRR, NET B/C, Payback Periode, Analisis Sensitivitas Aspek Sosial

Aspek Teknis Aspek Pasar

Tidak Layak Layak

Pengembangan Pembangunan

(17)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang sudah diuraikan maka diajukan hipotesis untuk di uji yakni, bahwa investasi pembangunan PMKS kapsitas 30 ton TBS/Jam layak untuk dilaksanakan.

Gambar

Tabel 1. Biaya Investasi, Modal Kerja dan Biaya Produksi Pabrik Biodiesel
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan   Pabrik Minyak Kelapa Sawit

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan skripsi Darwanto dengan judul “Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan Analisis Frontier)” Dari hasil analisis data yang telah berhasil diolah

Semakin panjang jarak dan makin banyak perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara

Perusahaan perkebunan, yang secara khusus dalam hal ini bagian kebun, kelapa sawit PTPN IV Adolina memiliki banyak tenaga kerja yang dibedakan dalam beberapa golongan sebagaimana

Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa kebijaksanaan- kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil

1) Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini juga digunakan sebagai data penunjang dalam

• Harga daging ayam (buras) • Konsumsi daging ayam broiler tahun sebelumnya • Konsumsi protein masyarakat Kota Medan KETERSEDIAAN Faktor-faktor yang mempengaruhi:

Soedarsono (1992), menyatakan pendapat yang diterima petani dari hasil produksi adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,

penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi yang akan dipengaruhi oleh variasi X (soekartawi, 1994). Efisiensi adalah rasio yang